Uploaded by permatawesti

PORTO 4

advertisement
No. ID dan Nama Peserta
dr. Yugo Berri Putra Rio
No. ID dan Nama Peserta
RSUD Dr. M. Zein Painan
Topik
Luka Bakar Grade II B dengan Derajat Berat
Tanggal Kasus
5 Mei 2016
Nama Pasien
Tn. D
Nomor RM :
Tanggal Presentasi
5 Mei 2016
Pendamping
dr.Dona Hamrita
Objektif Presentasi
 Keilmuan
 Keterampilan
 Penyegaran
 Tinjauan Pustaka
 Diagnostik
 Manajemen
 Masalah
 Istimewa
 Neonatus
 Bayi
 Anak
 Remaja
 Dewasa
 Lansia
 Bumil
Seorang perempuan berusia 42 tahun, datang ke Bangsal Bedah RSUD
dr. M. Zein Painan pada tanggal 5 Mei 2016 pukul 10.30 WIB dengan
Deskripsi
keluhan utama nyeri pada seluruh tubuh setelah terkena cipratan minyak
lampu togok sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Mengidentifikasi penyebab, mekanisme kejadian, gejala, diagnosis,
Tujuan
tatalaksana, dan komplikasi dari luka bakar.
Bahan Bahasan :  Tinjauan
 Riset
 Kasus
 Audit
Pustaka
Cara Membahas :  Diskusi
 Presentasi dan
 Email
 Pos
Diskusi
Data pasien
Nama :
Tn. D
No. Reg
Data Utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis :
-
OS terkena cipratan minyak lampu togok sejak 1 jam sebelum masuk Rumah
Sakit.
-
Awalnya pasien sedang memperbaiki lampu togok namun tanpa disengaja minyak
dari lampu togok tersebut melimpah akibat letusan dari lampu dan mengenai wajah
kulit dan hampir seluruh tubuh bagian perut ke atas, yaitu wajah, leher, seluruh
badan dan punggung, dan kedua lengan atas serta kedua tangan.
-
Pasien sadar setelah kejadian.
- Kejang setelah kejadian tidak ada.
- Sesak nafas tidak ada, batuk-batuk tidak ada, muntah tidak ada.
1. Riwayat Pengobatan
1
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
3. Riwayat keluarga
4. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien seorang pedagang
6. Riwayat lingkungan sosial dan lingkungan:
Tinggal di rumah permanen sederhana, pekarangan kecil, sumber air minum Air Galon isi
ulang dan PDAM, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibuang di tempat
pengumpulan sampah . Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik.
Lain-lain:
Status Generalisata
Keadaan umum
: sakit berat
Kesadaran
: somnolen. GCS E4 M6V5: 15
Tekanan Darah
: 140 / 90 mmhg
Frekuensi denyut nadi
: 121 x /menit
Frekuensi nafas
: 27 x/ menit
Suhu
: 37,8oC
Berat badan
: tidak diketahui.
Status gizi
: kesan: normal
Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding:
Kepala
: bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma termal (+)
Kulit
: ditemukan kelainan berupa luka erosi pada kulit diikuti dengan
bula pada kulit dengan rule of nine sekitar 49,5%
Mata
: Pupil isokhor Ø 2mm/2mm. RC +/+ normal.
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT
: tidak ditemukan kelainan.
Leher
: tidak ditemukan pembesaran KGB, kulit melepuh pada seluruh
leher
Thoraks
Simetris pernapasan kiri=kanan. Kulit melepuh pada seluruh dada
depan dan belakang diikuti dengan terbentuknya bula.
: cor
: bunyi jantung murni, bising jantung (-)
Pulmo : simetris, sonor, vesikuler normal, rongkhi - / - ,
wheezing - /2
Abdomen
Tampak pelepuhan kulit abdomen depan dan belakang diikuti
dengan terbentuknya bula. Tympani pada seluruh regio abdomen.
Distensi (-), H/L tidak teraba, NT (+), NL (-), BU (+) normal.
: Akral hangat, perfusi baik.
