kontinuitas dan perubahan gendang patam

advertisement
KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM
MUSIK TRADISIONAL KARO
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NOVALINDA TRINGANI GINTING
NIM : 060707015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2012
i
KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM
MUSIK TRADISIONAL KARO
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NOVALINDA TRINGANI GINTING
NIM : 060707015
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Drs. Mauly Purba M.A.,Ph.D
Drs. Perikuten Tarigan,M.Si
NIP. 1961 0829 1989 031003
NIP. 1958 0402 1987 031003
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni
dalam bidang Ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2012
Disetujui
ii
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
Ketua,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D
NIP. 196512211991031001
iii
PENGESAHAN
Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Medan
Hari
: Senin
Tanggal
: 6 Februari 2012
FAKULTAS ILMU BUDAYA USU
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A
NIP. 1951 1013 1976 031001
PANITIA UJIAN
No.
Nama
Tanda Tangan
1.
Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D (
)
2.
Dra. Heristina Dewi M.Pd
(
)
3.
Prof. Drs Mauly Purba, M.A.,Ph.D
(
)
4.
Drs. Perikuten Tarigan, Msi
(
)
5.
Drs. Fadlin M.A
(
)
PERNYATAAN
iv
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 11 Januari 2012
Novalinda Tringani Ginting
Nim 060707015
v
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Kontinuitas Dan Perubahan Gendang patam-patam
Dalam Musik Tradisional Karo. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah
mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam
musik tradisional Karo. Hal lainnya yaitu untuk melihat bagaimana pola umum ritem
gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh tiga orang pemain musik
Karo yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Ginting.
Skripsi ini membicarakan bagaimana gendang patam-patam dalam
kebudayaan masyarakat Karo,khususnya pada Karo Gugung, dan perubahan yang
terjadi karena perubahan instrumen musiknya. Dengan adanya gendang kibod
(sebutan lokal) gendang patam-patam yang dikenal sebagai salah satu komposisi
musik tradisional Karo diprogram dalam bentuk pola ritem yang lagu-lagu apa saja
dapat “dimasukkan” atau dimainkan. Pola ritem ini diprogram oleh musisi Karo yang
mana koleksi program dari gendang patam-patam ada yang sama (dengan variasi)
tetapi ada juga yang berbeda, baik dari sisi pola ritme, tempo maupun warna bunyi
instrumentalnya.
Walaupun terjadi perubahan dalam gendang patam-patam namun ada pula
unsur yang masih kontinu seperti melodi dan pola ritem dari gendang anak,
penganak, dan unsur bunyi gung. Meskipun telah terjadi perubahan pada instrumen
musik dan juga warna bunyi instrumennya namun gaya musik ini tetap disebut
sebagai gendang patam-patam.
Kata Kunci: Gendang patam-patam bunga ncole, komposisi, pola ritem, program,
gendang lima sendalanen, gendang kibod, Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan
Yanto Ginting.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan rahmat yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAMPATAM DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO. Skripsi ini merupakan hasil
serta perjuangan dari ilmu yang telah penulis dapatkan selama menjalani kuliah di
Departeman Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara kurang lebih lima tahun
ini. Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari doa serta dukungan dari orangorang yang penulis kasihi, yaitu;
Kepada kedua orang tua yang sangat-sangat penulis sayangi yaitu Drs. Madju
Ginting dan Rosmawati br. Pinem, saya mengucapkan terimakasih banyak atas doa
yang senantiasa kalian panjatkan kepada saya, dan untuk kesabaran serta dukungan
baik moril maupun materil. Kasih kalian tiada batasnya yang membuat saya tetap
sabar dalam menghadapi semua masalah yang ada, begitu pula dengan nenek tigan
saya yang telah mendoakan saya dengan setulus hati saya ucapkan terimakasih.
Kepada saudara/i saya, Ivo Nuhita Ginting, Mia Veraulin Ginting S.S, dan
Segudan Bosco Ginting Amd, saya mengucapkan banyak terimakasih buat perhatian
kakak dan abang yang begitu besar selama ini yang selalu mendoakan, memberi
semangat dan juga mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada yang saya sayangi dan kasihi Berlin Immanuel Tambunan S.E yang
setia menemani dan membantu saya selama proses penelitian dilapangan, saya
ucapkan terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, motivasi sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
vii
Kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara Bapak Drs. Muhammad Takari, M. Hum.,Ph.D dan Ibu Dra.
Heristina Dewi, M. Pd, saya mengucapkan banyak terimakasih untuk perhatian dan
bantuannya selama menjalani proses penulisan skripsi saya hingga selesai.
Kepada Pembimbing I Bapak Prof. Mauly Purba M.A.,Ph.D, dan
Pembimbing II saya Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si saya mengucapkan banyak
terimakasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan selama proses penulisan
skripsi saya ini sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.
Kepada Seluruh Dosen Departemen Etnomusikologi yaitu Bapak Drs. Torang
Naiborhu M.Hum selaku Dosen akademik, Drs. Bapak Kumalo Tarigan M.A, Ibu
Dra. Rita Hutajulu M.A, Bapak Drs. Bebas Sembiring M.Si, Bapak Drs. Irwansyah
Harahap M.A, Bapak Drs. Fadlin M.A, Bapak Drs. Dermawan Purba M.Si, Ibu
Arifni Netriroza STT, dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, serta seluruh Dosen
lainnya saya mengucapkan banyak trimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama
menduduki bangku perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
Dan kepada informan serta narasumber saya Seter Ginting, Djasa Tarigan,
Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus S.Pd, saya ucapkan terimakasih banyak atas
bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Kepada informan dan juga narasumber saya Seter Ginting, Djasa Tarigan,
Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus, Fakta Ginting, saya ucapkan terimakasih
banyak atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis, sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Kepada staf/tata usaha di Departemen Etnomusikolgi Ibu Adri dan Bang
Awang saya mengucapkan terimakasih untuk kerjasama dan bantuannya selama ini.
viii
Kepada sahabat-sahabat Tety Silva kurnia Ginting, Yunika Margaretha
Ginting, Jerry Periance Saragih, Vanesia Amelia Sebayang S.Sn, Evi Nenta
Sipahutar, Inta Junia Hasugian S.Sn, Rebekka Lumbantobing S.Sn, Rina Gustiani
Simanjuntak S.Sn, Heydi Evelin Simorangkir S.Sn, Sansri Nuari Silitonga S.Sn, Eva
Gusmala Yanti S.Sn, Jonnedi Nababan, Jefri Hutagalung S.Sn, Ananda Mora Ichsan,
Amran Hutapean S.Sn, Daniel Limbong, Boby Sandy, Chical T, dan buat semua
teman-teman Etnomusikologi lainnya senang rasanya mengenal kalian semua dan
terima kasih teman-teman buat semangat yang selalu diberikan kepada saya untuk
tetap sabar dan berjuang menyelesaikan skripsi ini.
Hormat Saya,
Novalinda Tringani Ginting
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
.................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................
KATA PENGANTAR
.............................................................................
DAFTAR ISI
.........................................................................................
DAFTAR GAMBAR
.............................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
i
ii
iii
vi
ix
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan
................................................................... 6
1.3 Batasan Masalah
................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian
.................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian
.................................................................... 7
1.6 Konsep
.................................................................... 8
1.7 Teori
................................................................... 11
1.8 Metode Penelitian
................................................................... 15
1.8.1 Studi Kepustakaan
...................................................... 16
1.8.2 Penelitian Lapangan
...................................................... 17
1.8.3 Kerja Laboratorium
...................................................... 19
1.8.3.1 Metode Transkripsi .......................................... 21
1.8.4 Lokasi Penelitian
...................................................... 22
BAB II MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO
2.1 Pengenalan Terhadap Masyarakat Karo ..........................................
2.2 Musik Tradisional Masyarakat Karo ..........................................
2.2.1 Ensambel musik tradisional Karo
..............................
2.2.1.1 Gendang lima sedalanen
.............................
2.2.1.2 Gendang telu sedalanen
..............................
2.2.2 Instrumen musik tradisional Karo non-ensambel
......
2.2.2.1 Kulcapi dan belobat (baluat) ..............................
2.2.2.2 Surdam dan murbab ..........................................
2.2.2.3 Embal-embal dan empi-empi ..............................
2.2.3 Musik vokal tradisional Karo ..........................................
2.2.4 Instrumen keyboard dalam kebudayaan musik
tradisional Karo
.....................................................
2.3 Penggunaan Musik Tradisional Masyarakat Karo
..................
2.3.1 Penggunaan ensambel tradisional Karo
..................
2.3.1.1 Upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) ....
2.3.1.2 Upacara kematian
..........................................
2.3.1.3 Upacara erpangir ku lau
..............................
2.3.1.4 Mengket rumah
..........................................
2.3.1.5 Gendang guro-guro aron
..............................
2.3.2 Penggunaan instrumen musik tradisional non-ensambel ...
x
24
31
31
31
35
36
36
37
38
39
40
44
45
45
46
47
47
48
51
2.3.4 Penggunaan musik vokal tradisional Karo
..................
2.3.5 Penggunaan instrumen keyboard
..............................
2.3.5.1 Upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) ....
2.3.5.2 Upacara kematian
..........................................
2.3.5.3 Upacara erpangir ku lau
.............................
2.3.5.4 Mengket rumah
.........................................
2.3.5.5 Gendang guro-guro aron
.............................
2.3.5.6 Acara hiburan lainnya
.............................
51
52
53
54
55
55
56
57
BAB III DESKRIPSI STRUKTUR GENDANG PATAM-PATAM
PADA GENDANG LIMA SEDALANEN DAN GENDANG KIBOD
3.1 Proses Transkripsi .............................................................................
3.2 Gendang Patam-Patam Pada Gendang Lima Sedalanen ..................
3.2.1 Elemen nada
3.2.1.1 Tangga nada .....................................................
3.2.1.2 Melodi
.....................................................
3.2.1.3 Sistem Laras .....................................................
3.2.2 Elemen waktu
3.2.2.1 Ritem
......................................................
3.2.2.2 Meter
......................................................
3.2.3 Elemen warna bunyi
3.2.3.1 Warna bunyi instrumen
..............................
3.3 Gendang Patam-patam Pada Gendang Kibod .............................
3.3.1 Elemen nada
3.3.1.1 Tangga nada .....................................................
3.3.1.2 Melodi
.....................................................
3.3.1.3 Harmoni
.....................................................
3.3.1.4 Sistem Laras .....................................................
3.3.2 Elemen waktu
3.3.2.1 Ritem
......................................................
3.3.2.2 Meter
......................................................
3.3.3 Elemen warna bunyi (Timbre) ..........................................
3.3.3.1 Warna bunyi instrumen
..............................
3.4 Pola Umum Ritem Gendang Patam-patam Pada Gendang Kibod ...
58
61
63
64
65
66
67
68
69
69
71
76
77
78
80
80
81
83
BAB IV KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM
DALAM MUSIK TRADISIONAL KARO
4.1 Terminologi Gendang Patam-patam
......................................... 84
4.2 Gendang Patam-patam Pada Masyarakat Karo ............................. 86
4.3 Penggunaan Gendang Patam-Patam Dalam Aktifitas Menari
Dan Menyanyi Pada Masyarakat Karo .......................................... 92
4.4 Kontinuitas dan Perubahan Gendang Patam-patam Dalam Musik
Tradisional Karo ............................................................................ 97
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
............................................................................ 107
5.2 Saran
........................................................................................ 110
xi
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
............................................................................ 112
.............................................................................. 115
.............................................................................. 116
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Aksara Karo .............................................................................. 26
Gendang Lima Sedalanen
...................................................... 34
Gendang Telu Sedalanen
...................................................... 36
Kulcapi dan Balobat .................................................................. 37
Surdam dan Murbab .................................................................. 38
Instrumen Keyboard .................................................................. 43
Pemain Keyboard Karo
...................................................... 53
Sarune
............................................................................... 66
Picth Blend .............................................................................. 71
xiii
DAFTAR TABEL
3.1
3.2
4.1
4.2
Tabel nada yang digunakan pada gendang patam-patam
.................. 70
Tabel Harmoni Akord Gendang Patam-patam Oleh Ketiga
Pemain Keyboard
...............................................................................77
Tabel struktur komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari
dan menyanyi dalam iringan musik tradisional Karo
................. 95
Tabel struktur komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari
dan menyanyi dalam iringan musik tradisional Karo
................. 96
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karo merupakan salah satu dari beberapa etnis atau suku yang terdapat di
daerah Propinsi Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan sebagai nama
Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo.
Kabupaten karo ini yang terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Ibu kota dari
kabupaten Karo adalah Kabanjahe. Berdasarkan wilayah geografis, masyarakat
Karo mendiami daerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan
sekitarnya) dan Kabupaten Langkat. Masyarakat Karo yang mendiami daerah
kabupaten Karo sering disebut sebagai Karo Gugung yang artinya adalah
masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi (pegunungan), dan masyarakat
Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut sebagai Karo Jahe yang artinya
adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami dataran rendah wilayah Langkat
dan Deli Serdang1.
Walaupun secara wilayah budaya berbeda namun masyarakat Karo Jahe
dan Karo Gugung memiliki beberapa persamaan dan juga variasi dalam
kebudayaan musiknya. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan musik Karo
Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang patampatam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain
1
Lihat Darwin Prints dalam Kamus Karo Indonesia ,2002
1
pada kebudayaan musik Karo Istilah ‘patam-patam’ ini juga dapat ditemukan
dalam kebudayaan musik Melayu.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan, gendang
patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik tradisional
Karo2. Komposisi yang dimaksud disini adalah melodi dan juga ritem yang
dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen (lihat lampiran hal 116-119).
Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan
untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdeweldewel (dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo
Jahe, selalu disajikan dengan ensambel gendang binge3. Berdasarkan hasil diskusi
dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa terdapat beberapa
nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe yaitu patampatam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole,
patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang,
patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patampatam kebang kiung, patam-patam limbey, patam-patam pudi terang, dan patampatam simpang empat. Penamaan dari gendang patam-patam sendiri berasal dari
guru perdewel-dewel (dukun) yang datang dari daerah yang berbeda4. Menurut
beliau hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa nama yang berbeda dari
komposisi gendang patam-patam.
2
Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 maret 2011, Malem Ukur Ginting 22 Maret 2011,
Natangsa Barus 5 April 2011.
3
Gendang Binge merupakan ensambel tradisional masyarakat Karo Jahe, jenis instrumennya
sama dengan instrumen gendang lima sedalanen pada Karo Gugung hanya saja ukuran gendang
dan sarune jauh lebih besar dan panjang dan ukuran gung lebih kecil pada Gendang Binge.
4
Hasil wawancara dengan Natangsa Barus 5 April 2011.
2
Beberapa dari komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo
Jahe ini kemudian menyebar ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti
patam-patam bunga ncole, patam-patam sereng, patam-patam cemet, patampatam rambung mbungkar, patam-patam kabang kiung, dan patam-patam pudi
terang. Pada perkembangannya gendang patam-patam yang berada dalam
kebudayaan Karo Gugung hanya sedikit yang masih sering disajikan dan salah
satunya adalah gendang patam-patam bunga ncole. Gendang patam-patam bunga
ncole inilah yang nantinya akan di deskripsikan struktur musiknya. Dari beberapa
daerah keberadaan gendang patam-patam yang disebutkan diatas yang akan
menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gendang patam-patam bunga ncole
yang terdapat pada masyarakat Karo Gugung.
Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi
gendang patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam-patam ini
berawal dan berkembang dalam gendang guro-guro aron5, sebagi salah satu
komposisi dalam mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang
berkembang di Karo Gugung pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang
lima sedalanen. Namun setelah instrumen keyboard masuk ke dalam kebudayaan
musik Karo yakni pada tahun 1991 instrumen keyboard mulai digunakan oleh
musisi Karo. Beberapa seniman Karo mengasumsikan bahwa hadirnya instrumen
keyboard dalam kebudayaan musik Karo diperkenalkan oleh Djasa Tarigan yang
merupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo yang cukup
5
Gendang guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan
kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280).
3
berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya gendang kulcapi,
gendang kibod,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam.
Awalnya instrumen keyboard yang digabungkan dengan gendang lima
sedalanen digunakan untuk penambahan bunyi perkusi yang tersedia pada
instrumen keyboard. Instrumen keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah
gendang keyboard (dibaca gendang kibod6). Gendang kibod merupakan istilah
yang sering diucapkan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang
diprogram secara khusus di dalam keyboard. Pada perkembanganya, gendang
kibod dapat dimainkan secara tunggal untuk mengiringi upacara-upacara adat
pada masyarakat Karo.
Walaupun gendang kibod dapat menggantikan kehadiran dari gendang
lima sedalanen, namun gendang patam-patam tetap kontinu dalam kebudayaan
musik tradisional Karo. Perubahan pada ensambel musik yang digunakan yaitu
dari gendang lima sedalanen ke gendang kibod juga memberi perubahan pada
unsur komposisi gendang patam-patam. Dengan menggunakan instrumen
keyboard gendang patam-patam diprogram menjadi sebuah pola ritem dengan
unsur bunyi yang diimitasikan atau ditiru dari unsur bunyi yang terdapat pada
gendang lima sedalanen. Dan pada perkembangannya unsur bunyi musikal yang
digunakan dalam program gendang patam-patam kini sudah tidak mirip seperti
instrumen musik tradisional yang terdapat dalam gendang lima sedalanen.
Dengan menggunakan instrumen keyboard, gendang patam-patam yang
6
Penyebutan pada masyarakat Karo pada umumnya adalah Gendang kibod yang selanjutnya akan
digunakan penulis.
4
sebelumnya merupakan sebuah komposisi musik tradisional yang dimainkan
dengan gendang lima sedalanen kini di format menjadi pola ritem. Dengan pola
ritem dari gendang patam-patam telah diprogram ini lagu apa saja, bahkan dari
luar kebudayaan musik Karo, dapat ‘dimasukkan’ atau dimainkan.
Dari pengamatan penulis dan berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa seniman Karo Gugung mengatakan bahwa mereka (para musisi/pemain
musik) memiliki program khusus gendang patam-patam. Program tersebut dapat
disimpan dalam hard disk7, disket8, atau memory card/chip (penyimpan data).
Koleksi program gendang patam-patam yang terdapat pada masing-masing
keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang berbeda, baik dari
sisi pola ritem, warna bunyi instrumen serta gaya penggarapan ornamentasi
musikal.
Persamaan maupun variasi atau perbedaan dari koleksi gendang patampatam khusunya gendang patam-patam bunga ncole juga dapat dilihat dari ketiga
perkibod (pemain keyboard) yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto
Tarigan yang sering sekali diundang untuk mengiringi upacara adat maupun
hiburan dalam kebudayaan musik Karo. Perbedaan dalam program gendang
patam-patam wajar terjadi karena setiap pemain gendang kibod memiliki
kemampuan bermain musik yang berbeda.
7
Hard disk adalah sebuah komponen perangkat keras yang menyimpan data sekunder dan berisi
piringan magnetis (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras).
8
Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium penyimpanan
magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi atau persegi
panjang (http://id.wiki.org/wiki/disket).
5
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa gendang patam-patam telah
mengalami perkembangan dalam musik tradisionalnya oleh karena itu penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patampatam dalam musik tradisional Karo. Kotinuitas dan perubahan ini akan dilihat
dari era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik
Karo atau dari tahun 1990 – sekarang.
Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap bagaimana latar belakang
gendang patam-patam khususnya pada kebudayaan Karo Gugung, bagaimana
kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dari ensambel gendang lima
sedalanen beralih ke gendang kibod, dan bagaimana pola ritem gendang patampatam yang umum yang didapat dari permainan ketiga perkibod yaitu Fakta
Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Tarigan. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis memberi judul penelitian ini: Kontinuitas Dan Perubahan Gendang
Patam-patam Dalam Musik Tradisional Karo.
