Uploaded by User56228

BAHAN AJAR STEM -K21

advertisement
BAHAN AJAR
Pembelajaran Fisika Berbasis Science Technology
Engineering and Mathematics (STEM) Memfasilitasi
Pengembangan Keterampilan Belajar Abad ke-21
untuk
Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Dasar Proses
Pembelajaran Fisika I
Disusun oleh: Dwi Yulianti
NIM 0402616002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2019
PRAKATA
Alhamdulillaahirrobbal’alamiin, bahan ajar Pembelajaran Fisika Berbasis
Science Technology Engineering and Mathematic Memfasilitasi Pengembangan
Keteraampilan Belajar Abad 21 telah tersusun, oleh karena itu segala puji dan rasa
syukur saya panjatan kepada Allah swt yang telah melimpahkan karuniaNya
sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Ucapan terima kasih tak
terhingga disampaikan kepada promotor saya: Prof. Dr. Wiyanto M.Si., ko
promotor Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd dan anggota promotor Dr. Sunyoto Eko
Nugroho, M.Si yang berkenan untuk mereview dan memvalidasi buku ajar ini.
Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak Dr. Joko Siswanto,M.Pd, Dr.
Suharto Linuwih, M.Si dan Dr. Sri Wardani, M.Si yang telah berkenan memvalidasi
buku ajar ini.
Buku ajar ini memuat latar belakang pentingnya Keterampilan Abad 21 dan
pendekatan Science Technology Engineering and Mathematics (STEM),
Pembelajaran Fisika Berbasis STEM , Model Pembelajaran berorientasi STEM dan
Contoh
Perangkat
Pembelajaran
Fisika
Berbasis
STEM
memfasilitasi
pengembangan keterampilan belajar abad 21.
Semoga buku ajar ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa pendidikan
fisika dan pembaca yang lain.
Semarang, 29 Juli 2019
1
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................................ 5
1.1.
Mengapa Keterampilan Abad 21 Penting? ......................................................... 5
1.2.
Mengapa Science Technology Engineering and Mathematics (STEM)? ........... 7
1.3.
Kaitan Keterampilan Abad 21 dengan Kurikulum 2013..................................... 9
BAB II SCIENCE TECHNOLOGY ENGINEERING AND MATHEMATIC (STEM)...... 12
2.1.
Sejarah Terbentuknya STEM ......................................................................... 12
2.2.
Subjek STEM .................................................................................................... 13
2.3.
Cara Menerapkan Pendekatan STEM ............................................................... 16
BAB III KETERAMPILAN BELAJAR ABAD 21 ......................................................... 21
3.1.
Latar Belakang Pentingnya Keterampilan Abad 21 di Indonesia .................... 21
3.2.
Keterampilan Abad 21 ...................................................................................... 22
3.3.
Pendidik Abad 21 .............................................................................................. 32
BAB IV PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS STEM .............................................. 37
4.1.
Pembelajaran berbasis STEM ........................................................................... 37
4.2.
Model Pembelajaran Berorientasi STEM ....................................................... 40
4.2.1.
Model Project Based Learning ................................................................. 40
4.2.2.
Model Pembelajaran Discovery Learning................................................. 44
4.2.3.
Problem Based Learning .......................................................................... 48
BAB V PERANGKAT PEMBELAJARAN BERPENDEKATAN STEM
TERINTEGRASI KETERAMPILAN 4C ........................................................................ 53
5.1.
Penyusunan RPP ............................................................................................... 53
5.2.
Penyusunan Instrumen Tes untuk Mengukur Keterampilan 4C ...................... 60
5.3.
Contoh Bahan Ajar Berpendekatan STEM Terintegrasi Keterampilan 4C ...... 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 65
GLOSSARIUM................................................................................................................. 83
INDEKS ............................................................................................................................ 85
2
PENDAHULUAN
Bahan ajar ini, merupakan bahan ajar yang digunakan pada Model Task
Action Learning yang diterapkan di mata kuliah Dasar dan Proses Pembelajaran
Fisika I. Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika I berbobot 2 sks (satuan kredit
semester), diberikan kepada mahasiswa pendidikan fisika semester lima. Capaian
pembelajaran lulusan mata kuliah Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika I adalah
mampu merencanakan, pembelajaran fisika berbasis aktivitas belajar untuk
mengembangkan kemampuan berpikir sesuai dengan karakteristik materi fisika,
dan sikap ilmiah sesuai dengan karakteristik siswa dengan memanfaatkan berbagai
sumber belajar berbasis ilmu pengetahuan, teknologi yang kontekstual
lingkungan sekitar. Capaian pembelajaran
dan
mata kuliah adalah memiliki bekal
pengetahuan yang memadai terkait metode pembelajaran inovatif yang berorientasi
kecakapan personal, sosial, dan akademik (life skill) pada pembelajaran fisika di
sekolah menengah dan menerapkannya dalam bentuk rancangan program
pembelajaran fisika di sekolah menengah, yang terdiri atas:
1. mahasiswa dapat menyusun RPP berbasis STEM yang memfasilitasi
pengembangan keterampilan 4C,
2. mahasiswa dapat menyusun LKS berbasis STEM yang memfasilitasi
pengembangan keterampilan abad 21,
3. mahasiswa dapat menyusun alat evaluasi keterampilan 4C,
4. mahasiswa dapat menyusun bahan ajar berbasis STEM yang memfasilitasi
pengembangan keterampilan 4C,
5. mahasiswa dapat menyusun media pembelajaran untuk mengejarkan fisika
berbasis STEM dan memfasilitasi pengembangan keterampilan abad ke21.
Ruang lingkup bahan ajar ini meliputi pengenalan STEM dan Keterampilan
Belajar Abad ke-21, model pembelajaran fisika yang dapat digunakan untuk
membelajarkan fisika berbasis STEM yang memfasilitasi pengembangan
Keterampilan Belajar Abad 21.
3
PETUNJUK PENGGUNAAN
Bahan ajar ini sebagai sistem pendukung Model Task Action Learning, agar dapat
mengikuti perkuliahan menggunaakan model ini perhatikan petunjuk sebagai
berikut,
1. Pertemuan pertama, perkuliahan diawali dengan pretest . Selanjutnya
pembentukan kelompok dan bahan ajar. Pelajarilah bahan ajar ini, untuk
memperkaya pemahaman konsep, dan diskusikan pertanyaaan-pertanyaan
secara berkelompok.
2. Pertemuan kedua menuntaskan hasil diskusi yang merupakan lokakarya
awal. Setelah waktu berdiskusi selesai, silahkan :
a. hasil diskusi ditulis pada kertas dan tempelkan pada meja atau dinding.
b. setiap kelompok berkeliling, ke kelompok yang lain untuk mencermati
hasil diskusi kelompok lain dan memberikan catatan pada kertas yang
dikunjungi, yang dinamakan gallery walk. Selanjutnya dosen akan
memberikan tugas project menyusun perangkat pembelajaran. Setiap
mahasiswa wajib melaksanakan program pendampingan diluar jam
kuliah
3. Pertemuan ketiga adalah gallery project, setiap kelompok memajang hasil
project di meja atau di dinding. Setiap kelompok berkewajiban
mengunjungi kelompok lain dan memberikan saran terhadap hasil project
kelompok lain. Dosen memilih 5 perangkat terpilih untuk di peer teaching
kan pada pertemuan berikutnya.
4. Pertemuan keempat adalah peer teaching
5. Pertemuan terakhir adalah refleksi dan posttest
4
BAB I
LATAR BELAKANG
Bab I, membahas tentang latar belakang pentingnya pembelajaran
menggunakan pendekatan Science Technology Engineering and Mathematics
(STEM), latar belakang pentingnya pembelajaran terintegrasi keterampilan abad
21, dan kaitan keterampilan belajar abad ke-21 dengan kurikulum 2013. Setelah
mempelajari bab I ini mahasiswa dapat:
1. menjelaskan latar belakang pentingnya keterampilan abad ke-21
2. menjelaskan latar belakang pentingnya pembelajaran berpendekatan STEM
3. menjelaskan kaitan keterampilan belajar abad ke-21 dengan kurikulum
2013.
1.1. Mengapa Keterampilan belajar Abad ke-21 Penting?
Saat ini kita sudah memasuki abad ke-21, apakah kita siap menghadapi
dan menjalani proses kehidupan di era tersebut? Jika kita amati, sampai saat ini
berbagai kemajuan pada semua sendi kehidupan telah tercapai, tidak terkecuali di
bidang pendidikan. Banyak pakar mengatakan abad ke-21 adalah abad
pengetahuan, ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat, alat dan cara komunikasi
semakin berkembang dengan hadirnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, sehingga setiap orang dapat memperoleh informasi dan berkomunikasi
begitu cepat, tanpa ada batasan ruang, jarak dan waktu.
Pada bidang pendidikan sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi
siswa dan guru, agar dapat bertahan pada abad pengetahuan di era informasi ini.
Apa yang harus disiapkan khususnya yang berkaitan dengan tugas kita sebagai
pendidik anak bangsa? Bukankah pendidik adalah ujung tombak pembentukan
manusia seutuhnya? Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, dituntut memiliki
kemampuan belajar mengajar di abad ke-21 ini. Khususnya pendidik dituntut
bagaimana mengajarkan keterampilan abad ke-21 agar siswa mampu bersanding,
bersaing dan bertahan.
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah
5
tantangan dan masalah global, seperti perubahan iklim, krisis ekonomi global,
globalisasi, berbagai masalah lain yang harus mampu dihadapi dan diselesaikan.
Era globalisasi, membuat persaingan antarnegara, antarbangsa, dan antar
individu menjadi semakin ketat. Siapa yang berkemampuan dan siap akan mampu
bertahan, sedangkan yang tidak siap akan tersisihkan dan mungkin akhirnya
tertinggal. Pelajaran berharga yang dapat kita ambil, adalah negara-negara maju
yang mempunyai sumber daya manusia yang unggul, semakin menguasai
persaingan dibandingkan dengan negara berkembang yang kualitas sumber
dayanya tidak berkompeten. Keterampilan Abad ke-21 juga tidak hanya membantu
siswa untuk berhasil di semua bidang sekolah formal, keterampilan ini juga
diperlukan bagi seseorang untuk beradaptasi dan berkembang dalam dunia yang
terus berubah (Partnership for 21st Century Learning, 2016). Menurut Frydenberg
& Andone sebagaimana dikutip oleh Hidayah, R (2017) juga menyatakan untuk
menghadapi pembelajaran abad ke-21, setiap orang harus memiliki keterampilan
berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi,
literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Oleh karena itu untuk dapat berperan dalam dunia global, setiap negara
wajib untuk menyiapkan generasi yang memiliki 21st Century skills. Menurut
National Education Association /NEA (2002), ada 18 macam 21st Century Skills
yang perlu dibekalkan pada peserta didik, yang terbagi dalam beberapa aspek. Salah
satu aspek yang terpenting adalah aspek Learning and Innovation Skills-4C, yaitu
critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration
(kolaborasi/kerjasama), dan creativity (kreativitas). Aspek tersebut harus dikuasai
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Rotherham &
Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang peserta didik tergantung
pada kecakapan abad ke-21, dengan demikian peserta didik perlu dibekali dan
memilikinya, sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, dengan menguasai keterampilan belajar abad ke-21, siswa akan dapat
merencanakan dan membuat keputusan bijak untuk masa depan mereka dan dapat
pula mengatasi tantangan globalisasi (Husin, 2016). Rich juga (2010) menjelaskan
bahwa pembelajaran abad ke-21 berarti bahwa siswa dapat menguasai konten
6
sambil memproduksi, mensintesis, dan mengevaluasi informasi dari berbagai mata
pelajaran dan sumber dengan pemahaman dan rasa hormat terhadap beragam
budaya. Siswa tidak hanya menunjukkan tiga Rs, tetapi juga menunjukkan tiga Cs:
kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi.
1.2. Mengapa Science Technology Engineering and Mathematics (STEM)?
Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) merupakan
inisiatif dari National Science Foundation. STEM telah diterapkan di sejumlah
negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Finlandia, Australia dan Singapura.
Beberapa penelitian tentang pengembangan keterampilan abad 21 dapat
dilaksanakan melalui pendekatan STEM (Bybee, 2010; Elliott, Oty, McArthur dan
Clark, 2001; Gülhan & Şahin, 2016; Kennedy & Odell, 2014; Morrison, 2006;
Olivarez, 2012; Roberts, 2012; Sahin, Ayar & Adıguzel, 2014; Yamak, Bulut &
Dündar, 2014). Tujuan dari penerapan pendekatan STEM di Amerika Serikat
adalah untuk menjadikan keempat bidang STEM menjadi pilihan karir utama bagi
peserta. Konsep pendekatan STEM saat ini sedang berkembang di negara-negara
maju. Tujuan utama pembelajaran berbasis STEM adalah meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan berpikir analitis (Brophy, et
al., 2008). STEM adalah pendekatan yang menyatukan beberapa disiplin ilmu,
mengarahkan pada pembelajaran yang efektif dan berkualitas, mengaitkan dengan
pengalaman kehidupan sehari-hari dan melibatkan pemikiran tingkat tinggi
(Yildirim dan Altun, 2015). Menurut Akyildiz (2014), STEM adalah pendekatan
interdisipliner terintegrasi yang memberikan pengalaman belajar yang relevan dan
praktis kepada siswa. Reformasi pendidikan di banyak negara telah memfokuskan
pada STEM dan minat mengajar menggunakan STEM meningkat (Corlu, Capraro
dan Capraro, 2014).
Pembelajaran menggunakan pendekatan STEM merupakan integrasi dari
pembelajaran sains, teknologi, teknik, dan matematika yang disarankan untuk
membantu kesuksesan keterampilan abad ke-21 (Beers, 2011). Halim (2013) juga
menyimpulkan bahwa pendidikan STEM adalah media yang sempurna untuk
7
penerapan keterampilan abad ke-21. Selain itu STEM digunakan untuk mengatasi
situasi dunia nyata melalui sebuah desain berbasis proses pemecahan masalah
seperti yang digunakan oleh insinyur dan ilmuwan (Williams, 2011). Manfaat
pendekatan STEM adalah membuat siswa menjadi pemecah masalah, penemu,
inovator, mampu mandiri, pemikir yang logis, melek teknologi, mampu
menghubungkan budaya dan sejarahnya dengan pendidikan, dan mampu
menghubungkan pendekatan STEM dengan dunia kerja (Morrison, 2006). Melihat
pentingnya pendekatan STEM tersebut bagi siswa, STEM perlu menjadi kerangkarujukan bagi proses pembelajaran fisika di Indonesia, dan dapat dijadikan alternatif
baru bagi inovasi pendidikan IPA termasuk fisika dalam era persaingan bebas.
Kaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia seperti yang diharapkan
pada Kurikulum 2013, STEM saat ini menjadi alternatif pembelajaran sains yang
dapat membangun generasi yang mampu menghadapi abad ke-21 yang penuh
tantangan (Permanasari, 2016:23). Alasan yang dapat dikemukakan adalah
pendekatan STEM sebagian besar menggabungkan pemecahan masalah, analisis,
kritis, berpikir kreatif, kerja sama tim, dan keterampilan komunikasi sebagai strategi
pedagogis (Shahali et al., 2015). Selain itu, pembelajaran STEM mampu
mengembangkan pola berpikir kritis, penalaran, kerja kelompok, kemampuan
menyelidiki, dan kreativitas yang dapat siswa terapkan pada seluruh aspek
kehidupan (Chantala, 2017).
Pada abad
ke-21
ini,
pendidik menjadi
ujung tombak
untuk
mengantarkan peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi,
keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja,
dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Calon
guru harus dibekali agar memiliki pengetahuan pedagogis yang diperlukan terkait
dengan perencanaan dan implementasi sesuai dengan pendidikan STEM, dan
dilengkapi dengan sumber daya dan materi yang diperlukan (Altan, Yamak &
Kırıkkaya, 2016; Corlu, Capraro & Capraro, 2014; Gonzalez & Kuenzi, 2012;
Kennedy & Odell, 2014; Stohlmann, Moore &Roehrig, 2012).
8
Hasil penelitian McDonald (2016) menunjukkan bahwa 237 penelitian
penerapan STEM dalam pembelajaran, baik secara praktik maupun pedagogi
terbukti efektif untuk meningkatkan minat, motivasi, dan prestasi siswa serta dapat
mengembangkan keterampilan abad 21. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fitriani, Karniawati, & Suwarma (2017) juga menunjukkan adanya pengaruh
positif dari penerapan pembelajaran STEM yaitu pembelajaran STEM dapat
meningkatkan causal reasoning atau daya penalaran pada siswa SMP. Sejalan
dengan penelitian yan dilakukan oleh Surya (2018) yang menyatakan bahwa
pembelajaran yang mengintegrasikan pendekatan STEM menuntut siswa untuk
memahami konsep sains dan menganalisis rekayasa dari sebuah teknologi sehingga
berguna unuk melatih dan menunjang kemampuan berpikir kreatif siswa.
Ketika STEM diterapkan pada pembelajaran, maka hasil keluaran yang
akan didapatkan oleh siswa adalah sebagai berikut: memberikan energi pada
lingkungan belajar, merevitalisasi kurikulum dengan relevansi dunia nyata;
memicu keinginan siswa untuk mengeksplorasi, menyelediki, dan memahami dunia
mereka; siswa dapat mengembangkan kepercayaan diri dan mengarahkan diri
sendiri ketika berada dalam pekerjaan berbasis tim maupun independen; siswa
menjadi lebih bersemangat dan percaya diri dalam matematika dan sains ketika
menggunakan teknologi, inovasi, desain, dan rekayasa agar dapat membuat
pembelajaran lebih bermakna; pendidikan STEM merupakan jalur utama menuju
literasi teknologi untuk semua kalangan; mendorong siswa untuk berpikir dengan
fleksibel dan percaya diri; meningkatka relevansi dalam pengalaman pendidikan
sekaligus menurunkan angka putus sekolah (Williams, 2011).
1.3. Kaitan Keterampilan Abad ke-21 dengan Kurikulum 2013
Pendidikan Nasional abad ke-21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
9
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010). Pemerintah telah berupaya
meningkatkan kualitas pendidikan melalui Kurikulum 2013 yang telah diterapkan
sampai saat ini. Kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari Fisika di
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah diantaranya adalah menjalani kehidupan
dengan sikap positif dengan daya pikir kritis, kreatif, inovatif, dan kolaboratif,
disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan potensi proses dan produk fisika,
serta memahami dampak perkembangan fisika terhadap teknologi (Kemendikbud,
2016). Dengan demikian kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum 2013
sesuai dengan tuntutan keterampilan abad ke-21, proses belajar mengajar sains
menekankan siswa aktif dan menggunakan pendekatan ilmiah. Implementasi
kurikulum 2013 juga menghasilkan tekanan untuk guru agar dapat mengadopsi
beberapa pedagogi yang berbeda, seperti: lebih menekankan pada pengembangan
keahlian abad ke-21 bagi siswa, pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, dan
juga pembelajaran aktif. Guru dan juga siswa di Indonesia ke depannya menghadapi
tantangan unuk mengimplementasikan pedagogi-pedagogi tersebut agar dapat
merubah paradigma dari guru sebagai pusat pengontrol menjadi guru sebagai
fasilitator (Blackley, 2018).
