Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru

advertisement
Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Ratih Nur Indah Siregar, Efrida Warganegara Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting di dunia. Tuberkulosis (TB) paru dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara. Pada laporan kasus ini, didapatkan pasien datang dengan keluhan batuk lebih dari 2 minggu. Batuk dirasakan lebih sering pada malam hari sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan lainnya adalah demam dan penurunan nafsu makan disertai dengan penurunan berat badan, serta memiliki riwayat kontak dengan penderita TB. Pada pemeriksaan fisik ditemukan berat badan 47 kg, tinggi badan 163 cm, dan IMT 18,0 (underweight), tanda‐tanda vital ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 17 x/menit, suhu tubuh 37,0oC. Pada pemeriksaan toraks adanya suara nafas abnormal yaitu rhonki pada pulmo dekstra dan sinistra. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pada pemeriksaan BTA +2. Pemeriksaan foto rontgen thorax Anterior Posterior (AP) ditemukan adanya cavitas pada pulmo dekstra dan sinistra. Pasien sudah mendapatkan pengobatan OAT selama satu bulan. Pemantauan terhadap pengobatan pasien dilakukan oleh PMO (Pengawas Minum Obat) dan pasien juga mendapatkan konseling mengenai penyakitnya. Kata kunci: Mycobacterium tuberculosis, tuberkulosis paru A 50 Years Old Man with Pulmonal Tuberculosis Abstract Pulmonary tuberculosis is a contagious infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis, which until now has become an important health problem in the world. Pulmonary tuberculosis can spread from one person to another through airborne transmission. In this case report there is a 50 years old man came to complaint that he coughs more than two weeks. Cough is felt especially at night since three months ago. Other complaints were fever, appetite loss and weight loss, and had a contact history with TB patients. On physical examination are found weight 47 kilograms, height 163 centimeters and IMT is 18,0 (underweight), vital sign is found the blood pressure 110/70 mmHg, pulse 80 beats/min, breathing 17 times/min, body temperature 37,0oC. On thorax examination, there is abnormal breath sounds such as rhonki in dextrapulmo and sinistra. On laboratorium examination, the result is positive two in BTA examination. Patient had OAT treatment for one month. The monitoring of the treatment of patients conducted by the PMO and patients also get counseling about the disease.
Keyword: Mycobacterium tuberculosis, pulmonal tuberculosis Korespondensi: Ratih Nur Indah Siregar, alamat Jl. Dr. Sutomo No. 26 Kedaton Bandarlampung, HP 081375510917, e‐mail [email protected] Pendahuluan Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting di dunia.1 Penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru‐paru ini merupakan satu‐
satunya bentuk dari TB yang mudah menular dengan penularan secara droplet. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang organ tubuh lain, selain paru‐paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang, saluran kencing,susunan syaraf pusat, dan perut. Pada dasarnya penyakit TB ini menyerang semua organ‐organ dari tubuh (multiorgan). 3 Gejala klinis pada TB dibagi menjadi gejala respiratorius dan sistemik. Gejala respiratorius yang timbul seperti batuk >2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada. Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul seperti demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.4 Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).5,6 Penularan penyakit TB bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|75
Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna sembarangan, kebersihan lingkungan yang tidak terjaga, rumah yang kurang baik pada ventilasinya sehingga menimbulkan kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut.7,8 Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, dan radiologi. Untuk pemeriksaan fisik kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda‐tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses, dan jaringan biopsi. Pengumpulan dahak dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan), dahak pagi (keesokan harinya), sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi). Kemudian spesimen tersebut diberikan pewarnaan Ziehl Nielsen. Interpretasi dari hasil pemeriksaan mikroskopis sebagai berikut:4 Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis Interpretasi hasil pemeriksaan yang ditemukan berdasarkan International Union Against Tuberculosis and Lung Tuberculosis(IUATLD) adalah sebagai berikut :4 J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|76