Refleks fisiologi +/+, refleks patologis -/-
Ekstrimitas
555
555
555
555
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium Darah
Hemoglobin
: 11,8 mg/dl
Leukosit
: 16.200 /mm3
Hematokrit
: 35 %
Trombosit
: 433.000 /mm3
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Luka Grade II B dengan Derajat Berat
2. Penatalaksanaan Luka Grade II B dengan Derajat Berat dan kegawatdaruratannya.
a. Intervensi Farmakologis.
b. Intervensi Penunjang.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif:
Seorang pria berusia 42 tahun dating ke bangsal RSUD. M. Zein Painan setelah terkena
cipratan minyak lampu togok sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya pasien
sedang memperbaiki lampu togok namun tanpa disengaja minyak dari lampu togok tersebut
melimpah akibat letusan dari lampu dan mengenai wajah kulit dan hampir seluruh tubuh
bagian perut ke atas, yaitu wajah, leher, seluruh badan dan punggung, dan kedua lengan
atas serta kedua tangan. Pasien sadar setelah kejadian. Kejang setelah kejadian tidak ada.
Sesak nafas tidak ada, batuk-batuk tidak ada, muntah tidak ada.
Objektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, TD = 140 / 90 mmHg, N = 121 kali/menit, P = 27
kali/menit, S = 37,8 °C.
Kepala
: tanda-tanda trauma termal (+)
Mata
: Pupil isokhor Ø 2mm/2mm. RC +/+ normal.
Thoraks
: Simetris pernapasan kiri=kanan.
3
: cor
: bunyi jantung murni, bising jantung (-)
Pulmo : simetris, sonor, vesikuler normal, rongkhi - / - ,
wheezing - /Abdomen
: Tympani pada seluruh regio abdomen. Distensi (-), H/L tidak
teraba, NT (+), NL (-), BU (+) normal.
Ekstremitas
Kulit
: Akral hangat, perfusi baik.
555
555
555
555
: Luka bakar pada seluruh kulit wajah, leher, dada bagian depan dan
belakang, abdomen bagian depan dan belakang, serta kedua lengan atas dan
kedua tangan.
Pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukositosis
dengan jumlah leukosit 16.800 /mm3.
Assessment:
Seorang pria berusia 42 tahun dating ke bangsal RSUD. M. Zein Painan setelah
terkena cipratan minyak lampu togok sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya
pasien sedang memperbaiki lampu togok namun tanpa disengaja minyak dari lampu togok
tersebut melimpah akibat letusan dari lampu dan mengenai wajah kulit dan hampir seluruh
tubuh bagian perut ke atas, yaitu wajah, leher, seluruh badan dan punggung, dan kedua
lengan atas serta kedua tangan. Pasien sadar setelah kejadian. Kejang setelah kejadian tidak
ada. Sesak nafas tidak ada, batuk-batuk tidak ada, muntah tidak ada. Pada pemeriksaan
fisik, hal yang penting ditemukan antara lain terdapat massa pada abdomen dengan ukuran
± 10 cm x 8 cm x 7 cm dengan konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan, tidak terfiksirm dan
tidak bisa dikembalikan ke dalam abdomen. kondisi distensi pada abdomen, penurunan
bunyi bising usus pada pasien, nyeri saat ditekan. Keadaan-keadaanyang dialami ini
mengarahkan kita pada diagnosis bahwa terjadinya permasalahan pada sistem sirkulasi dan
system pencernaan di abdomen.
Secara definisi, Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter.Terdapat 2 jenis ileus,
yaitu ileus paralitik (adinamik) dan ileus obstruktif (mekanik).Pada ileus paralitik terjadi
hambatan peristaltik usus karena toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Sedangkan pada ileus obstruktif terdapat rintangan fisik yang
menghalangi proses pengeluaran isi usus.
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu
blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi lumen atau
4
konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus. Lesi intraluminal seperti fekalit, batu empedu, lesi
intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi ektralumisal misalnya adhesi, hernia,
volulus atau intususepsi.
Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh :
1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal
atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk
tunggal maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan
adhesi yang bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita
dipotong agar pasase usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai
strangulasi.
2. Hernia inkarserata
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga
isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga
5
terjadi gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab
kedua terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang
tidak mempunyai riwayat operasi abdomen.
