PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH

advertisement
PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP PENYEMBUHAN
LUKA INSISI YANG DIINFEKSI Staphylococcus aureus
PADA TIKUS Spraque-Dawley JANTAN
1)
Asti Widiyani 1 ) Hera Maheswari 2), 3) dan Mulyati Effendi 1)
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
Bogor
2)
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB 3)
Abstrak
Telah dilakukan penelitian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Waktu Kesembuhan Luka Insisi yang Diinfeksi
Staphylococcus aureus Pada Tikus Spraque-Dawley Jantan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk membuktikan kemampuan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav) dalam meningkatkan waktu kesembuhan luka insisi yang diinfeksi
Staphylococcus aureus pada tikus Spraque-Dawley jantan. Perlakuan dilakukan
dalam 5 kelompok. Parameter pengujian meliputi hilangnya nanah, hilangnya
radang, tepi luka menutup dan terkelupasnya jaringan neukrotik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengobatan dengan ekstrak daun sirih merah konsentrasi 12,5
% sama dengan pengobatan povidone iodine 10% dalam waktu 12 hari. Pada
pengobatan ekstrak daun sirih merah konsentrasi 25% dan 50% memiliki waktu
kesembuhan luka lebih cepat dibanding konsentrasi 12,5 dalam waktu kesembuhan
masing-masing 9 hari dan 6 hari.
Kata Kunci : Sirih Merah, Luka, Staphylococcus aureus
Abstract
Has conducted research Effect Leaf Extract Red Betel (Piper crocatum Ruiz
& Pav) Against Time Healing Wounds infected incisions Staphylococcus aureus In
Spraque-Dawley male rats. The purpose of this study is to prove the ability of red
betel leaf extract (Piper crocatum Ruiz & Pav) in improving wound healing time
Staphylococcus aureus infected incision on Spraque-Dawley rats. The treatment is
done in 5 groups. Testing parameters include loss of pus, loss of inflammation, wound
edges closed and peeled neukrotik network. The results showed that treatment with
red betel leaf extract concentration of 12.5% is equal to 10% povidone iodine
treatment within 12 days. In the treatment of red betel leaf extract concentration of
25% and 50% had a wound healing faster than 12.5 concentrations in healing time
each 9 days and 6 days.
Keywords: Red Betel, Wound, Staphylococcus aureus
2
alkohol 96%, H2O2, etanol 70%, pakan
ayam bangkok 512, dan aquadest steril.
PENDAHULUAN
Luka
merupakan
kerusakan
kontinuitas kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh lain sehingga
menimbulkan efek yang traumatis.
Gangguan kontinuitas suatu jaringan pada
kulit menyebabkan terjadinya pemisahan
jaringan yang semula normal menjadi
tidak normal. Luka yang terbuka sering
mengalami infeksi dan menyebabkan
keterlambatan kesembuhan luka. Luka
insisi merupakan jenis luka yang
disebabkan oleh teriris alat instrumen yang
tajam (Kozier, 1995; Bachsinar, 1995).
Staphylococcus aureus merupakan
salah satu bakteri penyebab penyakit pada
manusia.
Beberapa
penyakit
yang
disebabkan oleh bakteri ini adalah
gastroenteritis (masalah pencernaan),
berbagai infeksi kulit, mulai dari infeksi
kulit kecil sampai infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
Selain
itu,
bakteri
Staphylococcus
aureus
juga dapat
menginfeksi jaringan atau alat tubuh lain
dan menyebabkan timbulnya penyakit
dengan tanda-tanda yang khas seperti
peradangan, nekrosis, dan pembentukan
absesSirih merah (Piper crocatum Ruiz &
Pav) merupakan salah satu tanaman obat
yang berpotensi memiliki khasiat untuk
menyembuhkan berbagai jenis penyakit
seperti stroke, batu ginjal, radang prostat,
hepatitis, diabetes, asam urat, kolesterol,
batuk, keputihan, maag, letih, lesu, dan
memiliki sifat antioksidan, antikanker,
antiseptik, dan antiinflamasi (Hanum dkk.,
2011).
