Uploaded by User80943

Matriks lengkap

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan persoalan yang
apabila kita telusuri ternyata merupakan masalah matematika. Dengan mengubahnya
kedalam bahasa atau persamaan matematika maka persoalan tersebut lebih mudah
diselesaikan. Tetapi terkadang suatu persoalan sering kali memuat lebih dari dua
persamaan dan beberapa variabel, sehingga kita mengalami kesulitan untuk mencari
hubungan antara variabel-variabelnya. Bahkan dinegara maju sering ditemukan model
ekonomi yang harus memecahkan suatu sistem persamaan dengan puluhan atau
ratusan variabel yang nilainya harus ditentukan.
Matriks, pada dasarnya merupakan suatu alat atau instrumen yang cukup
ampuh untuk memecahkan persoalan tersebut. Dengan menggunakan matriks
memudahkan kita untuk membuat analisa-analisa yang mencakup hubungan variabelvariabel dari suatu persoalan. Pada awalnya matrik ditemukan dalam sebuah studi
yang dilakukan oleh seorang ilmuan yang berasal dari Inggris yang bernama Arthur
Cayley (1821-1895) yang mana studi yang dilakukan untuk meneliti persamaan linier
dan transformasi linear, awal dari semua ini matrik dianggap sebagai sebuah
permainan karena matrik dapat diaplikasikan, sedangkan pada tahun 1925 matrik
digunakan sebagai kuantum dan pada perkembangannya matrik digunakan dalam
berbagai bidang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas kami menemukan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa pengertian atau definisi matriks serta bagaimana pengertian determinan dan
invers matriks?
2. Bagaimana operasi penyelesaian matriks dan permasalahan pada matriks?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas kami menemukan permasalahan sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang pengertian dan definisi matriks, dan pengertian determinan dan
invers matriks.
2.
Menjelaskan tentang jenis-jenis operasi matriks dan penyelesaian masalah pada
matriks.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MATRIKS
a. Definisi Matriks
Matriks adalah kumpulan bilangan-bilangan yang disusun secara khusus
dalam bentuk baris dan kolom sehingga membentuk persegi panjang dan bujur
sangkar dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh kolom dan baris yang
ditulis diantara dua tanda kurung, yaitu ( ) dan [ ].
b. Simbol Matriks
Pada umumnya simbol matriks berbentuk | |, [ ], ( ). Secara umum sebuah
matriks dapat ditulis :
 a11
a
 21
 
Amxn = 
 ai1
 

a m1
a12
 a1 j

a 22
 a2 j


ai 2



aij


a m 2  a mj

a1n 
a 2 n 
 

ain 
 

a mn 
Matriks juga dapat dinyatakan sebagai: Amxn = [aij]mxn
Dimana: aij = elemen atau unsur matriks
i = 1,2,3,...m, indeks baris
j = 1,2,3,...n, indeks kolom
c. Bentuk-Bentuk Matriks
1. Ordo 2 x 1 mengandung pengertian 2 baris dan 1 kolom.
Misalnya:
a 
b 
 
2
2. Ordo 2 x 2 mengandung pengertian 2 baris dan 2 kolom.
a b 
Misalnya: 

c d 
3. Ordo 3 x 3 mengandung pengertian 3 baris dan 3 kolom.
a b
Misalnya: d e

 g h
c
f 
i 
B. JENIS-JENIS MATRIKS
Jenis matriks dapat dibedakan berdasarkan susunan elemen matriks dan
berdasarkan sifat operasi dari matriksnya.
a. Berdasarkan Susuna Elemen Matriks
Berdasarkan susunan elemen matriks, ada beberapa jenis matriks yaitu:
1. Matriks kuadrat/bujur sangkar (square matrix) adalah matriks dimana
jumlah baris (m) sama dengan jumlah kolom (n) atau m = n.
 2 3
Contoh: A = 
,
1
4


1 2 3
B =  6 5 4


7 8 9
2. Matriks nol (null matrix) adalah matriks dimana semua elemenya
mempunyai nilai nol (0).
0 0 
Contoh: A = 
,
0 0 
0 0 0 
B = 0 0 0
0 0 0
3. Matriks diagonal (diagonal matrix) adalah matriks dimana semua
elemen diluar diagonal utamanya adalah nol (0) dan minimal ada satu
elemen pada diagonal utamanya bukan nol.
3
3 0
Contoh: A = 
,
0 5 
1 0 0
B = 0 0 0 


0 0 9
4. Matriks kesatuan/identitas (unit matrix, identity matriix) adalah matriks
dimana semua elemen pada diagonal utamanya bernilai satu dan elemen
diluar diagonal utama bernilai nol.
1 0
Contoh: A = 
,
0 1 
1 0 0
B = 0 1 0 


0 0 1
5. Matriks skalar (scalar matrix) adalah matriks diagonal dimana elemen
pada diagonal utamanya bernilai sama tetapi bukan satu atau nol.
4 0
Contoh: A = 
,
0 4
5 0 0 
B = 0 5 0 


0 0 5
6. Matriks tridiaonal (tridiagonal matrix) adalah matriks diagonal dimana
elemen sebelah kiri dan kanan diagonal utamanya bernilai tidak sama
dengan nol (0).
5 2 0 
Contoh: A = 2 5 2


0 2 5
7. Matriks segitiga bawah (lower triangular matrix, L) adalah matriks
diagonal mana elemen disebelah kiri (bawah) diagonal utama ada yang
bernilai tidak sama dengan nol.
1 0 
Contoh: L = 
,
2 1
1 0 0 
L = 2 3 0
4 3 5
4
8. Matriks segitiga atas (upper triangular matrix, U) adalah matriks diagonal
dimana elemen sebelah kanan (atas) diagonal utama ada yang bernilai
tidak sama dengan nol.
1 2
Contoh: U = 
,
0 3 
5 3 2 
U = 0 4 1 


0 0 5
9. Matriks simetris (symmertic matrix) adalah matriks bujur sangkar dimana
elemen ke aij sama dengan ke aij atau (aij= aij) untuk semua i dan j.
2 1 5
Contoh: U = 1 4 2 , berlaku sifat AT = A


5 2 2
10. Matriks miring (skew matrix) adalah matriks bujur sangkar dimana elemen
ke aij sama dengan –aji atau (aij = -aji) untuk semua i dan j tetapi elemen
diagonal utama tidak semuanya bernilai nol.
5 6
7