Jika dicermati tujuan pembelajaran berpendekatan STEM terintegrasi
keterampilan abad ke-21, sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di sekolah
menengah yang tercantum dalam kurikulum 2013. Dengan demikian pada
pembelajaran kurikulum 2013 dapat diimplementasikan pendekatan STEM
terintegrasi abad ke-21. Rumusan tujuan dan pola pikir dalam pengembangan
Kurikulum 2013 yang dikemukakan mengisyaratkan bahwa Kurikulum 2013
memberikan ruang bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM
dalam konteks implementasi kurikulum 2013, yang mengutamakan integrasi S, T,
E dan M secara multi dan transdisiplin serta pengembangan pemikiran kritis,
kreativitas, inovasi, dan kemampuan memecahkan masalah.
Guru sebagai agen perubahan dalam bidang pendidikan, dituntut untuk
selalu berinovasi dalam melaksanakan pembelajaran, agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Guru harus menjadi pembelajar abad ke-21 sendiri, belajar dari inkuiri,
10
eksperimen, melalui kolaboratif bersama komunitas pendidik profesional yang
solid.
Guru yang baru lulus dari lembaga kependidikan atau telah berada di ruang
kelas selama dua puluh tahun, harus terus belajar untuk mengembangkan desain,
melatih, dan memfasilitasi keterampilan untuk membimbing dan mendukung
proses belajar siswa. Guru harus terus mengasah keterampilan mereka,
menggunakan
teknologi
pembelajaran,
untuk
membantu
memperdalam
pemahaman dan mengembangkan keterampilan abad ke-21 lebih lanjut. Seperti
yang Boholano (2017) katakan, bahwa guru yang menggunakan teknologi digital
dengan kemampuan yang baik dapat menjadi sesuatu yang berharga dalam
mengajar di abad ke-21 ini.
Abad ke-21 menuntut siswa mempunyai keterampilan yang mampu
memecahkan masalah dunia nyata. Pada setiap proses pembelajaran guru dapat
menyajikan permasalahan sesuai topik atau materi yang dibahas. Melalui
bimbingan guru, siswa berlatih memecahkan masalah berdasar pada kemampuan
yang telah dimilikinya. Ketika menggunakan pemecahan masalah dunia nyata,
siswa mengembangkan pengetahuan dengan cara yang bermakna (White &
Frederiksen, 1998), harus mengatur kognisi dan perilaku mereka dengan cara
untuk mencapai tujuan mereka (Brown, Bransford, Ferrara, & Campione, 1983;
Flavell, 1987), dan mendapatkan pengalaman mempertahankan pilihan mereka
melalui bukti dan keterampilan komunikasi yang efektif (Voss & Post, 1988).
Evaluasi
1. Jelaskan mengapa keterampilan abad ke-21 penting?
2. Jelaskan pentingnya pendekatan STEM? berilah alasan sesuai dengan
keberadaan kurikulum yang berlaku saat ini.
3. Apa kaitan keterampilan abad ke-21 dengan kurikulum 2013?
11
BAB II
SCIENCE TECHNOLOGY ENGINEERING AND MATHEMATIC (STEM)
Bab II membahas tentang sejarah terbentuknya STEM, apakah yang dimaksud
dengan STEM dan cara menerapkan pendekatan STEM. Setelah mempelajari Bab II ini,
mahasiswa dapat:
1.menjelaskan sejarah terbentuknya pendekatan STEM
2. menjelaskan konten STEM
3. menjelaskan cara menggunakan pendekatan STEM.
2.1. Sejarah Terbentuknya STEM
Kata STEM yang merupakan akronim adalah dari Science, Technology,
Engineering, dan Mathematics, mula-mula diluncurkan oleh National Science
Foundation AS pada tahun 1990-an sebagai sebagai tema gerakan reformasi
pendidikan dalam keempat bidang disiplin ilmu tersebut untuk menumbuhkan
angkatan kerja bidang-bidang STEM, serta mengembangkan warga negara yang
melek STEM, meningkatkan daya saing global AS dalam inovasi iptek (Hanover
Research, 2011). Awalnya
disebut Science, Mathematics, Enginering and
Technology (SMET) (Sanders, 2009), merupakan inisiatif yang dibuat oleh
National Science Foundation. Inisiatif pendidikan ini adalah untuk membekali
kemampuan berpikir kritis kepada siswa yang akan membuat mereka dapat
memecahkan masalah secara kreatif dan akhirnya dapat bersaing di dunia kerja.
Hal ini dirasakan bahwa setiap mahasiswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran
yang berpendekatan STEM, khususnya pengaturan K-12 akan memiliki
keuntungan jika mereka memilih dan mengejar pendidikan pasca-sekolah
menengah atau akan memiliki keuntungan lebih besar jika menghadiri kuliah
khususnya dibidang STEM (Butz et al., 2004).
Pemanfaatan konsep STEM sering diterapkan pada aspek dunia bisnis
misalnya revolusi industri. Pemanfatan
STEM
terutama digunakan di
perusahaan-perusahaan rekayasa untuk menghasilkan teknologi seperti bola
12
lampu, mobil, alat-alat dan mesin. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk
inovasi ini hanya sedikit berpendidikan dan atau masih berada di masa belajar,
misalnya Thomas Alfa Edison tidak mengenyam bangku kuliah (Beals, 2012),
begitu juga dengan Henry Ford.
Peristiwa sejarah lainnya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya
STEM adalah perang dunia II, serta peluncuran sputnik Uni Soviet. Teknologi
yang diciptakan dan dipakai selama Perang Dunia II hampir tak terukur
banyaknya. Model atom Bohr dan jenis-jenis persenjataan lainnya, serta karet
sintetis untuk berbagai jenis kendaraan transportasi darat dan air. Para ilmuwan,
matematikawan, dan insinyur bekerja sama dengan militer untuk
menghasilkan
produk inovatif yang membantu memenangkan perang (Judy, 2011). Pada tahun
1957, Uni Soviet kemudian berusaha dan berhasil meluncurkan Sputnik 1. Ini
adalah satelit yang berukuran bola pantai dan mengorbit bumi sekitar satu jam
setengah. Ini adalah tonggak teknologi dimulainya "kompetisi ruang angkasa"
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (National Aeronautics and Space
Administration, 2008). Inovasi "raksasa" ini menggunakan prinsip STEM
untuk menghasilkan beberapa teknologi yang paling produktif dalam sejarah.
Namun, penggunaan STEM dalam pendidikan hampir tidak ada (Butz, dkk.,
2004). Pada tahun 1990, sebuah agensi pemerintahan Amerika Serikat yang
menyokong penelitian dan pendidikan fundamental di bidang sains dan teknik
yaitu National Science Foundation (NSF), telah menyatukan sains, teknologi,
teknik
dan matematika dan disingkat menjadi STEM (Science, Technology,
Engineering, Mathematic).
2.2. Subjek STEM
STEM
merupakan
gerakan global dalam praktik pendidikan yang
mengintegrasikan dengan berbagai pola integrasi untuk mengembangkan kualitas
sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan keterampilan abad ke-21
(Firman, 2016).
13
Meskipun sejarah telah berperan dalam pendekatan STEM, ada banyak
variasi dan opini tentang apa itu pendekatan STEM dan bagaimana harus diajarkan.
Akronim STEM ditetapkan terdiri dari; Science, Technology, Enginering, and
Mathematic, menurut National Research Council (2014) didefinisikan sebagai:
Science: studi sistematis dari sifat dan perilaku alam semesta material dan
fisik, berdasarkan pengamatan, percobaan, dan pengukuran, dan perumusan
undang-undang untuk menggambarkan fakta-fakta secara umum. Ilmu
pengetahuan dari sains berperan menginformasikan proses rancangan
teknik.
Technology: cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
penciptaan dan penggunaan sarana teknis dan keterkaitan mereka dengan
kehidupan, masyarakat, dan lingkungan, mengacu pada mata pelajaran
seperti seni industri, teknik, ilmu terapan, dan ilmu pengetahuan murni.
Keseluruhan sistem dari orang dan organisasi, pengetahuan, proses dan
perangkat-perangkat
yang
kemudian
menciptakan
benda
dan
mengoperasikannya.
Engineering: seni atau ilmu membuat aplikasi praktis dari pengetahuan
ilmu murni, seperti fisika atau kimia, seperti dalam pembangunan mesin,
jembatan, bangunan, tambang, kapal, dan pabrik kimia. Teknik merupakan
tubuh pengetahuan tentang desain dan penciptaan benda buatan manusia
dan sebuah proses untuk memecahkan masalah. Teknik memanfaatkan
konsep dalam sains, matematika dan alat-alat teknologi.
Mathematics : kelompok ilmu terkait, termasuk aljabar, geometri, dan
kalkulus, berkaitan dengan studi tentang jumlah, kuantitas, bentuk, dan
ruang dan mereka hubungan timbal balik dengan menggunakan notasi
khusus. Matematika digunakan dalam sains, teknik dan teknologi.
Berdasarkan karakteristik pendekatan STEM berfokus pada desain untuk
solusi masalah dunia nyata, pendekatan STEM adalah salah satu cara untuk
melakukan praktek sains dan teknik menggabungkan beberapa strategi yang
14
menyediakan implementasi dari konsep integrasi beberapa disiplin ilmu. Selain itu,
pendekatan STEM adalah alat untuk membantu siswa menjadi melek STEM
(Bybee, 2013; Kearney, 2011). Kegiatan pembelajaran yang menggunakan
pendekatan STEM melibatkan proses ilmiah dan rekayasa desain. Proses ilmiah
adalah pendekatan metodologis untuk proses penyelidikan, teori empiris yang
dibangun telah diverifikasi (Betz, 2011). Proses ilmiah terjadi secara alami dan
spontan di dalam pikiran kita. Secara logis, kita dapat menggunakan proses ilmiah
untuk mengetahui dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana dunia bekerja.
Proses ilmiah tidak hanya berguna dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga pada setiap
situasi yang memerlukan pemikiran kritis. Keterampilan proses ilmiah yang terjadi
meliputi
mengamati
mengklasifikasikan,
kualitas,
mengukur
menyimpulkan,
kuantitas,
memprediksi,
menyortir
dan
bereksperimen,
dan
berkomunikasi (Vitti & Torres, 2006).
Menurut Zollman (2012) STEM secara khusus mengacu pada ilmu
pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika, istilah yang diciptakan pada tahun
2001 oleh Judith Ramaley sebagai asisten direktur Direktorat Pendidikan dan
Sumber Daya Manusia di National Science Foundation. STEM sekarang memiliki
makna yang lebih luas, dan termasuk pertanian, lingkungan, ekonomi, pendidikan,
dan obat-obatan (Zollman, 2011). Keterkaitan antara sains dan teknologi dan sains
lainnya tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran sains. STEM adalah disiplin
ilmu yang terkait erat satu sama lain. Sains membutuhkan matematika sebagai alat
dalam memproses data. Teknologi dan teknik adalah aplikasi ilmu pengetahuan.
Pendekatan STEM dalam pembelajaran diharapkan menghasilkan pembelajaran
yang bermakna bagi siswa melalui integrasi pengetahuan, konsep, dan
keterampilan secara sistematis (Lestari, 2018).
Technology for All Americans Project (ITEEA, 2011) yang disetujui oleh
International Technology and Engineering Education Association (ITEEA)
menetapkan
6 standar
untuk studi teknologi dan rekayasa, mendefinisikan
teknologi sebagai “bagaimana manusia memodifikasi dunia di sekitar mereka
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan atau untuk memecahkan masalah
15
praktis. Dengan demikian, teknologi dan pendidikan engineering adalah berbasis
masalah belajar, siswa memanfaatkan prinsip sains matematika, teknik dan
teknologi. Studi ini melibatkan:
a. merancang, mengembangan, dan memanfaatkan sistem teknologi
b. kegiatan desain berbasis masalah yang bersifat open ended
c. kognitif, manipulatif, dan strategi pembelajaran yang efektif
d. menerapkan pengetahuan teknologi dan pengalaman dunia nyata yang
sesungguhnya menggunakan sumber yang terbaru.
e. bekerja secara individu maupun dalam tim untuk memecahkan masalah
(ITEEA, 2011) seperti dikutip oleh David (2011).
2.3. Cara Menerapkan Pendekatan STEM
Pendekatan STEM
merupakan salah satu pendekatan inovatif dalam
pembelajaran sains yang memerlukan penggunaan proses ilmiah oleh siswa di kelas
(Bybee, 2013;Yager,1996) seperti dikutip Anwari et al. (2015). STEM adalah
pendekatan yang menyatukan beberapa disiplin ilmu, mengarahkan pada
pembelajaran yang efektif dan berkualitas, mengaitkan dengan pengalaman
kehidupan sehari-hari dan melibatkan pemikiran tingkat tinggi (Yildirim dan Altun,
2015). Menurut Akyildiz (2014), pendekatan STEM adalah pendekatan
interdisipliner terintegrasi yang memberikan pengalaman belajar yang relevan dan
praktis kepada siswa. Reeve (2013) mengadopsi definisi STEM sebagai pendekatan
interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik dapat menggunakan
sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam konteks nyata yang
mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sehingga
mengembangkan literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu
bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan.
Setelah kita memahami STEM, pertanyaan yang sering muncul adalah
bagaimana kita dapat mengintegrasikan ke dalam pembelajaran di kelas? Integrasi
pendekatan STEM dapat dilakukan melalui bahan ajar, melalui cara sebagai berikut:
16
a. aspek Science (Sains) merupakan aspek utama, sehingga dominan dalam
bahan ajar, dapat disajikan dalam bentuk bahasan materi pada setiap bab.
Aspek sains konsep fisika juga dapat disajikan dalam bentuk penerapan
konsep fisika misalnya impuls, momentum, fluida dan yang lainnya.
b. aspek
Technology
(teknologi)
diintegrasikan
dalam
bentuk
penjelasan/deskripsi tentang teknologi pemanfaatan/penerapan materi
yang dibahas. Misalnya kita membahas tentang impuls dan momentum,
maka kita bisa menyajikan dalam bentuk penerapan pada pristiwa
tumbukan ataupun pada olah raga tinju.
c. Aspek Engineering (teknik), diintegrasikan dalam bentuk
prinsip
kerja/desain tehnologi pemanfaatan/penerapan materi yang dibahas.
d. Aspek Mathematics(Matematika) diintegrasikan dalam bentuk rumusan
matematika tentang materi yang dibahas. Bisa juga dalam bentuk simbol
besaran, persamaan matematika ataupun operasi matematika, terkait materi
yang dibahas
Ada tiga metode dalam menerapkan pendekatan STEM yang masing-masing
metodenya terletak pada tingkat konten STEM. Metode-metode tersebut terpisah,
tertanam, dan terintegrasi oleh Quang et al. (2015), yaitu:
a. Silo (terpisah)
Pada metode ini, pendidik melatih setiap subjek STEM secara terpisah. Setiap
materi terfokus pada pengetahuan yang diharapkan peserta didik mendapatkan
pemahaman yang mendalam, serta terkait materi. Pembelajaran yang
terkonsentrasi pada masing-masing individu memungkinkan peserta didik untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai isi dari masingmasing mata pelajaran. Pendidik memiliki peran penting untuk menanamkan
pengetahuan kepada peserta didik, kelemahan metode ini adalah peserta didik
yang bersifat pasif dalam pembelajaran akan mengalami kesulitan dalam
berkontribusi sehingga dapat memungkinkan peserta didik salah dalam
memahami integrasi antar subjek STEM dalam kehidupan sehari-hari. Metode
silo pada pendekatan STEM menggambarkan setiap lingkaran sebagai disiplin
17
STEM. Setiap subjek tersebut diajarkan secara terpisah untuk menjaga domain
dalam batas-batas dari setiap subjek, seperti digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Metode Silo, setiap lingkaran mewakili subyek STEM yang
diajarkan secara terpisah
Contoh :
Jika mata pelajaran sains/fisika, teknologi, engineering, dan matematika
diajarkan sebagai mata-mata pelajaran yang terpisah satu sama lain dan tidak
diintegrasikan satu sama lain. Karena terpisah satu sama lain, keadaan ini lebih
tepat digambarkan sebagai S-T-E-M daripada STEM (Dugger, n.d).
b. Metode Tertanam (Embedded)
Pendekatan STEM pada metode tertanam meliputi kehidupan seharihari dan teknik pemecahan masalah cenderung dalam konteks sosial, budaya, dan
pengetahuan. Pembelajaran lebih efektif karena memungkinkan peserta didik
untuk memperkuat apa yang dipelajari melalui aktivitas peserta didik. Metode
tertanam lebih menekankan untuk mempertahankan integritas materi pelajaran
bukan fokus pada interdisiplin mata pelajarannya. Metode tertanam ditunjukkan
pada Gambar 2, setiap lingkaran merupakan disiplin STEM. Domain
pengetahuan setidaknya terdiri dari satu disiplin tertanam dalam konteks yang
lain.
Contoh :
Didalam mengajarkan sains termasuk fisika, dikaitkan aplikasinya di dalam
teknologi dan engineering
18
Gambar 2. Metode Tertanam (embedded)
c. Terpadu (integrasi)
Pada metode terpadu, konten STEM dicampur dan dipelajari sebagai satu subjek,
peserta didik diharapkan menggunakan konsep STEM multidisiplin untuk
memecahkan masalah. Kurangnya struktur umum pelajaran dapat membatasi
pemahaman peserta didik. Dalam hal ini, para pendidik dapat gagal dalam
menciptakan satu tujuan umum meskipun ada penggabungan materi dari masingmasing disiplin. Gambar 3 menggambarkan metode terpadu pada pendekatan
STEM. Metode terpadu pada pendekatan STEM diajarkan seolah-olah
terintegrasi dalam satu subjek. Integrasi dapat dilakukan dengan minimal dua
disiplin. Garis lingkaran pada Gambar 3 yang saling memotong menunjukkan
berbagai pilihan yang terlibat dalam integrasi yang dicapai.
Gambar 3. Metode Terpadu dalam Pendekatan STEM
Contoh:
STEM diajarkan sebagai satu subyek, integrasi bisa antara sains dengan
matematika, sains dengan teknologi dan engineering atau ketiga-tiganya .