1.2 Pokok Permasalahan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka skripsi ini akan
membahas dua pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam dalam musik
tradisional Karo.
2. Bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam bunga ncole pada gendang
kibod.
6
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan lebih fokus maka penulis
memberi batasan masalah. Dalam mengamati kontinuitas dan perubahan gendang
patam-patam dalam musik tradisional Karo, penulis akan membatasi berdasarkan
era sebelum dan sesudah instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik
Karo atau dari tahun 1990 – sekarang. Penulis juga ingin memberi batasan bahwa
gendang patam-patam yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur
musiknya adalah gendang patam-patam bunga ncole yang terdapat dalam
kebudayaan musik tradisional Karo Gugung.
1.4 Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana kontinuitas dan perubahan gendang patam-patam
dalam musik tradisional Karo.
2. Untuk mengetahui bagaimana pola umum ritem gendang patam-patam bunga
ncole pada gendang kibod.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai dokumentasi dan sarana literatur tentang kontinuitas dan perubahan
gendang patam-patam dalam musik tradisional Karo.
2. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Etnomusikologi yang berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya daerah khususnya Karo.
7
1.6 Konsep
Kontinuitas adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan
dalam jangka waktu tertentu. Kontinuitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2000:591) adalah berkesinambungan; kelangsungan; kelanjutan; keadaan
kontinu. Konsep kontinuitas yang dimaksud disini adalah keberlanjutan gendang
patam-patam dalam musik tradisional Karo. Dimana dengan adanya fenomena
gendang kibod, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun telah
terjadi perubahan ataupun variasi.
Perubahan dalam suatu kebudayaan sangat wajar terjadi, karena tidak ada
kebudayan yang tidak berubah. Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2000:1234) adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.
Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah dan bisa juga
dikatakan peralihan dari suatu masa/era. Perubahan yang dimaksud dalam konsep
ini adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada instrumen musik
tradisional Karo yang tentu saja memberi perubahan terhadap musiknya
khususnya gendang patam-patam. Dalam hal ini penulis bermaksud melihat
perubahan yang terjadi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seniman
Karo dengan adanya inovasi dan kreatifitas dalam musik tradisionalnya.
Kontinuitas dan perubahan ini akan dibatasi pada era sebelum dan sesudah
instrumen keyboard hadir dalam kebudayaan musik Karo.
8
Pada masyarakat Karo kata gendang mempunyai makna jamak sesuai
dengan konteks penggunaanya. Jabatin Bagun menguraikan tujuh pengertian
gendang yaitu:
(1) gendang sebagai ensambel; gendang lima sedalanen adalah
sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune, dua buah
gendang (gendang singanaki dan gendang singindungi: “gendang
berarti sebagai instrumen), serta dua buah gong (gung dan
penganak). Kelima instrumen tersebut berjalan/ bermain bersama
sebagai satu grup atau ensambel; (2) gendang sebagai repertoar
(kumpulan komposisi). Gendang guru adalah suatu kumpulan
komposisi, yang ditampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa
komposisi yang mungkin dipilih untuk ditampilkan, misalnya:
komposisi untuk trance (gendang peselukken); (3) gendang sebagai
upacara, ini dapat dilihat pada gendang cawir metua. Gendang cawir
metua adalah satu upacara kematian “sempurna”, dengan pengertian
bahwa seluruh keturunannya (anak-anaknya) sudah berkeluarga dan
mempunyai keturunan; (4) gendang sebagai instrumen. Masyarakat
Karo hanya memiliki dua gendang sebagai instrumen yaitu gendang
singanaki dan gendang singindungi; (5) gendang sebagai komposisi
(nyanyian). Sebelumnya telah disebutkan gendang sebagai repertoar
yang merupakan sekumpulan komposisi. Yaitu, gendang odak-odak,
gendang simalungen rayat dan gendang patam; (6) gendang sebagai
musik. Musik dalam hal ini mengacu pada pengertian suatu bunyi
yang teratur dan yang terdiri dari pola ritmis dan melodi. Bunyi yang
ditata dengan berbagai bentuk terlihat dari produk instrumen dan
vocal yang ada pada saat pelaksanaan suatu pesta adat perkawinan
masyarakat Karo; (7) gendang sebagai arti ganda. Terminologi
gendang apabila digabung dengan terminologi kekerabatan, maka
gendang mempunyai arti lebih dari satu, dapat dua atau tiga arti
sekaligus. Sebagai contoh gendang kalimbubu, pengertian gendang
dalam konteks ini berarti acara/ upacara, musik, repertoar/ komposisi
untuk kalimbubu. Disisi lain, pengertian gendang pada konteks ini
dapat juga berarti waktu atau kesempatan yang diberikan kepada
kalimbubu untuk landek (menari).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian dari
kata ‘gendang’ mengikuti kata di depannya. Dalam penelitian ini kata gendang
yang melekat pada kata patam-patam dapat diartikan sebagai sebuah judul
komposisi instrumental musik tradisional Karo. Komposisi menurut Kamus Besar
9
Bahasa Indonesia adalah (1) susunan; (2) tata susun; (3) musik gubahan, baik
instrumental maupun vokal. Komposisi yang dimaksud penulis disini adalah
keseluruhan unsur-unsur musik, baik melodi maupun ritem yang telah ditata atau
disusun. Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu
kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu, sedangkan ritem adalah
pengaturan bunyi dalam waktu atau dapat juga diartikan sebagai panjang
pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau harmoni
(akord).
Setelah masuknya instrumen keyboard kedalam kebudayaan musik Karo
pada tahun 1991, yang kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod, gendang
patam-patam memiliki konsep yang sedikit berbeda. Konsep dari gendang patampatam yang dimainkan dengan gendang kibod merupakan sebuah format pola
ritem gendang patam-patam yang telah diprogram. Format pola ritem yang
dimaksud disini adalah panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan secara
teratur dengan pola/bentuk yang tetap.
Pada perkembangannya melalui program gendang patam-patam pada
gendang kibod lagu-lagu populer apa saja dapat dimainkan dengan pola ritem
gendang patam-patam tersebut. Walaupun secara konsep sedikit berubah namun
gaya musik ini tetap disebut sebagai gendang patam-patam. Dalam pembahasan
ini ada dua konsep gendang patam-patam yang digunakan penulis sesuai dengan
kebutuhan yaitu; pertama sebagai sebuah komposisi yang terdiri dari melodi serta
ritem dan yang kedua adalah sebagai format pola ritem yang telah diprogram
dengan instrumen keyboard yang dapat memainkan lagu-lagu apa saja. Seniman
10
atau musisi tradisional Karo lebih sering menggunakan sebutan ‘patam-patam’
tanpa kata ‘gendang’ didepannya, namun penulis akan menggunakan kata
‘gendang’ untuk menegaskan bahwa patam-patam merupakan sebuah komposisi
intrumental musik tradisional Karo.
Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam
masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya.
Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu
ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik yang dimaksud penulis
dalam konsep ini adalah musik instrumental.
Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun
temurun, yang berasal dari suatu daerah dengan ciri khas dari daerah tersebut.
Musik tradisional Karo yang dimaksud oleh penulis disini adalah musik yang
hidup di masyarakat Karo secara turun temurun dan yang digunakan sebagai
sarana adat serta hiburan yang disajikan dalam upacara-upacara tradisional
masyarakat Karo
1.7 Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam
membahas permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori
sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.
Alan P Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan bisa berasal
dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal
dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan
11
perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan
itu sendiri, dan juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan
perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari
luar lingkup budaya tersebut atau akulturasi.
Perubahan yang terjadi dalam gendang patam-patam merupakan hasil
kreatifitas seniman/musisi Karo yang berakulturasi dengan kebudayaan Barat
dengan menggunakan instrumen musik keyboard yang secara perlahan dapat
diterima oleh masyarakat Karo dan menjadi milik bersama.
Meskipun awalnya kehadiran dari instrumen keyboard ditolak karena
dianggap dapat mengikis kebudayaan musik Karo namun pada akhirnya
masyarakat Karo dapat menerima perubahan instrumen musik tersebut. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi
kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh L.Dyson dalam Sujarwa (1987:39)
yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada
satu hal yang baru (novelty), dan sifat inovatif yang ingin slalu berkreasi. Ada
juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu
merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya.
Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan.
Bagi masyarakat Karo hadirnya gendang kibod sudah menjadi suatu
kebutuhan yang memberi keuntungan (dalam hal eknomomis) dalam pelaksanaan
upacara adat maupun hiburan. Hal ini terlihat dari banyaknya upacara adat
12
masyarakat Karo maupun hiburan yang lebih dominan diiringi dengan
menggunakan gendang kibod.
Gendang patam-patam yang merupakan musik rakyat (folk music) yang
dipelajari secara oral oleh seniman Karo dapat mengalami kontinuitas dan
perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald
Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa:
...in a folk or nonliterate culture..a song must be sung, remembered,
and taught by one generation to the next. If this does not happen, it
dies and is lost forever.There is another alternative: if it is not
accepted by it’s audience, it may bechange to fit the needs and
desires of the people who perform and hear it.
Bruno Nettl dan Gerald Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan
rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah lagu/musik harus dinyanyikan
diingat dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak
terjadi lagu/musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada alternatif lain,
jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens/penonton, hal ini mungkin dapat
diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang
mepertunjukkan dan mendengarnya. Berdasarkan pernyataan dari Bruno Nettl dan
Gerald Behague tersebut dapat penulis jadikan sebagai acuan bahwa perubahan
yang terjadi dalam gendang patam-patam wajar terjadi dan perubahan tersebut
merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan musik tradisional Karo agar
tidak hilang atau punah.
Dalam suatu kebudayaan musik tradisi lisan atau oral suatu perubahan
dapat terjadi, karena proses transmisi atau pengajarannya dilakukan secara lisan.
13
Menurut Bruno Netll (1983:193) terdapat empat tipe sejarah, perubahan yang
terjadi dalam transmisi musik; (1) menyatakan bahwa musik/nyanyian yang
diwariskan, tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain lagu
tersebut dinyanyikan sama persis, baik sebelum maupun sesudah diwariskan, (2)
menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan,
tetapi hanya dalam versi tunggal atau satu petunjuk, sehingga dari warisan itu
berbeda dari aslinya tanpa proliferasi dari elemen-elemennya, (3) menyatakan
bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan,
bahkan beberapa dari musik itu ditinggalkan dan dilupakan; dengan kata lain
sebagai ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan, (4)
menyatakan perubahan benar-benar total dari musik yang asli, sebagian besar ide
musik/nyanyian/lagu itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung
menyimpang dari pengembangan ide aslinya.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Netll diatas, perubahan yang
terjadi dalam gendang patam-patam mengarah kepada poin yang ketiga. Hal
tersebut dapat dilihat dari perubahan yang dilakukan oleh musisi Karo generasi
muda yang melakukan eksperimen terhadap gendang patam-patam melalui
instrumen keyboard, namun ide atau ciri khas dari gendang patam-patam tersebut
tetap stabil.
Gendang patam-patam bunga ncole sebagai sebagai sebuah komposisi dan
juga style musik tradisional Karo dapat dideskripsikan dengan memperhatikan
beberapa aspek tertentu. Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5) mengatakan bahwa
style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi
14
bunyi musikal itu sendiri antara lain; (1) Elemen nada: tangga nada, modus,
melodi, harmoni, sistem laras (2) Elemen waktu: ritem dan meter (3) Elemen
warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen (4) Intensitas suara: keraslembutnya suara.
Teori diatas akan penulis jadikan sebagai panduan dalam mendeskripsikan
elemen-elemen musik yang terdapat dalam gendang patam-patam, namun ada
beberapa bagian dari elemen yang tidak dibahas karena tidak sesuai dan tidak
terdapat dalam konsep musik Karo. Adapun elemen yang tidak akan dibahas
dalam tulisan ini adalah modus, kualitas suara dan intensitas suara; keraslembutnya suara.
1.8 Metode Penelitian
Didalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskrptif yang
bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).
Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah
“orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan
identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut,
sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsepkonsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data
yang objektif.
15
Dalam mengumpulkan data-data dilapangan penulis mengacu kepada
teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl (1964 : 62) yang
mengatakan bahwa:
Curt Sachs (1962) divides ethnomusicological reserch into two kinds
of work, field work and desk work. Field work denotes the gathering
of recordings and the first-hand experience of musical life in a
particular human culture, while deskwork includes transcription,
analysis, and the drawing of conclusions.
Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi dapat di bagi
menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk
work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas
musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium
meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari
keseluruha data.
Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt
Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih
dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan
data-data awal dalam penelitian ini.
1.8.1 Studi kepustakaan
Dalam mengumpulkan data-data awal penelitian penulis melakuakan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data
atau sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa
16
buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk
mendukung penelitian.
Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu
Jhon Bregman Ginting, Herujen Tarigan, dan Vanesia Amelia Sebayang, dan
skirpsi lainnya yang berhubungan dengan tulisan saya. Penulis juga membaca
buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu Pengantar Ilmu Antropologi,
The Anthropology Of Music, Folk and Traditional Music Of The Western
Continents, Worlds Of Music, Etnomusikologi, dan beberapa buku lainnya. Studi
kepustakaan juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan
penelitian skripsi ini antara lain sosiologi, dan topik tentang kebudayaan
masyarakat Karo.
1.8.2 Penelitian lapangan
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lonfland dan
Lonfland dalam Moleong, 1989). Selain kata-kata dan tindakan perekaman audio
ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini.
Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di
lapangan yaitu:
1. Wawancara
Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang musik
Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo. Dalam mengambil
sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan,
17
seniman dan musisi tradisional Karo maupun informan lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus
(focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok
permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara
bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok
permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan
lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak
menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139).
2. Perekaman
Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data
dilapangan. Perekaman ini akan menggunakan kamera Sony DSC-T2 dan canon
IXUS 80 IS. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang
dilakukan dilapangan. Adapun narasumber yang penulis wawancarai antara lain
Seter Ginting, Djasa Tarigan, Malem Ukur Ginting, Natangsa Barus. Selain
merekam hasil wawancara penelitian ini juga akan merekam materi musik yang
akan menjadi di deskripsikan nantinya.
Untuk materi musik gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan
dengan menggunakan gendang lima sedalanen penulis mengambil sampel dari
rekaman yang sudah ada yaitu kelompok pemusik Wardin Ginting. Sedangkan
untuk gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan dengan gendang kibod
penulis mengambil sampel secara langsung ke lapangan. Gendang patam-patam
18
bunga ncole pada gendang kibod ini dimainkan oleh tiga perkibod yaitu Fakta
Ginting, Sakti Sembiring dan Yanto Tarigan. Pengambilan sampel ini dilakukan
penulis langsung pada saat gendang guro-guro aron diadakan yang berlangsung
di Desa Tiga Binanga pada tanggal 17-19 Juni 2011, Jambur9 Tamsaka Medan
pada tanggal 29 Juli 2011, dan Desa Juhar 16-18 Agustus 2011.
1.8.3 Kerja laboratorium (Deks work)
Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan
tulisan. Sedangkan untuk mendeksripsikan materi musik terlebih dahulu
dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dideskripsikan.
Dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, terdapat
dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) sebagai berikut:
Approaches to the describe of music: (1) we can analyze and describe what we
hear, and (2) we can in some way write it on paper and describe what we see.
Nettl mengatakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendeskripsikan
musik; (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan
(2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas
kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat.
Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan
yang kedua dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam. Pendekatan
9
Jambur merupakan sebuah balai yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan
adat-istiadat masyarakat Karo seperti upacara perkawinan, kematian, gendang guro-guro aron dan
lain sebagainya.
19
pertama tidak dilakukan karena peneliti tidak mungkin hanya mengandalkan
pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya. Hal ini juga
dikemukakan oleh Netll (1964:98) dalam pembahasan yang sama yaitu:
If human ears were able to preceive all of the acoustic contens of a
musical utterance, and if the mind could retain all of what had been
perceived, then analysis of what is heard would be preferable. ...But
since human memory is hardly able to retain, what was heard ten
seconds ago along what is being heard in the present, notation of
some sort has become essential for reseacrh in music.
Netll mengungkapkan bahwa seandainya telinga manusia dapat merasakan
semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan seandainya daya ingat manusia
dapat menyimpan semua yang telah dirasakan, maka analisis terhadap apa yang
didengar tersebut akan menjadi pilihan utama. Tetapi karena daya ingat manusia
hampir tidak dapat mengingat persis apa yang didengar sepuluh detik yang lalu,
suatu bentuk notasi menjadi penting dalam penelitian musik.
Untuk mendeskripsikan bunyi musikal dari gendang patam-patam harus
dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk
notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan
transkripsi. Transkirpsi adalah proses memindahkan bunyi (menotasikan),
mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.
20
1.8.3.1 Metode Transkripsi
Dalam proses transkripsi penulis mentranskripsikan gendang patam-patam
bunga ncole yang disajikan dengan gendang lima sedalanen sendiri. Dalam
mentranskripsikan gendang patam-patam bunga ncole ini penulis tidak
mengalami banyak kesulitan karena penulis pernah mengikuti praktek musik Karo
pada masa kuliah. Sedangkan untuk gendang patam-patam bunga ncole yang
dimainkan dengan gendang kibod penulis tidak mentranskripsikan sendiri
melainkan meminta bantuan kepada seorang teman --Berlin Immanuel Tambunan
S.E-- yang sudah mahir dan profesional dalam memainkan instrumen keyboard.
Adapun alasan mengapa penulis tidak mentranskripsikan sendiri program
gendang patam-patam bunga ncole dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis
akan instrumen keyboard serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap
bunyi instrumen yang dimainkan secara bersamaan pada program gendang patampatam.
Dalam hal ini sipentranskipsi mendapatkan keuntungan karena lebih
mengenal dan mengetahui secara langsung bagaimana kejadian bunyi instrumen
serta pola ritem pada gendang patam-patam bunga ncole, namun walaupun
demikian penulis tetap melakukan komunikasi yang cukup baik dengan
sipentranskripsi sehingga sedikit banyak penulis juga mendapatkan informasi
penting yang berhubungan dengan kepentingan deskripsi struktur gendang patampatam bunga ncole. Adapun keuntungan yang penulis dapatkan melalui bantuan
tersebut adalah proses pentranskripsian gendang patam-patam bunga ncole dapat
diselesaikan lebih cepat, selain itu penulis juga terbantu karena keterbatasan
21
penulis dalam mengidentifikasi bunyi instrumen yang pada akhirnya hasil
rekaman dari gendang patam-patam bunga ncole dapat dilihat dalam bentuk
notasi.
Dalam mendeskripsikan struktur gendang patam-patam bunga ncole
penulis akan melihat berdasarkan hasil transkripsi pola ritem yang dihasilkan dari
permainan gendang lima sedalanen dengan pola ritem pada gendang kibod. Dari
hasil transkripsi ini penulis akan melihat setiap bagian dari pola ritem gendang
patam-patam bunga ncole pada masing-masing instrumen perkusif yang masih
kontinu atau masih digunakan dan yang telah berubah ataupun penambahan pola
ritem yang baru.
1.8.4 Lokasi penelitian
Para budayawan, musisi/seniman tradisional Karo merupakan sumber dari
data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini. Karena sumber data dalam
penelitian ini berupa rekaman audio dan juga wawancara maka lokasi penelitian
ini mengacu kepada dimana para seniman/musisi tradisional dan pemain keyboard
bertempat tinggal/berdomisili. Dari wawancara yang pernah penulis lakukan ada
yang berdomisili di Medan yaitu Djasa Tarigan dan Malem ukur Ginting, ada pula
di daerah Deli Serdang yaitu Natangsa Barus dan di Juhar (Taneh Karo) yaitu
Seter Ginting.