Alat
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu botol coklat, timbangan
analisis, timbangan gram, kandang tikus,
tempat minum, alat cukur, spuit, jarum
suntik, blade, scalpel, labu Buchner (labu
vakum), kertas saring, maserator, rotary
evaporator, cawan uap, water bath, mortir,
stemper, gelas ukur, beaker glass, tabung
reaksi, cawan petri, ose, inkubator, dan
pipet pasteur mikroskop.
Determinasi Sampel
Determinasi
tanaman
akan
dilakukan di Herbarium Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jalan Raya
Bogor Km.46, Cibinong 16911.
Preparasi Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav) yang
diperoleh dari BALITTRO. Setelah daun
sirih merah dikumpulkan lalu dibersihkan
dari kotoran yang menempel, dicuci bersih
dan dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 50-60oC sampai kering.
Setelah kering digiling dan diayak
menggunakan Mesh 20. Mesh adalah
jumlah lubang yang terdapat dalam
ayakan tiap 1 inchi persegi, maka pada
Mesh 20 terdapat 20 lubang pada tiap 1
inci persegi. Semakin besar jumlah Mesh
maka ukuran lubang akan semakin kecil
(DepKes RI, 1985).
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain daun sirih merah,
tikus putih jantan galur Spraque-Dawley
dengan bobot sekitar 200-250 g dengan
umur rata-rata 2-3 bulan, povidone iodine
10%, ketamin, Staphylococcus aureus,
CMC
Na
(Carboxymethylcellulose
natrium), PZ, BaCl2, H2SO4, blood agar,
carbol gentian violet, lugol, safranin,
Karakteristik Simplisia
1 Penetapan Kadar Air Simplisia
Kadar air adalah salah satu
parameter standarisasi, adanya air dalam
simplisia
akan
memungkinkan
pertumbuhan mikroba. Batas kandungan
air masing-masing simplisia menunjukkan
batas diperbolehkan jumlah air yang
dikandung oleh simplisia yang akan
digunakan.
1
Pemeriksaan kadar air dilakukan
dengan menggunakan Moisture Balance
dengan cara ditimbang di atas punchse
sebanyak 1 g (akurasi rendah). Sampel
diratakan sampai menutupi permukaan
punch lalu ditutup. Dimasukkan ke dalam
alat yang telah disiapkan, pada suhu 105oC
selama 10 menit hingga terdengar bunyi
bip yang menandakan bahwa proses telah
selesai. Pada layar akan tertera persen
kadar air dari sampel yang diujikan secara
otomatis, kemudian dicatat (DepKes RI,
1977).
sebanyak 10 L. Bejana ditutup dan
didiamkan selama dua hari, kemudian
endapan dipisahkan. Semua maserat
dikumpulkan
dan
dilakukan
penguapanrendahsuhu
50oC
dengan
syncore, dan dilanjutkan dengan vaccum
dry untuk membuat ekstrak kental
(DepKes RI, 1985).
% Kadar Air =
% Rendemen =
Rendemen ekstrak etanol dihitung
dengan membandingkan berat awal
simplisia dan berat akhir ekstrak yang
dihasilkan, dengan rumus:
x 100 %
4. Pembuatan Larutan Ekstrak Daun
Sirih Merah (LEDSM)
Pada pengujian kesembuhan luka
infeksi ini, ekstrak daun sirih merah dibagi
menjadi tiga konsentrasi, yaitu 12,5%,
25%, dan 50%.
12,5% =
2. Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu dilakukan
dengan metode pemijaran. Penetapan
dilakukan untuk memberikan batas nilai
maksimal kandungan mineral dan senyawa
organik yang masih boleh terkandung
dalam bahan. Sebanyak kurang lebih 2 g
serbuk simplisia daun sirih merah
dimasukkan ke dalam krus yang sudah
ditara, kemudian dipijarkan dalam tanur
pada suhu 700o C sampai terjadi abu,
dinginkan dan ditimbang hingga diperoleh
bobot tetap atau perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25%. Kadar abu daun sirih merah tidak
lebih dari 14% (DepKes RI, 1980).
Kadar abu total =
x 100 %
25% =
50%=
Uji perlakuan dengan pembagian 5
kelompok perlakuan.