19
Cara yang lebih komprehensif adalah melebur keempat-empat disiplin
STEM dan mengajarkannya sebagai mata pelajaran terintegrasi, misalnya konten
teknologi, engineering dan matematika dalam sains, sehingga
guru
sains
mengintegrasikan T, E, dan M ke dalam S (Firman, 2016). Pada kurikulum di
Indonesia, mata pelajaran matematika dan sains diberikan mulai dari pendidikan
dasar sampai menengah. Salah satu pola integrasi yang mungkin dilaksanakan
tanpa merestrukturisasi kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia
adalah mengintegrasikan konten engineering, teknologi, dan matematika dalam
pembelajaran sains (termasuk fisika) berbasis pendekatan STEM, sebagaimana
diilustrasikan dalam Gambar 4.
T
FISIKA
M
E
Gambar 4. Penggunaaan pendekatan STEm pada pembelajaran Fisika
EVALUASI
1. Jelaskan sejarah terbentuknya STEM!
2. Jelaskan definisi dari setiap subjek STEM dan saling keterkaitannya!
3. Menurut saudara metode yang mana yang sesuai untuk membelajarkan
fisika menggunakan pendekatan STEM? Jelaskan alasan saudara!
20
BAB III
KETERAMPILAN BELAJAR ABAD ke-21
Abad ke-21 merupakan abad globalisasi yang ditandai dengan
berkembangnya teknologi yang sangat pesat di berbagai kehidupan, termasuk sains.
Akhir- akhir ini keterampilan abad ke-21 menjadi topik yang banyak dibahas
di berbagai negara dan khususnya di bidang kegiatan pendidikan. Bab III ini,
membahas latar belakang munculnya keterampilan abad ke-21, keterampilan abad
ke-21 khususnya Learning Inovation Skill (4C), apa yang harus dilakukan untuk
menjadi pendidik abad ke-21? Setelah mempelajari Bab III ini diharapkan
mahasiswa dapat:
1. menjelaskan latar belakang munculnya keterampilan abad ke-21
2. menjelaskan yang dimaksud keterampilan 4C
3. mendeskripsikan keterampilan abad ke-21
3.1. Latar Belakang Pentingnya Keterampilan Abad 21 di Indonesia
Studi yang dilakukan Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa
tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang
kompeten dalam hal: (1) komunikasi oral maupun tertulis, (2) berpikir kritis dan
mengatasi masalah, (3) etika bekerja dan profesionalisme, (4) bekerja secara tim
dan berkolaborasi, (5) bekerja dalam kelompok yang berbeda, (6) menggunakan
teknologi, dan (7) manajemen proyek dan kepemimpinan.
Laporan hasil kajian ASEAN Business Outlook Survey 2014 menyatakan
bahwa di wilayah ASEAN, Indonesia dianggap sebagai negara tujuan utama
investasi asing. Laporan hasil survei tersebut, mengindikasikan fakta yang
kurang baik, bahwa Indonesia memiliki tenaga kerja murah dengan keahlian
rendah. Jika dibandingkan dengan lulusan negara lain yang lebih ahli dan
terlatih, misalnya Filipina yang merupakan peringkat tertinggi, bangsa Indonesia
sulit bersaing dan akan kehilangan kesempatan kerja yang baik, jika tidak
didukung dengan suatu program yang mencetak lulusan berketerampilan tinggi.
21
Jika dibandingkan dengan pada masa 20-30 tahun yang lalu, para
lulusan
Indonesia kini membutuhkan keterampilan lebih untuk berhasil dalam menghadapi
persaingan ketat abad ke-21. Adanya permintaan keterampilan dalam
menghadapai kemajuan bidang ekonomi, perusahaan inovatif dan perkembangan
pekerjaan yang menuntut kemampuan kolaboratif dengan tim, berkomunikasi
secara efektif, mampu memecahkan masalah. Hal ini merupakan tantangan yang
harus disikapi dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali di bidang pendidikan yang
merupakan tanggung jawab pendidik. Mengingat pentingnya keterampilan abad
ke-21, maka lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi, menyiapkan
peserta didik agar menguasai keterampilan abad ke-21
(P21,2009).
Kemampuan sains atau fisika di Indonesia masih sangat rendah, hal ini
ditunjukkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun
bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 69 dari 76 negara (Kemendikbud, 2016).
Pada dekade tahun 1990 an, pada waktu zaman agraris, peserta didik cukup
menguasai 3R (Reading, wRiting, aRithmatic). Namun di era global dan modern,
keterampilan 3R tidaklah cukup, agar peserta didik kelak mampu bersaing di era
global maka peserta didik harus mampu menjadi pemecah masalah, kreator,
pemikir kritis, komunikator dan kolaborator. Paradigma pembelajaran abad ke-21,
menekankan dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan masalah,
berpikir kritis, analitis, bekerjasama serta berkolaborasi (Litbang Kemendibud,
2016).
3.2. Keterampilan Abad ke-21
Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and
innovation skills, dan (3) Information media and technology skills. Ketiga
keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan
pelangi keterampilan pengetahuan abad 21 atau 21st century knowledge-skills
rainbow (Trilling dan Fadel, 2009). Sebagai penjelasan Gambar 5 menunjukkan
skema pelangi keterampilan pengetahuan abad ke-21.
22
Gambar 5: Pelangi Keterampilan-Pengetahuan Abad ke-21
Learning Inovation Skill
Keterampilan abad ke-21 yang dibahas pada bahan ajar ini hanya membahas
Learning Innovation Skill, karena sesuai capaian pembelajaran mataa kuliah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengadopsi tiga
konsep pendidikan abad ke-21 untuk mengembangkan kurikulum baru untuk
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), melalui Kurikulum 2013. Ketiga
konsep tersebut adalah 21st Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), scientific
approach (Dyer, et al., 2009) dan authentic assesment (Wiggins dan McTighe,
2011; Ormiston, 2011; Aitken dan Pungur, 1996; Costa dan Kallick, 1992).
Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi)
meliputi (a) berpikir kritis dan mengatasi masalah/Critical Thinking and Problem
Solving, (b) komunikasi dan kolaborasi/Communication and Collaboration, (c)
kreativitas dan inovasi/Creativity and Innovation. Tabel 1 menunjukkan
keterampilan belajar dan berinovasi:
Tabel 1: Keterampilan Belajar dan Berinovasi ( Trilling dan Fadel,2009)
Keterampilan Abad 21
Keterampilan Belajar
dan Berinovasi
Deskripsi
1. Berpikir kritis dan mengatasi masalah: siswa mampu
mengunakan berbagai alasan (reason) seperti induktif atau
deduktif untuk berbagai situasi; menggunaan cara berpikir sistem;
membuat keputusan dan mengatasi masalah.
2. Komunikasi dan kolaborasi: siswa mampu berkomunikasi
dengan jelas dan
3. melakukan
Kreativitas dan
inovasi:dengan
siswa anggota
mampu berpikir
kreatif,
bekerja
kolaborasi
kelompok
lainnya.
secara kreatif
dan menciptakan inovasi baru.
23
Kehidupan di abad ke-21 menuntut berbagai keterampilan yang harus
dikuasai seseorang, sehingga diharapkan pendidikan dapat menyiapkan siswa untuk
menguasai berbagai keterampilan tersebut agar menjadi pribadi yang sukses dalam
hidup. Berbagai organisasi mencoba merumuskan berbagai macam kompetensi
dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi abad ke-21. Namun, satu hal
penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa mendidik generasi muda di abad ke21 tidak dilakukan melalui satu pendekatan saja, namun melalui tindakan nyata
misalnya melalui cara mengintegrasikan di dalam pembelajaran, sehingga akan
menjadi pembiasaan.
US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi
kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs” meliputi
communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Menurut Trilling
dan Fadel (2009), “ The 4 Cs” yaitu:
1.
Critical Thinking
Pada aspek ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang
masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami
interkoneksi antar sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang
dimiliki untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya
dengan mandiri, memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan,
menganalisa, dan menyelesaikan masalah. Berikut ini merupakan indikator
dari proses berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Indikator
berpikir kritis adalah:
a. menggunakan berbagai jenis penalaran (induktif, deduktif, dll.) yang
disesuaikan dengan situasi yang dihadapi.
b. menggunakan pemikiran sistem
c. menganalisis
bagaimana
bagian-bagian
dari
suatu
sistem
berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan hasil keseluruhan
dalam sistem yang komplek
d. membuat penilaian dan keputusan
24
e. menganalisis dan mengevaluasi bukti, argumen, klaim, dan
keyakinan secara efektif
f. menganalisis dan mengevaluasi sudut pandang
g. mensintesis dan membuat koneksi antara informasi dan argumen
h. menafsirkan informasi dan menarik kesimpulan berdasarkan analisis
i. mengkritisi pengalaman dan proses pembelajaran
Indikator menyelesaikan masalah:
a. memecahkan berbagai jenis masalah melalui cara konvensional
maupun inovatif
b. mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan penting yang
memperjelas berbagai sudut pandang dan mengarah ke solusi yang
lebih baik
Kemampuan berpikir kritis bertujuan untuk mengatur diri dalam
mengambil keputusan dengan cara menginterpretasikan, menganalisis,
mengevaluasi,
dan
menarik
kesimpulan
serta
penjelasan
untuk
mempertimbangkan pendapat, fakta, dan konsep yang mendasari suatu
permasalahan (White et al, 2011). Ketika peserta didik mampu menguasai
kemampuan berpikir kritis, maka beberapa karakteristik yang akan dimiliki
oleh siswa tersebut diantaranya: siswa mampu menguasai informasi yang
relevan dengan berbagai macam hal dan bidang; siswa dapat menjelajahi
bidang pengetahuan melalui kegiatan membaca, penyelidikan, maupun
mengerjakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan keilmuan; siswa
mampu
membuat
keputusan
berdasarkan
informasi
dan
dapat
mempertahankannya dengan menunjukkan bukti; siswa jadi berpikiran
terbuka, dapat menerima pendapat dari orang lain dan tidak merasa diri lebih
baik dari yang lain (Rusdin dan Ali, 2019) . Dwijananti dan Yulianti (2010)
menyatakan bahwa orang yang berpikir kritis akan mengevaluasi dan
kemudian menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta untuk membuat
keputusan.
25
Pada abad ke-21 ini, diharapkan
peserta didik dengan mudah
memiliki kemampuan berpikir kritis yang tanpa batas. Hal ini disebabkan
karena telah berkembangnya teknologi yang dapat digunakan untuk
mengakses, mencari, menganalisis, menyimpan, mengelola, membuat, maupun
mengkomunikasikan informasi untuk mendukung pemikiran kritis dan
penyelesaian masalah. Selain itu, beberapa hal yang dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis siswa yaitu: pembelajaran yang didesain secara
eksplisit
untuk
meningkatkan
kemampuan
berpikir
kritis,
kegiatan
instruksional seperti pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
berpikir kritis, interaksi sosial memiliki peran utama dalam meningkatkan
berpikir kritis, juga beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang dapat
mengembangkan kemampuan kritis siswa (Duran, 2012).
Menurut NEA (2010, h.10) untuk mengintegrasikan keterampilan
berpikir kritis dalam pembelajaran sains salah satunya fisika, siswa harus
merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah serta menulis penjelasan
rinci berdasarkan bukti yang mereka dapatkan. Siswa membandingkan
penjelasan mereka dengan hasil riset atau penjelasan para ilmuwan dan
menghubungkannya dengan pemahaman mereka terkait dunia nyata. Selain itu,
menurut Thomas (2011) untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis
dapat dilakukan dengan memberikan latihan pemecahan suatu masalah yang
dikerjakan secara berkelompok mencakup latihan evaluasi dan analisis, analisis
dan sintesis argumen, penalaran baik secara individu maupun kolaboratif, serta
regulasi/refleksi diri. Keterampilan berpikir kritis setiap individu dengan
individu lain tentu bebeda. Mahanal, Zubaidah, Sumiati, Sari, & Ismirawati
(2016) menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dipengaruhi oleh
kemampuan akademik siswa yang telah dimiliki sebelumnya. Keterampilan
berpikir kritis bukan sebagai hal yang mutlak yang tidak bisa diubah – ubah.
Keterampilan seperti berpikir kritis maupun pengambilan keputusan
berbasis data dan pemecahan masalah diperlukan untuk dapat berhasil dalam
sains, teknologi, teknik dan matematika. Kemahiran dalam bidang ini
26
memungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan luas
melalui pengalaman langsung, dan juga dapat menangani skenario yang
mungkin membutuhkan berbagai solusi (Ladeji-Osias, 2018). Trilling dan
Fadel (2009) setuju ketika mereka mengusulkan bahwa pelatihan dalam
pemikiran kritis memungkinkan para lulusan untuk berpikir secara efektif,
untuk terlibat dalam pemikiran sistem, mengembangkan kemampuan mereka
untuk membuat penilaian dan keputusan yang rasional, dan meningkatkan
kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah.
2.
Creativity and Innovation
Pada
keterampilan
ini,
peserta
didik
memiliki
kemampuan
untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru
kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan
berbeda. Indikator berpikir kreatif adalah :
a. menggunakan berbagai teknik kreasi yang beragam untuk
menciptakan
ide
atau
memunculkan
ide/gagasan.
(seperti
brainstorming atau ide yang bermakna)
b. menciptakan gagasan baru dan berfaedah/berguna (mengandung
konsep penambahan dan radikal)
c. mengelaborasikan, menyaring, menganalisis dan mengevaluasi ide
sendiri dalam rangka untuk meningkatkan daya kreativitas
d. menunjukkan orisinalitas dan kreativitas dalam pekerjaan dan
memahami batas dunia nyata untuk mengadopsi ide-ide baru
e. bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan
beragam; masukan dan masukan anggota kelompoknya
Karakteristik umum pada kreativitas di antaranya (Gilhooly, Ball &
Macchi, 2015; Kember & Leung, 2009; Liu, He & Li, 2015): fleksibel,
keaslian, berpikir berulang kali, ingin tahu, berpikir cepat dan mandiri, terbuka
untuk kritik, rasional, selalu ingin tahu, selalu mempunyai solusi-solusi yang
berbeda, menyadari dan mendefinisikan masalah, dan menyarankan solusi.
Kreativitas atau berpikir kreatif dapat diajarkan pada siswa melalui
27
pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam kelas salah satunya
adalah pembelajaran dengan pendekatan STEM. Berdasarkan hasil penelitian
Irfana et al. (2019) dan Pertiwi, Adurrahman, & Rosidin (2017) dengan
menggunakan pendekatan STEM keterampilan berpikir kreatif siswa dapat
meningkat.
Kebutuhan akan kreatifitas dan inovasi yang tinggi menjadi bagian dari
keterampilan utama di Abad ke-21. Hal ini berkaitan dengan tuntutan Abad ke21 akan produk produk yang lebih inovatif dan membutuhkan tingkat
kreatifitas yang lebih tinggi. Saat ini, pengetahuan saja dianggap tidak cukup
untuk mengimbangi percepatan inovasi yang sangat menghargai kemampuan
memecahkan masalah dengan cara yang baru, menemukan dan mengadaptasi
teknologi baru, atau bahkan menemukan cabang ilmu baru dan industri yang
bener-benar baru (Trilling & Fadel: 2009).
3. Communication
Keterampilan berkomunikasi yang baik, sangat berharga dalam menghadapi
dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Peserta didik dituntut untuk memahami,
mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam bentuk
berkomunikasi secara lisan, tulisan, ataupun menggunakan multimedia. Peserta
didik
diberikan
kesempatan
menggunakan
kemampuannya
untuk
mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan temantemannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidik. Indikator
keterampilan komunikasi, adalah:
a. mengartikulasikan
pemikiran
dan
gagasan
secara
efektif,
menggunakan keterampilan komunikasi lisan, tertulis dan nonverbal
dalam berbagai bentuk dan konteks
b. mendengarkan secara efektif untuk menguraikan makna, termasuk
pengetahuan, nilai, sikap, dan minat
c. menggunakan kemampuan berkomunikasi untuk berbagai tujuan
(misalnya,
untuk
menginformasikan,
menginstruksikan,
memotivasi, dan membujuk)
28
d. memanfaatkan berbagai media dan teknologi, dan tahu bagaimana
menilai efektivitas mereka secara apriori serta menilai dampaknya
e. berkomunikasi secara efektif di lingkungan yang beragam (termasuk
menggunakan multi-bahasa)
Komunikasi merupakan keterampilan yang perlu dikembangkan oleh
setiap individu di abad ke-21 ini. Komunikasi dalam hal ini mencakup
penyampaian informasi, kerja tim, keterampilan antar-pribadi, tanggung jawab
sosial, komunikasi interaktif dan komunikasi terhadap lingkungan (Rasul,
2016). Sistem pendidikan perlu memperhatikan kemampuan berkomunikasi
yang baik, secara lisan maupun tulisan. Lebih lanjut, Trilling & Fadel (2009)
menjelaskan bahwa keterampilan ini dapat diperoleh melalui berbagai jenis
metode, namun cara yang paling efektif adalah melalui komunikasi sosial,
dengan berkomunikasi dan berkolaborasi langsung baik dengan cara tatap
muka maupun melalui media virtual. Kemampuan komunikasi siswa menurut
Wangsa, Suyana, Amalia, & Setiawan (2017) harus dirangsang dengan
pembelajaran yang mampu menggali kemampuan siswa yang dimilikinya.
Pembelajaran lebih optimal ketika terjalin sebuah komunikasi yang baik antara
guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa.
Berdasarkan hasil review Choridah (2013) dalam beberapa penelitian
pendidikan terbukti bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
keterampilan komunikasi siswa. Pembelajaran yang melibatkan kelompok
siswa dipacu untuk berkomunikasi dengan temannya. Demikian pula pada saat
mempresentasikan hasil kelompok, siswa dituntut untuk berkomunikasi teman
dan guru. Penelitian Yulianti, Wiyanto, Rusilowai, Nugroho, & Supardi (2019)
mengungkapkan bahwa pembelajaran yang disertai dengan menyajikan
permasalahan dan mengkomunikasikan hasil diskusi atau membuat laporan,
dapat mengembangkan karakter komunikasi siswa. Selain itu untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi menurut Mahajan (2015) terdapat
empat
teknik
untuk
meningkatkan
keterampilan
komunikasi
yaitu,
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, dengan menerapkan empat
teknik tersebut dalam proses pembelajaran akan membantu siswa membangun
29
hubungan berdasarkan pertukaran informasi yang efektif dan efisien dengan
orang lain.
4.