Contoh: M =  5 0 4 , berlaku sifat MT = -M


 6  4 2
11. Matriks miring simetris (skew-symmetric matrix) adalah matriks bujur
sangkar dimana elemen ke aij sama dengan –aij atau (aij = -aji) untuk semua
i dan dan semua elemen diagonal utama bernilai nol.
5 6
0

Contoh: M =  5 0 4 , berlaku sifat MT = -M


 6  4 0
b. Berdasarkan Sifat Operasi Matriks
Berdasarkan sifat operasi matriks, ada beberapa jenis matriks yaitu:
1. Matriks singular (singular matrix) adalah matriks yang determinannya
bernilai nol.
5
 2 4
Contoh: A = 
,
 2 4
 2 3 2
B = 4 1 5


0 0 0
2. Matriks non singular (non singular matrix) adalah matriks yang
determinannya bernilai tidak sama dengan nol.
4 5
Contoh: A = 
,
1 2 
2 2 1 
B = 1 2 2


2 1 2
3. Matriks hermit (hermit matrix) adalah matriks bujur sangkar yang
T
transpose conjugate-nya sama dengan matriks itu sendiri atau M
dimana M
=M
= conjugate kompleks matriks M.
 1 1  i 2
Contoh: M = 1  i 3
i  , M

 2
 i 0
T
M
 1 1 i 2 
= 1  i 3  i 


 2
i
0 
 1 1  i 2
= 1  i 3
i  = M

 2
 i 0
4. Matriks hermit miring (skew hermit matrix) adalah matriks bujur sangkar
yang transpose conjugate-nya sama dengan negatif matriks itu sendiri atau
T
M
= -M.
1  i 2
 i

Contoh: M =  1  i 3i i  , M


  2
i
0
T
M
  i 1 i 2 
=  1  i  3i  i 


  2
 i 0 
  1  1  i  2
= 1  i  3i  i  = -M


 2
i
0 
6
5. Matriks uniter (uniter matrix) adalah matriks bujur sangkar yang
transposenya sama dengan invers conjugate-nya atau MT =
T
M
atau
1
M M T = MM = I.
Contoh:
0  i 
i 0  ,


M =
 0 i
M M = 

  i 0
T
M
 0 i
  i 0 =


i 2

0
0 i
 0 i
T 
= 
dan
M
=

  i 0
  i 0


0  1 0
=

 i 2  0 1 
6. Matriks ortogonal (orthogonal matrix) adalah matriks bujur sangkar yang
transposenya sama dengan inversnya atau MT = M-1 atau MTM=I.
 1

Contoh: M =  2
 1
 2


MTM = 


1 
2  , dan MT =
1 
2 
1 
2 
1 
2 
1
2
1
2
 1
 2

 1
 2





1
2
1
2
1 
2 
1 
2 
1 
2  = 1 0 = I
1  0 1
2 
7. Matriks normal (normal matrix) adalah matriks bujur sangkar yang
T
mempunyai sifat: M M
T
=M
.
2  i
 1
Contoh: M = 
, dan M
1 
2  i
T
M
2  i
 1
=
1 
2  i
T
MM
2  i
 1
= 
1 
2  i
T
=M
2  i
 1
=
1 
2  i
2  i  1
2  i
 1
M ↔


1  2  i
1 
2  i
2  i
 1
=
2  i
1 

4  2i 
 2
4  2i
2 

7
2  i
 1
=2 
= 2M
1 
2  i
T
8. Matriks involunter (involunter matriks) adalah matriks yang jika dikalikan
dengan matriks itu sendiri akan menghasilakan matriks identitas atau M2 =
I.
 2

Contoh: M =  5
 1
 5
1 
5 
2 
5 
 2

M2= M.M =  5
 1
 5
1 
5 
2 
5 
 2
 5

 1
 5
1 
5  = 1 0 = I
2  0 1
5 
9. Matriks idempotent (idempotent matrix) adalah matriks yang jika dikalikan
dengan matriks itu sendiri akan menghasilkan matriks asal M2= M.
 2  2  4
Contoh: M =  1 3
4 

 1  2  3
 2  2  4  2  2  4  2  2  4
M =  1 3
4   1 3
4  =  1 3
4  = M

 1  2  3  1  2  3  1  2  3
2
10. Matriks nilpotent (nilpotent matrix) adalah matriks yang jika dikalikan
dengan matriks itu sendiri akan menghasilkan matriks nol atau MP = 0,
untuk p = bilangan bulat positif > 2.
1
3
1

Contoh: M = 5
2
6 

 2  1  3
8
1
3
1

M = 5
2
6 
 2  1  3
3
1
3
1
5
2
6 

 2  1  3
1
3
1
5
2
6 

 2  1  3
0 0 0 
M = 0 0 0
0 0 0
3
11. Matriks elementer (elementary matrix) adalah matriks hasil transformasi
elementer terhadap matriks kesatuan (I).
1 0 0
Contoh: I = 0 1 0


0 0 1
Transformasi elementer I12,I3(k),dan I23(k):
0 1 0 
I12 = 1 0 0


0 0 1
1 0 0
I3(k) = 0 1 0


0 0 k 
1 0 0
I23(k) = 0 1 k 


0 0 1 
Keterangan:
I12=b12 (baris 1 ditukar dengan baris 2)
I3(k)=b3(k)=k xb3 (baris 3 dikali dengan k)
I23(k)=b2+k x b3 (baris 2 + baris 3 dikali k)
9
C. ALJABAR MATRIKS
a. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks
Penjumlahan dan pengurangan matriks harus memperhatikan hal-hal
berikut:

Matriks dapat dijumlahkan atau dikurangkan jika mempunyai ukuran atau
dimensi yang sama.

Matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat dijumlahkan atau
dikurangkan.

Matriks hasil penjumlahan atau pengurangan mempunyai ukuran yang
sama dengan matriks asal.

Penjumlahan matriks adalah menambahkan elemen pada posisi yang sama
pada matriks.