Kelompok
Perlakuan
P0
Infeksi
Staphylococcus
aureus + tanpa ekstrak daun
sirih merah (kontrol -)
P1
Infeksi
Staphylococcus
aureus + povidone iodine
10%
(kontrol +)
P2
Infeksi
Staphylococcus
aureus + ekstrak daun sirih
merah 12,5%
P3
Infeksi
Staphylococcus
aureus +ekstrak daun sirih
merah 25%
P4
Infeksi
Staphylococcus
aureus +ekstrak daun sirih
merah 50%
x
100 %
3. Pembuatan Ekstrak Daun Sirih
Merah
Ekstrak dibuat dengan cara
maserasi, yaitu 1 kg serbuk daun sirih
merah dimasukkan ke dalam bejana,
kemudian dimasukkan 5 L etanol 70%,
ditutup dan dibiarkan selama tiga hari,
kemudian dilakukan pengocokan sekalikali agar terdistribusi merata. Sari diserkai
dan ampas diperas, ampas ditambah etanol
70% secukupnya, kemudian diaduk dan
diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari
2
5. Pembuatan Suspensi Staphylococcus
aureus
Beberapa
koloni
bakteri
Staphylococcus aureus strain lapangan
yang telah dibiakkan pada media Manitol
Salt Agar (MSA) dilakukan peremajaan
dengan ditanam dalam media Blood Agar
(BA) dan diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam. Bakteri yang akan dipakai
diidentifikasi sampai pada tahap spesies
yaitu Staphylococcus aureus. Selanjutnya
dilakukan pembuatan suspensi dengan cara
mengambil
beberapa
koloni
Staphylococcus
aureus
kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah berisi 10 ml PZ. Berdasarkan
penelitian
Analia
(2001)
dosis
Staphylococcus aureus untuk menginfeksi
100% hewan coba diperoleh dengan cara
membandingkan
kepekatan
suspensi
koloni Staphylococcus aureus dengan
kepekatan McFarland nomor 1 (3x103
sel/ml), kemudian dilakukan pengenceran
seri 10-2 sehingga diperoleh suspensi
dengan jumlah bakteri 3x106 sel/ml.
Uji Alkaloid
Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan
1 ml asam klorida 2N dan 9 ml aquadest.
Dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan saring. Pindahkan
3 tetes filtrat pada kaca arloji, kemudian
masing-masing ditambahkan pereaksi
Dragendorf, Mayer, dan Bourchard.
Adanya
alkaloid
ditandai
dengan
terbentuknya endapan putih pada pereaksi
Mayer, endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, dan endapan coklat pada
pereaksi Bourchard (DepKes RI, 1989).
Uji Saponin
Sebanyak 1 g ekstrak dimasukkan
ke dalam
gelas
piala kemudian
ditambahkan 100 ml air panas dan
dididihkan selama 5 menit, disaring dan
filtratnya digunakan untuk pengujian.
Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bertutup kemudian
dikocok selam 10 detik dan dibiarkan
selama 10 menit. Adanya saponin dengan
terbentuknya buih yang stabil (DepKes RI,
1985).
6. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan terhadap
ekstrak daun sirih merah. Kandungan
senyawa organik yang umum diidentifikasi
adalah flavonoid, alkaloid, tanin, dan
saponin.
Uji Tanin
Sebanyak
100
mg
ekstrak
diencerkan dengan air dan larutan tersebut
ditambahkan pereaksi FeCl3 10%.
Terbentuknya warna biru tua atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya golongan
tannin (DepKes RI, 1977).
Uji Flavonoid
Sebanyak 1 g ekstrak dimasukkan
ke dalam gelas piala. Kemudian
ditambahkan 100 ml air panas dan
dididihkan selama 5 menit. Campuran
ekstrak dan air kemudian disaring
sehingga diperoleh filtrat yang digunakan
untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium, 2
ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37%
dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1)
dan 20 ml amil alkohol kemudian dikocok
dengan kuat. Terbentuknya warna merah,
kuning, jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid (DepKes
RI, 1985).
Pelaksanaan Penelitian
a) Uji Perlakuan
1. Infeksi Luka Insisi Tikus dengan
Staphylococcus aureus.