Collaboration
Pada keterampilan ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam
kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran
dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan
empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga
menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibilitas secara pribadi, pada
tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan
tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan.
Pada aspek kolaborasi siswa diharapkan dapat memenuhi indikator di bawah
ini:
a. menunjukkan kemampuan untuk bekerja secara efektif dan sikap
hormat dengan anggota tim yang beragam
b. berlatih fleksibilitas dan kemauan untuk membantu dalam membuat
kompromi yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama dalam
kelompok
c. mempunyai tanggung jawab bersama untuk pekerjaan kolaboratif,
dan memegang teguh nilai kontribusi individu yang dibuat oleh
masing-masing anggota tim.
Kolaborasi yang efektif menurut Beers (2011) bukan hanya tentang
berbagi informasi, tetapi juga menciptakan pengetahuan dan pemahaman baru.
Kolaborasi yang efektif akan memberikan dampak dan pencapaian yang baik.
Morgan & College (2016) menyatakan bahwa kolaborasi yang dilakukan
secara efektif dengan tujuan dan struktur yang jelas, akan menciptakan hasil
yang sukses bagi siswa dan guru.
Keterampilan komunikasi dan kolaborasi ini dapat dipelajari melalui
berbagai metode (misalnya, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis desain). Penelitian tentang
pengajaran komunikasi dan keterampilan kolaborasi mendorong komunikasi
30
langsung dan mediasi, bekerja dengan orang lain dalam proyek-proyek tim, dan
pembelajaran dan penilaian berbasis kinerja (Partnership for 21st Century
Learning, 2009). Kolaborasi merupakan kemampuan penting untuk
meningkatkan pengetahuan dan juga kemampuan memecahkan masalah lewat
komunikasi antar siswa dengan menerapkan model berpikir verbal (Stehle,
2019). Siswa yang melakukan kolaborasi dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah lebih baik dari siswa yang bekerja sendiri karena siswa
dapat memberikan respon dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan beserta
jawaban yang masuk akal (Care, 2016).
Menurut Elola dan Oskoz (2010), mengintegrasikan elemen kolaborasi
selama kegiatan belajar memungkinkan siswa untuk mengembangkan ide-ide
mereka lebih efektif dibandingkan dengan belajar sendiri. Di sini, siswa diberi
kesempatan untuk bertukar pandangan dan pendapat dengan teman-teman
mereka, dan melalui pertukaran ide ini, siswa dapat memperoleh inspirasi
untuk dimasukkan dalam tulisan mereka (Yu, 2019). Berbagai akademisi dan
para penulis sudah banyak menekankan betapa pentingnya keterampilan ini.
Lingkungan
pembelajaran
kolaboratif
menantang
siswa
untuk
mengekspresikan dan mempertahankan posisi mereka, dan menghasilkan ideide mereka sendiri
berdasarkan refleksi.
Mereka dapat
berdiskusi
menyampaikan ide-ide pada teman-temannya, bertukar sudut pandang yang
berbeda, mencari klarifikasi, dan berpartisipasi dengan tingkat berpikir tinggi
seperti mengelola, mengorganisasi, menganalisis kritis, menyelesaikan
masalah, dan menciptakan pembelajaran dan pemahaman baru yang lebih
mendalam (Zubaidah, 2019).
Keterampilan 4C tersebut penting diajarkan pada siswa dalam konteks
bidang studi inti dan tema abad ke-21. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh
peserta
didik
apabila
pendidik
mampu
mengembangkan
program
pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik
untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah, serta mengarahkan pada
kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Kegiatan yang mendorong peserta
31
didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap
rencana pembelajaran yang dibuat. Jadi pendidik di abad ke-21 ini memang
harus berubah dalam pembelajaran, perbedaan pembelajaran abad ke-21
dengan sebelumnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Abad ke-20 dengan Pembelajaran Abad ke-21
Aspek
Pembelajaran abad ke-20
Pembelajaran abad ke-21
Pendidik
Pendidik menyamakan fakta
dan konsep, pendidik sebagai
ahli
Pembelajaran bersifat
kolaboratif peserta didik
berperan sebagai ahli
Proses pembelajaran
Berpusat pada pendidik
mengingat fakta, bersifat satu
arah
Berpusat pada peserta didik
mencari hubungan antar
temuan dan faktan, bersidat
interaktif
Konsep
Akumulasi fakta,
mementingkan kuantitas
Transformasi fakta
Penilaian hasil
belajar
Soal pilihan ganda
Portfolio, unjuk kerja
Penilaian acuan norma
Penilaian acuan patokan
Pemanfaatan
Latihan dan praktek
Memanfaatkan untuk akses
komunikasi
3.3. Pendidik Abad ke-21
Usaha menghantarkan anak didik agar siap menghadapi abad ke-21, adalah
diperlukan guru sains termasuk fisika yang dapat merancang pembelajaran sains
atau fisika, yang dapat membekali peserta didik untuk melek teknologi dan sains,
mampu berpikir secara kritis dan logis, kreatif serta dapat mengemukakan pendapat
dan berargumentasi secara benar. Sebagai konsekuensi hal tersebut, guru dituntut
dapat menyajikan pembelajaran sains secara menarik, inovatif, efisien dan efektif.
Pendidik dituntut menanamkan keahlian abad ke-21 ke dalam kurikulum karena
kita menyadari bahwa siswa harus memiliki keterampilan ini agar sukses dalam
kehidupan dan kerja (Partnership for 21st Century Skills, 2007; American Colleges
& Universities, 2007; Conley, 2005 & 2007). Mengintegrasikan keterampilan abad
32
ke-21 di dalam pembelajaran,
berarti melengkapi kompetensi siswa dengan
kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi secara efektif, menjadi pelajar mandiri
dan pemecah masalah. Pendidik, pengusaha, dan masyarakat umum percaya bahwa
menguasai keterampilan abad ke-21 menyiapkan siswa untuk sukses di dunia kita
yang terus berubah (McCoog, 2008; Ryan, 2011; Vockley, 2007). Karakteristik
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di abad 21 menurut Andrew Churches
dalam Ansari dan Malik (2013) adalah: sebagai penghubung, sebagai ‘role model’,
pemberi motivasi, praktisi reflektif, kolaborator, pengambil resiko, pemimpin,
memiliki visi, pembelajar, komunikator, pendukung, konselor, dan sebagai agen
perubahan.
Dalam melaksanakan pembelajaran, pendidik harus menyiapkan berbagai
macam teknik seperti brainstorming, permainan peran, permainan dan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa yang sesuai dengan isi dan keterampilan
yang direncanakan akan dicapai selama sesi pembelajaran. Pada titik ini,
keterampilan dan kreativitas menjadi elemen penting yang memberdayakan
kemampuan
pendidik
untuk
menggunakan
sebanyak
mungkin
ide,
mengembangkan dan mengomunikasikan ide-ide baru dengan cara yang efektif
(Rusdin, 2018). Selain itu, pendidik seharusnya memiliki kemampuan tinggi dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran yang memenuhi
kebutuhan keterampilan pembelajaran abad ke-21 melalui praktik pedagogi yang
menarik dan interaktif. Selanjutnya, pembelajaran harus dilakukan dengan cara
yang bermakna melalui pendekatan ‘learning by doing’, siswa didorong untuk
berpikir dan memahami secara bermakna (Ariffin & Yunus, 2017). Menurut
Alismail
&
McGuire
(2015),
guru
memainkan
peran
penting
dalam
mengembangkan keterampilan belajar abad ke-21, mereka harus menggunakan
strategi
inovatif
dan
teknologi
pembelajaran
modern
yang
membantu
mengintegrasikan keterampilan kognitif dan sosial dengan pengetahuan konten
serta dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Pendidik harus mengubah paradigma pembelajarannya, agar peserta didik
memiliki kemampuan belajar di abad ke-21, yaitu melalui cara:
33
1.
pendidik sebagai pengarah berubah menjadi sebagai fasilitator, pembimbing
dan konsultan. Pendidik yang semula sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan, menjadi sebagai partner belajar
2.
belajar yang terjadwal secara ketat dan berdasarkan fakta, menjadi belajar
secara terbuka dengan waktu yang fleksibel sesuai keperluan, melalui projek
dan survei, pemecah masalah dunia nyata, dan reflektif
3.
belajar yang bersifat pengulangan dan latihan yang prosedural dan kompetitif
menjadi penyelidikan, perancangan, penemuan dan penciptaan yang bersifat
kolaboratif
4.
penilaian yang semula melalui tes diukur dengan norma, menjadi unjuk kerja
yang diukur pembimbing, pakar, dan teman sebaya.
Bagaimana menjadi pendidik di Abad ke-21?
Agar dapat menghasilkan peserta didik yang mempunyai keterampilan
belajar abad ke-21, diperlukan pendidik yang mampu bersaing dan bersanding,
dikancah regional dan internasional. Oleh karena itu diperlukan pendidik yang :
1. suka belajar dan kritis serta pemecah masalah. Pendidik abad ke-21
hendaknya menjadi pebelajar seumur hidup agar dapat melayani siswanya
berdasarkan kebutuhan zaman. Menjadi pebelajar materi yang diajarkan
selama seumur hidup, bisa melalui pendidikan formal dan informal.
Pendidik harus suka membaca terutama yang berkaitan dengan tugas
pokoknya, kritis dalam menghadapi masalah pendidikan, khususnya
masalah yang berkaitan dengan pembelajaran, misalnya mengapa hasil
belajar selalu rendah, mengapa siswa pasif dan bagaimana cara
mengatasinya?
2. inovatif
dan kreatif. Pendidik (guru) yang inovatif selalu mengasah
kreativitasnya khususnya dalam menyajikan proses pembelajaran. Kreatif
dalam mengatasi kekurangan alat percobaan atau media pembelajaran.
Metode, model serta pendekatan yang digunakan selalu bervariasi yang
berorientasi abad ke-21, misalnya discovery learning, problem based
learning, project based learning, blended learning.
34
3. komunikatif dan kolaboratif. Pendidik mampu berkomunikasi dengan
peserta didik, dengan rekan sejawat secara optimal, juga mampu
berkolaborasi dengan teman sejawat dalam rangka memecahkan masalah
pembelajaran dan mengatasi masalah siswa.
4. reflektif.
Pendidik
mampu
merefleksi
pembelajaran
yang
telah
dilakukannya, jika ada masaalah pembelajaran, mampu mencari solusi
untuk tindak lanjut. Pendidik juga mampu mengevaluasi peserta didik
sesuai dengan kurikulum yang berlaku, untuk merefleksi sekaligus mencari
solusi dari hasil refleksinya. Pendidik harus mampu merancang sistem
asesmen yang bersifat kontinyu sejak peserta didik melakukan kegiatan,
sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Asesmen bisa
diberikan diantara peserta didik sebagai feedback, oleh pendidik dengan
rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang
mereka hasilkan.
5. literasi keilmuan
Pendidik mempunyai literasi kelilmuan, yang berarti tidak hanya menguasai
materi saja, tetapi sampai kepada penggunaan konsep, penalaran, fakta, dan
sarana dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran abad ke-21 sekarang ini hendaknya disesuaikan dengan
kemajuan dan tuntutan zaman. Begitu halnya dengan kurikulum yang
dikembangkan saat ini oleh sekolah dituntut untuk merubah pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada guru/pendidik (teacher centered learning)
menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik (student
centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang
harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils).
Menurut Saavedra (2012), terdapat sembilan macam pembelajaran yang dapat
diterapkan pada pembelajaran abad ke-21 ini, diantaranya: membuat kurikulum
pembelajaran yang relevan terhadap kehidupan siswa, mengajar dengan
menerapkan kedisiplinan, mengembangkan kemampuan berpikir, mendorong
transfer pembelajaran, mengajar siswa untuk bagaimana belajar, mengatasi salah
35
paham secara langsung, perlakukan kerja tim seperti hasil, memanfaatkan teknologi
untuk mendukung pembelajaran, dan mengembangkan kreativitas.
Berikut ini diberikan contoh memfasilitasi keterampilan 4C dalam
pembelajaran fisika. Saudara dapat memilih beberapa indikator yang sesuai dengan
materi dan proses pembelajaran, melalui pertanyaan atau tugas yang
dikomunikasikan atau melalui bahan ajar serta lembar kerja siswa.
Contoh mengembangkan keterampilan 4 C melalui bahan ajar :
Materi yang dibahas adalah: Fluida. Mengembangkan keterampilan melalui bahan
ajar dengan cara mengintegrasikan indikator 4C kedalam bahan ajar. Sebagai
contoh: Fluida, yaitu zat cair dan gas, masing-masing memiliki sifat yang khas.
Agar kalian dapat memahami sifat-sifat fluida, amati beberapa peristiwa berikut dan
berdiskusilah ( kolaboratif) dengan teman kalian mengenai pertanyaan-pertanyaan
yang ada, dan presentasikan jawaban kalian di depan kelas! (komunikatif)
Perhatikan Gambar 6, bagaimana keadaan
volume gas sebelum dan setelah piston
ditekan ke bawah? Peristiwa apa yang
akan terjadi apabila gas pada silinder
diganti dengan zat cair? (kreatif) Apakah
tekanan memberikan pengaruh terhadap
volume zat cair? (kritis)
Gambar 6. Piston Tekan
EVALUASI :
1. Susunlah indikator kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan
komunikatif yang dapat diintegrasikan di dalam pembelajaran fisika .
2. Buatlah contoh seperti yang dicontohkan pada Gambar 1, untuk materi yang
berbeda
36
BAB IV
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS STEM
Bab IV membahas tentang pembelajaran fisika berbasis pendekatan STEM,
model-model pembelajaran berorientasi STEM. Setelah mempelajari bab IV ini
diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan pembelajaran berbasis STEM
2. menjelaskan model-model pembelajaran yang berorientasi STEM
4.1. Pembelajaran berbasis STEM
Pembelajaran berbasis STEM perlu menekankan beberapa aspek dalam
proses pembelajaran (NRC, 2011, pp.3-5) diantaranya: (1) mengajukan pertanyaan
(science) dan mendefinisikan masalah (engineering); (2) mengembangkan dan
menggunakan model; (3) merencanakan dan melakukan investigasi; (4)
menganalisis dan menafsirkan data (mathematics); (5) menggunakan matematika;
teknologi informasi dan komputer; dan berpikir komputasi; (6) membangun
eksplanasi (science) dan merancang solusi (engineering); (7) terlibat dalam
argumen
berdasarkan
bukti;
(8)
memperoleh,
mengevaluasi,
dan
mengkomunikasikan informasi.
National Research Council (2011, p.17) menyatakan bahwa dalam
pembelajaran STEM siswa memiliki kesempatan untuk belajar sains, matematika,
dan teknik dengan mengatasi masalah yang memiliki aplikasi di dunia nyata. Dalam
kelas STEM, siswa dituntut memecahkan masalah dunia nyata dan terlibat dalam
will defined tasks menjadi welldefined outcome melalui kerja sama dalam
kelompok (Han,Capraro, & Capraro, 2015, p. 1093). Menurut Shahali et al. (2015),
pengalaman belajar STEM mempersiapkan siswa untuk ekonomi global abad ke21. Selain itu, integrasi mata pelajaran STEM ini akan memacu pikiran siswa untuk
menjadi kreatif, kritis, dan inovatif, dan ini pada gilirannya berkontribusi pada
kemajuan teknologi. Selain itu, English and King (2015) juga berpendapat bahwa
konsep integrasi dalam pendidikan STEM dapat membantu siswa untuk menjadi
37
pemecah masalah yang lebih baik, menampilkan pembelajaran yang lebih positif
dan termotivasi, dan meningkatkan prestasi matematika dan sains mereka.
Bybee (2013) berpendapat bahwa integrasi dan mempresentasikan
delapan pendekatan diatas untuk integrasi dengan fokus pada pendidikan STEM.
STEM mengacu pada (a) sains (atau matematika); (b) ilmu pengetahuan dan
matematika; (c) ilmu pengetahuan dan penggabungan teknologi, engineering, atau
matematika; (d) kuartet dari disiplin ilmu, matematika, teknologi, dan engineering
yang terpisah; (e) sains dan matematika yang terhubung dengan teknologi atau
program rekayasa; (f) koordinasi lintas disiplin; (g) menggabungkan dua atau tiga
disiplin ilmu; (h) saling melengkapi antar disiplin; (i) kursus atau program
transdisipliner. Bybee menunjukkan bahwa mungkin ada pendekatan lain terhadap
pendidikan STEM dan bahwa tidak ada yang mendekati integrasi STEM selalu
yang terbaik; sebaliknya, setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan
yang unik. Namun, setiap pendekatan harus membuat integrasi subyek STEM
secara sengaja dan eksplisit kepada siswa (NAE & NRC, 2014).
Pendekatan integrasi yang disampaikan oleh Hurley (2001), Jacobs (1989),
dan Bybee (2013) berguna untuk mengkomunikasikan integrasi pada tingkat tinggi,
namun
tidak
memberikan
panduan
atau
panduan
instruksional
untuk
mengembangkan materi kurikuler untuk pengajaran terpadu, khususnya
pembelajaran STEM terpadu relatif sedikit yang diketahui tentang sifat
multidimensional dari pendekatan STEM terpadu dan pendekatan yang efektif
untuk STEM terpadu (NAE & NRC, 2014). Untuk mengatasi kebutuhan ini,
beberapa pakar (Moore, Stohlmann, Wang, Tank, Glancy, & Roehrig, 2014)
mengembangkan kerangka kerja untuk integrasi STEM melalui tinjauan literatur
tentang praktik efektif yang menggunakan pendekatan STEM. Kerangka kerja
mengkonseptualisasikan integrasi STEM sebagai upaya oleh pendidik untuk
meminta siswa berpartisipasi dalam perancangan teknik sebagai sarana untuk
mengembangkan teknologi yang membutuhkan pembelajaran bermakna dan
penerapan matematika dan atau sains. Dalam pendekatan ini untuk pendidikan
STEM terpadu, isi dari keempat disiplin STEM dapat ditekankan di unit pelajaran
atau kurikulum, atau satu atau dua area konten dapat menjadi fokus, sedangkan
38
yang lainnya digunakan sebagai konteks untuk mendukung pembelajaran konten
yang ditargetkan.