Pengurangan (selisih) matriks adalah mengurangi elemen pada posisi yang
sama pada matriks.
Jumlah dua matriks A = (aij) dan B = (bij) yang berukuran m x n:
A + B = (aij + bij)mxn
untuk i = 1,2, ..., m;
j= 1,2, ..., n;
selisih dua matriks A = (aij) dan B = (bij) yang berukuran m x n:
A - B = (aij - bij)mxn
untuk i = 1,2, ..., m;
j= 1,2, ..., n;
Sifat penjumlahan dan pengurangan matriks:

A+B=B+A

A+B+C=C+B+A

(A+B)+C=A+(B+C)
Sifat komutatif
Sifat Asosiatif
10

A+0=A

A–0=A
Contoh:
Tentukan penjumlahandan selisih dari matriks-matriks berikut:
 2 1 3 
A=  0
4
6  ,

 6 10  5
4 7  8
B = 9 3
5 

1  1 2 
Penyelesaian:
 1  7 3  (8)
 24

A + B = 09
43
6  5  =

 6  1 10  (1)  5  2 
 6 6  5
 9 7 11 


 5 9 3 
 1  7 3  (8)
 24

A - B = 09
43
6  5  =

 6  1 10  (1)  5  2 
 2  8 11 
 9 1
1 

 7 11  7
b. Perkalian Matriks
1. Perkalian Skalar dengan Matriks
Jika k adalah bilangan real (skalar), maka perkalian skalar dengan matriks
A=[aij]mxn :
 ka11
 ka
kA =  21
 

kam1
ka12
ka22
kam 2
 ka1n 
 ka 2 n 
= (kaij)mxn
 

 kamn 
atau
11
 a11k
a k
Ak =  21
 

a m1 k
 a1n k 
a 22 k  a 2 n k 
= (aijk)mxn
 

a m 2 k  a mn k 
a12 k
Sifat perkalian skalar dengan matriks:
Jika A,B,C adalah matriks mxn, k1 dan k2 adalah skalar maka:

k1 = Ak1

(k1k2)A = k1(k2A)

1A = A

(-1) A= -A

K1(A+B) = k1A + k1B

(k1+k2)A = k1A + k2A
Contoh:
 2 1 3 
1. Jika A =  0
4
6  dan k = 2 tentukan kA dan Ak

 6 10  5
Penyelesaian:
 2 1 3 
kA = 2  0
4
6  =

 6 10  5
 2 2 6 
 0
8
12 

 12 20  10
 2 1 3 
Ak =  0
4 61  2=

 6 10  5
 2 2 6 
 0
8
12 

 12 20  10
12
2. Jika diketahui matriks A dan B berikut,
 4 0 5
A= 
,
  1 3 2
1 1 1 
B= 

3 5 7 
Tentukan 2A dan 2A-B
Penyelesaian:
 4 0 5
2A = 2 
=
  1 3 2
 8 0 10
 2 6 4 


 4 0 5 1 1 1   7  1 9
2A-B = 2 

-
= 
 1 3 2 3 5 7   5 1 3
2. Perkalian Matriks dengan Matriks
Jika A matriks ukuran m x p dan B matriks ukuran p x n, maka perkalian
matriks A dan B :
 a11
a
21
AB = 
 

a m1
a12
a 22
am2
 a1 p 
 a 2 p 
 

 a mp 
 b11
b
 21
 

b p1
b12
b22
bp2
 b1n 
 b 2 n 
 

 b pn 
 p

atau AB =  aik bkj 
 k 1
 mxn
untuk semua i = 1,2,..., m ; j = 1,2,...,p.
Perkalian matriks yaitu mengalikan elemen baris ke-i matriks A dengan
elemen kolom ke-j matriks B dan menjumlahkannya. Dimensi hasil perkalian
matriks:
13
Am x p
x
Bp x n = ABm x n
sifat perkalian matriks dengan matriks:

A(BC) = A (BC)
Asosiatif

A(B+C) = AB + AC
Distributif kiri

(B + C ) A = BA + C
Distributif kanan

r(AB) = (rA)B
r = skalar

ImA = A = AIn
Asosiatif
Contoh:
2  1
1. Jika diketahui A = 
 dan B =
3 4 
3  9 2 
5 7  6 tentukan AB


Penyelesaian:
2  1
AB = 
x
3 4 
3  9 2 
5 7  6


2(3)  (1)5 2(9)  (1)7 2(2)  (1)( 6)
= 
3(2)  4(6) 
 3(3)  4(5) 3(9)  4(7)
 1  25 10 
= 
1
 18
29
c. Perpangkatan Matriks
Jika n adalah sebuah bilangan bulat positif dan A suatu matriks persegi,
maka An = A x A x A x A ... x A (sebanyak n faktor) atau dapat juga dituliskan
An = A x An-1 atau An = An-1 x A.
14
Contoh:
 1  2
Diketahui matriks A = 
 , tentukan:
 1 3 
a. A2
b. A3
c. 2A4
Penyelesaian:
 1  2  1  2  3  8
a. A2 = 


=
 1 3   1 3   4 11 
 1  2  3  8  11  30
b. A3 = 
=


 1 3   4 11   15 41 
 1  2  11  30
c. 2A4 = 2A x A3 = 2 


 1 3   15 41 
 41  112
= 2
=
 56 153 
 224
 82
 112 306 


d. Transpose matriks
Transpose dari matriks A berordo m x n adalah matriks yang diperoleh
dari matriks A dengan menukar elemen baris menjadi elemen kolom atau
T
sebaliknya, sehingga beordo n x m. Notasi transpose Am x n adalah Anxm
.
Contoh:
Tentukan transpose dari matriks berikut:
A=
 a11
a
 21
a31
a12
a13
a 22
a32
a 23
a33
a14 
a 24  ,
a34 
 2 3
B = 1 4 


5 6
15
Penyelesaian:
Transpose dari matriks tersebut adalah sebagai berikut:
 a11
a
AT =  12
a13

a14
a 21
a 22
a 23
a 24
a31 
a32 
a33 

a34 
 2 1 5
BT = 

 3 4 6
e. Determinan Matriks
1. Determinan matriks ordo 2 x 2
a b 
Misalkan A = 
 adalah matriks yang berordo 2 x 2 dengan
c d 
elemen a dan d terletak pada diagonal utama, sedangkan b dan c terletak
pada diagonal utama kedua. Determinan matriks A dinotasikan “det A”
atau A adalah suatu bilangan yang diperoleh dengan mengurangi hasil
kali elemen-elemen pada diagonal utama pertama dengan hasil kali pada
diagonal utama kedua.
Dengan demikian dapat diperoleh rumus det A sebagai berikut:
a b 
det A = 
 = ad –bc
c d 
Contoh:
Tentukanlah determinan metriks matriks berikut:
5 2
A= 