Hewan coba tikus dibius total
dengan ketamin 0,1 cc per ekor tikus,
kemudian bagian punggung tikus dicukur
seluas 3 cm x 2,5 cm. Pada daerah tersebut
dilakukan insisi menggunakan scalpel
sepanjang 2 cm dan kedalaman 0,25 cm
dengan cara kulit diregangkan dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri bertindak
sebagai peregang dan penekan. Scalpel
dipegang menggunakan handle pada
tangan kanan dengan membentuk sudut
3
30-40o dengan kulit. Insisi dilakukan
dengan menarik scalpel kearah caudal
(Asali,
1993).
Luka
diinfeksi
Staphylococcus aureus dengan meneteskan
suspensi kuman yang telah dibuat
sebanyak 1 tetes pipet pasteur (0,05 ml),
kemudian diamkan tikus selama 36-48 jam
sampai terjadinya infeksi pada luka yang
ditandai terdapatnya nanah dan keradangan
atau kemerahan pada kulit punggung tikus
(Analia, 2001).
Moisture Balance. Persyaratan kadar air
simplisia daun sirih merah tidak lebih dari
10% (DepKes RI, 2000). Hasil penetapan
kadar air dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Air
Simplisia
Jenis
Bahan
Serbuk
Daun
Sirih
Merah
2. Pengobatan Luka Insisi Tikus yang
Diinfeksi Staphylococcus aureus.
Tikus sebanyak 25 ekor diacak
dalam lima perlakuan dengan masingmasing perlakuan lima ulangan.
Ulangan
Kadar
Air %
1
9,16
2
8,60
Ratarata
kadar
air %
8,88
Hasil Penetapan Kadar Abu Serbuk
Simplisia
Penetapan kadar abu ini bertujuan
untuk mengetahui kadar zat anorganik dan
mineral. Hasil perhitungan rata-rata kadar
abu simplisia daun sirih merah sebesar
11,74%. Persyaratan kadar abu simlisia
daun sirih merah berdasarkan Materia
Indonesia Edisi IV (DepKes RI, 1980)
adalah tidak lebih dari 14%. Hasil tersebut
memenuhi persyaratan.
b) Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah waktu
kesembuhan luka infeksi Staphylococcus
aureus dalam hari. Perhitungan waktu
dimulai dari pengobatan hari pertama
setelah terjadinya infeksi pada luka yang
ditandai terdapatnya nanah dan keradangan
sampai terjadinya kesembuhan pada luka
yang ditandai dengan hilangnya nanah dan
keradangan, tepi luka yang menutup dan
terkelupasnya jaringan nekrotik (Iswansari,
W. 2011).
Hasil Uji Fitokimia
Pengujian fitokimia ekstrak daun sirih
merah
untuk
mengetahui
adanya
kandungan senyawa – senyawa yang
terkandung
didalamnya.
Pengujian
fitokimia merupakan salah satu parameter
spesifik dari suatu ekstrak (DepKes RI,
2000) yang memungkinkan terjadinya
perbedaan kandungan senyawa kimia yang
tertarik. Berdasarkan hasil uji fitokimia
yang telah dilakukan, daun sirih merah
mengandung senyawa flavonoid, alkaloid,
dan saponin. Keseluruhan hasil uji
fitokimia daun sirih merah dapat dilihat
pada Tabel 5.
3.4 Analisa Data
Untuk
mendapatkan
suatu
kesimpulan hasil penelitian, data penelitian
yang
diperoleh
dianalisa
dengan
menggunakan
sidik
ragam
untuk
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
menggunakan program SPSS. Analisis
efek peningkatan dan penurunan dilihat
dari 5 perlakuan dan 5 kali pengulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penetapam Kadar Air Serbuk
Simplisia
Penetapan kadar air dilakukan untuk
memenuhi batasan minimal atau rentang
besarnya kandungan air dalam suatu
bahan, karena dengan adanya air dalam
simplisia memungkinkan pertumbuhan
mikroba
yang
bertindak
sebagai
kontaminan. Penetapan kadar air yang
dilakukan dengan menggunakan alat
4
pada setiap parameter yang ada sudah
terlihat perubahan, dan pada perlakuan P4
sudah terlihat kesembuhan pada punggung
tikus. Pada hasil pengamatan hari ke-9
pada perlakuan P0, P1, dan P2 sudah
menunjukan banyak perubahan dengan
hilangnya keradangan dan tepi luka sudah
menutup, hanya saja jaringan nekrotik
belum terlihat mengelupas, sedangkan
pada perlakuan P3 sudah terlihat
kesembuhan pada punggung tikus. Pada
hasil pengamatan hari ke-12 pada
perlakuan P0 masih terlihat jaringan
neukrotik dan pada perlakuan P1, P2, P3,
dan P4 sudah menunjukkan perubahan
yang ditandai pada setiap parameter sudah
menunjukan kesembuhan pada luka.