3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak
karena higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing
atau pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau
anus.
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada dewasa muda. Invaginasi adalah masukya bagian usus proksimal
(intussuseptum) kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta
mungkin keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan
peritonitis.
5. Volvulus
Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum.
6. Kelainan congenital
Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelaianan bawaan ni akan menyebabkan
obstruksi setelah bayi mulai menyusui.
7. Radang kronik
6
Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan
fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini.
8. Tumor
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum
dan yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena
tumornya sendiri (penyebab langsung).
Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti
penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus,
tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya
pada ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi.
Ileus obstruksi pada ususbesar disebabkan: 60% oleh malignansi, 20% oleh
divertikulosis dan 5% oleh volvulus sigmoid.
1. Karsinoma kolon
Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh
karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan
sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari
pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis
multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan
buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat
dalam waktu yang cepat.
2. Volvulus
Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum ata
sigmoid) pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan
gangguan sirkulasi vena maupun arteri.
Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum,
yaitu sekitar 90%. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua,
orang dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami
strangulasi bila tidak dilakukan dekompresi.
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
7
terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang
yang mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60
tahunan. Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis
yang sempit.
3. Divertikel
Divertikel kolon paling sering ditemui di sigmoid. Divertikel kolon adalah
divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot
seperti hernia kecil. Komplikasi dapat berupa perforaasi, abses terbuka, fistel,
obstruksi parsial, dan perdarahan.
4. Intususepsi/invaginasi
Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke
segmen bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi
diduga oleh karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh
hiperplasia jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan
abdominal kolik.
Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua
per tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus.
5. Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan
sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan
kronik. Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan
dengan ileus obstruksi.
Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi
dari neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat
merupakan hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi
Trypanosoma cruzi menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon.
Obstruksi usus halus
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu yang relatif singkat.
Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di
epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada pasien
8
dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial biasanya
menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat flatus
dirasakan oleh pasien pada fase lanjut..Gerakan peristaltik yang high pitched dan
meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda yang khas.
a. Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen.
b. Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus
halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan
merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal
komplit.
Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis,
leukosistosi, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding
perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.
Obstruksi kolon
Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan
obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang air
besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada
perut bagian bawah (suprapubik). Akhirnya,penderita mengeluh konstipasi
menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak
sering.muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental
dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuuhan bakteri berlebihan karena adanya
renggang waktu yang lama.
Penyebab
Small-intestinal
Large Intestinal
obstruction
obstruction
paing Adhesi dan hernia
Kanker
sering
Gejala
Kolik abdomen dan Kolik abdomen dan
9
muntah
dengan muntah yang jarang
interval yang reguler
Pemeriksaan fisik
Distensi
abdomen Distensi
mild-moderate
Foto polos abdomen
abdomen
moderate
Dilatasi lumen usus Dilatasi
halus
dengan
kolon
air dengan atau tanpa
fluid level ; udara distensi usus halus
dan kotoran yang dan air fluid level
sedikit pada distal
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang seharusnya dilakukan segera. Diagnosa
ileus obstruktif diperoleh dari:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus, kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar, kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
Gejala lain yang mengikuti antara lain:
a. Mual dan muntah, berhubungan dengan adanya obstruksi di bagian proksimal
b. Nyeri perut yang intermitan meningkat saat hiperperistaltik
c. Perut kembung
d. Diare, pada temuan awal
e. Konstipasi, temuan akhir berupa afflatus dan adefekasi
f. Demam dan takikardi, terjadi terlambat dan mungkin terkait dengan adanya
strangulasi
g. Riwayat operasi panggul, terapi radiasi sebelumnya atau keduanya
h. Riwayat keganasan, terutama carcinoma colon dan carcinoma ovarium
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
10
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur
usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas
pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan
juga pada ileus obstruksi yang berat.Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.