 4 3
 4  1
b. 
2 
 3
Penyelesaian:
a.
5 2
det A = 
 = (5) (3) - (2) (4) = 7
 4 3
16
 4  1
b. det B = 
= (-4) (2) – (-1) (3) = -5
2 
 3
2. determinan matriks ordo 3 x 3
 a11 a12
jika A =  a 21 a 22

a 31 a32
a13 
a 23  adalah matriks persegi berordo 3 x 3,
a33 
 a11 a12
determinan A dinyatakan dengan det A =  a 21 a 22

a 31 a32
a13 
a 23  .
a33 
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan matriks berordo 3 x
3, yaitu aturan sarrus dan metode minor-kofaktor.
 aturan sarrus
Untuk menentukan determinan dengan aturan sarrus, perhatikan alur
berikut. Misalnya kita akan menghitung determinan matriks A3x3,
gambaran perhitungannya adalah sebagai berikut:
a11
a12
a13 a11
a12
det A  a 21
a31
a 22
a32
a 23 a 21
a33 a31
a 22
a32
= a11a22 a33  a12 a23 a31 a13 a21a32  a13a22 a31  a11a23a32  a12 a21a33
 metode minor-kofaktor
Misalkan matriks A dituliskan dengan [aij]. Minor elemen aij yang
dinotasikan dengan Mij adalah determinan setelah elemen-elemen baris kei dan kolom ke-j dihilangkan. Misalnya dari matriks A3x3 kita hilangkan
 a11 a12
baris ke-2 kolom ke-1 sehingga: A =  a 21 a 22

a 31 a32
a13 
a 23 
a33 
17
a
Akan diperoleh M21 =  12
a32
a13 
. M21 adalah minor dari elemen matriks
a33 
A baris ke-2 kolom ke-1 atau M21 = a21.
Kofaktor elemen aij dinotasikan dengan Kij adalah hasil kali (-1)i+j dengan
minor elemen tersebut. Dengan demikian kofaktor suatu matriks
dirumuskan dengan:
Kij= (-1)i+j Mij
Dari matriks A diatas, kita peroleh misalnya kofaktor a21 dan a13
berturut-turut adalah :
K21=(-1)2+1M21= -M21
K13=(-1)1+3M13= -M13
 k11
Kofaktor dari matriks A3x3 adalah (kof) A =  k 21

k 31
k12
k 22
k 32
k13 
k 23 
k 33 
Nilai dari suatu determinan merupakan hasil penjumlahan dari
perkalian suatu elemen-elemen suatu baris (atau kolom) dengan
kofaktornya. Untuk menghitung determinan, kita dapat memeilih terlebih
dahulu sebuah baris (atau kolom) kemudian kita gunakan aturan diatas.
Perhatikan cara menentukan determinan berikut:
 a11 a12
Misalkan diketahui matriks A =  a 21 a 22

a 31 a32
a13 
a 23 
a33 
Determinan matriks A dapat dihitung dengan cara berikut:
Kita pilih baris pertama sehingga:
det A = a11k11  a12 k12  a13 k13
= a11 (1)11 M 11  a12 (1)1 2 M 12  a13 (1)13 M 13
18
a
= a11  22
a32
a23 
a
 a12  21

a33 
a31
a 23 
a
 a13  21

a33 
a31
a 22 
a32 
= a11 (a 22 a33  a23 a32 )  a12 (a21a33  a23a 31 )  a13 (a21a32  a22 a31 )
= a11a22 a33  a11a23 a32  a12 a21a33  a12 a23a31  a13a21a32  a13a22 a31
= a11a22 a33  a12 a23a31  a13a21a32  a11a23a32  a12 a21a33  a13a22 a31
Tampak bahwa det A matriks ordo 3 x 3 yang diselesaikan dengan cara
minor kofaktor hasilnya sama dengan det A dengan menggunakan cara
sarrus.
Contoh:
1 2 3
Tentukan determinan dari matriks A = 2 1 4 dengan aturan sarrus dan


3 1 2
minor kofaktor!
Penyelesaian:
Cara 1 (aturan sarrus):
1 2 3
det A = 2 1 4


3 1 2
= (1 x 1 x 2) + (2 x 4 x 3) + (3 x 2 x 1) – (3 x 1 x 3) – (1 x 4 x1) – (2
x 2 x 2)
= 2 + 24 + 6 – 9 – 4 – 8
= 11
Cara 2 (minor-kofaktor):
19
1 4
2 4 2 1
det A = 1 
 2
  3


3 2 3 1
1 2
= 1 (2 – 4) – 2 (4 – 12) + 3 (2 – 3)
= 1 (-2) – 2(-8) + 3(-1)
= -2 + 16 – 3
= 11
3. Sifat-Sifat Determinan Matriks
Berikut beberapa sifat determinan matriks:
1. jika semua elemen dari salah satu baris/kolom sama dengan nol maka
determinan matriks itu nol.
0 0
Misal: A = 
→ A 0, B =
 2 3
2 3 1
0 0 0  B  0


5 4 1
2. jika semua elemen dari salah satu baris/kolom sama dengan baris/kolom
elemen-elemen lain maka determinan matriks itu nol.
 4 3 2
Misal: B = 5 7 8  B  0 (karena elemen-elemen baris ke-1 dan