Kerangka kerja STEM berkualitas memiliki enam elemen kunci yang
dibutuhkan untuk pengajaran dan pembelajaran STEM terpadu yang bermakna
(Moore et al., 2014). Pertama, fitur unik dari kurikulum STEM terpadu adalah
penggunaan konteks yang memotivasi dan menarik, yang membantu siswa
memahami aktivitas pembelajaran yang didasarkan pada pengetahuan dan
pengalaman pribadi mereka sendiri. Konteks kurikulum perlu mencakup tujuan
pembelaajaran dan menyajikan kejadian terkini dan atau masalah sementara
sehingga siswa dapat menerapkan proses rekayasa dalam situasi yang berarti secara
pribadi, sebagian atau sepenuhnya yang bersifat realistis (Brophy, Klein,
Portsmore, & Rogers, 2008; Carlson & Sullivan, 2004; Frykholm & Glasson, 2005;
Kolodner et al., 2003). Kedua, STEM memungkinkan siswa berpartisipasi dalam
desain teknik yang menantang untuk mempelajari proses perancangan teknik dan
praktik teknik. Tantangan desain teknik yang baik, memungkinkan siswa
mengeksplorasi atau mengembangkan teknologi untuk memecahkan masalah dan
mengharuskan siswa untuk mempertimbangkan kendala, keamanan, risiko, dan
solusi alternatif (Kolodner et al., 2003; Morrison, 2006). Ketiga, belajar dari
kegagalan adalah bagian penting dari proses perancangan teknik dan pembelajaran
yang berbasis STEM (Kolodner et al., 2003; Wendell & Rogers, 2013). Keempat,
unit STEM terpadu mencakup konten sains dan matematika yang sesuai. Siswa
berpartisipasi dalam kegiatan yang memungkinkan mereka untuk belajar,
memahami, dan menggunakan konsep sains dan matematika dasar untuk
memecahkan tantangan teknik (Fortus, Dershimer, Krajcik, Marx, & MamlokNaaman, 2004; NAE & NRC, 2009; Penner, Lehrer, & Schauble, 1998). Kelima,
pelajaran dan aktivitas di unit STEM terpadu harus berpusat pada siswa. Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa siswa mengembangkan pemahaman dan
keterampilan yang lebih baik melalui partisipasi aktif dalam kegiatan belajar (NRC,
2000; Smith, Sheppard, Johnson, & Johnson, 2005). Secara khusus, pendekatan
berbasis proyek atau berbasis masalah memberi kesempatan besar bagi siswa untuk
belajar konseptual mengenai sistem komersil dan konsep sains (Hmelo, Holton, &
39
Kolodner, 2000). Keenam, kerja tim dan komunikasi harus menjadi inti kegiatan
STEM. Siswa harus bekerja dalam tim untuk menyelesaikan tantangan teknik dan
kegiatan sains atau matematika lainnya yang diperlukan (Carlson & Sullivan,
2004). Siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk terlibat dalam kerja sama
tim untuk meningkatkan keterampilan kerja tim mereka karena ini adalah
merupakan keterampilan abad ke-21 termasuk kemempuan berpikir
kritis.
Kegiatan pembelajaran juga harus mendorong pengembangan keterampilan
komunikasi. Siswa perlu mengkomunikasikan konsep sains, pemikiran matematis,
dan pemikiran teknik (Dym, Agogino, EBybee, Eris, Frey, & Leifer, 2005; Roth,
1996). Bersama-sama, enam elemen ini membantu memastikan lingkungan belajar
STEM terpadu yang bermanfaat.
Kerangka kerja integrasi STEM (Moore et al., 2014) memiliki unsur untuk
mempromosikan pembelajaran siswa di kelas STEM terpadu. Namun, pendidikan
STEM terpadu itu rumit dan membawa tantangan ke kelas. Di antara banyak
tantangan yang dihadapi guru, seringkali yang paling sulit adalah bagaimana
mengintegrasikan secara efektif antara teknik dan sains. Konten memainkan peran
penting. Banyak konsep fisika (mis., Gaya dan gerak, transfer energi) dapat dengan
mudah diajarkan melalui desain teknik.
4.2. Model Pembelajaran Berorientasi STEM
4.2.1. Model Project Based Learning
Salah satu model pembelajaran yang menantang dan mampu memberikan
peluang sebesar-besarnya untuk peserta didik dapat mengeksplorasi kreativitasnya
yaitu pembelajaran PjBL (Project Based Learning). Salah satu alternatif model
pembelajaran yang dipandang mampu meningkatkan pemahaman konsep,
keterampilan berpikir kritis, bekerja secara aktif dan kolaboratif siswa dalam
pembelajaran adalah pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning)
(Sastrika et al, 2013). Project-based learning memungkinkan peserta didik untuk
memonitor diri, mengklarifikasi masalah yang dihadapi, menyusun tujuan,
merencanakan tugas, mencari dan mengatur informasi, bekerja sama dan berbagi,
40
mengendalikan jadwal mereka, menyelesaikan pekerjaan, dan memperoleh
keterampilan yang berguna. Siswa dengan demikian menjadi perancang proyek,
pengembang, pelaksana, penyaji dan penilai (Lou, 2011).
Pendidik harus menyiapkan materi-materi pendukung untuk kelancaran
proyek peserta didik, demikian pula peserta didik harus mampu membuat contohcontoh hasil tugasnya untuk ditampilkan atau dipresentasikan di depan temannya.
Pada saat presentasi hasil proyeknya peserta didik mendapat kesempatan untuk
melakukan assessmen terhadap temannya peer assessment, memberikan feedback
pada hasil kerjanya.
Pada rencana pembelajaran, pendidik memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk melaporkan hasil proyeknya dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk
blog, poster, makalah atau laporan. Kegiatan yang memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau high
order thinking harus dirancang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Peserta
didik diberi kesempatan untuk melakukan analisis, sintesis dan evaluasi melalui
proyek yang mereka kerjakan.
PjBL merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada
siswa/peserta didik yang diyakini para ahli mampu menyiapkan peserta didik kita
untuk menghadapi dunia kerja di abad ke-21. Mergendoller, Markham, Ravitz, dan
Larmer (2006) mendefinisikan PjBL sebagai metode pengajaran sistematis yang
membantu siswa berhasil memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan
menjelajahi mata pelajaran yang kompleks dan tugas yang direncanakan dengan
cermat secara mendalam. Pembelajaran berbasis proyek adalah model pengajaran
dan pembelajaran yang menarik siswa untuk belajar melalui proyek. Proyek
meliputi kegiatan penelitian untuk membuat siswa berkonsentrasi pada tugas-tugas
rumit seperti desain, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan (Tseng,
2013). Singkatnya prinsip dasar dalam project-based learning yaitu: berpusat pada
siswa dan dapat memotivasi juga meningkatkan komitmen di antara siswa, berfokus
pada proses pembelajaran dalam menemukan solusi, pembelajaran berbasis proyek
yang memiliki tujuan dan aksi untuk mendapatkan perubahan, menerapkan sikap
keteladanan, memberikan penekanan pada kelompok kerja tim maupun
41
kemampuan komunikasi, juga mengasah kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan juga dapat memecahkan masalah melalui kegiatan proyek (Rasul, 2016).
Menurut para ahli, Project-Based Learning merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran
yang
berpusat
pada
siswa/peserta
didik
yang
mampu
mengembangkan semua kecakapan di atas. Hal ini dikarenakan PjBL memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) peserta didik menjadi pusat atau sebagai obyek yang secara aktif belajar
pada proses pembelajaran.
b) proyek-proyek yang direncanakan terfokus pada tujuan pembelajaran yang
sudah digariskan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
kurikulum.
c) proyek dikembangkan oleh pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka dari
kurikulum (curriculum-framing question).
d) proyek melibatkan berbagai jenis dan bentuk assessment yang dilakukan
secara kontinyu (on going assessmen).
e) proyek berhubungan langsung dengan dunia kehidupan nyata.
f) peserta didik menunjukkan pengetahuannya melalui produk atau
kinerjanya.
g) teknologi mendukung dan meningkatkan proses belajar peserta didik.
h) keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek.
i) strategi pembelajaran bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai
tipe belajar yang dimiliki oleh siswa (multiple learning style).
Selanjutnya sebagai seorang pendidik, harus mampu mengatur dan
mendesain pembelajaran agar peserta didik memiliki kemampuan di abad ke-21 ini.
Dengan demikian peran pendidik di abad ke-21, yaitu: sebagai fasilitator,
pembimbing, konsultan, motivator, pemonitor, partner (kawan belajar) bagi peserta
didik. Selain itu, dalam perspektif pendidik, project-based learning berarti:
berfokus pada konten dan tujuan yang realistis (terkait dengan kenyataan); berfokus
pada evaluasi realistis (terkait dengan kenyataan); mendefinisikan pendidik sebagai
pembantu peserta didik daripada sebagai instruktur langsung; memiliki tujuan
42
pendidikan tertentu; berasal dari konstruktivisme; dan memungkinkan pendidik
menjadi pembelajar (Moursung, 1999).
Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam project based learning yang
dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (George Lucas,
2005) sebagaimana dikutip dalam Suranti et al (2016) terdiri dari :
1) dimulai dengan pertanyaan yang esensial. Topik yang diambil sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan suatu investigasi mendalam.
Pertanyaan esensial diajukan untuk memancing pengetahuan, tanggapan, kritik
dan ide peserta didik mengenai tema proyek yang akan diangkat;
2) perencanaan aturan pengerjaan proyek. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang mendukung dalam menjawab pertanyaan
esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta
mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian
proyek;
3) membuat jadwal aktivitas. Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun
jadwal dalam menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui
berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek;
4) memonitor perkembangan proyek peserta didik. Guru bertanggung jawab
untuk
melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memfasilitasi
peserta didik pada setiap proses;
5) penilaian hasil kerja peserta didik. Penilaian dilakukan untuk membantu guru
dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi
kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya;
6) evaluasi pengalaman belajar peserta didik. Pada akhir proses pembelajaran,
guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek
yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
43
kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
Pada model PjBL ini dapat digunakan pendekatan STEM pada setiap
langkah. Pada langkah perencanaan dan pengejaan proyek, lebih banyak dapat
diaplikasikan pendekatan STEM. Peserta didik lebih leluasa mengerjakan proyek
dengan mengaplikasikan sains ke teknologi, engineering dan matematika dan saling
keterkaitannya. PjBL yang menerapkan STEM menurut Tseng et al, (2013) dapat
meningkatkan minat belajar siswa, belajar menjadi lebih bermakna, membantu
siswa dalam memecahkan masalah kehidupan nyata, dan mendukung karir masa
depan. Selain itu, STEM dalam pembelajaran berbasis proyek menimbulkan
tantangan dan memotivasi siswa untuk melatih pemikiran kritis, analisis dan
meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Capraro et al, 2013). Lebih
lanjut kegiatan pembelajaran berbasis proyek pada STEM dapat meningkatkan
efektivitas belajar, mengarah pada pembelajaran yang bermakna, memengaruhi
orientasi pekerjaan masa depan siswa, dan membantu mereka lebih aktif
mengeksplorasi topik-topik teknik (Tseng et al, 2013). Pembelajaran project based
learning meningkatkan kualitas pendidikan dan memungkinkan siswa untuk
menjadi profesional STEM yang ideal dengan keterampilan abad ke-21 setelah
lulus baik dari sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas (Bell,
2010). Untuk alasan tersebut, Project Based Learning telah diperkenalkan kepada
guru sebagai pendekatan pengajaran yang sesuai dan telah diimplementasikan ke
dalam ruang kelas STEM (Han, 2017).
4.2.2. Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Kemendikbud (2013: 2), model discovery learning adalah teori
belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang peserta didiknya
diharapkan dapat
menemukan sendiri jawaban dari permasalahannya. Materi
pelajarannya tidak disajikan dalam bentuk finalnya tetapi ditemukan sendiri oleh
peserta didik. Pada model pembelajaran ini guru memberikan kebebasan pada
peserta didik untuk dapat mengerti lebih dengan menemukan sendiri jawaban dari
44
permasalahan, sehingga peserta didik akan mendapatkan pengalamannya tersendiri
(Suparno, 2007:72). Pembelajaran discovery menuntut guru lebih kreatif
menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan
pengetahuan sendiri. Metode belajar ini sesuai dengan teori Bruner yang
mpenyarankan agar peserta didik belajar secara aktif untuk membangun konsep dan
prinsip (Sani, 2014: 98). Sedangkan Suryosubroto (2002) mengemukakan bahwa
salah satu metode pengajaran yang banyak digunakan dewasa ini di sekolahsekolah yang telah dikembangkan adalah metode penemuan. Itu karena metode ini:
1) ini adalah cara mengembangkan pembelajaran siswa aktif; 2) dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, hasil yang diperoleh akan terpaku dan
tahan lama dalam ingatan, tidak mudah dilupakan oleh siswa; 3) dengan
menemukan diri mereka sendiri, pemahaman yang ditemukan oleh siswa dapat
benar-benar dikendalikan dan mudah digunakan atau dipindahkan ke situasi lain;
4) dengan menggunakan strategi penemuan, anak-anak belajar untuk menguasai
salah satu metode ilmiah yang akan dikembangkan; 5) dengan metode ini, anakanak belajar berpikir dan mencoba memecahkan masalah analitis sendiri.
Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata (Maarif, 2016).
Model pembelajaran discovery learning merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif bagi siswa.
Siswa tidak hanya diberi dan menghafalkan materi tetapi mengetahui bagaimana
cara mencari dan menganalisis jawaban dari suatu permasalahan. Hal ini
mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan bertahan lama dalam
ingatannya. Hasil penelitian Castranova (2010: 10) menyatakan bahwa Discovery
Learning adalah pembelajaran yang aktif dimana siswa mengembangkan
keterampilan tingkat tinggi untuk membangun pemahaman yang mendalam tentang
konsep-konsep utama. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Suters (2004: 277)
menyimpulkan bahwa metode pembelajaran penemuan memiliki efek positif
terhadap hasil belajar siswa karena akan mengaktifkan mereka, mendorong mereka
untuk menanyakan, dan mempengaruhi mereka positif terhadap belajar konsepkonsep ilmiah.
45
Langkah-langkah operasional dalam mengaplikasikan model discovery
learning menurut Syah (2008: 244) yaitu:
Langkah Persiapan
a. menentukan tujuan pembelajaran
b. melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)
c. memilih materi pelajaran dan menentukan topik-topik yang harus dipelajari
siswa secara Inkuiri (dari contoh-contoh generalisasi)
d. mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
e. mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
f. melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Tahapan metode discovery learning secara umum digambarkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan Pembelajaran Discovery Learning
Tahapan
Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1: Pemberian Rangsangan a.Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang
terkait dengan topik yang dikaji
b.Guru membimbing siswa untuk membuat kelompok
Tahap 2: Identifikasi masalah
a.Guru memberi kesempatan kelompok dalam perumusan
hipotesis
b.Guru mengintruksikan siswa agar mencari sumber referensi
lain untuk membantu dalam mengidentifikasikan masalah
Tahap 3: Pengumpulan Data
a.Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan
percobaan atau investigasi
b.Kelompok melakukan percobaan untuk mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
Tahap 4: Pengolahan Data
Tahap 5: Pembuktian
Tahap 6: Generalisasi
a.Guru membimbing kelompok dalam menganalisis data
b.Guru membimbing kelompok dalam mendiskusikan hasil
percobaan
Guru bersama siswa untuk membandingkan hasil percobaan
yang telah didapat terhadap hipotesis
Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari yang telah
dipelajari hari ini
46
Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi atau pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu permasalahan,
kemudian diberi suatu rangsangan agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu, guru dapat memulai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
b. Problem statement (pernyataan atau identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalahmasalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Setelah itu, salah satu masalah
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c. Data collection (Pengumpulan Data)
Guru memberi kesempatan kepada para
siswa
untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis. Anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan narasumber, dan melakukan uji coba sendiri.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
kemudian ditafsirkan. Semua hasil pengumpulan data diolah, diacak,
diklasifikasikan, atau dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan sehingga
menghasilkan suatu temuan baru.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan
temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil data processing. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep/teori..
47
f. Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi)
Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Pada model discovery learning, pendekatan STEM dapat diaplikasikan pada
langkah stimulasi/pemberian rangsangan. Peserta didik dihadapkan pada suatu
permasalahan yang nyata, dari hal ini dapat dicari aplikasi sains/fisika pada
teknologi, engineering dan arti fisis rumusan matematika. Seperti yang dikatakan
oleh Habig et al. (2018) yang menyimpulkan bahwa tugas yang diberikan kepada
siswa menciptakan interaksi antara tugas dan siswa yang mampu meningkatkan
minat siswa dalam belajar. Selain itu menurut Wartono, Hudha, & Batlolona (2018)
dalam Resti (2019) menunjukkan discovery learning dapat digunakan untuk
meningkatkan berpikir kritis. Discovery learning digunakan karena dapat
mendukung pengembangan konsep siswa berdasarkan pengalaman langsung
(Wenning, 2011). Hasil penelitian dari Tran, Nguyen, Bui, dan Phan (2014) juga
menyebutkan hasil positif dari pembelajaran discovery learning yang menyatakan
bahwa setelah siswa belajar menggnakan metode discovery learning, kami
menyadari bahwa: Siswa dapat menulis dengan baik dan jelas. Mereka juga
mengekspresikan bahasa matematika secara koheren dan lancar. Hal ini
membuktikan bahwa kompetensi belajar mandiri siswa berkembang dengan jelas.
Siswa tertarik dalam pembelajaran matematika dan dapat mengembangkan
pemikiran matematika khusus untuk mengembangkan pemikiran kreatif.
4.2.3. Problem Based Learning
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan
salah satu model pembelajaran yang cukup populer sekarang ini karena model ini
sesuai dengan kurikulum yang sedang dikembangkan di Indonesia yaitu kurikulum
2013. Model pembelajaran ini menyajikan masalah kontekstual sehingga mampu
merangsang rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran. Menurut Ward,
48
sebagaimana yang dikutip oleh Ngalimun (2014: 89), model pembelajaran Problem
Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Proses pembelajaran
model Problem Based Learning menuntut siswa untuk aktif dalam proses
identifikasi dan pemecahan masalah yang diberikan, menjadi pembelajar mandiri
dan menemukan pengetahuan. Hasil penelitian Akmar & Eng (2010) menunjukkan
bahwa pembelajaran PBL menyediakan kesempatan siswa untuk mengasah
kemampuan kepemimpinan, menjadi pendengar yang baik, menjadi lebih open
minded, menjadi lebih terorganisasi dan sistematis, melatih manajemen waktu yang
baik, mengembangkan persahabatan dengan siswa lain, dan belajar untuk mencari,
menilai, dan menggunakan sumber belajar yang sesuai.
Pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning mempunyai
beberapa manfaat. Menurut Ngalimun (2014: 91) model pembelajaran Problem
Based Learning dapat menumbuhkan pola berpikir kritis. Hal ini diperkuat dengan
hasil penelitian Sulaiman (2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan PBL menunjukkan kemajuan yang positif terhadap kemampuan
berpikir kritis dibandingkan dengan model konvensional. Kemampuan berpikir
kritis dapat mengarahkan siswa untuk mengambil keputusan dan bertindak secara
tepat dalam menghadapi suatu permasalahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Ackay (2009) yang menunjukkan bahwa Problem Based Learning dalam
pembelajaran sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir melalui analisis data
mengenai masalah yang diberikan untuk menemukan solusi.