Penulis juga mengamati beberapa acara gendang guro-guro aron di
beberapa tempat yaitu di desa Tigabinanga 17-19 Juni 2011, desa Juhar 16-18
Agustus 2011, dan juga di Medan tepatnya di Jambur Tamsaka 29 Juli 2011.
22
Pengamatan pada saat gendang guro-guro aron dilakukan karena pada acara
inilah awalnya gendang patam-patam berkembang dan pada saat acara inilah
gendang patam-patam bunga ncole sering disajikan.
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini tidak hanya dilakukan pada satu
daerah/tempat penelitian saja, namun pada saat dimana gendang guro-guro aron
berlangsung. Karena yang menjadi penelitian ini penulis ingin melihat gendang
patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh beberapa pemain keyboard Karo
dan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini penulis ingin mengambil sampel
gendang patam-patam bunga ncole yang akan di traskripsi nantinya.
23
BAB II
MUSIK TRADISIONAL MASYARAKAT KARO
2.1 Pengenalan Terhadap Masyarakat Karo
Pengertian masyarakat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku menurut suatu sistem adat tertentu
yang bersifat kontinu, dimana setiap anggotanya terikat oleh satu rasa identitas
bersama (Koentjaranigrat, 2002:146). Masyarakat sangat erat hubungannya
dengan kebudayaan karena masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama
yang menghasilkan kebudayaaan (Soekanto, 1978:149).
Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “kekal”.
Kebudayan menurut para antropologi adalah seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
yang dijadikan miliknya dangan belajar (Koentjaraningrat, 2002:180).
Karo adalah salah satu dari beberapa etnis yang terdapat di daerah Propinsi
Sumatera Utara. Karo juga merupakan sebutan untuk satu wilayah administratif
kabupaten yaitu kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi seluruh dataran tinggi
Karo. Secara administratif pemerintahan masyarakat Karo berada di dataran tinggi
Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe. Secara umum geografis masyarakat
Karo berada di daerah Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan
24
sekitarnya) atau yang sering disebut sebagai Karo Gugung dan Kabupaten
Langkat atau yang sering disebut sebagai Karo Jahe.
Istilah Karo Jahe dan Karo Gugung ini muncul menurut Sarjani Tarigan
(2009:34-35) dikarenakan terjadi pergerakan atau migrasi dari pesisir/pantai ke
pedalamam/pegunungan. Hal ini terjadi setelah penaklukan Kerajaan Haru II Deli
Tua, orang Karo lari ke pedalaman dataran tinggi Karo Seberaya, dan karena
pertumbuhan penduduk dan arus pendatang berikutnya terjadilah pertumbuhan
desa dipegunungan. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, (terutama kebutuhan
akan garam) dan dalam rangka perluasan kekuasaan/perladangan masyarakat Karo
mulai mencari hubungan dengan masyarakat di sekitar pantai. Orang Karo yang
berada di dataran tinggi kembali ke pesisir/pantai seperti Deli Serdang, Medan
dan Langkat dan membentuk komunitas baru.
Bagaimana daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa
yang digambarkan oleh J.H. Neuman dalam Sarjani Tarigan (2009:36) yaitu:
“Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah timur oleh
pinggir jalan yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di
sebelah Selatan kira-kira dibatasi oleh sungai Biang (yang diberi
nama sungai Wampu, apabila memasuki Langkat), disebelah Barat
dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara wilayah itu
meluas sampai kedataran rendah Deli dan Serdang.”
Menurut Sarjani Tarigan dari gambaran luas daerah diatas terlihat bahwa
ada beberapa kelompok masyarakat Karo yang berdomisili di daerah pantai hidup
berdampingan dengan penduduk Melayu, dan secara bertahap kedua suku dengan
25
kebudayaan yang berbeda tersebut saling berbaur dan berakulturasi antara
sesamanya.
Selain dari kedua daerah diatas masyarakat Karo juga mendiami beberapa
daerah lainnya yaitu; Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten
Simalungun, Kabupaten Pak-pak Dairi dan Kabupaten Aceh Tenggara dan
beberapa wilayah di Kota Medan.
Masyarakat Karo memiliki bahasa yang sering digunakan dalam upacara
adat maupun dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa Karo. Selain memiliki
bahasa sendiri masyarakat Karo juga memiliki aksara Karo. Aksara Karo ini
adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada
saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah
digunakan lagi.
Gambar 2.1 :Aksara Karo (Sumber: http://id.wikipedia.org)
Setiap
etnis/suku
yang
ada
di
Sumatera
Utara
khususnya
etnis Karo memiliki sistem kekerabatan dalam kebudayaannya. Masyarakat Karo
memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, daliken si
telu, dan tutur siwaluh. Ketiga sistem kekerabatan ini merupakan suatu sistem
26
yang digunakan untuk mengatur kehidupan sehari-hari pada masyarakat Karo
dalam hubungan bermasyarakat dan berbudaya.
a. Merga silima
Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan) atau dalam bahasa Karo
disebut merga untuk laki-laki, dan beru untuk perempuan. Merga/beru adalah
identitas masyarakat Karo yang unik dan setiap orang Karo memiliki merga/beru.
Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan
merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah (1)
Karo-Karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5) Perangin-angin.
Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang (misalnya : Jusuf
Tarigan).
Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing dan setiap
orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara
otomatis dari ayah, merga dari ayah sama dengan merga untuk anaknya. Kalau
laki-laki bermerga sama maka mereka disebut ersenina10 (bersaudara), sama
halnya antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru yang sama.
Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka
disebut erturang11, sehingga pada umumnya dilarang melakukan perkawinan
secara adat.
10
Ersenina terdiri dari dua kata yaitu er dan senina, er yang dapat diartikan “ber” dan senina yang
berarti “saudara”, jadi ersenina adalah bersaudara baik saudara sedarah maupun tidak.
11
Erturang memiliki pengertian yang sama dengan ersenina yaitu bersaudara, sebutan ini terjadi
antara laki-laki dan perempuan yang bermerga/beru yang sama.
27
b. Daliken si telu
Daliken si telu adalah bagian dari masyarakat Karo yang merupakan
landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan khususnya kegiatan yang
berhubungan dengan pelaksanaan adat-istiadat dan interaksi antar sesama
masyarakat Karo. Daliken si telu ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Setiap hubungan dalam adat istiadat ditentukan oleh adanya tiga
kelompok ini yaitu (1) kalimbubu, sebagai keluarga pemberi isteri, (2) anak beru,
keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan (3) senina, keluarga
keturunan semerga atau keluarga inti.
Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, daliken sitelu terdiri dari tiga kata
yaitu daliken yang berarti ‘batu atau tungku’, si yang berarti ‘yang’, dan telu
yang berarti ‘tiga’. Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga. Arti
ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari,
masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api
(memasak) (http://repository.usu.ac.id).
Daliken si telu dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo merupakan
simbol/lambang yang mempunyai makna. Jika secara etimologis daliken si telu
adalah “tungku yang tiga” yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat Karo
sehari-hari sebagai penopang untuk memasak, daliken si telu dalam hubungan
kekerabatan masyatakat Karo juga mempunyai peran sebagai penopang sukut
(yang menyelenggarakan pesta) dalam suatu upacara adat.
Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, daliken si telu sebagai bagian dari
budaya Karo tetap berperan penting dalam pengendalian sosial masyarakat Karo.
28
Karena bila terjadi masalah sosial didalam keluarga, suatu masalah dapat
dikatakan selesai atau tuntas bila daliken si telu dari keluarga yang bermasalah
ikut berpartisipasi dalam menyelesaikannya. Lebih jauh beliau mengatakan:
Daliken si telu ini merupakan alat pemersatu masyarakat Karo, sekaligus
dapat mengikat atau terikat kepada hubungan perkerabatan yang sekaligus
pula sebagai dasar gotong royong, dan saling hormat menghormati, maka
di dalam segenap aspek kehidupan masyarakat Batak Karo, daliken si telu
ini sangat berperan penting, dia merupakan dasar bagi sistem kekerabatan
dan menjadi landasan untuk semua kegiatan yang bertalian dengan
pelaksanaan adat dan juga interaksi dengan sesama masyarakat Karo
(http://repository.usu.ac.id).
Jadi daliken si telu merupakan landasan sistem kekerabatan serta landasan
bagi semua kegiatan baik pelaksanaan adat istiadat maupun interaksi antar sesama
masyarakat Karo. Atau dengan bahasa lain, daliken si telu adalah suatu jaringan
kerja sosial-budaya yang bersifat gotong royong dan kebersamaan yang terdapat
pada masyarakat Karo.
Selain daliken si telu dikenal juga istilah rakut (ikat) si telu yang berarti
“ikatan yang tiga” yang mengartikan bahwa setiap individu masyarakat Karo
mempunyai ikatan dari tiga kekerabatan ini.
c.
Tutur Siwaluh
Untuk menunjukkan tingkatan kekerabatan di dalam masyarakat Karo
dikenal istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk berkenalan
dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Biasanya dengan menanyakan
merga, kemudian bere-bere (marga ibu), bahkan mungkin menanyakan trombo
(silsilah) untuk mengetahui tingkat kekerabatan tersebut (Tarigan, 2009:101).
29
Tutur siwaluh terdiri dari delapan golongan (1) puang kalimbubu, (2)
kalimbubu, (3) senina, (4) sembuyak, (5) senina sipemeren, (6) senina
sepengalon/sedalanen, (7) anak beru, dan (8) anak beru menteri.
Masyarakat Karo juga mempunyai kain tradisional yang disebut sebagai
uis yang dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan. Kain atau uis adat
tradisional Karo merupakan pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan adat
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Uis Karo memiliki warna dan motif yang
berhubungan dengan penggunaannya atau dengan pelaksanaan kegiatan
budaya/adat.
Dahulu pada umumnya dahulu uis pada masyarakat Karo dibuat dari
bahan kapas, dipintal dan ditenun secara manual dan menggunakan zat pewarna
alami (tidak menggunakan bahan kimia pabrikan). Namun sekarang ada juga
beberapa diantaranya menggunakan bahan kain pabrikan yang dicelup (diwarnai)
dengan pewarna alami dan dijadikan kain adat Karo. Warna kain tradisional Karo
biasanya didominasi dengan warna hitam dan merah.
Pada umumnya masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Karo secara
tradisional memiliki mata pencaharian bertani, yaitu menanam padi di lahan
kering (ladang) atau lahan basah (sawah). Selain padi tanaman jagung juga
menjadi alternatif yang cukup banyak dilakukan masyarakat Karo. Kabupaten
Karo juga dikenal sebagai salah satu penghasil buah yang cukup menonjol di
Sumatera Utara (Tarigan, 2004:109). Sedangkan pada masyarakat Karo yang
30
bertempat tinggal di kota sebagian besar memiliki pekerjaan diluar bertani, seperti
bekerja di kantor maupun pengusaha ataupun wiraswasta, dan lain-lain.
2.2 Musik Tradisional Masyarakat Karo
Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam
masyarakat Karo yaitu; musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya.
Dalam melakukan aktifitas bermusik masyarakat Karo memiliki dua konsep yaitu
ergendang (bermain musik) dan rende (bernyanyi). Musik tradisional Karo yang
akan dibahas penulis disini adalah adalah ensambel tradisional Karo, instrumen
musik tradisional Karo non-ensambel, musik vokal tradisional Karo, dan
instrumen keyboard dalam kebudayaan musik tradisional Karo.
2.2.1 Ensambel musik tradisional Karo
Dalam penyebutan ensembel musiknya masyarakat Karo menggunakan
kata ‘gendang ’12. Ensembel musik Karo jika diklasifikasikan secara umum dan
yang paling sering digunakan pada konteks upacara adat adalah gendang lima
sedalanen dan gendang telu sedalanen. Penjelasan mengenai ensembel musik
tradisional Karo ini akan dijelaskan lebih lanjut lagi.
2.2.1.1. Gendang lima sedalanen
Gendang lima sedalanen (sering juga disebut gendang sarune) merupakan
ensambel musik yang paling dikenal dalam kasanah musik tradisional Karo.
Istilah gendang pada kasus ini dapat diartikan dengan “alat musik”, lima yang
12
Gendang memiliki makna yang jamak dan telah dijelaskan pada Bab I.
31
berarti “lima”, dan sedalanen yang berarti “sejalan”. Dengan demikian gendang
lima sedalanen mengandung pengertian “lima buah alat musik yang dimainkan
sejalan atau bersama-sama” (Tarigan, 2004:110).
Gendang lima sedalanen yang merupakan sekumpulan instrumen terdiri
dari satu buah sarune sebagai pembawa melodi, dua buah gendang yaitu gendang
anak dan gendang indung (gendang berarti sebagai instrumen) sebagai instrumen
ritmis, serta gung dan penganak sebagai pembawa/pengatur tempo. Kelima
instrumen tersebut dimainkan bersamaan sebagai sebuah ensambel.
Gendang lima sendalanen sering juga disebut dengan istilah Gendang
Sarune13. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune lebih sering
dinggunakan, sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo
lebih banyak menggunakan istilah gendang lima sendalanen. Untuk konsistensi
penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah gendang lima
sendalanen. Ini tidak berarti istilah gendang lima sendalanen lebih mewakili dari
pada gendang sarune karena memang kedua istilah tesebut selalu digunakan
dalam masyarakat Karo.
Orang yang memainkan kelima instrumen musik dalam gendang lima
sedalanen masing-masing memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau
instrumen yang dimainkannya. Untuk pemain sarune disebut sebagai penarune,
pemain gendang anak dan pemain gendang indung disebut sebagai penggual,
13
Istilah Gendang Sarune muncul karena dalam ensambel tersebut sarune merupakan alat musik
pembawa melodi
32
pemain gung disebut sebagai simalu gung dan pemain penganak disebut sebagai
simalu panganak.
Sekumpulan pemain musik ini sering disebut sebagai sierjabaten (“yang
memiliki jabatan”) atau penggual ketika bermain/mengiringi dalam suatu konteks
upacara adat masyarakat Karo. Dalam konteks upacara adat sierjabaten atau
penggual yang memainkan gendang lima sedalanen/telu sedalanen diberikan
tempat yang khusus dengan beralaskan amak mbentar (tikar anyaman berwana
putih). Walaupun sekarang gendang lima sedalanen/telu sedalanen sudah
digantikan dengan alat elektronik modern yaitu gendang kibod, perlakuan
terhadap sierjabaten tetap sama. Dalam hal memberi upah, dulu sierjabaten atau
penggual diberi beras, garam, kelapa, dan ayam dalam mengiringi suatu acara
adat, namun sekarang sierjabaten atau penggual dibayar dengan uang sebagai
ganti upah untuk mengiringi jalannya acara adat.
33
Gambar 2.2 Gendang lima sedalanen; (a) sarune; (Dok: Perikuten Tarigan,
Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com) (b) gendang indung, (c) gendang anak,
(d) penganak (Dok: Vanesia Amelia Sebayang) dan (e) gung.
34
2.2.1.2 Gendang Telu Sedalanen
Sama halnya dengan gendang lima sedalanen, secara harfiah Gendang telu
sendalanen memiliki pengertian “tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan
secara bersama-sama”. Ketiga alat musik tersebut adalah (1) kulcapi/balobat (twostranged fretted-necked lute/end blown flute), (2) keteng-keteng (idiokordofon:
tube-zhyter), dan (3) mangkuk mbentar (chinese bowl).
Dalam ensambel
ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai
pembawa melodi yaitu instrumen kulcapi dan balobat. Sedangkan instrumen
keteng-keteng dan mangkuk merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan
pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif.
Pemakaian kulcapi atau balobat sebagai pembawa melodi dilakukan
secara terpisah dalam upacara yang berbeda (tergantung kebutuhan). Prinsipnya
sebenarnya sama hanya saja instrumen pembawa melodinya yang berbeda. Jika
kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi maka ensembel musiknya disebut
sebagai gendang kulcapi, dan jika balobat digunakan sebagai pembawa melodi
maka ensambel musiknya disebut sebagai gendang balobat.
35
Gambar 2.3 Gendang telu sedalanen: (a) gendang kulcapi, (b) gendang belobat
(Dok: Irwansyah Harahap, Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com)
2.2.2 Instrumen musik tradisional Karo non-ensambel
Selain dari pada ketiga ensambel musik diatas, masih banyak instrumen
musik tradisional Karo non-ensambel yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa
diiringi alat musik lainnya, namun hanya beberapa yang masih dapat ditemukan.
Adapun Instrumen musik tersebut adalah:
2.2.2.1 Kulcapi dan balobat (baluat)
Selain dapat digunakan secara ensambel, instrumen kulcapi dan belobat
(baluat) dapat dimainkan secara tunggal. Kedua instrumen musik ini dapat
dimainkan dimana saja dan oleh siapa saja. Kulcapi adalah alat musik petik
berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (two-stranged fretted-necked lute).
Senarnya kulcapi terbuat dari metal, namun dulu kala terbuat dari akar pohon aren
(enau). Kulcapi memiliki lubang resonator yang juga berfungsi untuk
36
mengubah/memberi efek suara. Belobat atau baluat merupakan alat musik tiup
yang mirip dengan alat musik recorder (block flute) yang terbuat dari bambu.
Belobat atau baluat memiliki 6 (enam) buah lobang nada (Tarigan, 2004:115166).
Gambar 2.4 a: Kulcapi (Dok: Saidul Hutabarat), b: Belobat (Dok:
Vanesia Amelia Sebayang)
2.2.2.2 Surdam dan murbab
Surdam merupakan alat musik tiup berjenis end blown flute yang terbuat
dari bambu. Cara memainkan surdam tidaklah mudah, hal ini disebabkan karena
tidak terdapat sekat/pembelah udara pada instrumen surdam, jadi untuk dapat
memainkannya haruslah memiliki keterampilan khusus. Surdam juga terdiri dari
beberapa jenis yaitu surdam rumamis, surdam tangko kuda, surdam pingkopingko, dan surdam puntung. Murbab merupakan satu-satunya alat musik gesek
dalam musik tradisional Karo. Instrumen musik ini mirip dengan alat musik rebab
dalam musik Jawa. Namun sekarang ini murbab sudah tidak dapat ditemukan
pada kebudayaan musik Karo.
37
Gambar 2.5 (a); Surdam (Sumber: http://pulumun.blogspot.com), (b);
Murbab (Sumber: http://Karosiadi.blogspot.com)
2.2.2.3 Embal-embal dan empi-empi
Embal-embal dan empi-empi merupakan alat musik yang biasanya
ditemukan di sawah atau ladang ketika padi sedang menguning. Kedua instrumen
musik ini dimainkan atau digunakan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang
ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal (aerophone, single reed)
terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lobang-lobang penghasil nada. Sebagai
alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik alat musik
itu sendiri.
Empi-empi (aerophone, multiple reeds) terbuat dari batang padi yang telah
mulai menguning. Lidah (reed) dari empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri,
dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung batang padi yang
memiliki ruas. Akibat terpecahnya ruas batang padi menjadi beberapa bagian
(tidak terpisah) maka ketika ditiup bagian yang terpecah tersebut akan
38
menimbulkan bunyi. Sebagian yang tidak terpecah kemudian dibuat lobanglobang untuk menghasilkan nada yang berbeda. Biasanya empi-empi mempunyai
empat buah lobang nada. Pada saat ini embal-embal dan empi-empi sudah
semakin jarang ditemukan/dimainkan oleh masyarakat Karo, khususnya orang
Karo yang berada di daerah pedesaan (Hutabarat 2010: 54).