4 3 2
ke-3 sama).
3. Jika elemen-elemen salah satu kolom/baris merupakan kelipatan dari
elemen-elemen baris/kolom lain maka determinan matriks itu sama
dengan nol.
 1 2 3
Misal: A = 5 7 0  A  0 (karena elemen-elemen baris ke-3
2 4 6
merupakan kelipatan elemen-elemen baris ke-1)
20
f.
4.
AB  A x B
5.
AT  A , untuk AT adalah transpose dari matriks A.
6.
A 1 
7.
kA  kn A untuk A ordo n x n dan k suatu konstanta.
1
, untuk A-1 adalah invers dari matriks A
A
Invers Matriks
Jika A adalah matriks ukuran n x n dan jika ada matriks b ukuran n x n
sedemikian rupa sehingga:
AB = BA = I
Dimana I adalah matriks identitas ukuran n x n, maka matriks A disebut
non singular atau invertibel dan matriks A merupakan invers dari B atau B
merupakan invers dari A.
Jika matriks A tidak mempunyai invers, maka A disebut matriks singular
atau non invertibel.
Notasi matriks invers dari A: A-1.
1. Menentukan invers matriks berordo 2 x 2
a b 
Misalkan diketahui matriks A = 
 , dengan ad-bc tidak sama
c d 
dengan nol. Suatu matriks lain, misalnya B dikatakan sebagai invers
matriks A jika AB = I. Matriks invers dari A ditulis A-1 dengan demikian
berlaku AA-1=A-1A.
Matriks A mempunyai invers jika A adalah matriks nonsingular yaitu
det A ≠ 0, sebaliknya jika det A = 0 maka matriks singular maka matriks
ini tidak memiliki invers.
a b 
Jadi jika A = 
 , maka inversnya adalah:
c d 
21
A-1 =
 d  b
1
untuk ad-bc ≠ 0
ad  bc  c a 
Contoh:
Tentukan invers matriks matriks berikut:
4 1 
a. A = 

7 2 
3  2
b. B = 

5  4
Penyelesaian:
a. A-1 =
=
1  2  1
8  7  7 4 
1
1
 2  1
 7 4 


 2  1
= 

 7 4 
b. B-1 =
=
  4 2
1
 12  (10)   5 3
1   4 2
 2   5 3
2
= 5
 2
1
 3
2 
2. Menentukan invers matriks berordo 3 x 3
Invers matriks berordo 3 x 3 dapat dicari dengan beberapa cara. Pada
pembahasan kali ini kami akan menggunakan cara adjoin.
Invers matriks persegi berordo 3 x 3 dirumuskan sebagai berikut:
22
A 1 
1
adj ( A)
det A
Penentuan adj A:
a b

A  d e
g h

c
(  ) ( ) (  )
a11

f   A  () () ()  A  a 21
i 
(  ) ( ) (  )
a31
e
a11   a
h
f

i 
d
a12  b
g
f

i 
a12
a13
a 22
a32
a 23
a33
d
a13  c
g
e

h 
b c

a 21  d 
h i 
 a c

a 22  e
g i
 a b

a 23   f 
 g h
b
a31   g 
e
a
a32  h
d
 a b

a33  i
 g h
c

f 
c

f 
Contoh:
1 2 1
Diketahui matriks A = 2 3 4 tentukan invers matriks A dengan


1 2 3
menggunakan perhitungan menurut baris pertama.
Penyelesaian:
Terlebih dahulu kita hitug determinan A
det A  1
3 4
2 3
2
2 4
1 3
1
2 3
1 2
= 1(9 – 8) – 2(6 – 4) + 1(4 – 3)
=1(1) – 2(2) + 1(1)
=1 – 4 + 1
= -2
Dengan menggunakan rumus adjoin diperoleh:
23
 1 4 5 
adj (A)   2 2  2
 1
0  1
Jadi A-1 dapat dihitung sebagai berikut:
A 1 
1
adj ( A)
det A
 1 4 5 
1 
=
 2 2  2

2
 1
0  1
 1
 2
= 1
 1

 2
5
 
2
1 1 
1 
0

2 
2
g. Penyelesaian Persamaan Linear dengan Matriks
Matriks dapat digunakan untuk mempermudah dalam menentukan
penyelesaian sistem persamaan linear. Pada pembahasan kali ini, kita akan
menggunakannya untuk menyelesaikan sestem persamaan linear dua variabel
dan tiga variabael.
1. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Bentuk umum sistem persamaan linear dua variabel:
ax + by = p .......................................................(1)
cx + dy = q .......................................................(2)
persamaan (1) dan (2) deatas dapat kita susun kedalam bentuk matriks
dibawah ini:
24
a b   x   p 
c d   y   q 

   
Tujuan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel adalah
menentukan nilaix dan y yang memenuhi sistem persamaan itu. Oleh
karena itu, berdasarnya sistem penyelesaian matriks bentuk AX = B dapat
dirumuskan sebagai berikut:
 x
1  d  b  p 
 y   ad  bc  c a    q 
 

  
Asalkan ad – bc  0
Contoh:
Tentukan
penyelesaian
sistem
persamaan
linear
berikut
dengan
menggunakan matriks.
2x + y =
x + 3y = 7
penyelesaian:
dari persamaan diatas dapat kita susun menjadi matriks sebagai berikut.
2 1  x  4
1 3  y   7

   
Dengan menggunakan rumus penjelasan matriks diatas, diperoleh sebagai
berikut.
 x
 3  1 4
1
 y   (2 x3)  (1x1)  1 2  7
 

 
15
=  
5 10
1 
=  
2
25
Jadi,diperoleh penyelesain x = 1 dan y = 2
2. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear tiga variabel dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya eliminasi, substitusi dan
gabungan antara eliminasi dan substitusi.
Misalkan diberikan sistem persaman linear tiga variabel sebagai berikut.
a1 x  b1 y  c1 z  d1
a2 x  b2 y  c2 z  d 2
a3 x b 3 y  c3 z  d 3
Sistem persamaan linear diatas dapat disusun menjadi matriks sebagai
berikut:
 a1
a
 2
 a3
b1
b2
b3
c1   x   d1 
c2   y   d 2 
c3   z   d 3 
 a1
Misalkan A = a 2

 a3
b1
b2
b3
c1 
c2  , X =
c3 
 x
 y  dan B =
 
 z 
 d1 
d 
 2
 d 3 
Bentuk diatas dapat kita tuliskan sebagai AX = B
Penyelesaian sistem persamaan AX= B adalah X = A-1B. Dalam hal ini
A-1=
1
adj ( A) , oleh karena itu diperoleh:
det A
1
 1