Selain mengembangkan kemampuan berpikir, pembelajaran Problem Based
Learning juga diharapkan dapat meningkatkan pencapaian akademik siswa. Hasil
penelitian Folashade & Akinbobola (2009) menunjukkan bahwa pencapaian
akademik siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning
lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Salah satu bentuk
pencapaian akademik siswa adalah peningkatan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Widodo & Widayanti (2013) yang menunjukkan bahwa
49
pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dochy et al. (2003)
menunjukkan bahwa problem based learning memiliki efek positif yang signifikan
secara statistik dan praktis pada pengetahuan siswa. Efek pembelajaran berbasis
masalah pada basis pengetahuan siswa cenderung negatif. Namun, efeknya
ditemukan sangat dipengaruhi oleh pencilan, dan analisis moderator menunjukkan
bahwa
siswa
dalam
lingkungan
pembelajaran
berbasis
masalah
dapat
mengandalkan basis pengetahuan yang lebih terstruktur.
Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa
karakteristik. Menurut Putra (2013: 72), karakteristik model pembelajaran Problem
Based Learning adalah (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan
bahwa masalah berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan
pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu, (4) memberikan tanggungjawab
yang besar terhadap siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung
proses belajar, (5) menggunakan kelompok kecil, (6) menuntut siswa untuk
mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
Berdasarkan uraian tersebut pembelajaran model Problem Based Learning dimulai
dengan adanya masalah yang dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian
siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah itu.
Model Problem Based Learning mengajak siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Menurut Baron, sebagaimana yang dikutip oleh Rusmono (2012:
75), keterlibatan siswa dalam model pembelajaran Problem Based Learning
meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan. Kegiatan kelompok antara
lain: (1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang relevan dengan
tujuan pembelajaran, (3) membuat rumusan masalah, (4) membuat hipotesis, (5)
mengidentifikasi sumber informasi, diskusi dan pembagian tugas, (6) melaporkan,
mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang
dicapai setiap kelompok dan presentasi di kelas. Pembelajaran problem based
learning berbeda dengan pembelajaran lain, hal itu dapat dilihat dari elemenelemen yang dimilikinya, seperti: pembelajaran yang berpusat pada siswa, masalah
50
menjadi
penunjang
utama
dalam
pembelajaran,
pembelajaran
mandiri,
pembelajaran kolaborasi dalam kelompok, diskusi kelompok terfokus pada masalah
yang tidak terstruktur, pendidik melayani sebagai fasilitator inkuiri siswa, bukan
sumber utama pengetahuan (Tawfik, 2014).
Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai lima fase dalam
pelaksanaannya. Lima fase dan perilaku yang dibutuhkan guru untuk masingmasing fase ditunjukkan dalam Tabel 3. (Arends, 2008: 56).
Tabel 3. Sintaks Model Problem Based Learning
Tahap Pembelajaran
Perilaku Guru
Fase 1:
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
Memberikan
orientasi
tentang logistik yang diperlukan, memotivasi
permasalahan kepada siswa
siswa untuk terlibat dalam kegiatan
pemecahan masalah
Fase 2:
Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan permasalahan
Fase 3:
Mendorong
siswa
untuk
Membimbing penyelidikan individu mengumpulkan informasi yang sesuai,
maupun kelompok
melaksanakan
eksperimen,
dan
mencari penjelasan dan pemecahan
Fase 4:
Membantu siswa merencanakan dan
Mengembangkan dan menyajikan hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti
karya
laporan, video, dan model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya
Fase 5:
Membantu siswa melakukan refleksi
Menganalisis dan mengevaluasi proses terhadap penyelidikan dan prosespemecahan maalah
proses
yang
digunakan
selam
berlangsungnya pemecahan masalah
Pada penggunaan model PBL, penerapan pendekatan STEM dapat
diintegrasikan pada fase dua dan tiga. Pada fase dua peserta didik mengorganisir
tugas-tugas permasalahan kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengidentifikasi
kaitan sains/fisika dengan teknologi, engineering dan matematika. Pada fase tiga
peserta didik melakukan eksperimen untuk mencari penjelasan dalam upaya
51
pemecahan masalah, sehingga masih bisa mencaari kaitan sains/fisika dengan
teknologi, engineering dan matematika
EVALUASI
1. Jelaskan secara singkat makna pembelajaran berbasis STEM !
2. Sebutkan langkah-langkah model pembelajaran, Project Based Learning,
Problem Based Learning dan Discovery Learning .
52
BAB V
PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS STEM MEMFASILITASI
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN 4C
Pada bab V ini diberikan contoh perangkat pembelajaran fisika berbasis
pendekatan STEM terintegrasi keterampilan abad 21, dengan harapan setelah
mempelajari contoh, mahasiswa dapat :
1. menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) fisika berpendekatan
STEM terintegrasi keterampilan 4C
2. menyusun Bahan Ajar berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan 4C
3. menyusun Lembar Kerja Siswa atau Lembar Diskusi Siswa, berpendekatan
STEM terintegrasi keterampilan 4C
4. menyusun instrumen penilaian keterampilan 4 C
5. menyusun
media
pembelajaran
berpendekatan
STEM
terintegrasi
keterampilan 4C
5.1. Penyusunan RPP
Implementasi keterampilan abad Ke-21 pada kurikulum 2013 melalui
mengintegrasikan keterampilan 4C pada RPP. RPP disusun berdasar pada
kurikulum 2013, namun di dalam langkah kegiatan pembelajaran, terdapat subjek
STEM dan keterampilan 4C.
53
CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
FISIKA BERPENDEKATAN STEM
Nama Sekolah
: SMA STEM Semarang
Mata Pelajaran
: Fisika
Kelas/Semester
: XI / 2
Materi Pembelajaran
: Fluida Dinamis
Alokasi Waktu
: 12 × 45 menit
Jumlah Pertemuan
: 6 pertemuan
Kompetensi Inti (KI)
KI 1 :
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 :
Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai,
responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 :
Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 :
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
1.1
2.1
Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan
kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang
menciptakannya.
Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti,
cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif,
dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi.
54
3.7
4.7
Menerapkan prinsip fluida dinamis dalam teknologi.
Memodifikasi ide/gagasan proyek sederhana yang menerapkan prinsip
dinamika fluida.
Indikator
1.1.1 Menunjukkan sikap religius yang mencerminkan keyakinannya terhadap
kebesaran Tuhan yang menciptakannya.
1.2.1 Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengumpulkan dan
mengeksplorasi materi fluida dinamis.
3.7.1 Mengidentifikasi ciri-ciri umum fluida ideal.
3.7.2 Memformulasikan hukum kontinuitas.
3.7.3 Memformulasikan hukum Bernoulli.
3.7.4 Menjelaskan penerapan hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli.
4.7.1 Merancang dan melaksanakan percobaan yang menerapkan prinsip hukum
kontinuitas dan hukum Bernoulli.
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa menunjukkan sikap religius yang mencerminkan keyakinannnya
terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya.
2. Siswa dapat menunjukkan sikap bertanggung jawab dan disiplin dalam
mengumpulkan dan mengeksplorasi materi fluida dinamis.
3. Siswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri umum fluida ideal dan kaitannya dengan
teknologi dan engineering serta matematika
4. Siswa dapat memformulasikan hukum kontinuitas dan kaitannya dengan
teknologi dan engineering serta matematika .
5. Siswa dapat memformulasikan hukum Bernoulli, dan kaitannya dengan
teknologi dan engineering serta matematika
6. Siswa dapat menjelaskan penerapan hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli
dalam teknologi
7. Siswa dapat merancang dan melaksanakan percobaan yang menerapkan prinsip
hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli.
Materi Pembelajaran
Materi fluida dinamis yang harus dipelajari oleh siswa, antara lain: hukum-hukum
dasar fluida dinamis yang terdiri dari:
• Hukum Kontinuitas.
• Hukum Bernoulli.
• Penerapan Hukum Kontinuitas dan Hukum Bernoulli.
Model Pembelajaran
Discovery Based Learning, Project Based Learning
55
Metode Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
Ceramah
Diskusi
Eksperimen
Tanya jawab
Media Pembelajaran
1. Papan tulis
2. LCD Proyektor
3. Laptop
4. Bahan Ajar berbasis STEM
Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Aktivitas
Pembukaan
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam, meminta salah seorang untuk memimpin do’a
Guru menyiapkan peserta didik untk belajar dan
mengecek kehadiran siswa
Guru memotivasi dengan tanya jawab aplikasi materi
dalam kehidupan yang berkaitan dengan topik yang
akan dibahas
Kegiatan Inti
Pretest
Alokasi
Waktu
2 menit
45 menit
Kritis
Memprediksi
Menganalisis
Guru dengan bantuan siswa membentuk kelompok
dan membimbing siswa untuk mulai memasuki
materi pembelajaran dan menyampaikan tujuan
mempelajari materi fluida dinamis.
Siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman satu
kelompok.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
Keterampilan
kolaborasi
20 menit
Guru membimbing siswa untuk mengamati peristiwa
yang berkaitan dengan sifat-sifat fluida sebagaimana
disajikan dalam bahan ajar. (Sains)
•
Setelah siswa mengamati Gambar 1, yaitu gambar
piston yang ditekan, siswa diminta untuk
memprediksi pengaruh tekanan terhadap zat cair.
56
•
•
Setelah siswa mengamati Gambar 2, yaitu gambar
aliran 2 buah sungai, siswa diminta untuk
menjelaskan perbedaan aliran 2 sungai tersebut.
dst. (sebagaimana tertuang dalam bahan ajar)
Guru bertanya mengenai sifat-sifat fluida ideal, siswa
menjawab ( Sains)
Pertanyaan yang diajukan meliputi:
•
•
•
•
bagaimana pengaruh tekanan terhadap volume zat
cair?
apa yang dapat kalian simpulkan setelah
mengamati aliran 2 sungai yang berbeda?
apakah yang membedakan aliran air dan oli?
dst. (tertuang dalam bahan ajar)
Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan
menganalisis peristiwa yang terkait dengan sifat-sifat
fluida sebagaimana telah dituangkan di dalam bahan
ajar, seperti peristiwa piston yang ditekan, aliran
sungai, atau kegiatan menuangkan oli ke dalam
mesin.
•
•
•
siswa diminta untuk mengeksplorasi bagaimana
tekanan mempengaruhi volume zat cair.
siswa diminta menganalisis faktor yang
membedakan aliran air dan oli.
dst.
Komunikasi
Kreatif
(mengemukakan
gagasan kreatif)
Kolaborasi
Kritis (analisis)
Guru membimbing siswa untuk mengasosiasikan
peristiwa atau fenomena yang ada di lingkungan
sebagaimana diilustrasikan dalam bahan ajar terkait
dengan sifat-sifat fluida ideal.
•
dari peristiwa yang telah diamati, didiskusikan
dan dianalisis, siswa diminta untuk
mengasosiasikannya sehingga dapat diambil
kesimpulan mengenai sifat-sifat fluida.
Guru meminta salah satu siswa untuk menyampaikan
kesimpulan hasil diskusi kelompoknya.
Kolaborasi
Kritis (analisis)
Komunikasi
lisan
57
Guru membimbing siswa untuk mulai memasuki sub
bab baru. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
Guru membimbing siswa untuk mengamati alat yang
berkaitan dengan debit fluida sebagaimana
diilustrasikan dalam bahan ajar. Alat yag dimaksud
adalah water meter. ( teknik)
Menghipotesis
•
Menganalisis
setelah mengamati gambar alat pada bahan ajar,
siswa diminta untuk menjelaskan fungsi alat
tersebut, makna angka yang tertera dalam alat
tersebut, serta cara kerjanya.(engineering)
Guru bertanya mengenai prinsip kerja alat yang
diilustrasikan dalam bahan ajar, siswa menjawab
(engineering)
Pertanyaan yang diajukan dapat berupa:
Menginterpretasi
15 menit
•
•
besaran apa yang diukur oleh alat tersebut?
bagaimana interpretasi dari hasil pengukuran alat
tersebut?
• bagaimana cara kerja alat tersebut?
• dst. (tertuang dalam bahan ajar)
Guru bertanya rumusan matematis dari debit
fluida.(matematika)
Kreatif
Menghipotesis
Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan
menganalisis besaran-besaran yang terkait dengan
debit fluida.
Kolaborasi
Guru membimbing siswa untuk mengasosiasikan
besaran-besaran yang terkait dengan debit fluida dan
rumusan matematis dari debit fluida ( matematika)
Penutup
Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan dan
me-review kembali pembelajaran tentang sifat-sifat
fluida dan debit fluida.
Siswa juga diminta untuk memberikan tanggapan
terhadap materi yang telah dipelajari dan
memberikan masukan apabila terdapat hal-hal yang
masih belum jelas
8 menit
Mengevaluasi
Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari sub bab
berikutnya.
58
Penilaian Hasil Belajar Siswa
1. Teknik Penilaian
• Penilaian keterampilan 4 C
• Penilaian Keterampilan dan sikap
• Penilaian Kognitif
2. Instrumen Penilaian
• Form Penilaian keterampilan 4 C
• Form Penilaian Keterampilan dan Sikap
• Kisi-kisi dan Soal Preetest/Posttest
3. Teknik Penilaian untuk Masing-masing Indikator
Kompetensi Dasar
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah
(memiliki rasa ingin tahu,
objektif, jujur, teliti, cermat,
tekun, hati-hati, bertanggung
jawab, terbuka, kritis, kreatif,
inovatif, dan peduli
lingkungan) dalam aktivitas
sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam
melakukan percobaan dan
berdiskusi.
3.7 Menerapkan prinsip fluida
dinamis dalam teknologi.
4.7 Memodifikasi ide/gagasan
proyek sederhana yang
menerapkan prinsip dinamika
fluida.
Indikator
2.1.1. Menunjukkan sikap
tanggung jawab dan
disiplin dalam
mengumpulkan dan
mengeksplorasi materi
fluida dinamis.
3.7.1 Mengidentifikasi ciriciri umum fluida ideal.
3.7.2 Memformulasikan
hukum kontinuitas.
3.7.3 Memformulasikan
hukum Bernoulli.
3.7.4 Menjelaskan penerapan
hukum kontinuitas dan
hukum Bernoulli.
4.7.1 Merancang dan
melaksanakan
percobaan yang
menerapkan prinsip
hukum kontinuitas dan
hukum Bernoulli.
Teknik
Penilaian
Penilaian
Observasi
Penilaian
Tes
Praktikum
59
5.2.
Penyusunan Instrumen Tes untuk Mengukur Keterampilan 4C
Pada penyusunan instumen tes, perlu diperhatikan tujuan pembelajaran,
indikator setiap keterampilan 4C yaitu kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif .
Contoh Instrumen Tes
1.
Perhatikan grafik hasil percobaan Torricelli dibawah ini!
Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara kuadrat waktu jatuhnya air di
tanah (t2) terhadap jarak lubang kebocoran
dari dasar bejana (h). Berdasarkan grafik
tersebut, bagaimanakah hubungan antara h
dan t2? Bagaimana pula hubungan antara h
dan t?
Soal nomor 1, siswa harus menganalisis grafik sehingga dapat digolongkan
melatih kemampuan berpikir kritis
2.
Ada seekor ayam dan seekor bebek yang memiliki massa sama yaitu 3 kg,
ketika melewati tanah liat, kaki manakah yang masuk lebih dalam ke tanah liat?
Mengapa demikian? Berikanlah jawaban kalian lebih dari satu alasan!
Soal no 2 ini melatih kemampuan berpikir kreatif, karena melatih siswa
mengemukakan gagasan.
3.
Contoh penggalan instrumen komunikasi
Aspek Komunikasi
Mengemukakan
gagasan
Indikator
Bahasa jelas
Urut
Dalam berbicara tenang
Gagasan yang
dikemukakan logis
Kriteria Skor
Skor 4 jika semua unsur
muncul
Skor 3 jika hanya 3 unsur
yang muncul
Skor 2 jika hanya 2 unsur
muncul
Skor 1 jika hanya satu unsur
yang muncul
60
4. Contoh penggalan instrumen kolaborasi
Aspek Kolaborasi
Bekerja sama dalam
kelompok
Indikator
Tanggung jawab
terhadap tugas kelompok
Berperan dalam
kelompok
Bekerja sama dengan
semua anggota
Bekerja antusias di dalam
kelompok
Kriteria Skor
Skor 4 jika semua unsur
muncul
Skor 3 jika hanya 3 unsur
yang muncul
Skor 2 jika hanya 2 unsur
muncul
Skor 1 jika hanya satu unsur
yang muncul
5.3. Contoh Bahan Ajar Berbasis STEM Memfasilitasi Pengembangan
Keterampilan 4C
Bahan ajar
yang disusun mengintegrasikan setiap subjek STEM, dan
keterampilan 4C.
61
CONTOH 1 : PENGGALAN BAHAN AJAR FISIKA BERPENDEKATAN STEM
Gambar 3 disamping menunjukkan oli yang dituangkan ke
dalam mesin. Bagaimanakah alirannya? Jika dibandingkan
dengan air, zat manakah yang mengalir lebih cepat?
Mengapa demikian (S)? Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan aliran oli dan air!(melatih)
berpikir kritis)
Sumber: http://dboeness.com
Gambar 3. Aliran Oli
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………..……………………………………………
…………………………….………………………………………
…………………………………
Setelah kalian mendiskusikan pertanyaan di atas, simpulkanlah!
Apa saja sifat-sifat dari fluida ideal? Kemudian jelaskan pula
masing-masing sifat tersebut! (komunikasi dan kolaborasi)
Debit Fluida
Masih ingatkah kalian apa itu debit? Bagaimanakah rumusan matematis dari debit? Pada sub bab
ini, kalian akan mempelajari mengenai debit fluida dan keterkaitannya dengan fluida dinamis.(M)
Mari Mengamati!
Sebelum membahas debit fluida lebih lanjut, amatilah alat pada gambar di bawah ini!
Alat pada Gambar 4 biasanya terpasang di setiap rumah
yang menjadi pelanggan PDAM. Besaran apa yang diukur
oleh alat tersebut? Interpretasikanlah, apa makna angka yang
tertera pada alat tersebut? Analisis pula bagaimana cara kerja
alat tersebut!(T dan E)
Sumber: http://www.elciudadano.com.ar
Gambar 4. Water meter
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
………………………………
62
Impuls
Pada materi sebelumnya, telah dipelajari bahwa benda diam dapat bergerak karena adanya gaya
yang bekerja pada benda(S). Bagaimana jika gaya tersebut hanya bekerja dalam waktu singkat?