Gambar Darm countur
Tanda meteorismus, dibedakan berdasarkan letak ;
1). Ileus letak tinggi: di duodenum dengan kembung di ventrikulus
2). Ileus letak tengah: kembung di umbilicus, jejunum dan ileum proksimal
3). Ileus letak rendah: di colon dengan kembung terasa di seluruh region perut
b. Palpasi
Distensi perut dan tidak nyeri tekan (kecuali pada saat hiperperistaltik) tak ada
defance muscular kecuali pada peritonitis. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance
muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.
c. Perkusi
Timpani pada seluruh region abdomen terutama di subdiafragma
d. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)/borborygmi (suara seperti
air dalam botol yang di kocok/ seperti suara ombak.Tetapi setelah beberapa hari
11
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.Tidak
adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani
biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi dan pada pasien yang sudah tua. Mukosa
rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa
atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita
nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan
perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat
ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.Juga
menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum.Pada ileus obstruktif usus
feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus
obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus .
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial
atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal
penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen
(curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan
etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus
dilakukan.Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
Untuk dapat mendiagnosis ileus dapat dilakukan dengan melakukan
penilaian berdasarkan foto polos untuk pasien dengan ileus obstruksi setidaknya
2 tampilan yaitu posisi terlentang atau datar dan tegak. Foto polos merupakan
diagnosis yang lebih akurat pada kasus ileus obstruksi sederhana, namun tingkat
kegagalan diagnostik sebanyak 30% telah dilaporkan.
Pada foto abdomen dapat membedakan temuan obstruksi sedehana atau
strangulasi, dan beberapa telah menggunakanya utnuk membedakan antara
obstruksi lengkap atau parsial atau bukan suatu ileus obstruksi. Studi Lappas et
al menemukan 2 temuan lebih prediktif dari ileus obstruktif letak tinggi dan
12
ileus obstruktif komplit antara lain: (1) adanya deferensial air-fluid level di usus
halus, (2) dilatasi usus lebih dari 25 mm. Studi ini menemukan bahwa ketika 2
temuan yang hadir, obstruksi kemungkinan besar letak tinggi atau ileus
obstruksi totalis. Ketika temuan kedua ini tidak ada maka ileus obstruksi letak
rendah (parisial) atau tidak ada obstruksi.
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
(diameter >3cm), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon.Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi yang dilakukan pada
pasien ditemukan keluhan mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 9 disertai dengan
muntah dan tidak mau buang air besar serta perut yang semakin mengembung diikuti
dengan kondisi tampak massa pada bagian umbilikalis pasien dengan ukuran ± 10 cm x 8
cm x 7 cm. Hal ini menandakan bahwa terjadi penurunan kesadaran serta hambatan pada
saluran pencernaan bersifat total karena pasien sudah mengalami muntah dan tidak mau
buang air besar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan tekanan darah serta
peningkatan nadi pasien di mana hal ini menunjukkan pasien mengalami syok sehingga
menyebabkan paseen mengalami penurunan kesadaran. Pada abdomen ditemukan massa
pada bagian umbilikalis pasien dengan ukuran ± 10 cm x 8 cm x 7 cm, tidak terfiksir,
perabaan kenyal, tidak nyeri, dan tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen, distensi
abdomen, peningkatan bunyi bising usus disertai dengan metallic sound, tympani pada
seluruh lapangan abdomen, serta nyeri tekan pada abdomen. Hal ini menjadi dasar bahwa
permasalahan yang dialami oleh pasien adalah permasalahan pada saluran cerna. Pada
pemeriksaan radiologi tidak dilakukan oleh pihak IGD karena harus mengatasi keadaan
akut dan membahayakan nyawa yang dialami oleh pasien. Berdasarkan uraian dia atas
menunjukkan bahwa kondisi yang dialami oleh pasien adalah hambatan pada saluran
pencernaan letak tinggi yang bersifat total sehingga terjadi gangguan penyerapan cairan
serta makanan pada pasien. Kondisi yang berkelanjutan ini menyebabkan pasien mengalami
dehidrasi sehingga mengalami syok hipovolemik sehingga dapat ditegakkan diagnosis kerja
pada pasien ini dengan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia
Umbilikalis Irreponible Inkarserata.
Plan
Diagnosis:
13
Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif Total ec. Hernia Umbilikalis Irreponible
Inkarserata.