adj ( A) B
adj ( A)  B =
X= 
det A
 det A

Contoh:
Tentukanlah determinanmatriks berikut:
26
1 2 3
B  1 3 4
1 4 3
Penyelesaian:
1 2 31 2
B  1 3 41 3
1 4 31 4
B = (1x3x3) + (2x4x1) + (3 x1x4) – (3x3x1) – (1x4x4) – (2x1x3)
B  9  8  12  9  16  6
B  2
D. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
Sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n x n misalkan A, dan sebuah vektor
kolom X dihubungkan dengan sebuah persamaan :
AX = λX
dimana λ adalah suatu skalar dan X adalah vektor yang tidak nol.
Skalar λ dinamakan nilai Eigen dari matriks A. Nilai eigen adalah nilai
karakteristik dari suatu matriks bujur sangkar. Vektor X adalah suatu vektor yang
tidak nol untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut dengan vektor eigen. Jadi vektor X
mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen tertentu.
Perhitungan Nilai Eigen
Kita tinjau perkalian matriks A dan X dalam persamaan sebelumnya. Apabila
kedua sisi dalam persamaan tersebut dikalikan dengan matriks identitas didapatkan :
IAX = IλX
AX = λIX
27
[λI - A]X = 0
Persamaan terakhir terpenuhi jika dan hanya jika
det[λI - A] = 0
Dengan menyelesaikan persamaan diatas kita bisa mendapatkan nilai eigen λ.
Misalkan diberikan sebuah matriks
a b 
A= 

c d 
Dari persamaan det[λI - A] = 0 kita dapatkan :
det
b 
  a
0
 c
  d 

  a   d   bc  0
2  a  d   ad  bc  0
Selanjutnya dengan menggunakan rumus abc didapatkan nilai eigen :
Contoh:
1. tentukan nilai eigen dari matriks berikut ini:
 3 2
A

 1 0
Penyelesaian:
Nilai eigen ditentukan dengan persamaan:
2 
  3
det 
= 0
  1   0
28
(  3)(  0)  2  0
2  3  2  0
(  1)(  2)  0
Jadi penyelesaian dari persamaan ini adalah  =1 dan  =2
2. Tentukanlah nilai eigen dari matriks berikut ini:
  8 21  9 