2.2.3 Musik vokal tradisional Karo
Dalam berkesenian, aktifitas bernyanyi pada masyarakat Karo disebut
rende dan penyanyi berarti perende-ende. Orang yang pandai bernyanyi serta
menari dalam satu konteks upacara seperti gendang guro-guro aron disebut
sebagai perkolong-kolong namun dulunya sering disebut sebagai permanggamangga.
Selain memiliki kemampuan dalam menyanyikan lagu-lagu Karo yang
bertemakan percintaan atau muda mudi, perkolong-kolong juga mampu
menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun (nasihat-nasihat) yang
secara teks atau liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara adat.
Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui atau dihapal,
namun lirik dari melodi tersebut harus dibuat (dinyanyikan) sendiri oleh
Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara
yang sedang berlangsung pada saat itu.
Kebudaya musik Karo juga mengenal beberapa jenis seni vokal lainnya
yaitu: ende-enden (nyanyian muda-mudi), katoneng-katoneng (nyanyian yang
berisikan pengharapan), didong dong (nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat),
39
mangmang (nyanyian yang berisikan doa-doa), tangis-tangis (nyanyian ungkapan
keluh kesah) dan masih banyak lagi.
Dalam acara adat dan hiburan penyajian seni vokal katoneng-katoneng dan
Ende-enden dilakukan oleh seorang penyanyi tradisional Karo yaitu perkolongkolong. Sementara nyanyian mangmang dilakukan oleh seorang guru sibaso
(dukun) di dalam upacara yang berkaitan dengan upacara ritual. Musik vokal
dalam kebudayaan masyarakat Karo dapat ditemukan dalam berbagai upacara
adat, ritual maupun hiburan.
2.2.4 Instrumen keyboard dalam kebudayaan musik tradisional Karo
Teknologi merupakan produk dari kebudayaan yang dibuat oleh manusia
untuk memenuhi kebutuhannya. Secara langsung atau tidak langsung teknologi
dapat memberi perubahan dalam suatu kebudayaan. Demikian pula pada
kebudayaan musik Karo yang mengalami perubahan dengan masuknya teknologi
dari sebuah instrumen keyboard.
Instrumen keyboard masuk kedalam kebudayaan musik Karo pada tahun
tahun 1991. Hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo
merupakan sebuah eksperimen seorang musisi tradisional Karo untuk menambah
unsur-unsur ritmis dalam konteks gendang guro-guro aron. Hal ini juga
dikemukakan oleh Tarigan (2004:123) yang mengatakan bahwa:
40
Awalnya, keyboard tersebut digabungkan dengan gendang lima
sendalanen dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang
terdapat dalam keyboard untuk menambah nuansa musikal dalam
konteks gendang guro-guro aron...melalui berbagai kreasi dan
eksperimen yang dilakukan oleh seniman Karo terhadap alat musik
keyboard, pada akhirnya terciptalah program ritem yang menyerupai
“musik Karo” di dalam keyboard sehingga keyboard dapat
dipergunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian Karo.
Hadirnya instrumen keyboard ini dipelopori oleh Djasa Tarigan yang pada
saat itu menggunakan Yamaha Pss 680 sebagai eksperimen musiknya. Instrumen
keyboard Yamaha PSS 680 ini digunakan untuk meniru pola ritem dari gendang
singanaki, gendang singindungi, serta gung dan penganak dengan memilih
berbagai fasilitas perkusi yang ada dalam bank keyboard tersebut. Instrumen
keyboard ini kemudian dikenal dengan istilah gendang kibod. Gendang kibod
merupakan sebutan atau istilah yang lazim diucapkan oleh orang Karo terhadap
jenis ritem musik yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Kata
gendang mengacu kepada pengertian musik Karo dan kata kibod merupakan
ucapan orang Karo terhadap kata keyboard itu sendiri (Hutabarat, 2010:1).
Instrumen keyboard memiliki fasilitas untuk memprogram musik sesuai
kebutuhan dan keinginan programer dengan bunyi musikal yang terdapat di
dalamnya. Berbagai bunyi musikal yang terdapat dalam instrumen keyboard
kemudian diprogram oleh seniman Karo dengan mengimitasikan/menirukan bunyi
musikal yang terdapat pada gendang lima sedalanen. Instrumen keyboard dalam
kebudayaan masyarakat Karo dimanfaatkan untuk memprogram ritem atau style
yang ada dalam musik tradisional Karo. Pada pekembangannya perkibod juga
41
telah memainkan melodi dari komposisi yang sebelumnya dimainkan oleh
penarune/perkulcapi.
Gendang patam-patam merupakan pola ritem yang pertama sekali
diprogram pada instrumen keyboard lalu disusul dengan gendang odak-odak dan
simalungen rayat. Bunyi musikal yang diprogam oleh musisi/seniman Karo
berupa pola ritem dari gendang lima sedalanen. Pola ritem yang dimaksud adalah
unsur dari pola ritem gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan
gung yang dibuat sebagai program musik Karo dengan memanfaatkan pilihan
bunyi yang terdapat pada instrumen keyboard.
Para seniman/musisi Karo juga mengikuti perkembangan teknologi
instrumen keyboard dalam mengkreasikan musik Karo. Hal ini terlihat dari
adanya perubahan dalam menggunakan tipe/jenis instrumen keyboard yang
berawal dari Yamaha Pss 680, kemudian Yamaha Psr 500, lalu Technics KN
1000, dan yang paling disukai oleh perkibod (pemain kibod) yaitu Technics KN
2000. Keyboard Technics KN 2000 ini memiliki kemampuan yang lebih lengkap
dari sebelumnya karena dengan menggunakan keyboard Tehcnics KN 2000
gendang simalungen rayat dapat diprogram dengan karakter bunyi musikal dari
gendang lima sedalanen.
Gendang kibod kini telah menjadi bagian penting dari kebudayaan
masyarakat Karo, tidak jarang berbagai upacara tradisional Karo diiringi oleh
gendang kibod tanpa didampingi oleh ensambel musik tradisionalnya yaitu
gendang lima sedalanen.
42
Gambar: 2.6 Instrumen Keyboard :(a) Yamaha PSS 680, (b) Yamaha PSR 500, (c)
Technics KN 1000, (d) Technics KN 2000, dan (e) Tehcnics KN 2600 (Sumber:
http://jakartacity.olx.co.id)
43
2.3 Penggunaan Musik Tradisional Masyarakat Karo
Musik tradisional Karo merupakan hasil/produk dari proses kebudayaan
Karo itu sendiri. Oleh karena itu, musik tradisional Karo berkaitan erat dengan
elemen-elemen kebudayaan
lainnya seperti;
adat
istiadat
Karo,
sistem
kepercayaan tradisional Karo, sistem mata pencaharian masyarakat Karo, dan juga
menjadi hiburan bagi masyarakat Karo (Tarigan, 2004:119).
Gendang (musik) mempunyai peran yang penting dalam masyarakat
Karo. Dalam upacara-upacara adat gendang (musik) berfungsi untuk mengiringi
jalananya upacara adat. Selain mengiringi jalannya upacara gendang (musik) juga
digunakan untuk mengiringi landek (tari), rende (bernyanyi) dan juga ngerana
(sesi memberikan nasehat-nasehat) pada upacara-upacara adat.
Kehadiran musik dalam kontek upacara adat sama dengan kehadiran
sierjabaten (pemain musik) itu sendiri. Sierjabaten merupakan salah satu peran
yang penting dalam masyarakat Karo. Hal ini juga dikemukakan oleh Julianus
Liembeng dalam blognya yang mengatakan bahwa; “pada masyarkat Karo ada
beberapa peranan yang cukup penting dalam masyarakat, misalnya (1) pande,
yaitu tukang yang bisa mengerjakan pekerjaan pertukangan, misalnya membuat
rumah adat, perkakas atau peralatan dan sebagainya; (2) sierjabaten, yaitu
pemusik tradisional dimana kehadirannya sangat dibutuhkan dalam upacaraupacara adat yang dilakukan oleh masyarakat; (3) guru, yaitu tabib atau dapat juga
disebut sebagai orang yang mempunyai keahlian di bidang pengobatan”
(http://xeanexiero.blogspot.com). Kehadiran sierjabaten atau penggual dalam
44
pelaksanaan upacara adat sangat penting dan dibutuhkan, dengan kata lain musik
merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam upacara adat
masyarakat Karo.
2.3.1 Penggunaan ensambel musik tradisional Karo
Penggunaan ensambel musik tradisional dalam upacara-upacara adat
masyarakat Karo akan dijelaskan berdasarkan konteks upacara masyarakat Karo
secara umum, yaitu upacara perkawinan, upacara kematian, upacara erpangir ku
lau, mengket rumah, dan gendang guro-guro aron.
2.3.1.1 Upacara adat perkawinan (Kerja nereh-empo)
Dalam upacara adat perkawinan musik memiliki peran yang cukup
penting. Pada upacara adat perkawinan (kerja nereh-empo) yang menyertakan
gendang lima sedalanen disebut kerja adat erkata gendang yang artinya kerja
adat disertai musik tradisional (Tarigan, 2004:120).
Kehadiran gendang (musik) dalam pesta adat perkawinan disajikan untuk
mengiringi acara rende (menyanyi), landek (menari), dan juga penyampaian pesan
atau pedah-pedah. Ensambel musik yang awalnya digunakan adalah gendang lima
sedalanen.
Pada upacara adat perkawinan, gendang lima sendalanen dimainkan untuk
mengiringi sesi aturen menari/telah-telah (acara menari/memberikan wejangan
dan ucapan selamat) yang diikuti dengan acara penyerahan luah (kado).
Penyerahan luah (kado) diserahkan oleh kalimbubu sitelu sada dalanen sesuai
dengan yang telah dimusyawarahkan bersama. Luah (kado) ini diserahkan kepada
45
kedua mempelai yang terdiri dari: lampu menyala, tempat memasak nasi dan
pengaduknya, piring makan, beras dan telur ayam, ayam yang masih hidup, serta
tikar dan bantal (Prints, 2004:117-118).
2.3.1.2 Upacara kematian
Cawir metua merupakan upacara kematian yang biasanya menghadirkan
gendang (musik) dalam pelaksanaan upacaranya. Dalam adat cawir metua
biasanya gendang nya adalah “nangkih gendang ”, yang artinya semalam sebelum
penguburan sudah ada iringan musik tradisional Karo. Dalam upacara kematian
masyarakat Karo ada beberapa kegiatan yang diiringi oleh gendang lima
sedalanen yaitu rende, landek, dan juga ngerana yang telah diatur sesuai dengan
musyawarah.
Di upacara kematian (ritual penguburan jenajah) orang Karo yang
menyertakan gendang lima sedalanen terdapat istilah yang berkaitan langsung
dengan kehadiran musik dalam upacaranya, yaitu :gendang mentas, erkata
gendang , dan nangkih gendang . Gendang mentas merupakan pemakaian musik
tradisional yang paling singkat yang dilaksanakan pada siang hari hingga sore hari
pada acara penguburan. Nangkih gendang dilaksanakan pada malam sebelum
penguburan jenasah musik tradisional Karo telah dihadirkan dan biasanya sampai
pada malam setelah penguburan jenasah itu selesai dilakukan, dan erkata gendang
dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan hingga selesai (Tarigan,
2004:120).
46
2.3.1.2 Upacara erpangir ku lau
Erpangir ku lau berasal dari kata “pangir” yang berarti “langir” dan “ku
lau” yang berarti “ke air”. Jadi secara harafiah erpangir ku lau adalah berlangir ke
air. Erpangir ku lau merupakan upacara ritual yang bertujuan untuk
membersihkan diri agar terhindar dari penyakit, bahaya ataupun roh-roh jahat dan
agar cita-cita atau keinginan tercapai. Dalam upacara erpangir ku lau kehadiran
musik memiliki peran penting dalam berlangsungnya upacara ini. Adapun
ensambel yang digunakan untuk mengiringi upacara erpangir ku lau adalah
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen .
Gendang lima sendalanen yang dimainkan pada upacara yang bersifat
ritual berguna untuk mengubah suasana upacara menjadi sakral dan sedikit magis,
dan sekaligus juga akan mempengaruhi (alam bawah sadar) guru sibaso menjadi
kesurupan (trance) (Tarigan, 2004:121).
2.3.1.4 Mengket rumah
Upacara memasuki atau meresmikan rumah baru dalam tradisi masyarakat
Karo disebut mengket rumah. Upacara ini dilaksanakan untuk mengungkapkan
rasa syukur dan gembira suatu keluarga karena rumah yang di bangun telah
selesai dan siap untuk ditempati. Dalam pelaksanaan mengket rumah ensambel
musik yang digunakan pada awalnya adalah gendang lima sedalanen. Namun
pesta mengket rumah sudah dapat menggunakan gendang kibod.
Menurut Prints (2004:198) maysarakat Karo mengenal empat tingkatan
dalam pesta mengket rumah yaitu; (1) sumalin jabu, merupakan pesta mengket
rumah yang paling sederhana, yang dihadiri sengkep nggeluh terdekat saja, (2)
47
mengkah dapur, merupakan pesta mengket rumah yang diawali dengan runggun
(musyawarah), (3) ngerencit, merupakan pesta mengket rumah dengan pesta besar
sehingga harus dengan runggun sangkep nggeluh, dan (4) ertukam, merupakan
pesta mengket rumah yang paling besar dan berlangsung beberapa hari dan
beberapa malam.
Ngerencit, dan juga ertukam adalah upacara mengket rumah khusus untuk
rumah adat tradisional Karo. Pada saat ini pembangunan untuk rumah adat
tradisional masyarakat Karo sudah tidak pernah dilakukan, dan kehadiran rumah
adat masyarakat Karo kini sudah tidak banyak lagi yang tersisa.
Repertoar musik yang dimainkan dalam pesta mengket rumah dapat dibagi
kedalam dua bagian yaitu repertoar gendang adat
(gendang perang-perang,
gendang simalungen rakyat, gendang jumpa malem) dan repertoar gendang lima
puluh kurang dua (50-2). Penggunaan seluruh repertoar dalam gendang adat tidak
berkaitan dengan masalah kepercayaan. Sesuai dengan namanya gendang adat
maka gendang
ini hanya berhubungan dengan adat istiadat. Berbeda halnya
dengan gendang lima puluh kurang dua yang penggunaannya sangat berkaitan
dengan ritual (Sitepu, 1993:46-47).
2.3.1.5 Gendang guro-guro aron
Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu guro-guro dan aron. Guroguro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guroguro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan
kebudayaan Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints,
2004:280).
48
Pada dasarnya gendang guro-guro aron merupakan suatu acara yang
bersifat gembira yang di adakan setelah panen oleh para petani. Hal ini juga
disampaikan oleh Sinuraya dalam Roberto Bangun (2006: 175) yang mengatakan
bahwa: “aron” merupakan grup-grup kerja bertani baik dilakukan oleh orangorang muda laki-laki atau wanita maupun yang sudah berumah tangga. Asal kata
aron adalah “si-saron-saron” yang berarti tolong-tolongan, yang kemudian
beralih menjadi kata aron. Sedangkan guro-guro adalah bersuka ria. Jadi guroguro aron adalah bersuka ria dengan gendang (musik) yang dijelmakan dalam
seni bunyi-bunyian tari dan nyanyian.
Gendang guro-guro aron merupakan suatu seni pertunjukan tradisional
Karo yang terdiri dari unsur musik, tari dan nyanyi. Sebagai seni pertunjukan
tradisional, gendang lima sedalanen merupakan salah satu unsur pokok dalam
gendang guro-guro aron, karena aktifitas utama dalam pesta tersebut adalah
menari dan menyanyi dalam iringan musik (Tarigan, 2004:121).
Dalam gendang guro-guro aron ensambel yang digunakan adalah gendang
lima sedalanen. Pada desa-desa tertentu yang pernah penulis amati, yakni Juhar,
Tigabinanga, dan Batukarang, pada saat tertentu gendang lima sedalanen dan
gendang kibod digabung untuk mengiringi tari maupun nyanyian.
Gendang guro-guro aron juga merupakan ajang sosialisasi dan pelatihan
tari bagi masyarakat desa. Gendang guro-guro aron biasanya diadakan pada acara
kerja tahun, (perwujudan rasa sukacita/gembira atas masa panen) yang
dilaksanakan oleh tiap-tiap desa setiap tahun. Kerja tahun diadakan di setiap desa
49
dengan jadwal yang telah di atur, biasanya tergantung pada masa musim panen
dan ditetapkan oleh masing-masing tetua adat di setiap desa. Ada pula desa yang
tanggal kerja tahunnya tetap/tidak berubah yaitu desa Juhar yaitu pada tanggal 17
Agustus.
Gendang guro-guro aron dalam kebudayaan masyarakat Karo memiliki
beberapa fungsi. Adapun fungsi dari gendang guro-guro aron adalah: (1) latihan
kepemimpinan (persiapan suksesi), maksudnya adalah dalam gendang guro-guro
aron muda-mudi dilatih untuk memimpin, mengatur dan mengurus acara
tersebut,dan dengan mengikuti acara ini muda-mudi dipersiapkan untuk menjadi
pemimpin desa dikemudian hari. (2) belajar adat Karo, dalam gendang guro-guro
aron muda-mudi juga belajar tentang adat Karo dengan mengetahui bagaimana
cara ertutur agar mengetahui siapa yang boleh dan tidak boleh menjadi pasangan
menari, (3) hiburan, gendang guro-guro aron merupakan sarana hiburan bagi
muda-mudi dan penduduk kampung, (4) metik (tata rias), dengan mengikuti
gendang guro-guro aron muda-mudi juga belajar untuk merias diri sendiri, belajar
melulur diri, membuat tudung atau bulang-bulang, (5) belajar etika, dalam
melaksanakan gendang guro-guro aron, muda-mudi juga belajar bagaimana etika
atau tata krama pergaulan hidup dengan sesama, (6) arena cari jodoh, guro-guro
aron juga dimaksud untuk sarana pencarian jodoh untuk muda-mudi (Prints,
2004:280-281).
50
2.3.2 Penggunaan instrumen tradisional Karo non-ensambel
Alat-alat musik tradisional tunggal (solo) secara umum dimainkan sebagai
hiburan pribadi. Kulcapi dapat digunakan sebagai hiburan pribadi maupun
pengiring tradisi nyanyian bercerita yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat
Karo. Belobat dimainkan ketika sedang mengembalakan ternak, menjaga padi di
sawah atau di ladang. Surdam biasanya dimainkan pada malam hari ketika
suasana sepi, embal-embal dan empi-empi yang berbahan dasar bambu dan batang
padi biasa dimainkan ketika petani sedang menjaga padi dari gangguan burung
(Tarigan,2004:121-122).
2.3.3 Penggunaan musik vokal tradisional Karo
Penggunaan musik vokal dalam masyarakat Karo dapat ditemukan di
beberapa konteks upacara. Menurut Kumalo Tarigan (http://repository.usu.ac.id),
musik vokal dalam musik tradisional Karo dapat disajikan berdasarkan beberapa
konteks yaitu:
1. Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan
Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan berupa nyanyian yang
disebut ende-enden yaitu nyanyian yang biasanya dibawakan oleh
perkolong-kolong dalam seni pertunjukan gendang guro-guro aron.
2. Musik vokal dalam konteks ritual
Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh jenis nyanyian yaitu
(1) didong doah, adalah nyanyian menidurkan anak, (2) ndilo wari udan,
adalah nyanyian untuk mengundang atau mendatangkan hujan,
51
(3) mangmang, adalah nyanyian untuk memanggil roh dan meminta
kekuatan gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4) nendong, adalah
nyanyian untuk meramal suatu kejadian, (5) ngeria, adalah nyanyian untuk
menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah
nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal
dunia, dan (7) tabas, adalah nyanyian yang berisi mantra.