Pengobatan : Di IGD pasien diberikan:
-
O2 3-5 liter
-
Observasi keadaan umum dan vital sign
-
IVFD RL guyur 2 kolf /makro
-
Inj.Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv), test alergi
-
Ranitidin inj. 2 x 1 amp (iv)
-
Cek labor darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, GDR)
Pasien kemudian dikirim oleh IGD ke bangsal interne RSUD M.Zein Painan, dan
ditegakkan diagnosis kerja dengan Syok Hipovolemik dengan Ileus Obstruktif.
Ketika di bangsal dilakukan pemeriksaan kembal kepada pasien dan didapatkan
hasil berdasarkan pemeriksaan di atas. Kemudian pasien segera dikonsulkan kepada dokter
spesialis bedah di ruangan, kemudian dengan advice:
-
O2 5 liter
-
Observasi keadaan umum dan vital sign
-
IVFD RL guyur 2 liter/menit/makro
-
Pasang NGT terbuka untuk dekompresi
-
Pasang Kateter untuk balance cairan dan dekompresi
-
Inj.Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv), test alergi
-
Ranitidin inj. 2 x 1 amp (iv)
-
Drip Ketorolac 1 amp.
-
Rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk segera dilakukan laparatomi cyto
diiringi dengan perbaikan kondisi syok pasien dalam perjalanan. Operasi tidak
dapat dilakukan di RSUD M. Zein Painan dengan alas an Spesialis Anestesi tidak
ada di tempat.
Ketika di ruangan dan dilakukan penangganan berdasarkan Advice di atas, GCS
pasien menjadi naik dengan E4 M5 V3 dengan GCS 12. Peningkatan tekanan darah pasien
menjadi 100/70 mmhg, nadi 92x/menit, nafas 25x/menit, dan suhu tubuh 36,8 ºC.
Mengenai penatalaksnaan pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami
dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
14
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan
leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan
untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada
obstruksi parsial. Sedangkan pasien dengan obstruksi total wajib dilakukan
laparatomi untuk dilakukan mengatasi masalah sumbatan pada saluran pencernaan.
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi
intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi
yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tandatanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari
bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan berbagai resikonya seperti resiko
terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi
hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih
dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati-hati
dalam pelepasan adhesi tersebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa
dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia inkarserata dapat
dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik;
walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil diterapi
dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil
yang lebih baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang
15
mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened spongeselama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali.
Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti
segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Kedepannya dapat digunakan
Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus
untuk
mempertahankan
kontinuitas
lumen
usus,
misalnya
pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap,
baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada
Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus yang
dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi mungkin
mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan
mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi
usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan syok septik.
Prognosis tergantung dari etiologinya. Angka mortalitas perioperatif pada pasien
dengan ileus obstruksi non strangulata kurang dari 5% dan pada yang telah mengalami
strangulata mencapai 25%.
16
Pendidikan
Pendidikan ditujukan untuk penanganan, komplikasi, edukasi terhadap penyakit ini.
- Penanganan dapat dilakukan dengan memberikan tindakan pertolongan pertama dan
pertolongan lanjut kepada pasien berdasarkan uraian di atas.
- Pemahaman mengenai komplikasi yang akan terjadi kepada pasien juga akan
membantu dokter dalam memahami bahaya dini dan lanjut yang muncul pada saat
sedang melakukan penanganan kepada pasien di ruangan IGD, di ruangan operasi,
serta tempat rawatan nantinya.
- Mengetahui kondisi penanganan dan komplikasi tersebut dapat membantu dokter
untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam memberikan
penjelasan mengenai bahaya yang terjadi secara dini dan lanjut kepada pasien,
apabila penanganan yang diberikan kepada pasien dilakukan dengan tidak benar.
- Pemahaman ini akan membantu dokter untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga dalam pelaksanaan pada rawat jalan dalam penyembuhan kondisi pasien.
Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan spesialis bedah untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Rujukan
Pasien dirujuk untuk dilakukan penanganan segera serta pemeriksaan radiologis yang lebih
bagus seperti Barium enema, CT-Scan, dan MRI serta penanganan lebih lanjut.
17
Download