(kritis) Bagaimana efek gaya tersebut pada benda? ( kreatif).Pada pembahasan mengenai
impuls, kalian akan mempelajari konsep yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mari Berdiskusi
Amati beberapa gambar berikut ini agar kalian dapat memahami definisi impuls dalam
fisika. Buatlah kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa dan diskusikan pertanyaanpertanyaan berikut! Tuliskan jawaban kalian pada kolom yang tersedia!
Pada Gambar 1, terlihat seorang anak sedang berlatih olahraga
tinju. Pada Gambar 1 juga terlihat anak tersebut menggunakan
sarung tangan khusus.(T) Mengapa ketika bermain tinju perlu
menggunakan sarung tangan khusus (kreatif)? Buatlah analisis
terkait dengan desain sarung tangan tersebut dan manfaatnya!(E)
Kemukakan hasil analisis kalian secara singkat!(komunikatif)
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
Gambar 1. Berlatih tinju
Kantong udara (air bag) merupakan salah satu fitur
pada mobil yang mulai diperkenalkan pada tahun
1970-an. Tahukah
kalian cara kerja
air
bag?(T)Prediksikan resiko yang ditimbulkan jika
mobil tidak dilengkapi air bag!(kritis). Diskusikan
dengan teman kalian ( kolaboratif), tulislah hasil
diskusi !
Gambar 2. Air bag pada mobil
……………………………………………………………
………....................................................
……………………………………………………………
………
63
CONTOH PENGGALAN LEMBAR KERJA SISWA
Gambar 3. Desain Roket Air Sederhana
•
•
Bersama dengan kelompok kalian, buatlah roket air atau udara sederhana! Gambar 3 diatas
adalah contoh desain roket air sederhana. Kalian dapat membuatnya sesuai kreativitas
kalian masing-masing. Gunakan bahan-bahan bekas yang telah tidak terpakai!
Deskripsikan keterkaitan antara aspek-aspek STEM (Science, Technology, Engineering,
and Mathematics) yang terdapat pada roket yang telah kalian buat! Tuliskan jawaban kalian
pada tabel berikut!
Sains
Teknologi
Engineering
Matematika
64
BAB VI
PELAKSANAAN STRATEGY GALLERY WALK dan GALLERY
PROJECT
4.1.Gallery Walk
Pada pertemuan pertama ini, setelah saudara memahami Bab I sampai dengan
bab IV, tugas saudara adalah menerapkan Gallery Walk , menggunakan prosedur
yang diadopsi Silberman (2014:274) dimodifikasi. Pada Gallery Walk peserta
diminta untuk belajar bersama teman sekelompok dalam membahas materi atau
menyelesaikan masalah tertentu. Gallery Walk bertujuan membangun kerjasama
kelompok dan saling memberi apresiasi dan koreksi dalam belajar. agar masingmasing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan pendapat
mereka. Tujuan lain Gallery Walk adalah disamping mahasiswa mendapatkan
ilmu pengetahuan tentang materi, juga dilatih untuk memberbagi informasi dan
saling berkolaborasi dan interaksi dengan mahasiswa lainnya serta melatih
mahasiswa untuk memberikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Diskusi
dapat mempromosikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan
memungkinkan mahasiswa menghadiri pertanyaan terbuka (Johnson dan Mighten
2005; Wilen 2004). Gallery walk memberikan kesempatan seperti itu dengan
mendorong diskusi antara peserta didik ketika mereka bergerak dari satu kelompok
ke kelompok lain. Gallery walk berpusat pada mahasiswa yang menunjukkan
partisipasi aktif dalam sintesis konsep penting, menulis dan berbicara di depan
umum (Francek 2006). Strategi gallery walk dapat diciptakan kembali bersama
dengan pendekatan konstruktivis, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif dan berbagai strategi pengajaran dan
pengaturan pembelajaran untuk memperkenalkan pembelajaran yang efektif untuk
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ( Chee et al, 2015)
Prosedur Gallery Walk pada model ini adalah sebagai berikut:
Langkah pertama :
65
Mahasiswa membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai lima
orang.
Langkah kedua :
Setiap kelompok mendiskusikan masalah yang ditanyakan pada akhir setiap
bab meminta pendapat dari setiap anggotanya dari hasil pemahaman
membaca bahan ajar
Langkah ketiga :
Kemudian tulislah hasil diskusi pada kertas lembar hasil diskusi dan berilah
judul “ hasil diskusi kelompok .....”
Contoh :
Hasil Diskusi Kelompok 4, bisa dikerjakan di kertas tersendiri terpisah dari
bahan ajar ini .
Permasalahan Bab I :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Permasalahan Bab 2 dan seterusnya .......................
Langkah keempat :
Tempelkan kertas hasil diskusi tersebut pada dinding, atau meja kelompok
saudara
Langkah kelima :
66
Setiap anggota kelompok bersama anggota yang lain, berjalan melewati
tiap kertas hasil diskusi kelompok yang lain. Setiap mahasiswa wajib
memberikan tanda centang di kertas hasil diskusi kelompok lain
Langkah keenam:
Dosen mensurvei hasil dan mendiskusikan bersama seluruh mahasiswa.
Langkah selanjutnya adalah : mengerjakan proyek membuat perangkat
pembelajaran Berbasis STEM yang memfasilitasi keterampilan belajar abad 21
yang terdiri atas : RPP, Bahan Ajar, LKS atau LDS, media, instrumen penilaian 4C
yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif, komunikasi dan kolaborasi. Waktu
penyusunan satu minggu. Jangan lupa untuk melakukan pendampingan di luar jam
perkuliahan, untuk setiap tugas yang diberikan. Pada pertemuan selanjutnya tugas
yang telah diberikan, disajikan pada kegiatan Gallery Project
4.3. Gallery Project
Gallery Project, secara umum bertujuan untuk (1) meningkatkan
pemahaman dan penghayatan mahasiswa terhadap isi pembelajaran pada
tingkatan
bermakna
(meaningful);
(2)
meningkatkan
keterampilan
mengidentifikasi, mencari, mengemas dan melaporkan hasil informasi yang
relevan sebagai orientasi pembelajaran; (3) mengembangkan sikap positif
mahasiswa terhadap prakarsa dan tindak belajar, sikap mandiri, kreatif, dan
produktif; (4) memfasilitasi pengembangan potensi mahasiswa secara holistik,
baik potensi kognitif, skills, maupun afektif; (5) membangun daya enduransi
dan kemampuan kerja tim; (6) memaksimalkan pemanfaatan sumber belajar,
baik sumber belajar by design maupun by utilizations; dan (7) meningkatkan
pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan, dan menantang. (
Mukhadis & N Ulfatin, 2014)
Menurut Forgaty (1997), strategi pembelajaran Gallery Project
lebih
berorientasi kepada penyelesaian dan penyajian berbagai tugas dalam bentuk
gallery, memerlukan sinergi pengetahuan, kompetensi, dan kreativitas yang
67
dinamis melalui konsep, konfigurasi, kontradiksi, konfusi, dan diakhiri dengan
menghasilkan suatu karya/proyek akademik.
Pada pertemuan kedua mahasiswa menyajikan hasil tugas pertemuan pertama
melalui prosedur sebagai berikut:
1.Setiap kelompok mempresentasikan hasil karya dengan menggunakan
strategi Gallery Project yaitu
2. Setiap kelompok menggelar hasil karyanya di kelompoknya sendiri selama
30 menit , antar anggota kelompok mencermati hasil project teman satu
kelompok, serta memberikan masukan tentang :
a. apakah
RPP yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi
pengembangan keterampilan 4C ?
b. apakah bahan ajar yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi
pengembangan keterampilan 4C?
c. apakah LKS/LDS yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi
pengembangan keterampilan 4C?
d. apakah indikator tentang penilaian keterampilan 4 C sudah ada dan
sesuai?
e.
bagaimana
media
yang
dibuat,
apakah
sudah
memfasilitasi
pengembangan 4C?
3. Setiap kelompok berjalan ke kelompok lain, mengunjungi karya kelompok
lain dan memberikan catatan masalah yang ada , yang akan didiskusikan
pada kelompok kecil, seperti pada no 2, waktu yang diberikan 30 menit
4. Catatlah masalah yang saudara temukan ketika saudara, mengikuti kegiatan
Galleri project. Setiap anggota kelompok menilai hasil karya kelompok lain
yang digalerikan, kemudian dipertanyakan pada saat diskusi kelompok dan
ditanggapi.
68
5. Setelah 30 menit kembalilah ke kelompok masing2, diskusikan dan
presentasikan temuan masalah pada kegiatan Gallery Walk, waktunya 30
menit.
6. Setelah semua kelompok melaksanakan tugasnya, dosen memberikan
kesimpulan dan klarifikasi sekiranya ada yang perlu diluruskan dari
pemahaman mahasiswa.
7. Setelah kesimpulan dan penguatan selesai, dosen memilih topik yang akan
dipraktekkan dalam bentuk peer teaching. Setiap kelompok dipilih satu
topik. Topik lain pelaksanaan peer teaching diluar jam perkuliahan dan
direkam dalam bentuk video. Tugas berikutnya bisa dilihat pada Lembar
Kerja Mahasiswa.
69
DAFTAR PUSTAKA
Ackay, B. 2009. Problem-Based Learning in Science Education. Journal of Turkish
Science Education. 6(1): 26-36.
Aitken, Nola and Pungur, Lydia. 1996. Authentic Assessment, diunduh dari
www.ntu.edu.vn, Oktober 2013.
Akyıldız, P. 2014. Fetemm eğitimine dayalı öğrenme-öğretme yaklaşımı. In G. E.
Editor (Ed.), Etkinlik örnekleriyle güncel öğrenme-öğretme yaklaşımları-I
(pp. 978-605). Ankara: Pegem Akademi, 566 p.
Akmar, S. N & Eng, L. S. 2010. Integrating Problem Based Learning (PBL) in
Mathematics Method Course. Journal Faculty of Education University of
Malaya, 1(2): 1-3.
Alan Zollman. 2012. Learning for a STEM Literacy. STEM for Literacy For
Learning .Vol 112 Number 1.
Alismail, H. A., & McGuire, P. 2015. 21st Century Standards and Curriculum:
Current Research and Practice. Journal of Education and Practice, 6(6): 150154.
Ananiadou, K. and Claro, M. 2009. 21st Century Skills and Competences for New
Millennium Learners in OECD Countries. OECD Education Working
Papers, No. 41. Paris, OECD Publishing.
Ansari, S.U, dan Malik, S.K. 2013. Image of an Effective Teacher in 21st Century
Classroom. Journal of Educational and Instructional Studies in the World,
3(4), 61-68.
Anwari.I , Seiji.Y. Masashi .U.2015. Implementation of Authentic Learning and
Assessment through STEM Education Approach to Improve Students’
Metacognitive Skills. K-12 STEM Education. Vol. 1, No. 3, Jul-Sep 2015,
pp.123-136
Arends, R I. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Ariffin, N. A., & Yunus, F. (2017). Kesediaan Guru Prasekolah Dalam
Melaksanakan KBAT Dalam Pengajaran dan Pembelajaran.
70
Association of American Colleges and Universities (2007). College Learning For
The New Global Century: A Report from the National Leadership Council
for Liberal Education & America’s Promise. Retrieved from www.aacu.org/
Barry, M. 2012. What Skills Will You Need to Succeed in the Future? Phoenix
Forward (online). Tempe, AZ, University of Phoenix.
Butz, W. P., Kelly, T. K., Adamson, D. M., Bloom, G. A., Fossum, D., & Gross,
M. E. 2004. Will the Scientific and Technology Workforce Meet the
Requirements of the Federal Government? Pittsburgh, PA: RAND
Beals, J. 2012. Thomas edison.com. [online] http://www.thomasedison.com/.
Beers, S. 2011. 21st Century Skills: Preparing Students For Their Future.
[Online]http://www.yinghuaaca demy. org/wpcontent/uploads/2014/10/
21st_century_skills.pdf).
Bell, S. 2010. Project-based Learning for the 21st century: Skills for the Future. The
Clearing House, 83(2), 39–43.
Blackley, S., Rahmawati, Y., Fitriani, E., Sheffield, R., dan Koul, R. 2018. Using
a Makerspace approach to engage Indonesian primary students with STEM.
Issues in Educational Research, 28(1), 18-42.
Boholano, H.B. 2017. Smart Social Networking: 21st Century Teaching and
Learning Skills. Research in Pedagogy, 7(1), 21-29.
Bybee, R. B. 2013. The Case for STEM Education: Challenges and opportunities.
City: NSTA
Brophy, S., Klein, S., Portsmore, M., & Rogers, C. (2008). Advancingengineering
education in K–12 classrooms. Journal of Engineering Education, (July),
369–387.
Brown, A. L., Bransford, J., Ferrara, R., & Campione, J. 1983. Learning,
Remembering, and Understanding. In P. H. Musen (Ed.), Handbook of Child
Psychology (Vol. III, pp. 77–166). New York: Wiley
Bybee, R. 2013. The Case of STEM education: Challenges and opportunities.
Arlington, VA: NSTA Press.
BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI.
Carlson, L., & Sullivan, J. 2004. Exploiting Design to Inspire Interest Inengineering
Across the K–16 Engineering Curriculum. International Journal of
Engineering Education, 20(3), 372–380.
71
Capraro, R. M., Capraro, M. M., Morgan, J. R., & Slough, S. W. 2013. STEM
Project-Based Learning: An Integrated Science, Technology, Engineering,
and Mathematics (STEM) Approach. STEM Project-Based Learning an
Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)
Approach. Boston: Sense Publishers.
Care, E., Scoular, C., & Griffin, P. (2016). Assessment of Collaborative Problem
Solving in Education Environments. Applied Measurement in Education, 29,
250–264.
Carin, A. A. (1993). Teaching Science Through Discovery (7th ed). New York:
Macmillan.
Chantala, C., Santiboon, T., dan Ponkham, K. 2017. Instructional Designing the
STEM Education Model for Fostering Creative Thinking Abilities in Physics
Laboratory Environment Classes. International Conference for Science
Educators and Teachers, AIP Conference Proceedings 1923.
Chee Keong Chin, Kwan Hooi Khor, and Tiam Kian Teh. 2015. Is Gallery Walk
an Effective Teaching and Learning Strategy for Biology?. 25th Biennial
Asian Association for Biology Education Conference.
Choridah, D. T. 2013. Peran Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif serta Disposisi Matematis
Siswa SMA. Infinity, 2(2): 194-202.
Conley, D. T. (2005). College Knowledge: What it Really Takes for Students to
Succeed and What We Can Do to Get Them Ready. San Francisco: JosseyBass.
Conley, D. T. (2007). Toward A More Comprehensive Conception of College
Readiness. Eugene, OR: Educational Policy Improvement Center.
Costa, A. L., & Kallick, B. (1992). Reassessing assessment. In A. L. Costa, J. A.
Bellanca,& R. Fogarty, (Eds.), If minds matter: A forward to the future,
Volume II (pp. 275-280). Palatine, IL: IRI/Skylight Publishing.
Delors, J., Al Mufti, I., Amagi, I., Carneiro, R., Chiung, F., Geremek, B., Gorham,
W., Kornhauser, A., Manley, M., Padrón Quero, M., Savané, M-A., Singh,
K., Stavenhagen, R., Won Suhr, M. and Nanzhao, Z. 1996. Learning: The
Treasure Within: Report to UNESCO of the International Commission on
Education for the Twenty-First Century. Paris, UNESCO.
Dochy, F., Segers, M., Van den Bossche, P., & Gijbels, D. 2003. Effects of
problembased learning: A meta-analysis. Learning and Instruction, 13, 533–
568.
72
Dugger, Jr., W. E. (n.d.). Evolution of STEMin the United States. Retrieved July
20,2017,frohttp://www.iteea.org/Resources/PressRo om/AustraliaPaper.pdf
Duran, M., dan Sendag, S. 2012. A Preliminary Investigation into Critical Thinking
Skills of Urban High School Students: Role of an IT/STEM Program.
Creative Education, 3(2), 241-250.
Dwijananti, P., & Yulianti, D. (2010). Pengembangan Pengembangan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem
Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 6(2) : 108 – 144.
Dyer, Jeffrey H.; Gregersen, Hal B., and Christensen, Clayton M. (2009) The
Innovator’s DNA. Harvard Business Review, December 2009, pp. 1-10.
Dym, C. L., Agogino, A., Eris, O., Frey, D. D., & Leifer, L. J. (2005). Engineering
Design Thinking, Teaching, and Learning. Journal of Engineering
Education, (January), 103–120.
Elola, I., and Oskoz, A. 2010. Collaborative Writing: Fostering Foreign Language
and Writing Conventions Development. Language Learning and
Technology, 14(3), 51-71.
English, L.D., & King, D.T. 2015. STEM Learning Through Engineering Design:
Fourth-Grade Students’ Investigations in Aerospace. International Journal of
STEM Education, 2(1), 1-18.
Firman,H. 2016. Pendidikan STEM sebagai Kerangka Inovasi Pembelajaran
Kimia untuk Meningkatkaan Daya Saing Bangsa Dalam Era Masyarakat
Ekonomi Asean. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Surabaya17 September 2016.ISBN : 978-602-0951-12-6
Fogarty, R. 1997. Problem-Based Learning and Other Curriculum Models for the
Multiple Intelligences Classroom. Arlington Heights: Skylight Publishing,
Inc.
Folashade, A & Akinbobola, A. O. 2009. Constructivist Problem Based Learning
Technique and the Academic Achievement of Physics Studebts with Low
Ability Level in Nigerian Secondary Schools. Eurasian Journal of Physics
and Chemistry Eduacation, 1(1): 45-51.
Fortus, D., et al. 2005. Design-based Science and Real-World Problem-Solving.
International Journal of Science Education. Vol 27, No. 7, 3 June 2005, pp.
855–879.
Frykholm, J. & Glasson, G. 2005. Connecting Science and Mathematics
Instruction: Pedagogical Context Knowledge for Teachers. School Science
and Mathematics, 105(3), 127–141.
73
Gilhooly, K. J., Ball, L. J., & Macchi, L. 2015 Insight and creative thinking
processes: Routine and special. Thinking & Reasoning, 21(1), 1-4.
Griffin, P., McGaw, B. and Care, E. (eds). 2012. Assessment and Teaching of 21st
Century Skills. Dordrecht, NL, Springer.
Habig, S., Blankenburg, J., Vorst, H. V., Fechner, S., Parchmann, I & Sumfleth, E.
2018. Context Characteristics and Their Effects on Students’ Situational
Interest in Chemistry. International Journal of Science Education, 40(10),
1154-1175.