3. Musik vokal dalam konteks adat
Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katonengkatoneng pemasu-masun yaitu nyanyian bercerita yang disajikan dalam
upacara perkawinan dan didong doah bibi serembah ku lau yaitu nyanyian
yang disajikan dalam upacara perkawinan yang dinyanyikan oleh bibi dari
pengantin wanita. Selain dalam upacara perkawinan katoneng-katoneng
juga disajikan pada upacara kematian.
4. Musik vokal dalam konteks hiburan pribadi
Musik vokal untuk hiburan pribadi yaitu (1) doah-doah nyanyian spontan
untuk diri sendiri, (2) tangis-tangis, adalah nyanyian ungkapan kesedihan,
dan (3) io-io, adalah nyanyian kesedihan dalam percintaan.
2.3.4 Penggunaan instrumen keyboard
Saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada
masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Penggunaan gendang
kibod pada masyarakat Karo sama
seperti ensambel musik tradisionalnya
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Penggunaan ini akan di
52
jelaskan upacara apa saja yang menggunakan instrumen keyboard dalam
mengiringi jalannya upacara.
Gambar 2.7: Pemain Keyboard Karo, Yanto Tarigan;
Tipe keyboard Technics KN 2600.
2.3.4.1 Upacara perkawinan (kerja nereh-empo)
Setelah instumen keyboard dapat diprogram dan disesuaikan dengan bunyi
dari gendang lima sedalanen, upacara adat perkawinan pada masyarakat Karo
lebih sering diiringi dengan gendang kibod dan terkadang sierjabaten
menggabungkannya dengan kulcapi sebagai pembawa melodi. Namun pada
upacara perkawinan saat ini gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal
untuk mengiringi jalannya upacara adat.
Penggunaan gendang kibod dalam upacara adat perkawinan dulunya
disajikan mulai dari malam hari yakni pada acara nganting manuk dan keesokan
paginya pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungakapkan oleh Jhon
Bregmen Ginting (2000: 22) yang mengatakan bahwa:
53
Penyajian gendang kibod pada rangkaian upacara perkawinan pada
masyarakat Karo dapat terjadi pada rangkaian acara nganting manuk
dan pelaksanaan pesta. Dari kedua bagian tersebut, penggunaan
gendang kibod lebih dominan dimainkan pada saat nganting manuk.
Hal ini disebabkan karena pada upacara nganting manuk, setelah
acara musyawarah adat, penyajian keyboard dilaksanakan khusus
untuk mengiringi pengantin, dan kaum kerabat kedua pengantin
untuk menari. Berbeda dengan penyajian kibod pada pelaksaan acara
pesta peresmian perkawinan, penyajian kibod hanya sebagai
pelengkap karena acara utama adalah pada saat penyerahan tukur
atau mahar dan ngerana (memberikan sambutan) dari kedua kerabat
mempelai, namun pada akhirnya ngerana sering dibuat menari yang
diiringi keyboard.
Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat Karo sudah
jarang sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan
landek (menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua dari pengantin tetap
dilaksanakan dengan iringan gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat
acara nganting manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari)
untuk pengantin dan kedua orang tua dari pengantin bisa saja dilakukan pada saat
mbaba belo selambar (acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. selain untuk
mengiringi pengantin, gendang kibod juga berfungsi untuk mengiringi acara
ngerana (memberikan petuah/pesan), dan juga landek (menari) .
2.3.4.2 Upacara kematian
Kemajuan teknologi serta kreatifitas seniman Karo dalam membuat
beberapa program musik yang sesuai dengan style musik tradisional Karo
membuat gendang kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian. Style
musik tersebut antara lain adalah gendang simalungen rayat, gendang odak-odak,
dan gendang patam-patam. Oleh karena itu gendang kibod dalam upacara adat
54
kematian masyarakat Karo dapat mewakili kehadiran gendang lima sedalanen
sebagai pengiring jalannya upacara. Gendang kibod dalam upacara kematian
masyarakat Karo sama fungsinya dengan gendang lima sedalanen yaitu untuk
mengiringi acara rende, landek, dan juga ngerana yang telah diatur sesuai dengan
musyawarah.
2.3.4.3 Upacara erpangir ku lau
Selain gendang telu sedalanen,
upacara erpangir ku lau kini
menggunakan alat musik modern seperti instrumen keyboard. Menurut Julianus
Liembeng, selain teknologi instrumen keyboard perkembangan yang terjadi
sekarang ini adalah pemakaian kaset atau rekaman musik dalam musik iringan
untuk upacara erpangir ku lau, dimana musik-musik yang dimainkan di kaset
tersebut dapat dipilih sesuai dengan repertoar-repertoar yang biasanya digunakan
dalam upacara erpangir ku lau. Hal ini tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan
upacara. Namun dalam bentuk pola pikir tentang konsep erpangir pada
penganutnya tidak ada perubahan yang progresif. Erpangir masih tetap dilakukan
dalam konteks dan makna yang tidak jauh berubah dari ‘aslinya’ (Sumber:
http://xeanexiero.blogspot.com).
2.3.4.4 Mengket rumah
Gendang kibod kini sering sekali digunakan untuk mengiringi acara
mengket rumah (non-adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini
hanya berfungsi sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubungannya dengan ritual
yang biasa dilakukan pada saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat
55
Karo. Penggunaan gendang kibod dalam acara mengket rumah biasanya dapat
dilakukan mulai dari malam sebelum acara dan keesokan harinya, acara pada
malam hari merupakan sutu hiburan untuk penghuni rumah maupun tamu-tamu
yang sudah hadir di rumah sehari sebelum acara masuki rumah baru dimulai.
2.3.4.5 Gendang guro-guro aron
Melalui gendang guro-guro aron masyarakat Karo mulai mengenal
instrumen keyboard. Instrumen keyboard yang awalnya digunakan sebagai
eksperimen sangat digemari oleh masyarakatnya sehingga terciptalah suatu
program ritem yang menyerupai musik tradisional Karo. Gendang kibod
merupakan sebutan atau istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Karo
terhadap jenis ritem yang diprogram secara khusus di dalam keyboard. Ritem
musik tradisional Karo yang telah diprogram ini selalu disajikan dalam gendang
guro-guro aron.
Pada gendang guro-guro aron, gendang kibod dapat disajikan bersamaan
dengan gendang lima sedalanen ataupun secara tunggal. Biasanya jika disajikan
dengan gendang lima sedalanen maka dibutuhkan mikrofon agar bunyi dari
instrumen gendang lima sedalanen dapat terdengar dan tidak tertutupi oleh bunyi
atau suara dari gerndang kibod.
Gendang kibod memiliki peranan yang cukup besar dalam jalannya acara
gendang guro-guro aron, karena gendang guro-guro aron merupakan suatu seni
pertunjukan tradisional Karo yang mana mengandung unsur musik, tari dan
nyanyian.
56
2.3.4.6 Acara hiburan lainnya
Berbagai kegiatan pada masyarakat Karo dapat diiringi dengan
menggunakan gendang kibod seperti arisan, syukuran ulang tahun, naik jabatan,
acara gereja (natal-tahun baru), dan masih banyak lagi.
Selain untuk mengiringi acara hiburan pada masyarakat Karo, program
pola ritem gendang patam-patam pada musik Karo ini juga dapat digunakan
untuk iringan musik populer Karo. Pada perkembangannya, sudah banyak terdapat
studio rekaman yang dikelola oleh seniman Karo untuk memproduksi musikmusik komersial. Djasa Tarigan, Jack Sembiring, dan Fakta Ginting merupakan
beberapa dari seniman Karo yang telah memiliki studio rekaman sendiri.
57
BAB III
DESKRIPSI STRUKTUR GENDANG PATAM-PATAM PADA GENDANG
LIMA SEDALANEN DAN GENDANG KIBOD
3.1
Proses Tranksripsi
Proses memindahkan bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang
didengar menjadi simbol visual disebut transkripsi. Tujuan dari mentranskripsikan
bunyi musik adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan musik. Untuk
mendeskripsikan struktur gendang patam-patam yang dimainkan pada gendang
lima sedalanen dan pada gendang kibod penulis menggunakan pendekatan yang
diungkapkan oleh Bruno Netll (1964:98), adapun pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang
didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar
tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua
pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam
mendeskripsikan struktur gendang patam-patam.
Pendekatan pertama tidak dilakukan karena penulis tidak mungkin hanya
mengandalkan pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya
terlebih dahulu. Bruno Netll (1964:98) mengungkapkan bahwa seandainya telinga
manusia dapat merasakan semua isi akustik sebuah ungkapan musik, dan
seandainya daya ingat manusia dapat menyimpan semua yang telah dirasakan,
maka analisis terhadap apa yang didengar tersebut akan menjadi pilihan utama.
58
Tetapi karena daya ingat manusia hampir tidak dapat mengingat persis apa yang
didengar sepuluh detik yang lalu, suatu bentuk notasi menjadi penting dalam
penelitian musik.
Oleh karena itu sebelum mendeskripsikan struktur gendang patam-patam
harus terlebih dahulu menuliskan bunyi-bunyi musikal ke dalam bentuk notasi
yaitu transkripsi. Untuk sampel gendang patam-patam pada gendang lima
sedalanen yang akan ditranskripsikan, disajikan oleh kelompok gendang lima
sedalanen Wardin Ginting dalam bentuk rekaman yang sudah ada. Sedangkan
untuk gendang patam-patam pada gendang kibod, penulis mengambil sampel
dengan cara merekam audio secara langsung di lapangan. Rekaman ini diambil
langsung dari acara gendang guro-guro aron yang merupakan suatu acara yang
paling banyak menyajikan gendang patam-patam. Pengambilan sampel musik
secara langsung dilakukan penulis dengan alasan agar perkibod (pemain kibod)
lebih leluasa memainkan gendang patam-patam (tidak dibuat-buat). Setelah
semua sampel gendang patam-patam didapat dan dikumpulkan selanjutnya
dilakukan pentranskripsian.
Dalam
proses
transkripsi
digunakan
sistem
notasi
barat
untuk
mentranskripsikan gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen dan
gendang kibod. Adapun alasan penulis menggunakan sistem notasi Barat adalah
(1) karena sistem notasi barat sudah dikenal secara umum dalam bidang
musikologi, (2) karena sistem notasi barat memiliki garis paranada yang dapat
digunakan untuk menggambarkan tinggi rendahnya suatu nada atau suara (grafik),
(3) karena secara ritmis sistem notasi barat dapat digunakan untuk pembagian
59
setiap nilai ketukan, dan (4) karena gendang kibod merupakan alat musik yang
berasal dari kebudayaan Barat maka menggunakan notasi Barat merupakan hal
yang mungkin dilakukan.
Dalam mentraksripsikan bunyi musikal gendang patam-patam pada
gendang kibod, sipentranskripsi menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
1. Mendengarkan secara berulang-ulang hasil rekaman gendang patampatam yang telah didapat dari lapangan.
2. Kemudian memainkan setiap bunyi instrumen (dari hasil rekaman) pada
instrumen keyboard lalu menyimpannya menjadi sebuah program musik.
3. Hasil dari program musik ini kemudian di terjemahkan langsung ke notasi
musik barat melalui sebuah program musik dalam komputer yaitu Sibelius
Seperti yang telah dipaparkan pada Bab I (hal 14-15) bahwa untuk
mendeskripsikan struktur gendang patam-patam penulis akan menggunakan teori
yang diungkapkan oleh Mark Slobin dan Jeff Titon (1984:5). Slobin dan Titon
mengatakan bahwa style (gaya) musik adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan organisasi bunyi musikal itu sendiri antara lain (1) elemen nada; tangga
nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras (2) elemen waktu; ritem dan meter
(3) elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen (4) intensitas
suara: keras-lembutnya suara”. Dari beberapa elemen dan sub elemen diatas ada
bagian dari elemen tersebut yang tidak disertakan, karena disesuaikan dengan
kebutuhan deskripsi struktur musiknya.
60
3.2
Gendang Patam-patam Pada Gendang Lima Sedalanen
Sebelum mendeskripsikan struktur gendang patam-patam pada gendang
lima sedalanen terlebih dahulu akan dijelaskan simbol/tanda yang terdapat pada
setiap garis notasi. Simbol/tanda ini digunakan agar para pembaca dapat mengerti
apa yang hendak penulis sampaikan.
Garis pertama
Garis kedua
Garis ketiga
Garis keempat
Garis kelima
1. Pada garis pertama digunakan untuk menunjukkan melodi gendang
patam-patam yang dibawakan oleh penarune. Karena keterbatasan
pendengaran pentranskripsi dan juga penggunaan notasi musik Barat
dalam mentranskripsikan melodi dari gendang patam-patam secara
14
mendetail maka diberi tanda
diatas melodi yang bertujuan untuk
menunjukkan rengget (ornamentasi melodi).
2. Pada garis kedua menunjukkan permainan dari gendang indung. Pada
garis kedua ini ini terdapat dua jenis garis yaitu, garis atas dan garis
bawah. Garis atas untuk mewakili bunyi dari permainan stik tangan
14
Simbol ini juga akan digunakan pada melodi gendang patam-patam yang dimainkan dengan
gendang kibod
61
kanan gendang indung, sedangkan pada garis bawah untuk mewakili
bunyi gendang dari permainan stik tangan kiri gendang indung. Selain
itu terdapat dua bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada
garis atas dan satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi gendang pada
garis bawah. Kedua bentuk peletakkan notasi tersebut pada garis atas
adalah sebagai berikut:
Permainan stik tangan
kanan untuk mewakili
bunyi tang.
Permainan stik tangan
kanan untuk mewakili
bunyi tih.
Permainan stik tangan
kiri untuk mewakili
bunyi ka.
3. Pada garis ketiga menunjukkan permainan dari gendang anak. Pada
garis ktiga ini terdapat dua jenis garis yaitu, garis atas dan garis bawah.
Garis atas untuk mewakili bunyi yang dihasilkan dari permainan stik
tangan kanan gendang anak, sementara garis bawah untuk mewakili
bunyi yang dihasilkan dari permainan stik tangan kiri gendang anak.
Pada garis ketiga ini terdapat satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi
gendang pada garis atas, dan satu bentuk notasi untuk mewakili bunyi
gendang pada garis bawah. Kedua bentuk peletakkan notasi tersebut
pada garis atas adalah sebagai berikut:
62
Permainan stik tangan
kanan untuk mewakili
bunyi tang.
Permainan stik kiri untuk
mewakili bunyi kok (pada
garantung)
4. Pada garis ketiga digunakan untuk menunjukkan permainan penganak
5. Pada garis keempat digunakan untuk menunjukkan permainan gung.
Setelah dijelaskan tanda-tanda yang terdapat pada transkripsi gendang
patam-patam maka penulis akan menjelaskan secara sederhana bagaimana
deskripsi struktur gendang patam-patam bunga ncole pada gendang lima
sedalanen berdasarkan teori yang digunakan oleh penulis yang disesuaikan
dengan kebutuhan analisis.
3.2.1 Elemen nada
3.2.1.1 Tangga nada
Tangga nada adalah jarak antara satu nada ke nada lainnya baik secara
naik ataupun turun. Dalam musik tradisionalnya, masyarakat Karo tidak
memiliki/mengenal sistem tangga nada seperti teori musik Barat. Nada-nada yang
digunakan dalam musik tradisional Karo tidak sama persis seperti nada-nada
dalam musik Barat yang mana telah memiliki ketentuan dan frekuensi tersendiri.
63
Oleh karena itu nada yang telah ditranskripsikan ini tidak terlalu sama persis
seperti nada aslinya karena nada yang digunakan pada musik tradisional Karo bisa
saja kurang atau lebih dari nada yang ada dalam notasi musik Barat. Adapun
nada-nada yang digunakan pada gendang patam-patam bunga ncole adalah
sebagai berikut:
Nada-nada diatas merupakan nada yang paling mendasar yang didapat dari
hasil transkripsi gendang patam-patam bunga ncole yang disajikan dengan
gendang lima sedalanen. Nada-nada yang digunakan pada gendang patam-patam
bunga ncole yang disajikan oleh Wardin Ginting ini antara lain nada B-C-E-F#-GA. Pada akhir melodi dari gendang patam-patam ini muncul/terdapat nada D yang
dimainkan hanya satu kali.
3.2.1.2 Melodi
Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu
kesatuan yang berjalan atau bergerak di dalam waktu. Melodi gendang patampatam yang ditranksripsikan adalah gendang patam-patam bunga ncole yang
dibawakan oleh Wardin Ginting.
Berikut ini adalah melodi yang dimainkan oleh penarune pada gendang
patam-patam bunga ncole:
64
3.2.1.3 Sistem laras
Sistem laras atau tuning system adalah sistem atau metode yang digunakan
untuk melaraskan, menetapkan nada atau pitch yang akan digunakan saat bermain
musik. Instrumen musik pada kebudayaan musik Barat memiliki suatu sistem
yang baku dalam penetapan nada dari masing-masing instrumen, hal ini berbeda
dari instrumen musik yang terdapat pada masyarakat Karo yang dibuat secara
tradisional dan tidak ada sistem yang baku dalam menetapkan nada dari setiap
instrumen.
Walaupun demikian dalam gendang lima sedalanen terdapat dua
instrumen yang sering dilaras sebelum dimainkan yaitu sarune dan gendang
indung. Pada instrumen sarune (aerophone double reed) bunyi yang dihasilkan
berasal dari lidah atau reed, batang sarune dan gundal. Lidah atau reed pada
65
sarune disebut sebagai anak-anak sarune. Anak-anak sarune ini terbuat dari dua
helai kecil daun kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak
memainkan instrumen sarune, anak-anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih
dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup.
Pada bagian batang sarune terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan buah
sebagai penghasil nada ketika sarune ditiup. Dan gundal yang merupakan corong
(bell) yang berada pada bagian bawah sarune berfungsi membuat bunyi atau nadanada yang dimainkan menjadi lebih panjang dan nyaring Sistem pelarasan pada
gendang indung cukup sederhana, biasanya sebelum dimainkan penarune akan
memukul bagian pinggir gendang dan menarik (mengetatkan) talinya agar suara
yang dihasilkan nyaring (http://www.Karosiadi.blogspot.com).
gundal
anak-anak sarune
Gambar 3.1 Sarune (Dok: Perikuten Tarigan, Sumber:
http://Karosiadi.blogspot.com)
3.2.2 Elemen waktu
3.2.2.1 Ritem
Ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Dari hasil tranksripsi
gendang patam-patam pada gendang lima sedalanen maka didapat beberapa pola
ritem dasar pada masing-masing instrumen perkusif yaitu berikut:
66
a. Gendang indung
b. Gendang anak
c. Penganak
d. Gung
3.2.2.2 Meter
Pengertian meter dalam teori musik Barat adalah pola yang berulang dari
tekanan atau aksen yang menetapkan ketukan atau tempo musik. Di dalam
kebudayaan musik tradisional masyarakat Karo tidak terdapat istilah meter,
namun jika dilihat berdsarkan teori musik barat dari hasil transkripsi gendang
patam-patam pada gendang lima sedalanen menggunakan meter 2/4. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan dua kali ketukan penganak dan satu kali ketukan gung
dalam satu siklus.
67
3.2.3 Elemen warna bunyi (timbre)
3.2.3.1 Warna bunyi instrumen
Gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang lima sedalanen,
memiliki beberapa warna bunyi yang dihasilkan dari masing-masing instrumen,
dan penamaan warna bunyinya sesuai dengan bunyi yang dihasilkan instrumen
(onomatopea). Berikut adalah warna bunyi yang dihasilkan oleh masing-masing
instrumen perkusif:
1. Gendang indung :
(a) tang: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik tangan kanan pemain
dengan cara memukul bagian antara sisi/pinggir dengan bagian tengah
membran gendang indung, (b) ka: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik
pada tangan kiri pemain dengan cara memukul sisi/pinggir bagian bawah
membran gendang indung, (c) tih: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik
pada tangan kanan pemain dengan cara memukul bagian tengah membran
gendang indung.