A    14 31  13 
  22 45  19 


Penyelesaian:
Persamaan karakteristik dari matriks A adalah:
21
9 
 8  


det( A  I )  det  14 31  
 13  = 0
  22
45
 19   

Untuk mencari nilai  yang sesuai terlebih1 dahulu hitung determinan dari (A-  )
dengan metode kofaktor:
det A   8   
31  
 13
45
 19  
 21
 14
 13
 22  19  
9
 14 31  
 22
45
det A  3  42  4  16
det A = (   2)(   2)(  4)
sehingga didapat ketiga nilai eigen adalah   2,   2,   4
E. PENERAPAN MATRIKS DALAM FISIKA
a. Analisis Vektor dengan Pendekatan Matriks
Vektor adalah istilah yang sangat akrab bagi orang – orang yang
berkecimpung di bidang fisika. Tentu saja karena vektor adalah istilah penting
yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki oleh suatu objek. Vektor atau
29
besaran vektor didefinisikan sebagai besaran yang mempunyai besar atau nilai dan
arah, sedangkan definisi dari besaran adalah sesuatu yang dapat diukur dan
dinyatakan dalam satuan. Akan sangat panjang jika kita membahas definisi
besaran di sini, maka mari kita kembali menengok pembahasan vektor kita.
Catatan ini akan lebih banyak membahas operasi matematika pada vektor, jika
pembaca ingin mengetahui lebih banyak tentang definisi vektor dan aturan
penulisan vektor, pembaca dapat membaca referensi – referensi lain yang
membahas tentang vektor.
Vektor dapat direpresentasikan ke dalam bentuk vektor satuan. Vektor satuan
adalah vektor pada arah sumbu x, y, atau z pada koordinat kartesian yang
memiliki besar satu satuan. Misalnya suatu vektor dua dimensi pada koordinat
kartesian F = 16 N pada arah 60 derajat dapat direpresentasikan dalam vektor
satuannya sebagai F = (8i + 13.86j) N, dengan huruf i menunjukkan vektor satuan
dari F yang bernilai 8 N pada arah sumbu x dan huruf j menunjukkan vektor
satuan dari F yang bernilai 13.86 N pada arah sumbu y. Untuk vektor tiga dimensi
kita
dapat
menambahkan
vektor
satuan
dengan
lambang
k
untuk
merepresentasikan vektor pada arah sumbu z. Secara umum kita dapat menuliskan
suatu vektor F = Fxi + Fyj + Fzk, dengan Fx, Fy, dan Fz masing – masing adalah
nilai komponen vektor F pada arah sumbu x, y, dan z.
Berawal dari penulisan besaran vektor dalam bentuk vektor satuan, kita akan
menemukan bahwa melalui suatu persamaan bentuk, maka kita dapat
mengaplikasikan operasi matriks dalam menganalisis nilai dari operasi
matematika untuk satu atau lebih besaran vektor. Ada beberapa operasi
matematika pada besaran vektor, misalnya penjumlahan, pengurangan, perkalian
titik (dot product), dan perkalian silang (cross product). Ada pula istilah operator
di dalam analisis vektor, Anda akan memahaminya lebih dalam ketika belajar
tentang Kalkulus Vektor. Kali ini kita akan membahas operasi – operasi
matematika dasar pada vektor melalui pendekatan bentuk matriks. Melalui
pendekatan ini diharapkan akan mempermudah proses analisis besaran vektor dan
memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang besaran vektor.
30
b. Operasi Matematika pada Vektor dengan Pendekatan Matriks
Besaran vektor dapat dijumlahkan satu sama lain, misal kita mempunyai
vektor A = 5i + 5j – 5k dan vektor B = 4i-3j+2k. Maka kita dapat mengetahui
hasil penjumlahan vektor A + B = R dengan menjumlahkan nilai masing – masing
komponen vektor satuannya yang bersesuaian. Melalui konsep tersebut kita bisa
menentukan nilai R = (5+4)i + (5+(-3))j + ((-5)+2)k, sehingga R = 9i + 2j – 3k.
Sekarang kita menggunakan pendekatan matriks untuk operasi penjumlahan
tersebut, bayangkan kita memiliki sebuah matriks 1×3, dengan masing – masing
kolom terisi nilai vektor pada sumbu x, y, dan z. Misalnya, F = [Fx Fy Fz],
dengan Fx adalah nilai vektor F pada sumbu x, Fy adalah nilai vektor F pada
sumbu y, dan Fz adalah nilai vektor F pada sumbu z. Kita akan mendapatkan
vektor A = [5 5 -5] dan vektor B = [4 -3 2], dari bentuk matriks tersebut kita dapat
memperoleh hasil penjumlahan kedua vektor tersebut, R, dengan cara
menjumlahkan vektor (atau sekarang bisa kita sebut matriks) A dan B melalui
operasi penjumlahan pada matriks biasa. Kita akan memperoleh R = [9 2 -3],
bandingkan dengan hasil yang kita peroleh sebelumnya, bersesuaian bukan?
Untuk operasi pengurangan vektor, mari kita tinjau kembali konsep dari
pengurangan suatu vektor dengan vektor yang lain. Kita akan mendapatkan bahwa
mengurangkan suatu vektor dengan vektor yang lain sama dengan menjumlahkan
suatu vektor dengan lawan vektor yang lain. Dalam hal ini, yang dimaksud lawan
adalah nilai negatif dari vektor yang dimaksud, contohnya -1 adalah lawan dari 1.
Dari sini kita dapat menggunakan konsep penjumlahan vektor dengan catatan
mengubah nilai vektor pengurangnya menjadi nilai lawannya. Misalkan kita akan
mengurangkan vektor A dengan vektor B pada contoh sebelumnya. Maka kita
akan memperoleh R = A + (-B), dengan nilai -B = [-4 3 -2], sehingga R = [1 8 -7].
Perkalian pada vektor ada dua macam, yaitu perkalian titik atau perkalian
skalar (dot product) dan perkalian silang (cross product). Masing – masing bentuk
perkalian mempunyai sifat – sifat tersendiri, sehingga saya sarankan pembaca
lebih mendalami konsep perkalian vektor dengan membaca buku – buku referensi
yang ada.
31
Perkalian titik atau perkalian skalar (dot product) merupakan perkalian antara
dua buah besaran vektor yang menghasilkan suatu nilai skalar. Aplikasi perkalian
titik contohnya pada perhitungan usaha, usaha didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh dikalikan besar gaya yang sejajar dengan arah perpindahan. Secara
matematis usaha didefinisikan sebagai W = F.s, di sini kita melihat salah satu
aplikasi perkalian titik pada bidang fisika.
Secara matematis, perkalian titik dirumuskan dalam bentuk R = A.B dan R =
AB cos(t), dengan t adalah besar sudut apit terkecil di antara kedua vektor.
Konsep penting dalam perkalian titik adalah sifat perkalian titik antar vektor
satuan. Pada perkalian titik perkalian antara dua buah vektor satuan yang sama
memberikan nilai 1 dan perkalian antara dua buah vektor satuan yang berbeda
menghasilkan nilai 0, misalnya i.i = j.j = k.k = 1 dan i.j = j.k = k.i = 0. Sehingga
melalui operasi aljabar kita dapatkan nilai A.B = (Ax.Bx)+(Ay.By)+(Az.Bz).
Selain itu, pada perkalian titik berlaku A.B = B.A. Melalui konsep tersebut, kita
dapat mengaplikasikan operasi perkalian matriks pada operasi perkalian titik dua
buah vektor. Perhatikan bahwa syarat dua buah matriks dapat dikalikan adalah
ketika jumlah kolom matriks pertama sama dengan jumlah baris pada matriks
kedua.
Misalkan kita akan mengalikan vektor A.B menghasilkan nilai skalar R, maka
kita harus men-transpose matriks vektor B yang memiliki ukuran 1×3 sehingga
menjadi matriks berukuran 3×1. Ingat bahwa pada perkalian titik kita melakukan
transpos pada matriks tertentu sehingga menghasilkan hasil perkalian berupa
matriks berukuran 1×1.
mendapatkan
nilai
Kita kalikan vektor A dan B-transpos untuk
R.
Kita
dapat melihat bahwa dengan menggunakan perkalian matriks yang menghasilkan
matriks berukuran 1×1, kita bisa mendapatkan hasil perkalian titik antara dua
32
vektor. Melalui perkalian matriks kita dapat menghindari perkalian antara dua
vektor satuan yang berbeda yang menghasilkan nilai 0 (ingat bahwa meskipun kita
tidak menuliskan vektor satuan i, j, k tetapi posisi kolom atau baris yang ditempati
menunjukkan vektor satuan yang dimiliki nilai yang bersangkutan, sehingga sifat