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Berdasarkan IUATLD Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto toraks PA dengan atau tanpa fotolateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam‐macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:  Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah  Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular  Bayangan bercak milier  Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). 4 Pemeriksaan penunjang yang lainnya yang dapat dilakukan adalah biakan, tuberkulin, PCR, pemeriksaan darah rutin, maupun biopsi.4 World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai global health emergency karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dengan ditemukan kasus baru secara total diperkirakan 7,96 juta (rentang 6,3‐11,1 juta) dengan 3,52 juta (44%) merupakan kasus menular (rentang 2,8‐4,9 juta) dengan kuman positif (smear positive) dan sekitar 16,2 juta (12,1‐22,5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB. 9,10 Diperkirakan 1 kematian setiap 15 detik (>2 juta/tahun). Tanpa pengobatan 60% kasus Tb akan meninggal. 11 Jumlah penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat dan menempatkan Indonesia sebagai peyumbang TB paru terbesar ketiga di dunia. Menurut laporan WHO, penderita Tb paru di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 294.731 orangdan pada tahun 2012 jumlah penderita Tb paru meningkat cukup tajam yaitu 583.000 orang.12,13 Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna Di Provinsi Lampung, angka BTA positif pada tahun 2003‐2012 cenderung meningkat, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak berfluktuatif naik turun. Pada tahun 2012 angka penemuan kasus (CDR) Tb belum mencapai target >70%, sedangkan untuk angka kesembuhan telah mencapai target >85%. Di Pesawaran untuk angka kesembuhan masih di bawah target yaitu hanya 33,02%.14 Kasus Tn. K, 50 tahun, seorang pekerja petani karet datang dengan keluhan batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan batuk dirasakan lebih sering pada malam hari dibandingkan pagi atau siang hari. Keluhan tersebut telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan batuk timbul pada saat menyangkul dan bertambah berat pada saat menyemprot pestisida pada kebunnya. Pasien juga mengatakan adanya demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang awalnya 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan. Pasien mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti membuang dahak sembarangan, tidak memakai masker pada saat batuk, kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita oleh pasien, dukungan keluarga yang kurang terhadap pasien, dan keadaan rumah pasien yang lembab. Pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yaitu istrinya yang sudah meninggal dunia. Pada saat keluhan muncul pasien dibawa oleh keluarganya ke RS kemudian dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan kepada pasien didapatkan hasil berat badan pasien 47 kg, tinggi badan 163 cm, IMT 18,0 (underweight), terlihat sakit ringan. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 17 x/menit, suhu tubuh 37,0oC. Konjungtiva mata anemis, sklera anikterik. Telinga dan hidung dalam batas normal. Pada mulut tampak gigi dan oral hygiene cukup. Tenggorokan, jantung, dan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru, inspeksi dalam batas normal, palpasi dalam batas normal, perkusi dalam batas normal, auskultasi adanya suara ronkhi pada pulmo dekstra dan sinistra. Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal,tidak sianosis, tidak oedem, dan akral hangat. Status neurologis: Reflek fisiologis normal, reflek patologi(‐). Di RS pasien telah dilakukan pemeriksaan foto rontgen anterior posterior (AP) dan didapatkan adanya kavitas pada pulmo dekstra dan sinistra. Setelah dilakukan foto rontgen, pasien datang ke Puskesmas untuk pengambilan dahak. Pengambilan dahak dilakukan sebanyak dua kali dengan hasil yang pertama negatif kemudian diulangi dan didapatkan hasilnya +2. Pasien diberikan obat paket berupa Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, Etambutol 275 mg. Pasien sudah mendapatkan pengobatan selama 1 bulan. Pasien merasakan gatal setelah minum obat tersebut, namun untuk menguranginya pasien biasanya minum teh yang hangat dan pada saat BAK berwarna merah. Pembahasan Pasien termasuk ke dalam golongan kasus baru karena sebelumnya belum pernah mendapatkan pengobatan.15 Penyakit pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamesis ditemukan adanya batuk tidak berdahak sejak tiga bulan yang lalu dengan batuk lebih sering pada malam hari dibandingkan pagi hari dan siang hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan sebanyak 3 kg dalam satu bulan. Diagnosis tuberkulosis pada pasien ditegakkan berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan Pedoman TB Nasional, yaitu gejala respiratori seperti batuk lebih dari 2 minggu dan gejala sistemik seperti adanya demam, penurunan berat badan, dan penurunan nafsu makan. 4,15 Selain itu juga pasien diberikan edukasi terhadap penyakit yang dideritanya seperti konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan preventif dibandingkan kuratif, konseling mengenai penyakit Tuberkulosis pada pasien dan keluarganya, konseling mengenai penyakit Tuberkulosis yang dapat menular dengan anggota keluarga lainnya seperti pemakaian masker, dan tidak membuang dahak sembarangan, konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada keluhan dan mengambil obat di J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|77
Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna Puskesmas jika obatnya habis, konseling tentang efek samping dari obat, konseling kepada keluarga tentang pentingnya memberi dukungan pada pasien dan mengawasi minum obat pasien tidak boleh putus, konseling kepada pasien untuk pemberian imunisasi BCG kepada cicitnya. Untuk faktor risiko pada kasus TB paru yaitu jenis kelamin laki‐laki, sosio‐ekonomi yang rendah, status gizi yang rendah, keadaan ruangan seperti halnya pencahayaan yang kurang dan ventilasi yang tidak baik sehingga memudahkan bakteri Mycobacterium tuberculosis untuk dapat berkembangbiak dengan baik. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharyo bahwa sebagian besar penderita TB paru di daerah pedesaan berpendidikan menengah, dalam masa usia produktif, dan dalam kategori kurang mampu dari sisi ekonomi. Tempat tinggal sebagian besar penderita TB paru di daerah pedesaan belum memenuhi kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, serta kelembaban.16 Sesuai dengan gambar 1 bahwa pasien dengan TB paru dengan tiga kali pemeriksaan dahak dengan hanya ditemukan satu positif dan pemeriksaan foto rontgen yang mengarah kepada TB. Hal ini sesuai dengan keadaan pasien dengan hasil yang pertama negatif dan yang kedua hasilnya +2 yaitu ditemukan 1‐10 BTA dalam 1 lapang pandang dan juga dibuktikan dengan ditemukannya kavitas pada pemeriksaan foto rontgen thorak anterior posterior (AP) ditemukan adanya kavitas pada pulmo dekstra dan sinistra. 4 Gambar 1. Alur Pemeriksaan Tuberkulosis Paru
Dalam hal ini pasien sedang mendapatkan pengobatan pada fase intensif yaitu pengobatan yang didapatkan selama 2 bulan kemudian fase lanjutan untuk 4 bulan J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|78
selanjutnya. Berdasarkan Pedoman TB Nasional disebutkan bahwa untuk fase intensif pasien mendapatkan pengobatan yang terdiri dari 2HRZE yaitu pengobatan yang didapatkan Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna selama 2 bulan terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Pasien mendapatkan obat yang termasuk golongan fixed dose combination yaitu dalam satu obat sudah termasuk empat macam obat di atas dengan masing‐masing dosisnya. Rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.4,15 Selanjutnya pasien merasakan adanya pengobatan dan tidak cepat merasa bosan. Dalam pengobatan TB diperlukan adanya PMO (Pengawas Minum Obat) yang syaratnya terdiri dari seseorang yang dikenal dan dipercaya oleh pasien, sesesorang yang tinggal dekat dengan pasien, dan bersedia membantu pasien dengan sukarela. Dalam hal ini yang menjadi PMO untuk pasien adalah Ny. J yang merupakan cucu pasien dari anak pertama pasien yang tinggal serumah dan adanya petugas kesehatan yang tinggal dekat dengan rumah pasien untuk mengawasi dan mengontrol minum obat dan juga memberikan dukungan kepada pasien agar tidak putus minum obat. Simpulan Penyakit Tuberkulosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu ditemukan gejala respiratorik dan sistemik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu dengan pemeriksaan dahak dan dan foto rontgen thorak. Penegakan diagnosa dan tatalaksana TB paru yang diterapkan pada pasien ini sudah sesuai dengaan panduan yang ada. Penatalaksanan yang diberikan berupa penatalaksanaan farmakologi yaitu berupa 2HRZE dan nonfarmakologi berupa edukasi kepada pasien dan keluarganya terhadap penyakitnya. Daftar Pustaka 1. Center For Disease Control and Prevention (CDC). Reported tuberculosis in the United States, 2008. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services; 2009. 2. Wong PC. Current management of pulmonary tuberculosis. Medical Bulletin. 2008; 13(12):24‐6. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional 4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
11.
pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI; 2014. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan pedoman penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2011. Anton M, Thomas A, Granado M, Zaleskis R, Mouzafova N, Menzies D. Influence of multidrug resistance in tuberculosis treatment outcomes with standardized regimens. AJRCCM. 2008; 178(3):306‐12. Currie CSM, Floyd K, Williams BG, Dye C. Cost, affordability and cost‐
effectiveness of strategies to control tuberculosis in countries with high HIV prevalence. BMC Public Health. 2005; (5):30. Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British infection society guidelines for the diagnosis and treatment of tuberculosis of the central nervous system in adults and children. J Infect. 2009; 59(3):167–87. Talu U, Gogus A, Ozturk C, Hamzaoglu A, Domanic U. The role of posterior instrumentation and fusion after anterior radical debridement and fusion in the surgical treatment of spinal tuberculosis: experience of 127 cases. J Spinal Disord Tech. 2006; 19(8):554‐9. Herchline TE, Amorosa JK. Tuberculosis [internet]. Medscape; 2013 [diperbarui 2015 Oktober 22; diakses tanggal 19 Februari 2016]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/artic
le/230802‐overview. World Health Organization. WHO report. Global tuberculosis control: surveillance, planning, financing. Geneva: World Health Organization; 2005. Kusuma C. Diagnostik tuberkulosis paru. Sari Pediatri. 2007; 8(4):143‐51. World Health Organization. Global tuberculosis control‐epidemiology, strategy, financing. Geneva: WHO; 2009. J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|79
Ratih dan Efrida | Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis Paru Arri dan Hanna 12. Balitbang Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar: RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013. 13. Dinkes Lampung. Profil kesehatan Lampung. Lampung: Dinkes Lampung; 2012. 14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI; 2014. 15. Suharyo. Determinasi penyakit tuberkulosis di daerah pedesaan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 9(1):85‐91.
J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus
2016|80
Download