2. Gendang anak:
(a) “tang”: bunyi ini dihasilkan dari permainan stik pada tangan kanan
pemain dengan cara memukul membran gendang anak, (b) “kok/Ke”:
bunyi ini dihasilkan dari permainan stik di tangan kiri pemain dengan cara
memukul membran garantung/gerantung yang berada di sisi kiri gendang
anak.
68
3. Penganak
“Tung/ting”: bunyi ini dihasilkan dari stik yang dipukulkan pada bagian
pencu penganak. Ketika pencu penganak dipukul stik langsung diangkat
agar menghasilkan bunyi yang nyaring.
4. Gung
“Gung”: bunyi ini dihasilkan dari stik yang dipukulkan pada bagian pencu
gung. Sama seperti pada penganak ketika pencu gung dipukul stik
langsung diangkat agar bunyi gung menggema atau menggaung.
3.3
Gendang Patam-patam Pada Gendang kibod
Sama seperti pada gendang lima sedalanen, dalam mendeskripsikan
struktur gendang patam-patam pada gendang kibod penulis juga menggunakan
teori yang disampaikan oleh Mark Slobin dan Jeff Titon sebagai berikut:
3.3.1 Elemen nada
3.3.1.1 Tangga nada
Dalam bahasa italia, scale (tangga nada) berarti anak tangga. Tangga nada
merupakan suatu urutan nada yang secara berurutan naik ataupun turun, dengan
kata lain tangga nada adalah jarak antara satu nada ke nada lainnya baik secara
naik ataupun turun (ascending dan descending).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa musik tradisional Karo
tidak memiliki sistem tangga nada seperti dalam teori musik barat, namun karena
gendang patam-patam kini disajikan menggunakan instrumen keyboard maka
69
nada yang digunakan baik untuk memainkan melodi, akord, maupun Bass Gitar
haruslah selaras dan memiliki tonalitas yang sama.
Gendang patam-patam yang merupakan musik instrumental biasanya
digunakan untuk mengiringi tarian maka tidak ada patokan untuk memainkannya
dari tonal tertentu. Dalam memainkan gendang patam-patam ketiga perkibod
menggunakan tonal yang berbeda yaitu E, C dan A.
Untuk mempermudah
pembaca untuk melihat rangkaian nada yang digunakan oleh ketiga perkibod ini
maka penulis menggunakan tonal atau nada dasar yang sama pada hasil
tranksripsinya. Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam dari ketiga
perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan Yanto Tarigan maka
ditemukan nada-nada yang digunakan yaitu nada E-F-A-B-C-D’ dan yang
menjadi tonalnya adalah nada E. Selain itu terdapat satu nada yang muncul hanya
satu kali pada melodi penutup yaitu nada G (dapat dilihat hasil transkripsi pada
lampiran hal 120-149). Berikut digambarkan dalam tabel nada-nada yang
digunakan pada gendang patam-patam bunga ncole;
3.1 Tabel nada yang digunakan pada gendang patam-patam
Pemain keyboard
E
F
G
A
B
C
D
Fakta Ginting
68
45
1
38 40 46 10
Sakti Sembiring
80
40
1
67 52 64 10
Yanto Tarigan
100
46 1
34 47 65 16
70
3.3.1.2 Melodi
Melodi adalah suatu kombinasi dari unsur ritme dan nada didalam satu
kesatuan yang berjalan/bergerak di dalam waktu. Melodi terbentuk dari sebuah
rangkaian nada secara horisontal.
Ketiga perkibod memainkan melodi gendang patam-patam bunga ncole
yang sama dengan variasi yang berbeda dari setiap pemain. Variasi melodi ini
diekpresikan melalui kelincahan dalam memainkan pitch blend pada instrumen
keyboard. Pitch blend adalah sebuah tuas yang dapat digerakkan (secara vertikal)
yang berfungsi untuk menaikan/menurunkan nada yang sedang ditekan
(dimainkan) oleh tangan kanan.
Penggunaan picth blend ini digunakan untuk menirukan bunyi dari
instrumen sarune pada gendang lima sedalanen. Karena pemain keyboard
menggunakan teknik pitch blend untuk menirukan rengget (ornamentasi melodi)
gendang
patam-patam
maka
penulis
mengalami
kesulitan
dalam
mentranksripsikannya. Oleh karena itu diambil nada-nada yang paling mendasar
dengan penambahan simbol
untuk menunjukkan rengget melodinya.
Gambar 3. 2 Pitch blend (Foto; Keyboard KN 2600, Model; Yanto Tarigan)
71
Adapun melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh
ketiga perkibod adalah sebagai berikut:
1. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Fakta
Ginting
72
2. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Sakti
Sembiring
73
3. Melodi gendang patam-patam bunga ncole yang dibawakan oleh Yanto
Tarigan
Melodi gendang patam-patam yang dimainkan dari ketiga perkibod ini
memiliki persamaan dan juga variasi yang berbeda. Adapun persamaan melodi
gendang patam-patam dari ketiga perkibod ini sebagai berikut:
a.
Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 6, 19, dan 33, Sakti
sembiring pada bar 8, 12, 28, dan 45, dan Yanto Tarigan pada bar 17, 31,
dan 48.
74
b.
Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 11, Sakti sembiring
pada bar 20, dan Yanto Tarigan pada bar 12.
c.
Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 23, Sakti sembiring
pada bar 16 dan 32, dan Yanto Tarigan pada bar 23.
d.
Melodi ini dimainkan oleh Fakta Ginting pada bar 28, Sakti sembiring
pada bar 36, dan Yanto Tarigan pada bar 27.
e.
Melodi ini merupakan melodi penutup dari gendang patam-patam yang
dimainkan oleh ketiga perkibod dengan sedikit variasi yang berbeda.
Selain memiliki persamaan melodi seperti diatas, terdapat pula variasi
melodi yang berbeda yang dimainkan oleh masing-masing perkibod. Berikut ini
merupakan variasi dari ketiga perkibod yang memainkan gendang patam-patam
yang sama:
a. Fakta Ginting
75
b. Sakti Sembiring
c. Yanto Tarigan
3.3.1.3 Harmoni
Harmoni secara umum dapat dikatakan sebagai kejadian dua nada atau
lebih dengan tinggi nada yang berbeda dibunyikan secara bersamaan. Harmoni
yang terdiri dari tiga atau lebih nada yang dibunyikan bersamaan biasanya disebut
akord.
Pada gendang patam-patam yang dimainkan dengan gendang kibod
terdapat harmoni akord dalam bentuk pola ritem. Harmoni akord yang membentuk
pola ritem dalam gendang patam-patam tersebut dimainkan secara berulang-ulang
atau secara repetitif.
76
Adapun harmoni akord yang dihasilkan oleh beberapa instrumen dalam
program pola ritem gendang patam-patam adalah dalam tabel sebagai berikut:
3.2 Tabel Harmoni Akord Gendang patam-patam Oleh Ketiga Pemain Keyboard
Pemain keyboard
Instrumen musik
Harmoni Akord
Piano
Fakta Ginting
Acustic Gitar
Mandolin
Sakti Sembiring
Piano
Electric Gitar
Piano
Yanto Tarigan
Electric Gitar
Ketiga perkibod ini memainkan harmoni akord dengan pola ritem yang
sama, hanya saja perkibod Sakti sembiring menambahkan bunyi instrumen
mandolin pada program gendang patam-patam yang dimainkannya.
3.3.1.4 Sistem laras
Sistem laras atau tuning system adalah sistem yang digunakan untuk
melaraskan, menetapkan nada atau pitch yang akan digunakan saat bermain
musik. Instumen keyboard merupakan instrumen musik elektronik yang memiliki
sistem laras yang telah diatur secara otomatis.
77
3.3.2 Elemen waktu
3.3.2.1 Ritem
Ritem adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Ritem dapat juga diartikan
sebagai panjang pendeknya bunyi/nada yang digunakan dalam sebuah melodi atau
harmoni (akord). Ritem pada gendang patam-patam membentuk sebuah pola yang
tetap. Pola ritem pada program gendang patam-patam terbentuk dari permainan
akord dari instrumen Piano, Acoustic/Electric Gitar, dan dari pola Bass Guitar ,
Kobel, Gamelan serta Drums. Berdasarkan pengertian ini maka penulis
mengelompokkan pola ritem sebagai berikut:
1. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Fakta
Ginting
78
2. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Sakti
Sembiring
3. Pola ritem gendang patam-patam bunga ncole yang dimainkan oleh Yanto
Tarigan
Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam ini ketiga perkibod
memainkan pola ritem yang sama seperti pada instrumen Piano, Acoustic/Electric
Gitar, Bass Gitar, Kobel, Gamelan dan Drums. Diantara ketiga perkibod Ada
sedikit perbedaan pada perkibod Sakti Sembiring yang menambahkan instrumen
79
Mandolin pada program gendang patam-patamnya dan bunyi nada Bass Gitar
yang sedikit berbeda dari yang lain.
3.3.2.2 Meter
Meter adalah pola yang berulang dari tekanan atau aksen yang menetapkan
ketukan atau tempo musik. Meter dituliskan pada awal komposisi dengan time
signatures (tanda waktu). Time signatures selalu dituliskan dengan dua nomor,
satu diatas dan satu dibawah, seperti pecahan pada matematika yaitu 2/4, 3/4, 4/4
dan seterusnya. Angka yang di atas menunjukkan jumlah ketukan (atau jumlah
pulsa) dalam setiap ritem, sedangkan angka yang dibawah menunjukkan
nilai/harga nada dalam setiap ketukan. Dari hasil transkripsi gendang patampatam, ketiga perkibod menggunakan meter 2/4.
3.3.3 Elemen warna bunyi (Timbre)
Timbre adalah kualitas atau warna bunyi. Timbre sangat dipengaruhi oleh
cara bergetarnya suatu sumber bunyi. Timbre terjadi karena banyaknya nada
tambahan dan kuat nada atas yang menyertai nada dasarnya. Misalnya seorang
pria dan seorang wanita menyanyikan sebuah nada secara bersamaan, maka akan
dapat kita bedakan, walaupun keduanya bernyanyi denga frekuensi sama. Hal ini
karena alat-alat yang beresonasi dari leher/tenggorokan keduanya tidak sama.
Perbedaan itulah yang menyebabkan timbre atau warna bunyi. Pada alat-alat
music pun terdapat warna bunyi. Nada C pada gitar akan terdengar berbeda
dengan nada C pada biola, berbeda pula dengan nada C pada piano, walaupun
frekuensinya sama (http://id.shvoong.com/exact-sciences).
80
3.3.3.1 Warna bunyi instrumen
Warna bunyi musikal yang dihasilkan dari instrumen keyboard merupakan
sesuatu yang baru yang sama sekali tidak terdapat dalam ensambel musik Karo.
Pada dasarnya seluruh warna bunyi instrumen yang telah diprogram dalam
instrumen keyboard merupakan warna bunyi instrumen musik Barat.
Musisi barat mengklasifikasikan instrumen musik dalam enam kategori
yaitu string meliputi gitar dan violin, woodwind meliputi seruling dan klarinet,
brass meliputi trompet dan trombon, percussion meliputi bass drum dan cymbal,
keyboard meliputi organ dan piano, dan terakhir adalah electronic meliputi
synthesize.
Warna bunyi instrumen gendang patam-patam yang dimainkan dengan
gendang kibod merupakan imitasi atau peniruan dari gendang lima sedalanen.
Adapun beberapa kategori instrumen yang digunakan sebagai pembawa melodi
adalah; instrumen Oboe atau Nai yang diambil dari voice (menu dalam keyboard)
keluaga Woodwind ini menirukan bunyi sarune, instrumen Banjo diambil dari
keluarga Tradition menirukan bunyi kulcapi, instrumen Ney dan Jazz Flute
diambil dari voice keluarga Pan Flute menirukan bunyi balobat (Baluat),
instrumen Sakhauchi diambil dari keluarga Pan Flute menirukan bunyi surdam.
Instrumen yang digunakan sebagai instrumen ritmis adalah: gamelan diambil dari
voice keluarga Tradition menirukan bunyi penganak, instrumen kobel yang
terbuat dari kayu untuk peniruan bunyi gendang indung dan gendang anak.
81
Selain bunyi instrumen diatas terdapat pula beberapa bunyi instrumen
yang dimainkan sebagai pola ritem, yaitu: instrumen Drum, yang biasanya
diambil dari bagian Drum Kit yang terdiri dari Hi-hat, Snare Drum, Symbal, TomTom dan Bass Drum, instrumen Piano, Guitar acustic
atau Electric Gitar,
maupun Mandolin, yang berfungsi sebagai pengisi akord, dan instrumen Bass
Gitar dari keluarga Bass Gitar. Bunyi instrumen dalam pola ritem ini merupakan
penambahan atau hasil kreasi musisi Karo.
Dari ketiga gendang patam-patam yang dimainkan oleh perkibod ini bunyi
instrumen yang digunakan untuk melodi adalah Oboe dan Nai, dan untuk pola
ritemnya menggunakan Bass Gitar, Piano, Gitar, Gamelan, Kobel, dan Drums.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa pemakaian
instrumen keyboard telah membawa suatu perubahan terhadap musik (ensambel)
tradisional masyarakat Karo baik dari pola ritem, variasi melodi dan warna bunyi
instrumen yang digunakan.
82
3.4
Pola Umum Ritem Gendang patam-patam bunga ncole Pada Gendang
Kibod
Selain melodi, setiap warna bunyi instrumen pada gendang patam-patam
bunga ncole yang telah diprogam membentuk sebuah pola ritem yang tetap. Pola
ritem ini terbentuk dari bunyi permainan instrumen seperti Piano, Electric Gitar,
Bass Gitar, Kobel, Gamelan dan Drums. Bunyi dari masing-masing instrumen
tersebut kemudian diprogram dengan menggunakan gendang kibod. Berdasarkan
hasil tranksripsi dari ketiga perkibod yaitu Fakta Ginting, Sakti Sembiring, dan
Yanto Tarigan maka didapat pola umum ritem gendang patam-patam pada
program gendang kibod sebagai berikut:
83
BAB IV
KONTINUITAS DAN PERUBAHAN GENDANG PATAM-PATAM DALAM
MUSIK TRADISIONAL KARO
4.1 Terminologi Gendang patam-patam
Gendang patam-patam merupakan sebuah istilah musikal dalam
kebudayaan masyarakat Karo. Kata “gendang ” yang melekat pada kata patampatam mengandung arti “komposisi” (musik) (pada bab I telah dijelaskan
beberapa pengertian dari gendang ). Komposisi yang dimaksud penulis disini
adalah unsur musik yang terdapat dalam gendang patam-patam yaitu melodi dan
juga ritem. Kata “patam-patam” baik secara harafiah maupun menurut konsep
musik masyarakat Karo tidak memiliki arti. Namun jika diamati kata “patampatam” merupakan pengulangan dari kata “patam”. Arti dari kata “patam”
sendiri menurut kamus Karo adalah “garis, tanda pada dahi dengan air ludah sirih”
(Prinst, 2002:454).
Jika dilihat dari pengertian menurut Kamus Karo kata “patam” dengan
kata “patam-patam” tidak memiliki hubungan arti, namun dari seorang informan
yang penulis wawancarai yaitu Djasa Tarigan menyatakan defenisi dan hubungan
dari kata “patam” yang sedikit berbeda. Menurut beliau dalam kehidupan seharihari pada masyarakat Karo Jahe kata “patam” digunakan pada saat seseorang
84
sedang sakit kepala15. Biasanya mereka akan mengatakan “patam sitek” kepada
salah satu anggota keluarganya. Kata “patam sitek” memiliki pengertian “pijatkan
(membuat garis pada dahi dengan tangan) sedikit”, hal ini bertujuan agar rasa
sakit kepala hilang.
Lebih jauh lagi beliau mengkaitkan/menghubungkan antara kata “patam”
dengan gendang patam-patam. Menurut pendapatnya gendang patam-patam
merupakan sebuah komposisi musik yang secara psikologi dapat ‘menghilangkan’
rasa sakit kepala atau letih (fikiran). Hal ini dikarenakan ritem gendang patampatam yang relatif cepat dan energik. Tindakan dari kata “patam” dan penyajian
dari gendang patam-patam diasumsikan memiliki tujuan untuk menyembuhkan
rasa ‘sakit’ (fisik ataupun psikis)16.
Namun pada kenyataannya kata patam-patam tidak dapat diartikan secara
kongkrit, karena bagi kebanyakan seniman Karo kata “patam-patam” tidak
memiliki arti khusus. Pengertian secara umum “gendang patam-patam” yang
penulis dapatkan berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan beberapa
seniman Karo adalah judul/nama sebuah komposisi instrumental musik tradisional
Karo.
Setiap komposisi musik tradisional Karo memiliki karakter yang khas,
demikian pula dengan komposisi gendang patam-patam. Karakter khas gendang
patam-patam dapat diidentifikasi beberapa karakter mendasar misalnya dari
15
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa seniman yaitu Malem Ukur Ginting,
Kumalo Tarigan, Seter Ginting dan beberapa orang Karo Gugung lainnya tidak mengetahui arti
dari kata “patam”. Menurut mereka kata “patam” tidak memiliki arti atau makna, hal ini mungkin
saja terjadi dikarenakan kata “patam” tidak digunakan dalam kehidupan masyarakat Karo Gugung.
16
Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 Maret 2011.
85
melodi, bunyi gong penganak, cak-cak patam-patam yaitu pola ritem yang
dimainkan dengan instrumen gendang anak (conical drum) (lihat hasil transkripsi
pada lampiran hal 116-119).
4. 2 Gendang Patam-patam Pada Masyarakat Karo
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan pada beberapa
informan yaitu Djasa Tarigan, Seter Ginting, Malem ukur Ginting, dan Natangsa
Barus mengatakan bahwa komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan
musik Karo Gugung berasal dari kebudayaan musik Karo Jahe17.
Pernyataan ini didukung oleh seorang budayawan Melayu yang bernama
Tengku Luckman Sinar Basyarsyah yang mengatakan bahwa patam-patam dalam
kebudayaan musik Melayu mendapat pengaruh dari suku Karo di pedalaman Deli,
Langkat dan Serdang dan tidak ada ke arah Sumatera Timur bagian Selatan
(2002:336).
Hal tersebut mungkin saja terjadi karena masyarakat Karo Jahe atau
Langkat hidup berdampingan dengan penduduk Melayu dan saling berbaur serta
berakulturasi antar sesama serta kebudayaannyasehingga memiliki interelasi
dalam kebudayaan musiknya. Hal serupa juga dikemukaan oleh Muhammad
Takari (2004:90), yang merupakan seorang etnomusikolog, dalam tulisannya yang
mengatakan bahwa terdapat contoh-contoh unsur musik Batak dalam musik
melayu diantaranya adalah dalam melodi lagu patam-patam dari Karo, yang
sangat lazim digunakan untuk mengiringi silat atau tari silat, yang selalu
17
Hasil wawancara dengan Djasa Tarigan 14 Maret 2011, Seter Ginting 19 Juni 2011, Malem
Ukur Ginting 22 Maret 2011, dan Natangsa Barus 5 April 2011.
86
difungsikan untuk upacara perkawinan, khinatan, menyambut tamu kehormatan,
dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan bahwa menurut beberapa
budayawan gendang patam-patam yang terdapat dalam kebudayaan musik Karo
dan juga patam-patam dalam masyarakat Melayu berasal dari daerah yang sama
yaitu Karo Jahe atau Langkat.
Menurut beberapa seniman Karo, seperti Djasa Tarigan, Malem Ukur
Ginting, dan Kumalo Tarigan, masuknya gendang patam-patam ke dalam
kebudayaan musik Karo Gugung dibawa oleh Alm. Mbaga Ginting18 yang
kemudian berkembang sampai sekarang ini.