– sifat vektor satuan juga tetap dimiliki oleh nilai tersebut). Kita juga dapat
melihat bahwa perkalian tersebut bersesuaian dengan persamaan perkalian titik
A.B = (Ax.Bx)+(Ay.By)+(Az.Bz).
Perkalian silang (cross product) adalah perkalian antara dua buah vektor yang
menghasilkan vektor lain yang arahnya tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk
oleh kedua vektor yang dikalikan. Aplikasi perkalian silang contohnya pada
perhitungan torsi atau torka oleh suatu gaya. Torsi atau torka didefinisikan sebagai
hasil perkalian silang antara suatu gaya dengan panjang lengan yang tegak lurus
terhadap arah gaya yang bekerja. Secara matematis torsi didefinisikan sebagai
torsi = Fxd, di sini kita melihat salah satu aplikasi perkalian silang pada bidang
fisika.
Secara matematis, perkalian silang dirumuskan dalam bentuk R = AxB dan R
= AB sin(t), dengan t adalah besar sudut apit terkecil di antara kedua vektor.
Konsep penting dalam perkalian silang adalah sifat perkalian titik antar vektor
satuan. Pada perkalian titik perkalian antara dua buah vektor satuan yang sama
memberikan nilai 0, misalnya ixi = jxj = kxk = 0. Sedangkan untuk vektor satuan
lainnya berlaku sifat ixj =k, jxk = i, kxi = j, dan jxi = -k, ixk = -j, kxj = -i.
Sehingga melalui operasi aljabar kita bisa mendapatkan nilai AxB = (Ay.Bz –
Az.By)i + (Az.Bx – Ax.Bz)j + (Ax.By – Ay.Bx)k. Selain itu, perkalian silang
memiliki sifat AxB = -BxA. Untuk menyelesaikan perkalian silang dua buah
vektor kita dapat menggunakan konsep determinan matriks 3×3. Salah satu cara
untuk mencari determinan matriks 3×3 adalah dengan metode Sarrus, untuk
memahami metode ini silahkan membaca referensi – referensi lain tentang metode
Sarrus.
Untuk menghitung nilai perkalian silang AxB = R, kita dapat menggunakan
konsep determinan matriks 3×3 dengan cara menyusun matriks vektor A dan B
menjadi matriks berukuran 3×3 dengan menambahkan matriks vektor satuan [i j
33
k] pada baris pertama, kemudian menempatkan matriks vektor A pada baris kedua
dan matriks vektor B pada baris ketiga. Kita dapat memperoleh nilai R dengan
cara
mencari
determinan
dari
matriks
3×3
tersebut.
Melalui penggunaan konsep determinan kita dapa melihat kesesuaian antara
bentuk aljabar determinan matriks 3×3 dengan rumus yang kita miliki untuk
mencari nilai hasil perkalian silang vektor AxB = (Ay.Bz – Az.By)i + (Az.Bx –
Ax.Bz)j + (Ax.By – Ay.Bx)k.
Uraian di atas adalah metode analisis vektor dengan menggunakan pendekatan
matriks. Kita bisa memandang sebuah vektor sebagai suatu bentuk matriks dan
menggunakan operasi matematika yang berlaku pada matriks untuk mencari nilai
dari hasil operasi matematika dasar pada vektor yang bersangkutan. Melalui
pendekatan ini kita dapat menyederhanakan analisis vektor sehingga terhindar dari
keharusan untuk menulis rumus yang cukup panjang. Selain itu, sifat – sifat
vektor satuan dapat diterapkan pada pendekatan matriks. Akan tetapi, pendekatan
matriks menuntut ketelitian yang cukup tinggi karena operasi pada matriks
melibatkan nilai – nilai yang memiliki koordinat posisi yang berbeda – beda dan
letak nilai tersebut sangat mempengaruhi hasil operasi matriks.
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Matriks adalah kumpulan bilangan-bilangan yang disusun secara
khusus dalam bentuk baris dan kolom sehingga membentuk persegi panjang
dan bujur sangkar dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh kolom dan
baris yang ditulis diantara dua tanda kurung, yaitu ( ) dan [ ].
Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan
dengan persoalan yang apabila kita telusuri ternyata merupakan masalah
matematika. Dengan kata lain kita selalu bersentuhan dengan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan matematika entah itu kita sadari ataupun
tidak. Agar mudah difahami maka persoalan tersebut diubah kedalam bahasa
atau persamaan matematika supaya persoalan tersebut lebih mudah
diselesaikan. Diatas juga telah dijeleskan macam-macam matriks, aljabar
matriks, nilai eigen dan vektor eigen serta penerapan matriks dalam ilmu
fisika. Tetapi terkadang suatu persoalan sering kali memuat lebih dari dua
persamaan dan beberapa variabel, sehingga kita mengalami kesulitan untuk
mencari hubungan antara variabel-variabelnya.
B. Saran
Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang paling tidak
disukai oleh anak-anak. Kenyataan di lapangan membuktikan cukupbanyak
siswa yang tidak suka bahkan membenci mata pelajaran matematika. Dalam
benak mereka matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit untuk
dimengerti bahkan membosankan.
Hal ini menjadi dilema bagi para pendidik dan para ahli, karena
matematika merupakansalah satu pengetahuan untuk sains dan teknologi yang
sangat perlu bagi kelanjutan pembangunan. Apalagi dalam memasuki abad ke
-21 yangditandai dengan kemajuan dalam perkembangan IPTEK, pengetahuan
siapdan
kepiawaian
berpikir
logis
yang
dikembangakan
dalam
pelajaranmatematika sangat diperlukan.
35
Dalam menghadapi era globalisasi yang diiringi dengan perkembangan
IPTEK yang sangat pesat, maka peningkatan kualitas-kualitas sumber daya
manusia mempunyai posisi yang strategis bagi keberhsilan dan kelanjutan
pembangunan nasional. Oleh sebab itu, upaya tersebut mutlak harus
mendapat perhatian yangsungguh-sungguh dan harus dirancang secara
sistematis dan seksama berdasarkan pemikiran yang matang. Wadah yang
tepat bagi upaya peningkatan kualitas sumberdaya manussia adalah
pendidikan.
Ada beberapa indikator dalam peningkatan mutu pendidikan antara
lain melalui peningkatan kinerja guru dan peningkatan mutupelajaran yang
melibatkan MBS, Pakem, serta peran serta masyarakat (PSM).Dalam
kaitannya dengan Pakem, guru dituntut untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang kondusif, yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, danmenyenangkan. Situasi pakem tersebut harus diupayakan untuk
semua mata pelajaran.
Dengan begitu, diharapkan peningkatan mutu pendidikn pendidikan
dapat tercapaisecara optimal. Guru sebagai faktor penentu dan paling
berpengaruh dalam hal menanamkan konsep terhadap siswa. Penguasaan
guru terhadap materi pelajaran, kemampuan guru dalam memilih dan
menggunakan metode pembelajaran serta kemampuan guru dalam
menetapkan media pembelajaran sangat menentukan terhadap keberhasilan
proses pembelajaran, di samping adanya potensi dan kemauan siswa
sendiri.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ruminta.2009.Matriks Persamaan Linier dan Pemograman Linier.
Bandung:Rekayasa Sains.
http://feriantoraharjo.files.wordpress.com/2009/09/05_eigen_value.pdf
Diakses pada tanggal: 30-11-2013 pukul: 13:45
http://xprashp.wordpress.com/2010/10/31/analisis-vektor-dengan-pendekatan-matriks/
diakses pada tanggal 01-12-2013 pukul 14:07
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/05/contoh-soal-matriks-pengertian-jenisjenis-sifat-operasi-invers-jawaban-notasi-dan-ordo-penjumlahan-penguranganperkalian-transpose-skalar-determinan-matematika.html
diakses pada tanggal 01-12-2013 pukul 14:07
http://ghose-smkitpesat.blogspot.com/2012/02/matriks.html
http://paradoks77.blogspot.com/2011/08/nilai-eigen-dan-vektor-eigen.html
http://achidayat.lecture.ub.ac.id/2012/12/nilai-eigen-teori-dan-interpretasinya-dalamanalisa-forex/
diakses pada tanggal 04 12 2013 pukul 22:04
37
Download