Waktu
kesembuhan
luka
pada
perlakuan kelompok kontrol positif (P1)
dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun
sirih merah 12,5% (P2), 25% (P3) dan
50% (P4) menunjukkan bahwa hasil yang
didapat memiliki perbedaan waktu
kesembuhan luka infeksi pada tikus. Hal
ini dapat membuktikan bahwa pada setiap
konsentrasi ekstrak daun sirih merah
memiliki kandungan senyawa yang
berguna untuk mempercepat waktu
kesembuhan luka, berdasarkan hasil yang
didapat pada penelitian ini pemberian
ekstrak daun sirih merah dengan
konsentrasi 12,5% (P2) diketahui sama
dengan hasil kesembuhan luka dengan
perlakuan kontrol povidone iodine 10%
(P1) hal ini terjadi karena ekstrak daun
sirih merah memiliki kandungan senyawa
yang berguna untuk mempercepat waktu
kesembuhan luka, dengan terdapatnya
kandungan senyawa flavonoid yang
bersifat sebagai anti bakteri dan senyawa
saponin pada daun sirih merah memiliki
protein struktur yang dapat memacu
pembentukan kolagen sehingga berperan
dalam proses penyembuhan luka. sehingga
tidak lagi diperlukan penambahan pada
perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirih
merah, walaupun diketahui hasil pada
konsentrasi ekstrak daun sirih merah 25%
(P3) dan 50% (P4) dapat lebih cepat untuk
proses penyembuhan luka infeksi.
Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak
Daun Sirih Merah
Pengujian
Ekstrak daun sirih
senyawa
merah
Flavonoid
+
Alkaloid
+
Saponin
+
Tanin
+
Keterangan: (+) mengandung senyawa uji
( - ) tidak mengandung senyawa uji
Hasil Uji Perlakuan Pada Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan kelompok
kontrol positif P1 ( luka insisi yang
diinfeksi Staphylococcus aureus diobati
dengan
povidone
iodine
10%)
dimaksudkan untuk menunjukkan hasil
kesembuhan
yang
positif
dengan
menggunakan produk paten yang umum
digunakan sebagai obat luka. Sedangkan
pada kelompok perlakuan (luka insisi yang
diinfeksi Staphylococcus aureus diobati
dengan daun sirih merah) dimaksudkan
untuk melihat kecepatan kesembuhan luka
yang terjadi pada tiga kelompok perlakuan.
Pada luka yang diinfeksi diberikan ekstrak
daun sirih merah dengan konsentrasi
masimg-masing 12,5% (P2), 25% (P3),
dan 50% (P4).
Berdasarkan hasil pengamatan hari
pertama pada tiap perlakuan P0, P1, P2,
P3, dan P4 tidak ditemukan adanya
perubahan sehingga pengamatan harus
dilihat lebih lanjut pada hari-hari
berikutnya. Pada hasil pengamatan hari ke3 pada perlakuan P0, P1, dan P2 belum
terlihat perbedaan yang mencolok, karena
keradangan pada luka masih terlihat pada
punggung tikus, sedangkan pada perlakuan
P3 dan P4 sudah terlihat sedikit perubahan
karena sudah tidak terlihat adanya nanah
dan tepi luka sudah sedikit menutup
sehingga luka terlihat mengecil. Pada hasil
pengamatan hari ke-6 pada perlakuan P0,
P1, dan P2 sudah terlihat perubahan yaitu
sudah tidak terlihat adanya nanah, tetapi
masih terlihat sedikit keradangan pada tiap
perlakuan, sedangkan pada perlakuan P3
sudah terlihat perubahan yang signifikan,
5
Kerjasama pada komponen-komponen
yang terkandung dalam daun sirih merah
dapat saling melengkapi dalam proses
pengobatan kesembuhan pada luka infeksi,
dimana terdapat komponen pada daun sirih
merah yang dapat memacu pembentukan
kolagen sehingga dapat mempercepat
penutupan daerah luka dalam proses
penyembuhan luka, serta memiliki sifat
antibakteri
yang
berfungsi
untuk
menghambat dan membunuh pertumbuhan
bakteri sehingga dapat mempersingkat
waktu kesembuhan luka infeksi.