Jika di deskripsikan dari daerah asalnya, komposisi gendang patam-patam
dalam kebudayaan musik Karo Jahe dulunya digunakan dalam upacara yang
bersifat sakral/ritual untuk penyembuhan. Upacara penyembuhan ini menyajikan
beberapa komposisi musik dan salah satunya adalah gendang patam-patam.
Menurut Natangsa Barus, yang merupakan seorang perkolong-kolong dan
musisi gendang binge yang berasal dari Karo Jahe, mengatakan bahwa komposisi
gendang patam-patam dalam upacara ritual penyembuhan disajikan sesuai dengan
permintaan guru perdewel-dewel. Karena setiap guru perdewel-dewel dapat
18
Namun Seter Ginting, yang merupakan seniman musik tradisional Karo yang lebih senior dari
Djasa Tarigan dan Alm Mbaga Ginting, tidak sepedapat dengan mereka. Menurut beliau
komposisi gendang patam-patam sudah ada dalam kebudayaan musik Karo Gugung sebelum Alm
Mbaga Ginting lahir. Namun beliau tidak dapat menyebutkan atau mengingat kembali siapa yang
telah membawa gendang patam-patam ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung. Hadirnya
komposisi gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo Gugung, menurut Seter Ginting
dikarenakan adanya kontak budaya dengan Karo Jahe melalui perdagangan ataupun perluasan
perladangan (penjelasan tentang kontak budaya ini dapat dilihat pada hal. 23)
87
meminta komposisi gendang patam-patam yang berbeda sesuai dengan keinginan
jinujung (roh) agar guru (dukun) dapat mengalami trance (kesurupan)19.
Penamaan dari komposisi gendang patam-patam menurut Barus berasal
dari guru perdewel-dewel itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan terdapat
beberapa nama yang berbeda dari komposisi gendang patam-patam (dapat dilihat
pada Bab I hal. 2). Dari banyaknya nama dari komposisi gendang patam-patam
dalam kebudayaan musik tradisional Karo Jahe hanya beberapa yang terdapat atau
dikenal dalam kebudayaan musik tradisional Karo Gugung (dapat dilihat pada
Bab I hal. 3).
Beberapa komposisi gendang patam-patam yang terdapat dalam
kebudayaan musik Karo Gugung dimainkan dalam repertoar musik untuk
mengiringi tari lima serangkai yaitu tari tradisional masyarakat Karo yang diiringi
dengan lima gendang (komposisi). Hal ini juga dikemukakan oleh Seridah
Ginting (2011:10) dalam skripsinya yang mengatakan:
Secara goreografi tari lima serangkai merupakan satu tarian yang
diiringi lima gendang yaitu gendang morah-morah, gendang
perakut, gendang patam-patam sereng, gendang sipajok dan
gendang kabangkiung, yang menghasilkan komposisi pola gerak tari
dan gerak tersebut memiliki nilai-nilai estetis dalam penyajiannya.
Tari lima serangkai merupakan tari kreasi yang berfungsi sebagai hiburan.
Tari Lima Serangkai ini bertemakan pergaulan antar muda-mudi Karo. Tari Lima
19
Dalam kebudayaan musik Karo Jahe, sierjabaten atau penggual akan mengikuti keinginan dari
dukun/penyanyi, berbeda dengan Karo Gugung karena dukun/penyanyilah yang mengikuti
sierjabaten atau musik.
88
Serangkai biasanya ditampilkan dalam kegiatan gendang guro-guro aron atau
acara khusus untuk mempertandingkan tari tersebut (festival).
Beberapa dari komposisi gendang patam-patam lainnya disajikan dalam
gendang guro-guro aron, namun yang paling sering disajikan sampai sekarang
adalah gendang patam-patam bunga ncole20. Gendang patam-patam merupakan
salah satu bagian dari rangkaian komposisi musik yang digunakan dalam
mengiringi aron atau penari dalam menari pada gendang guro-guro aron.
Sebelum gendang patam-patam dimainkan terlebih dahulu disajikan komposisi
musik tradisional yang lain. Pada gendang guro-guro aron, gendang patam-patam
merupakan bagian puncak dan penutup dalam menari.
Gendang patam-patam dalam gendang guro-guro aron awalnya
dimainkan dengan gendang lima sedalanen (karena pada saat itu, sebelum tahun
1991, seluruh kegiatan upacara tradisional masyarakat Karo hanya dapat diiringi
dengan dua ensambel musik antara lain gendang lima sedalanen atau gendang
telu sedalanen). Namun setelah instrumen keyboard hadir pada kebudayaan musik
Karo pada tahun 1991, gendang patam-patam dimainkan dengan gendang kibod
sampai sekarang dan terkadang menggabungkan keduanya (gendang kibod dan
gendang lima sedalanen).
Gendang patam-patam merupakan komposisi musik tradisional Karo yang
pertama sekali menjadi eksperimen saat itu, yang kemudian diikuti dengan
komposisi gendang odak-odak dan simalungen rayat. Eksperimen ini diawali
20
Berdasarkan hasil diskusi dengan Kumalo Tarigan Hasil 5 September 2011.
89
dengan menggunakan unsur-unsur ritmis yang terdapat dalam instrumen
keyboard. Seperti yang diungkapkan oleh Jhon Bergmen Ginting (2000:20) dalam
skripsinya bahwa:
Penggunaan awal keyboard pada guro-guro aron terbatas hanya
pada gendang patam-patam atau cak-cak, atau tempo patam-patam...
Ternyata patam-patam perkusif ini menambah semarak guro-guro
aron, baik silandek (penari) maupun sindedah (penonton).
Gendang patam-patam dari hasil eksperimen instrumen keyboard ini
menurut Jhon Bregmen Ginting (2000:20) hanya bersifat memberi aksen tertentu
pada bagian komposisi gendang patam-patam yaitu pada ritem musiknya, bukan
keseluruhan dari komposisi. Pada waktu itu, hasil eksperimen dari gendang
patam-patam ini dimainkan menjelang pagi hari atau menjelang acara gendang
guro-guro aron selesai. Hal ini dikarenakan penari dan penonton pada saat itu
sudah kelelahan, sehingga begitu mendapat bunyi yang lebih dinamis
membangkitkan kembali semangat mereka.
Pada awalnya pola ritem gendang patam-patam dimainkan secara manual,
jadi belum disimpan secara otomatis namun dengan perkembangan teknologi serta
kreatifitas seniman Karo pola ritem gendang patam-patam dapat diprogram dan
disimpan. Pada waktu itu instrumen keyboard yang digunakan untuk memainkan
pola ritem gendang patam-patam adalah Yamaha Pss 680. Hasil dari program
gendang patam-patam sebagai sebuah format ritem tidak hanya dimiliki oleh satu
atau dua orang musisi saja melainkan pada musisi lainnya (bahkan seniman yang
tidak dapat memprogram gendang patam-patam dalam gendang kibod). Program
90
pola ritem gendang patam-patam, yang berawal dari kreatifitas Djasa Tarigan,
kemudian dicopy atau diduplikat oleh musisi Karo lainnya ke instrumen keyboard
mereka. Beberapa seniman Karo yang penulis temui mengatakan bahwa setiap
perkibod (pemain keyboard) memiliki program pola ritem gendang patam-patam
yang dapat dimainkan pada instrumen keyboard.
Berawal dari eksperimen inilah gendang patam-patam diprogram sebagai
sebuah pola ritem yang berkembang hingga seperti sekarang. Program dari pola
ritem gendang patam-patam ini kini tidak hanya sebatas mengiringi aron menari
dalam gendang guro-guro aron namun menjadi lebih luas lagi penggunaannya.
Dari gendang guro-guro aron, pola ritem gendang patam-patam kemudian
digunakan pada konteks upacara tradisional lainnya seperti perkawinan, kematian,
upacara sakral dan juga hiburan lainnya.
Pada perkembangannya pola ritem gendang patam-patam yang telah
diprogram dapat disimpan dalam hard disk21 pada instrumen keyboard, disket22,
dan yang sekarang banyak digunakan yaitu memori card/chip (kartu penyimpan
data). Koleksi program pola ritem gendang patam-patam yang terdapat pada
masing-masing keyboard ada yang sama (dengan variasi) tetapi ada juga yang
berbeda, baik dari sisi pola ritem, bunyi musikal, tempo maupun gaya
penggarapan ornamentasi musikal.
21
Hard disk adalah sebuah komponen perangkat kerasa yang menyimpan data sekunder dan berisi
piringan magnetis. (http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras)
22
Disket adalah sebuah perangkat penyimpanan data yang terdiri dari sebuah medium
penyimpanan magnetis bulat yang tipis dan lentur dan dilapisi lapisan plastik berbentuk persegi
atau persegi panjang. (http://id.wiki.org/wiki/disket)
91
4.3 Penggunaan Gendang patam-patam Dalam Aktifitas Menari Dan
Menyanyi Pada Masyarakat Karo.
Gendang patam-patam dalam kebudayaan musik Karo lebih sering
disajikan pada acara yang bersifat gembira atau hiburan yang erat kaitannya
dengan aktifitas menari (landek) dan menyanyi, dan terkadang dapat pula
disajikan dalam upacara kematian tergantung kepada kebutuhannya.
Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo Gugung
berkembang dalam gendang guro-guro aron. Gendang guro-guro aron adalah
suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan
Karo, dengan memakai musik Karo dan perkolong-kolong (Prints, 2004:280).
Dalam pelaksaan gendang guro-guro aron terdapat istilah musikal yang
digunakaan dalam kegiatan musiknya. Istilah musikal ini adalah “salihken” yang
berarti “tukar/ganti”. Kata salihken yang biasanya diucapkan oleh protokol acara,
merupakan
sebuah
perintah
kepada
sierjabaten
atau
penggual
untuk
menukar/mengganti komposisi musik dengan tempo yang berbeda. Adapun tempo
yang ditukar/diganti adalah dari lambat menjadi sedang atau cepat misalnya dari
simalungen rayat ke odak-odak, atau dari odak-odak ke gendang patam-patam.
Selain kata salihken terdapat pula istilah lain yang digunakan untuk menyatakan
peralihan komposisi musiknya, yaitu “patamken”. Pada saat gendang patampatam dimainkan gerakan kaki aron berubah mengikuti bunyi penganak dengan
gerakannya lebih cepat dari yang sebelumnya.
92
Berkaitan dengan tarian dalam gendang guro-guro aron, Herujen Tarigan
(2000:22-23) mengatakan bahwa ada empat bentuk tarian yang ditampilkan dalam
guro-guro aron yaitu; (1) landek pengalo-ngalo, (2) landek sada tan, (3) landek
salih (patam-patam), dan (4) tari khusus.
Landek pengalo-ngalo merupakan tari khusus untuk orang tua (gendang
adat) dan untuk pengulu aron (pemimpin pemuda) serta kemberahen aron , nande
dan bapa aron biasanya disajikan dengan iringan gendang simalungen rayat. Pada
landek pengalo-ngalo, perkolong-kolong akan menari dan menyanyikan
katoneng-katoneng yang berisi akan nasehat, petatah-petitih dan harapan akan
sukses dan sehat. Landek sada tan adalah tarian dengan iringan gendang odakodak yang dilakukan oleh aron khususnya wanita (landek pemerga-merga) dan
perkolong-kolong akan menyanyikan lagu populer Karo. Istilah “sada tan” ini
diambil dari bentuk tarian wanita yang menggunakan satu tangan secara
bergantian dalam menari dan tangan yang satu lagi membentuk sikut 45derajat23.
Lebih jauh Tarigan mengatakan bahwa landek salih (patam-patam) sering
dianggap sebagai puncak dari tari guro-guro aron. Hal in dikarenakan beberapa
alasan yaitu;
(1).Gendang yang mengiringi tari ini menggunakan cak-cak patampatam, dengan pengertian bertempo cepat dibanding gendang yang
digunakan pada landek pengalo-ngalo dan landek sada tan, (2).
Bentuk tarian lebih dinamis, (3). penari dan pasangannya berada
pada jarak yang relatif dekat, (4). Memiliki kesempatan untuk saling
berbicara, hal ini dikarenakan jarak yang berdekatan.
23
Lihat Herujen Tarigan, 2000:22-23
93
Jika dibandingkan dengan komposisi musik lainnya dalam mengiringi
aron menari, gendang patam-patam merupakan satu komposisi yang memang
memiliki tempo yang lebih cepat dan memberikan suasana yang berbeda dari
komposisi musik sebelumnya. Hal tersebut dapat dirasakan aron karena awalnya
jarak antara aron laki-laki dan aron perempuan berjauhan namun dengan
dimainkannya komposisi gendang patam-patam aron laki-laki dan aron
perempuan dapat saling berdekatan tetapi tetap dengan tata krama dan sopan
santun dalam menari.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komposisi gendang
patam-patam selalu diawali oleh komposisi yang berbeda sebelumnya seperti
gendang simalungen rayat atau gendang odak-odak. Baik pada gendang guroguro aron ataupun acara lainnya hal ini sangat jelas terlihat untuk itu penulis
mengambil contoh dalam bentuk tabel yang menggambarkan bagaimana struktur
komposisi atau pola ritem dalam aktifitas menari dan menyanyi dalam gendang
lima sedalanen maupun gendang kibod dengan beberapa perubahan yang terjadi
sebagai berikut:
94
4.1 Tabel Struktur Komposisi Atau Pola Ritem Dalam Aktifitas Menari Dan
Menyanyi Dalam Gendang lima sedalanen.
Gendang
lima
sedalanen
gendang simalungen rayat/ gendang
odak-odak*
gendang
patam-patam
penutup
Penari
Menari ditempat
Menari
(dengan pola
lantai) dan
bergerak dari
tempat (majumudur,
jongkokberdiri)
Mengambil
sikap untuk
bersiap-siap
kembali ke
tempat
dimana dia
berdiri
semula.
Penyanyi
Bernyanyi lagu pop daerah (jika
dengan iringan gendang simalungen
rayat menyanyikan lagu tradisional
Karo)
Berhenti
bernyanyi dan
menari
-
95
4.2 Tabel Struktur Komposisi Atau Pola Ritem Dalam Aktifitas Menari Dan
Menyanyi Dalam Iringan Gendang kibod.
Gendang
kibod
Penari
Penyanyi
gendang simalungen
rayat/gendang odak-odak*
Menari ditempat
Bernyanyi lagu pop daerah
(jika dengan iringan
gendang simalungen rayat
menyanyikan lagu
tradisional Karo)
Memainkan
melodi lagu
populer,
dengan pola
ritem
gendang
patam-patam
Penutup
Menari
(dengan pola
lantai) dan
bergerak dari
tempat (majumudur,
jongkokberdiri)
Menari
dengan
gerakan yang
bebas
Mengambil
sikap untuk
bersiap-siap
kembali ke
tempat dimana
dia berdiri
semula.
Berhenti
menyanyi dan
menari
-
-
gendang
patam-patam
Berawal dari gendang guro-guro aron inilah, gendang patam-patam juga
disajikan dalam upacara perkawinan. Pola ritem gendang patam-patam pada
upacara perkawinan disajikan untuk mengiringi pengantin bernyanyi, hal ini
biasanya terdapat dalam acara nganting manok. Namun sekarang acara nganting
manuk sudah jarang dilaksanakan, dan sesi bernyanyi untuk pengantin
dilaksanakan pada acara pesta adatnya.
Selain dimainkan pada acara yang bersifat gembira pola ritem gendang
patam-patam terkadang disajikan dalam konteks upacara kematian. Namun hanya
96
upacara kematian cawir metua yang menyajikan gendang patam-patam dalam
upacara acara adatnya. Pola ritem gendang patam-patam ini dimainkan pada sesi
acara gendang nangketken osé yaitu acara dimana anak dan cucu dari yang
meninggal akan ioséi oleh kalimbubu si mada dareh (Prints, 2004:138). Dalam
sesi acara ini cucu laki-laki dari yang meninggal akan menari dengan anak
perempuan dari pihak kalimbubu (jumlahnya tergantung dari banyaknya cucu
yang meninggal), selain menari mereka akan menyanyi. Pada saat menari dan
menyanyi inilah pola ritem gendang patam-patam disajikan.
Pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram ini kini dapat
dimainkan dalam acara hiburan apa saja yang menyertakan gendang kibod. Selain
itu program gendang patam-patam ini juga telah disajikan untuk mengiringi lagu
Pop daerah Karo yang dikemas dalam kaset komersial. Tidak dapat dipungkiri
bahwa hadirnya keyboard dalam kebudayan musik Karo membuat musik
tradisional Karo lebih maju dan dikenal oleh masyarakat luar, hal ini terlihat dari
banyaknya produksi kaset komersial dengan peminat yang banyak pula.
4.4 Kontinuitas Dan Perubahan Gendang patam-patam Dalam Musik
Tradisional Karo
Kontinuitas dan perubahan kerap terjadi dalam suatu kebudayaan, karena
pada umumnya kebudayaan bersifat dinamis. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Amber yang mengatakan bahwa kebudayaan tidaklah bersifat statis,
melainkan selalu berubah. Tanpa adanya gangguan dari unsur budaya asing
sekalipun, suatu kebudayaan pasti akan berubah. Perubahan ini terjadi dengan
97
peralihan waktu serta lahirnya generasi yang baru dengan kreatifitas yang
dimilikinya. Dari kreatifitas ini maka terciptalah suatu variasi dengan perubahan
yang terjadi dalam kebudayaannya. Dalam setiap kebudayaan selalu ada suatu
kebebasan tertentu pada para individu dan kebebasan individu memperkenalkan
variasi dalam cara-cara berlaku dan variasi itu akan menjadi milik bersama
(Amber dalam T.O. Ihromi,1994:32).
Demikian pula dengan kebudayaan musik masyarakat Karo yang
mengalami kontinuitas dan perubahan dalam musik tradisionalnya khususnya
gendang patam-patam. Kontinuitas dan perubahan ini tidak terlepas dari adanya
pengaruh atau unsur dari kebudayaan asing yang masuk ke dalam kebudayaan
musik tradisional Karo. Unsur kebudayaan asing tersebut adalah instrumen
keyboard. Instrumen keyboard yang dikenal berasal dari kebudayaan musik Barat
ini masuk ke dalam kebudayaan musik tradisional Karo pada tahun 1991.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa awalnya komposisi
gendang patam-patam dimainkan dengan menggunakan gendang lima sedalanen
dan pada perkembangannya dapat digantikan dengan gendang kibod. Perubahan
atau peralihan dalam ensambel musik tradisional ini merupakan suatu hasil dari
kreatifitas seniman Karo. Dengan kreatifitas inilah mucul ide atau gagasan baru
yang menjadikan suatu inovasi bagi musik tradisional Karo yang hingga kini
digunakan dan menjadi milik bersama.
98
Karena instrumen musik yang digunakan berbeda/berubah tentu saja bunyi
musikal yang dihasilkan oleh instrumen musik tersebut juga berbeda/berubah. Hal
ini dikarenakan instrumen keyboard hanya bersifat mengadaptasi atau meniru
bunyi dari gendang lima sedalanen karena tidak ada bunyi instrumen dari
gendang lima sedalanen yang sama persis pada gendang kibod. Peniruan bunyi
instrumen yang dilakukan dalam memprogram pola ritem ini memunculkan unsur
bunyi musikal yang baru atau yang sama sekali tidak ada dalam ensambel musik
tradisional Karo. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan bunyi instrumen dari
program musik yang dibuat berbeda dari bunyi musik tradisional Karo (lihat pada
Bab III hal 81-82).
Unsur bunyi instrumen yang diprogram ini diambil dari bank
(penyimpanan) suara pada instrumen keyboard. Bunyi dari instrumen musik yang
diprogram sebagai pola ritem ini dicari semirip mungkin dengan bunyi instrumen
perkusi pada gendang lima sedalanen seperti gendang indung, gendang anak dan
penganak walau tidak sama persis.