Anonim. 1978. Formularium Nasional
edisi II. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil
adalah:
1.Pemberian larutan ekstrak daun sirih
merah ( Piper crocatum Ruiz & Pav) dapat
meningkatkan waktu kesembuhan luka
insisi yang diinfeksi Staphylococcus
aureus.
2.Larutan ekstrak daun sirih merah ( Piper
crocatum Ruiz & Pav) konsentrasi 12,5%
setara dengan waktu penyembuhan luka
dengan Povidone Iodine 10%.
3.Larutan ekstrak daun sirih merah ( Piper
crocatum ruiz & Pav) konsentrasi 50%
memiliki waktu kesembuhan luka lebih
cepat dibandingkan dengan konsentrasi
12,5% dan 25%.
Dep Kes RI. 1977. Materia Medika
Indonesia Jilid II. Jakarta :
Direktorat Jendral Pengawas Obat
dan Makanan.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi
III.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi
IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta.
Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Universitas Indonesia
Press Jakarta.
Dep Kes RI. 1980. Materia Medika
Indonesia Jilid IV. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawas Obat
dan Makanan.
Dep Kes RI. 1985. Tanaman Obat
Indonesia. Jakarta : Direktorat
Jendral Pengawas Obat dan
Makanan.
Dep Kes RI. 1989. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta : Direktorat
Jendral Pengawas Obat dan
Makanan.
Dep Kes RI. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta:
Direktorat
Jendral
Pengawas Obat dan Makanan.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran
yang dapat diberikan oleh penulis yaitu:
1.Perlu dilakukan uji lanjut pada ekstrak
daun sirih merah terhadap waktu
kesembuhan luka infeksi dalam bentuk
sediaan seperti sediaan obat padat atau semi
padat (salep, krim, atau gel).
2.Perlu dilakukan uji lanjut pengaruh
pemberian ekstrak daun sirih merah
terhadap waktu kesembuhan luka dengan
penampang gambaran histopatologis.
Hanum, Musyri’ah dan Tim Redaksi
Cemerlang. 2011. Pengobatan
Tradisional dengan Jamu Ala
Kraton sebagai Warisan Turun
Temurun. Andi. 109-110.
Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia
Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis Tumbuhan. Terbitan
Kedua. Bandung: ITB.
Jawetz, E.,J.L.Melnick, E.A. Adelberg,
G.F. Brooks, J.S. Butel, L.N.
Ornston.
1996.
Mikrobiologi
DAFTAR PUSTAKA
Anief.
2006. Ilmu
Meracik
Obat. Universitas Gajah Mada
Press Yogyakarta.
6
Kedokteran. Ed. 20. ECG. Jakarta.
53-58, 211-213.
Juliantina, R, Farida, D.A. Citra, B.
Nirwani,
B.
Nirwani,
T.
Nurmasitoh, E. T. Bowo. 2009.
Manfaat
Sirih
Merah
(Piper betle Var. Rubrum) Sebagai
Anti Bakteri Gram Positif dan
Gram Negatif. Journal Kedokteran
dan Kesehatan Indonesia Vol. 1.
No. 1.
Juwita, Sartika. 2007. Perbandingan
Efektifitas
Pemberian
topikal
Tumbuhan
Daun
Pare
(Momordia charantia L) dengan
Povidone Iodine 10% Terhadap
Waktu Penyembuhan Luka Insisi
Pada
Tikus
Putih
(Rattus
norwegicus). [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. Surabaya.
Kumar, V., R.S.Cotran, S.L. Robbins.
2007. Buku Ajar Patologi. ECG.
Jakarta. Edisi 7. 80-83.
Lachman, L., Lieberman, H. A dan
Kanigh, J.L. 2004. Teori dan
Praktek Farmasi Industri. Vol I.
Edisi III. Terjemahan Siti Suyatmi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
7
Download