Menurut Hutabarat (2010:73) bunyi instrumen yang digunakan untuk
memprogram musik Karo pada gendang kibod tidak terdapat pada instrumen
musik tadisional Karo. Adapun instrumen yang digunakan dalam memprogram
musik Karo menurut Hutabarat adalah instrumen Drum yang biasanya diambil
dari bagian keluarga (menu dalam keyboard) Drum Kit atau Standart Kit,
instrumen Bright Piano diambil dari keluarga Piano, dan Electric Bass dari
keluarga Bass Gitar.
99
Pada awalnya gendang kibod digunakan untuk memprogram pola ritem
musik tradisional Karo namun pada perkembangannya perkibod mulai
memainkan melodi dari lagu/komposisi yang dimainkannya (peran tersebut
biasanya dilakukan oleh pemain sarune atau kulcapi). Ketika perkibod
memainkan melodi dengan menggunakan instrumen keyboard dan sekaligus juga
sebagai pola ritem yang telah diprogramkan, lagu-lagu populer Indonesia mulai
dimainkan sebagai salah satu bagian dari iringan penari khusunya dalam gendang
guro-guro aron. Lagu-lagu seperti Kopi Dangdut, Hujan Di malam Minggu,
Rindu, dan berbagai lagu populer Indonesia lainnya sering sekali dimainkan
dengan menggunakan pola ritem tesebut.
Lagu-lagu yang dimainkan dengan pola ritem gendang patam-patam ini
biasanya dimainkan setelah aron (pemuda-pemudi) selesai menarikan pola lantai
yang telah dipelajari bersama (lihat pada tabel 4.2 hal 96) sebelum tarian berakhir.
Adapun tujuan dari dimainkan lagu-lagu diluar kebudayaan Karo tersebut adalah
untuk memeriahkan dan menambah semangat para penari.
Selain hal yang telah dijabarkan diatas kontinuitas dan perubahan juga
terlihat pada melodi dan juga pola ritem yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Melodi
Berdasarkan hasil transkripsi gendang patam-patam pada gendang lima
sedalanen dan gendang kibod terdapat melodi yang masih kontinu dan
terdapat pula variasi melodi. Adapun melodi yang masih kontinu
adalah:
100
Gendang lima
sedalanen
a.
Gendang kibod
Melodi ini merupakan salah satu potongan melodi yang khas dari
gendang patam-patam bunga ncole yang sering sekali muncul atau
dimainkan. Baik pada gendang lima sedalanen maupun gendang kibod
melodi ini tetap dimainkan.
b.
Melodi ini juga merupakan potongan melodi yang masih kontinu dan
tetap dimainkan meskipun instrumen musik yang digunakan
berbeda. Melodi ini biasanya dimainkan pada bagian awal sebagai
pengantara untuk mengantarkan ke nada tinggi dari melodi gendang
patam-patam.
c.
101
Melodi ini merupakan melodi penutup pada gendang patam-patam
yang dalam istilah masyarakat Karo disebut sebagai mbertik
rurusen. Melodi ini selalu menjadi melodi penutup baik disajikan
dengan gendang lima sedalanen maupun gendang kibod.
Beberapa potongan melodi gendang patam-patam dari gendang lima
sedalanen ini masih kontinu walaupun dimainkan dengan gendang kibod. Masingmasing musisi dapat memainkan melodi gendang patam-patam dengan variasi
atau improvisasi yang berbeda namun potongan melodi diatas merupakan ciri
khas dari gendang patam-patam bunga ncole.
2. Pola Ritem
Berdasarkan hasil deskripsi struktur gendang patam-patam pada gendang
lima sedalanen dan gendang kibod pada Bab III (hal 63-82), terdapat beberapa
pola ritem yang masih kontinu dan berubah pada gendang patam-patam. Adapun
pola ritem yang masih kontinu adalah:
1. Cak-cak gendang patam-patam bunga ncole
Pola ini terdapat pada instrumen Kobel dan Drums. Dari beberapa bentuk
atau pola yang terdapat pada instrumen Kobel ditemukan satu pola yang
mirip dengan pola ritem gendang anak, sedangkan pada instrumen drum
pola yang menyerupai ritem dari gendang anak ini terdapat pada ketukan
pertama upbeatnya pada setiap barnya. Hal tersebut digambarkan sebagai
berikut:
102
Pola ritem pada instrumen kobel ini menyerupai pola ritem dari permainan
tangan kanan gendang anak. Sedangkan pada instrumen Drums (yang
tangkai notnya kebawah) terdapat penambahan diawalnya sehingga cakcak gendang patam-patam dimulai dari ketukan upbeatnya (ketukan atas)
sedangkan pada gendang anak pola ritem tersebut dimulai dari ketukan
pertama.
2. Bunyi dan pola ritem penganak
Selain cak-cak, terdapat pola ritem dan bunyi dari instrumen Gamelan
yang berfungsi untuk mewakili bunyi penganak yang terdapat dalam pola
ritem gendang lima sedalanen.
103
3. Unsur bunyi gung
Pada gendang kibod unsur bunyi gung dihasilkan dari permainan Bass
Gitar. Bunyi Bass Gitar ini fungsinya untuk mempertegas bunyi gung
yang dimainkan pada ketukan pertama dalam setiap barnya.
Dapat dilihat bahwa walaupun telah terjadi perubahan dalam instrumen
musik tradisional Karo namun unsur pola ritem gendang patam-patam tetap
kontinu. Selain pola ritem yang kontinu terdapat juga perubahan atau penambahan
pola ritem gendang patam-patam pada gendang kibod yaitu sebagai berikut:
1. Pola ritem dalam bentuk akord:
2. Pola ritem Bass Gitar
3. Pola ritem Drums
Pola-pola ritem ini merupakan ritem tambahan yang sebelumnya tidak
terdapat pada gendang lima sedalanen. Pola rite dalam bentuk akord
104
merupakan hal yang baru karena kebudayaan musiknya masyarakat Karo
tidak mengenal adanya harmonisasi dalam bentuk akord.
Berdasarkan hal diatas terlihat bahwa telah terjadi beberapa perubahan
pada gendang patam-patam yaitu perubahan alat musik pengiring, warna bunyi
instrumen, penambahan pola ritem serta penggunaannya dalam kebudayaan
masyarakat Karo. Selain terjadi perubahan terdapat pula hal yang masih kontinu
pada gendang patam-patam yaitu melodi (dengan variasi), unsur bunyi dan pola
ritem penganak, peniruan dari pola gendang anak (walau tidak sama persis) serta
unsur bunyi gung.
Gendang patam-patam yang telah diprogram dalam gendang kibod ini
sampai sekarang masih tetap disajikan dalam gendang guro-guro aron bahkan
disajikan dalam upacara-upacara adat masyarakat Karo meskipun menggunakan
instrumen keyboard sebagai pengiringnya.
Masyarakat Karo memiliki toleransi musik yang cukup besar, terjadinya
perubahan pada instrumen musik, pola ritem dan juga bunyi instrumen gendang
patam-patam yang telah diprogram dengan gendang kibod ini dapat diterima oleh
masyarakat Karo dan sudah menjadi bagian dalam kebudayaan musiknya.
Walaupun gendang kibod telah masuk kedalam kebudayaan musik Karo
masyarakat Karo tetap menyukai musik tradisionalnya dan juga mengikuti dan
menerima perkembangan dan perubahan yang terjadi.
Dengan perubahan instrumen musiknya serta penambahan unsur-unsur
musik yang baru seperti pola ritem dan warna bunyi instrumen, masyarakat Karo
105
tetap menyukai dan menggunakannya dalam kegiatan kebudayaanya baik dalam
adat maupun hiburan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pandangan
masyarakat Karo terhadap musik tradisional yang berkembang sekarang ini telah
terbuka dan dapat menerima meskipun terjadi penambahan unsur musik yang
sebelumnya tidak terdapat dalam musik tradisional Karo dengan adanya instrumen
keyboard.
Kontinuitas maupun perubahan dalam kebudayaan musik masyarakat Karo
merupakan gejala yang normal yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan
dalam kebudayaannya. Herskoviz dalam Merriam (1964:305) mengatakan bahwa
kontinuitas dan perubahan merupakan suatu tema yang digunakan untuk
memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat pada setiap kebudayaan.
Berkaitan dengan fenomena ini teori kebudayaan secara umum mengansumsikan
bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus mengalami
kelanjutan dimana variasi-variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang
tidak dapat dielakkan. Demikian halnya dengan gendang patam-patam yang
mengalami kelanjutan dengan variasi maupun perubahan. Hal tersebut merupakan
hal yang wajar dialami oleh kebudayaan masyarakat Karo agar dapat beradaptasi
dengan lingkungan untuk mempertahankan kebudayaan musiknya.
106
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya
maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut.
Gendang patam-patam merupakan salah satu komposisi musik tradisional
pada masyarakat Karo. Menurut beberapa seniman serta budayawan Karo
(maupun Melayu) didapat kesimpulan bahwa gendang patam-patam dalam
kebudayaan musik masyarakat Karo berasal dari daerah Langkat tepatnya dari
kebudayaan musik masyarakat Karo Jahe.
Jika dilihat dari kebudayaan musik asalnya yaitu Karo Jahe, gendang
patam-patam merupakan salah satu komposisi musik yang digunakan dalam
upacara penyembuhan sedangkan pada masyarakat Karo Gugung gendang patampatam pada awalnya digunakan dalam gendang guro-guro aron sebagi salah satu
komposisi musik untuk mengiringi aron (pemuda-pemudi) menari.
Gendang patam-patam dalam kebudayaan masyarakat Karo gugung
awalnya disajikan dengan gendang lima sedalanen yang pada perkembangannya
telah disajikan dengan menggunakan gendang kibod. Gendang kibod merupakan
istilah yang digunakan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem musik yang
diprogram dengan instrumen keyboard. Kehadiran gendang kibod merupakan
107
hasil dari kreatifitas seniman Karo dengan ide yang menjadikan suatu inovasi bagi
musik tradisional Karo yang hingga kini digunakan dan menjadi milik bersama.
Melalui kehadiran gendang kibod dalam kebudayaan musik masyarakat
Karo, gendang patam-patam diprogram sebagai pola ritem yang diimitasikan dari
gendang lima sedalanen. Dengan pola ritem gendang patam-patam yang telah
diprogram ini lagu-lagu populer (baik populer Karo maupun populer Indonesia)
dapat “dimasukkan” atau dimainkan.
Gendang patam-patam yang telah diprogram ini dimiliki oleh masingmasing perkibod yang biasanya dapat disimpan dalam disket, hard disk, pada
instrumen keyboard, dan memori card/chip (kartu penyimpan data). Selain itu
pemain gendang kibod juga mengikuti perkembangan akan kemajuan teknologi
keyboard. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan dari tipe atau jenis instrumen
keyboard yang digunakan.
Gendang patam-patam yang disajikan dengan gendang kibod memiliki
bunyi atau warna suara instrumen yang berbeda dari instrumen musik tradisional
Karo karena instrumen musik yang digunakan merupakan instrumen musik Barat.
Adapun bunyi instrumen yang digunakan adalah Oboe/Nai, Piano, Gitar Electric,
Bass Gitar, Kobel, Gamelan, dan Drums. Selain itu Gendang patam-patam yang
disajikan dengan gendang kibod ini dikreasikan dengan penambahan pola ritem
dalam bentuk harmoni akord, yang sebelumnya tidak terdapat dalam kebudayaan
musik Karo.
108
Walaupun telah terjadi perubahan baik dari instrumen musik serta bunyi
instrumennya, gendang patam-patam juga mengalami kontinuitas pada musiknya
antara lain yaitu melodi dan juga pola ritem dari gendang anak, penganak, dan
gung yang diimitasikan atau ditiru dari gendang lima sedalanen.
Pada perkembangannya program pola ritem gendang patam-patam pada
gendang kibod ini kini tidak hanya sebatas mengiringi aron menari dalam
gendang guro-guro aron namun dapat digunakan pada konteks upacara
tradisional seperti upacara perkawinan, kematian, upacara sakral dan juga hiburan
lainnya.
Walaupun telah terjadi perubahan terhadap instrumen musik serta
penambahan unsur-unsur musik yang baru tetapi masyarakat Karo tetap menyukai
dan selalu menyajikannya dalam kegiatan kebudayaanya baik dalam adat maupun
hiburan. Dapat dilihat bahwa pada perkembangannya masyarakat Karo dapat
menerima perubahan yang terjadi pada musik tradisional yang berkembang
sekarang ini meskipun dengan penambahan unsur musik yang sebelumnya tidak
terdapat dalam musik tradisional Karo.
Dari beberapa kesimpulan diatas penulis dapat mengatakan bahwa
walaupun telah terjadi perubahan baik dari instrumen musik serta bunyi musikal
yang berbeda namun gendang patam-patam juga mengalami kontinuitas dimana
setiap pola ritem gendang patam-patam yang telah diprogram memiliki
persamaan/kemiripan dengan pola ritem yang dihasilkan oleh gendang lima
109
sedalanen. Selain itu pola ritem ini tetap disebut/dianggap sebagai gendang
patam-patam oleh masyarakat Karo.
5.2 Saran
Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada
beberapa saran yang perlu dikemukakan, mengingat telah terjadi kontinuitas dan
perubahan dalam musik tradisional masyarakat Karo.
Perubahan yang terjadi pada instrumen musik tradisional Karo tidak
sepenuhnya menghilangkan ensambel musik tradisional yang ada sebelumnya.
Gendang lima sendalanen maupun telu sedalanen serta musisi tradisional, dan
konteks pertunjukannya (walaupun semakin berkurang) masih ada dalam
kebudayaan tradisional masyarakat Karo.
Namun minat pemuda-pemudi Karo akan musik tradisional Karo kini
sudah berkurang. Oleh karena itu diperlukan peran seniman/musisi, pemerhati
budaya, akademisi dan pemerintahan Kabupaten Karo untuk membuat atau
menyediakan suatu sarana atau lembaga untuk memberikan pembelajaran musik
tradisional Karo agar musik tradisional Karo tidak akan hilang atau punah
nantinya.
Selain itu, akibat adanya beberapa makna yang mengarah kepada budaya
populer dalam perubahan instrumen musik tersebut, penulis mengharapkan
kepada para seniman/musisi agar lebih selektif dan kritis dalam melakukan suatu
pembaharuan. Penggunaan lagu-lagu yang bersifat populer hendaknya hanya
110
digunakan pada konteks hiburan dan mengurangi lagu-lagu dari luar kebudayaan
musik Karo.
Terjadinya perubahan instrumen musik dalam kebudayaan musik Karo
hendaknya menjadi perhatian yang serius bagi semua kalangan, baik kalangan
pemerintahan Kabupaten Karo, para pelaku budaya dan para akademisi agar
kiranya tetap peduli dan menghargai kebudayaan milik sendiri serta melestarikan
kebudayaan musik tradisional Karo dengan sosialisasi yang dilakukan terhadap
generasi-generasi muda. Penulis juga berharap, penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pemahaman guna melakukan penelitian berikutnya.
111
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Jabatin. 1994. Prilaku Sosial Dan Gaya Penyajian Repertoar Guro-Guro
Aron Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi.
Dananjaja, James. 1984. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.
Jakarta: Grafiti Pers.
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dyson, L (dalam Sujarwa). 1987. Manusia Dan Seni Budaya. Jakarta: Balai
Pustaka.
Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan:
Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka widyatama.
Ginting, Jhon Bregman. 2000. Deskripsi Pemakaian Gendang Keyboard Pada
Perayaan Natal di GBKP Km. 7 Padang Bulan Medan. Medan: Skripsi
Sarjana Etnomusikologi.
Ginting, Seridah Rhita Gustina. 2011. Deskripsi Tari Lima Serangkai Pada
Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi.
Hutabarat, Irfan Saidul. 2010. Peranan Jasa Tarigan Sebagai Musisi Dalam
Perkembangan Ensambel Musik Tradisional Karo. Medan: Skripsi Sarjana
Etnomusikologi.
Ihromi, T.O. 1994. Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Ed). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Kaplan, David And Manners, Albert A. 1999. Teori Budaya. [Trans.] Landung
Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi (Ed). Jakarta: Rineka Cipta.
--------. 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Kountur, Ronny, D.M.S. 2003. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi Dan
Tesis. Jakarta: Teruna Grafika.
Luckman Sinar, Tuanku Dan Syaifudin, Wan. 2002. Kebudayaan Sumatera
Timur. Medan: USU Press.
Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology Of Music. United States Of America:
University Press.
112
Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nettl, Bruno. 1964. Theory And Method In Ethnomusicology. New York: The
Free Press Of Glencoe.
--------, 1983. The Study Of Ethnomusicology Twenty Nine Issues and
Concepts. Chicago: University Of Illinois Press
Nettl, Bruno And Gerald Behague. 1990. Folk And Traditional Music Of The
Western Continents. Prentice Hall.
Prints, Darwan. 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis.
Prints, Darwin. 2002. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media.
Sebayang, Vanesia Amelia. 2011. Dalan Gendang: Analisis Pola Ritme Dalam
Ensambel Gendang Lima Sedalanen Oleh Tiga Pemusik Karo. Medan:
Skripsi Etnomusikologi.
Sitepu, Anton. 1993. Deskriptif Musik Vocal Katoneng-Katoneng Dalam Konteks
Kerja Mengket Rumah Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi
Etnomusikologi.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Takari, Muhammad. 2004. Interelasi Budaya Musik Batak Dan Melayu Di
Sumarera Utara Dalam Pluralitas Musik Etnik Batak Toba, Mandailing,
Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun. Medan: Pusat
Dokumentasi Dan Pengajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP
Nommensen
Tarigan, Herujen. 2000. Pemakaian Gendang Keyboard Pada Acara Nganting
Manuk Dalam Pesta Perkawinan Adat Karo. Skripsi Etnomusikologi.
Tarigan, Perikuten. 2004. Musik Tradisional Karo Dalam Pluralitas Musik Etnik
Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo,
Simalungun. Medan: Pusat Dokumentasi Dan Pengajian Kebudayaan
Batak, Universitas HKBP Nomensen.
Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya.
Medan.
Titon, Jeff Todd Et All. 1984. Worlds Of Music: An Introduction To The Music Of
The World’s Peoples. New York: Schimer Books A Division Of
Macmillan.
113
Daftar Website:
http://id.wikipedia.org./wiki/cakram_keras
http://id.wiki.org/wiki/disket
http://digilib.unimus.ac.id
http://www.xeanexiero.blogspot.com
http://Karosiadi.blogspot.com
http://repository.usu.ac.id
http://id.shvoong.com/exact-sciences
114
DAFTAR INFORMAN
1. Nama
: Seter Ginting
Umur
: 80-an Tahun
Pekerjaan
: Musisi senior musik tradisional Karo Gugung
2. Nama
: Djasa Tarigan
Umur
: 49 Tahun
Pekerjaan
: Musisi tradisional dan pelopor Gendang Kibod dalam
kebudayaan musik Karo Gugung
3. Nama
: Natangsa Barus S.Pd
Umur
: 52 Tahun
Pekerjaan
: Musisi tradisional yang berasal dari Karo Jahe
4. Nama
: Malem Ukur Ginting
Umur
: 53 Tahun
Pekerjaan
: Seorang pelatih tari tradisional Karo dan penyuluh budaya
Pemkab Karo, Kabanjahe.
115
HASIL TRANSKRIPSI GENDANG PATAM-PATAM PADA
GENDANG LIMA SEDALANEN
116
117
118
119
HASIL TRANSKRIPSI GENDANG PATAM-PATAM PADA
GENDANG KIBOD
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
Download