Halim, L. (2013). Pendidikan Sains dan Pembangunan Masyarakat Berliterasi
Sains. Bangi: The National University of Malaysia Press.
Han, S. 2017. Korean Students’ Attitudes toward STEM Project-Based Learning
and Major Selection. Educational Sciences: Theory and Practice, 17(2), 529548.
Hanover
Research .2011. K-12 STEM Education Overview.
Hewitt, et al. 2013. Conceptual Integrated Science (second ed). USA: Pearson
Education.
Hidayah, R., Moh. S., Tri, S.S. 2017. Critical Thinking Skill: Konsep dan Indikator
Penilaian. Jurnal Taman Cendekia, Vol. 01 No. 02.
Hmelo, C., Holton, D.L., & Kolodner, J. 2000. Designing to Learn About Complex
Systems. Journal of the Learning Sciences, 9(3), 247-298.
Hurley, M. 2001. Reviewing Integrated Science and Mathematics. The Search for
Evidence and Definitions from New Perspectives. School Science and
Mathematics, 101(5), 259–268.
Husin, W.N.F.W., Arsad, N.M., Othman, O., Halim, L., Rasul, M.S., Osman, K.,
dan Iksan, Z. 2016. Fostering students’ 21st century skills through Project
Oriented Problem Based Learning (POPBL) in integrated STEM education
program. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, 17(1).
Irfana, S., Yulianti, D., & Wiyanto. 2019. Pengembangan Lembar Kerja Peserta
Didik Berbasis Science, Technology, Engineering, and Mathematics untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik. Unnes Physics
Education Journal, 8(1): 83-89.
Jacobs, HH. 1989. Interdisciplinary Curriculum: Design and Implementation.
Association for Supervision and Curriculum Development, USA.
74
Judy,
B. 2011. Five Innovations from World War II. [Online]
http://bigdesignevents.com//2011/09/innovations-from-world-war-ii/.
Kapila, V. & Iskander, M. 2014. Lessons Learned from Conducting A K-12
Project to Revitalize Achievement by Using Instrumentation in Science
Education. Journal Of STEM Education, 15 (1), pp. 46-51.
Kember, D., & Leung, D. Y. P. 2009. Development of a Questionnaire for Assessing
Students’ Perceptions of the Teaching and Learning Environment and Its Use
in Quality Assurance. Learning Environments Research, 12, 15–29.
Kemendikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas/
Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Kennedy, T. J. & M. R. L. Odell. 2014. Engaging Students in STEM Education.
Science Education International. 25(3): 246-258
Kearney, C. 2011. Efforts to Increase Students’ Interest in Pursuing Science,
Technology, Engineering and Mathematics Studies and Careers. Brussels,
Belgium: European Schoolnet.
Kolodner, J. L., Camp, P. J., Crismond, D., Fasse, B., Gray, J., Holbrook,J., Putnam,
S., & Ryan, M. 2003. Problem-Based Learning Meets Case-Based Reasoning
in the Middle Schools Science Classroom: Putting Learning by Design TM
into Practice. Journal of the Learning Sciences, 12(4), 495–547.
Ladeji-Osias, J.O., Partlow, L.e., Dillon, E.C. 2018. Using Mobile Application
Development and 3-D Modeling to Encourage Minority Male Interest in
Computing and Engineering. IEEE Transactions on Education, 61(4), 274 –
280.
Lestari, T.P., Sarwi., dan Sumarti, S.S. 2018. STEM-Based Project Based Learning
Model to Increase Science Process and Creative Thinking Skills of 5th Grade.
Journal of Primary Education, 7(1), 18-24.
Litbang, Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013. Pergeseran Paradigma Belaajar Abad
21. Diakses 20 November 2018 dari http://litbang. Kemdikbud.go.id.
Liu, Z. K., He, J., & Li, B. 2015. Critical and Creative Thinking as Learning
Processes at Top-Ranking Chinese Middle Schools: Possibilities and
Required Improvements. High Ability Studies, 26(1), 139-152.
75
Lou, S.J., Liu, Y.H., Shih, R.C., dan Tseng, K.H. 2011. The Senior High School
Students’ Learning Behavioral Model of STEM in PBL. International Journal
of Technology and Design Education, 21, 161–183.
Maarif, S. 2016. Improving Junior High School Students’ Mathematical Analogical
Ability Using Discovery Learning Method. International Journal of Research
in Education and Science, 2(1), 114-124.
Mahajan, R. 2015. The Key Role of Communication Skills in The Life of
Professionals. IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS),
20(12): 36-39.
Mahanal, S., Zubaidah, S., Sumiati, I. D., Sari, T. M., & Ismirawati, N. 2019.
RICOSRE : A Learning Model to Develop Critical Thinking Skills for
Students with Different Academic Abilities. International Journal of
Instruction. 12(2) : 417-434.
Mergendoller, J. R., Markham, T. Ravitz, J., & Larmer, J. (2006). Pervasive
management of project based learning: Teachers as guides and facilitators.
Handbook of Classroom Management: Research, Practice, and Contemporary
Issues, Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum, Inc.
McCoog, I. (2008). 21st Century Teaching and Learning. Retrieved from:
http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/recordDetail?accno=E D502607
McDonald, C.V. 2016. STEM Education: A Review of the Contribution of the
Disciplines of Science, Technology, Engineering, and Mathematics. Science
Education International, 27(4): 530-569.
Mukhadis, A. dan Ulfatin, N. 2014. Keefektifan dan Kemenarikan Pembelajaran
Terintegrasi Model Shared Berbasis Gallery Project. Jurnal Ilmu Pendidikan,
20(2).
Morgan, J. L., & College, S. M. 2016. Reshaping the Role of a Special Educator
into a Collaborative Learning Specialist. International Journal of Whole
Schooling 12 (1) : 40 - 60.
Moore, T. J., Stohlmann, M. S., Wang, H.-H., Tank, K. M., Glancy, A. W.,&
Roehrig, G. H. (2014). Implementation and Integration of Engineering in K–
76
12 STEM Education. In, S. Purzer, J. Strobel, &M. Cardella (Eds.),
Engineering in precollege settings: Research into practice (pp. 35–60). West
Lafayette, IN: Purdue University Press.
Morrison, J. 2006. TIES STEM Education Monograph Series, Attributes of STEM
Education. Baltimore, MD: TIES.
Moursund, D. 1999. Project-Based Learning using Information Technology.
Eugene, OR: International Society for Technology in Education.
National Aeronautics and Space Administration. 2008. Sputnik and the Dawn of
the Space Age. [Online] http://history.nasa.gov/sputnik.
National Academy of Engineering and National Research Council.2014. STEM
Integration in K–12 Education: Status, Prospects, and an Age
National Research Council.2011. A Framework for K-12 Science
Education:Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Washington
DC: TheNational Academies Press.
National Reseaarch Council. 2014 . STEM Integration in K-12 Education:
Status, Prospects, and An Agenda for Research. The national Academies
of Science. Washington, DC.
National Education Association (2002). Preparing 21st Century Students for a
Global Society : An Educator’s Guide to the “Four Cs”. From
https://www.nea.org/assets/docs/A- Guide-to-Four-Cs.pdf.
NEA. 2010. Preparing 21st Century Students for a Global Society: An Educator’s
Guide to the “Four Cs”. Washington DC: NEA Press.
Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
NRC. 2011. Succesfull K-12 STEM Education: Identifying Effective Approaches
in Science, Technology, Engineering, Mathematics. The National Academics
of Science. Washington, DC.
NRC. 2014. A Framework for K-12 Science Education: Practices, Crosscutting
Concepts, and Core Ideas. The National Academies of Science. Washington,
DC.
Ormiston, Meg .2011. Creating a Digital-Rich Classroom: Teaching & Learning in
a Web 2.0 World. Solution Tree Press. pp. 2–3.
Permanasari, Anna. 2016. STEM education: Inovasi dalam Pembelajaran Sains.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. Surakarta 22 Oktober 2016.
77
Pertiwi, R. S., Abdurrahman, & Rosidin, U. 2017. Efektivitas LKS STEM untuk
Melatih Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pembelajaran Fisika,
5(2): 11-19.
Putra, S.R. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Bebasis Sains. Yogyakarta:
DIVA Press.
Quang, et al. 2015. Integrated Science, Technology, Engineering and Mathematics
(STEM) Education through Active Experience of Designing Technical Toys
in Vietnamese Schools. British Journal of Education, Society & Behavioural
Science. Vol 11 Number 2, pp 1-12.
Rasul, M.S., Halim, L., dan Iksan, Z. 2016. Using STEM Integrated Approach to
Nurture Students’ Interest and 21st Century Skills. The Eurasia Proceedings
of Educational & Social Sciences, 4, 313-319.
Raven, P.H., Hassenzahl, D.M., & Berg, L.R.2013. Environment: international
student version (eight ed). Singapura: John Wiley & Son.
Reeve, E.M. 2015. STEM thinking!. Technology and Engineering Teacher
(ITEEA), 74 (4), 8-16.
Reeve, E. M. 2013. Implementing science, technology,
mathematics
and
engineering (STEM) education in Thailand and in ASEAN. Bangkok:
Institute for the Promotion of Teaching Science and Technology (IPST).
Resty, N.Z., Muhardjito, dan Mufti, N. 2019. Discovery Learning Berbantuan
Schoology: Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian dan Pengembangan, 4(2), 267-273.
Rich, E. 2010. How Do You Define 21st Century Learning? Education Week
Teacher PD Source Book, 04(1), 32-35.
Rotherham, A. J., & Willingham, D. 2009. 21st Century Skills: The Challenges
Ahead. Educational Leadership, 67(1), 16 – 21.
Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran Menggunakan Problem Based Learning Itu
Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rusdin, N.M. 2018. Teachers’ Readiness in Implementing 21st Century Learning.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,
8(4), 1293–1306.
Rusdin, N.M., dan Ali, S.R. 2019. Practice of Fostering 4Cs Skills in Teaching and
Learning. International Journal of Academic Research in Business and
Social Sciences, 9(6), 1021–1035.
78
Ryan, M. E. (2011). Validation of the Solving Problems Scale with Teachers
(Doctoral Dissertation). Retrieved from http://gradworks.umi.com/34
/92/3492438.html
Partnership for 21st Century Skills. 2007. Beyond the three Rs: Voter Attitudes
Toward 21st Century Skills. Retrieved from http://www.p21.org/.
Saavedra, A.R, dan Opfer, V.D. 2012. Learning 21st-Century Skills Requires 21stCentury Teaching. Phi Dhelta Kappan, 94(2), 8-13.
Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi 2013. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sastrika, I. A. K., Sadia, I. W. & Muderawan, I. W. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan
Keterampilan Berpikir Kritis. e-Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. 3.
Sanders, M. 2009 STEM, STEM Education, STEM Mania. The Technology
Teacher, 68(4).20-26.
Scott, C.L. 2015b. The Futures of Learning 2: What kind of learning for the 21st
century? UNESCO Education Research and Foresight, Paris. [ERF Working
Papers Series, No. 14].
Shahali E. H. M., Halim L., Rasul S., Osman K., Ikhsan Z. and Rahim F., 2015,
Bitara-STEMTM training of trainers’ programme: impact on trainers’
knowledge, beliefs, attitudes and efficacy towards integrated stem teaching,
Journal of Baltic Science Education, 14(1), 85-95.
Silberman, M. 1996. Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject.
Boston: Allyn and Bacon.
Stehle, S.M. dan Peters-Burton, E.E. 2019. Developing Student 21st Century Skills
in Selected Exemplary Inclusive STEM High Schools. International Journal
of STEM Education, 6(39), 1-15.
Sulaiman, F. 2013. The Effectiveness of PBL Online on Physics Students‟
Creativity and Critical Thinking: A Case Study at Universiti Malaysia Sabah.
International Journal of Education and research. 1(3): 1-18.
Suparno, P. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstrutivistik
Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
&
79
Suranti, N. M. Y., Gunawan & Sahidu, H. 2016. Pengaruh Model Project Based
Learning Berbantuan Media Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Peserta
didik pada Materi Alat-alat Optik. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi.
2(II).
Surya, J.P., Abdurrahman, dan Wahyudi, I. 2018. Implementation of the STEM
Learning to Improve the Creative Thinking Skills of High School Student
in the Newton Law of Gravity Material. Journal of Komodo Science
Education, 1(1), 106-116.
.
Suters, A. L. 2004. An exploratory study of the impact of an inquiry-based
professional development course on the beliefs and instructional practices
of urban in-serviceteachers. The Annual Meeting of the National
Association for Research in Science Teaching. The University of
Tennessee, Knoxville.
Syah, M. 2008. Psikologi pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tarnoff, J. (2010, October 14). STEM to STEAM -- Recognizing the Value of
Creative Skills in the Competitiveness Debate. The Huffington Post.
Retrieved from http://www.huffingtonpost.com/john-tarnoff/stem-to-steamrecognizing_b_756519.html
Tawfik, A. , Trueman, R. J. , & Lorz, M. M. 2014. Engaging Non-Scientists in
STEM Through Problem-Based Learning and Service Learning.
Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 8(2).
The Partnership for 21st Century Skills.2009. P21 Framework Definition. Diakses
21 April 2017 dari http:// p21 org/storage/documents/P21_framework
_definition.pdf
Thomas, T. 2011. Developing First Year Students’ Critical Thinking Skills. Asian
Social Science, 7(4): 26-35.
Tran, T., Nguyen, N., Bui, M., dan Phan, A. 2014. Discovery Learning with the
Help of the GeoGebra Dynamic Geometry Software. International Journal of
Learning, Teaching, and Educational Research, 7(1), 44-57.
Trilling, Bernie and Fadel, Charles 2009. 21st Century Skills: Learning for
Life in Our Times, John Wiley & Sons, 978-0-47-055362-6.
Tseng, K. H., Chang, C. C., Lou, S. J., & Chen, W. P. 2013. Attitudes Towards Science,
Technology, Engineering and Mathematics (STEM) In A Project-Based Learning
(PJBL) Environment. International Journal of Technology and Design Education,
23(1): 1-14.
80
Vitti, D & Torres, A. 2006. Practicing Science Process Skills at Home. Noname.
Vockley, M. (2007). Maximizing the Impact: The Pivotal Role of Technology in a 21st
Century Education System. Retrieved from http://info.watertown.k12.ma.us
/academics/documents/P21doc ument-2007.pdf.
Voss, J. F., & Post, T. A. (1988). On the solving of ill-structured problems. In M.
T. H. Chi, R. Glaser, & M. J. Farr (Eds.), The nature of expertise (pp. 261–
285). Hillsdale: Lawrence Erlbaum.
Wagner, T. 2010. Overcoming The Global Achievement Gap (online). Cambridge,
Mass: Harvard University.
Wangsa, G. P., Suyana, I., Amalia, L., & Setiawan, A. 2017. Upaya Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Konsep Siswa melalui
Pembelajaran Inkuiri Berbantu Teknik TSTS (Pada Materi Gerak Lurus di
SMAN 6 Bandung). Jurnal Wahana Pendidikan Fisika 2 (2).
Wartono, W., Hudha, M. N., & Batlolona, J. R. 2018. How are the physics critical
thinking skills of the students taught by using inquiry-discovery through
empirical and theorethical overview? Eurasia Journal of Mathematics,
Science and Technology Education, 14(2), 691–697
Wendell, B., & Rogers, C. 2013. Engineering Design-Based Science, Science
Content Performance, and Science Attitudes in Elementary School. Journal
of Engineering Education, 102(4), 513–540.
Wenning, C. J. 2010. Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences
to teach science (Shaded sections added January 2012). Jornal of Physics and
Teacher Education Online, 5(3), 11–20.
White et al. 2011. The Use of Interupted Case Studies to Enhance Critical Thinking
Skills in Biology. Jounal of MicroBiology and Biology Education. 10, 25-31.
White, B. Y., & Frederiksen, J. R. 1998. Inquiry, Modeling, and Metacognition:
Making Science Accessible to All Students. Cognition and Instruction, 16(1),
3–18.
Widodo & L. Widayanti. 2013. Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar
Siswa dengan Metode Problem Based Learning pada Siswa Kelas VIIA MTs
Negeri Donomulyo Kulon Progo Tahun 2012/2013. Jurnal Fisika Indonesia.
17(49): 32-35.
Wiggins, G., and McTighe, J. (2011). The Understanding by Design guide to
creating high- quality units. Alexandria, VA: ASCD.
81
Williams, J. 2011. STEM Education: Proceed with caution. Design and Technology
Education, 16(1), 26-35.
Yıldırım, B., & Altun, Y. 2015. STEM Eğitim ve Mühendislik Uygulamalarının Fen
Bilgisi Laboratuar Dersindeki Etkilerinin İncelenmesi. El-Cezeri Journal of
Science and Engineering, 2(2), 28-40
Yulianti, D., Wiyanto, Rusilowati, A., Nugroho, S. E., Supardi, K.I. (2019). Problem Based
Learning Models Based on Science Technology Engineering and Mathematics for
Developing Student Character . Journal of Physics: Conference Series 1170
(2019).
Yu, T.X., dan Mohammad, W.M.R.W. 2019. Integration of 21st Century Learning
Skills (4C Elements) in Interventions to Improve English Writing Skill
Among 3K Class Students. International Journal of Contemporary Education,
2(2), 100-121.
Zubaidah, Siti. 2016. Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang Diajarkan
melalui Pembelajaran. Universitas Negeri Malang.
82
GLOSSARIUM
Abad 21
merupakan abad pengetahuan, abad dimana informasi
banyak tersebar dan teknologi berkembang
Abstrak
tidak berwujud; tidak berbentuk; mujarad; niskala
Atom Bohr
merupakan abad pengetahuan, abad dimana informasi
banyak tersebar dan teknologi berkembang
Berpikir kritis
sebuah proses intelektual dengan melakukan pembuatan
konsep, penerapan, melakukan sintesis, dan atau
mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi,
pengalaman, refleksi, pemikiran atau komunikasi sebagai
dasar untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan.
Deduktif
pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu
atau lebih kesimpulan berdasarkan seperangkat premis yang
diberikan
Enaktif
suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan
benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata
Globalisasi
proses masuknya ke ruang lingkup dunia
Ikonik
suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan
visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan
konkret
Impuls
peristiwa gaya yang bekerja pada benda dalam waktu hanya
sesaat
Induktif
menekanan pada pengamatan dahulu, lalu
kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut
Inovatif
Kemampuan seseorang dalam mendayagunakan kemampuan
dan keahlian untuk menghasilkan karya baru
Integrasi
pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat
Interdisipliner
pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan
menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu
serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu
Kolaborasi
bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen
yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak
menarik
83
yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang
menerima akibat dan manfaat
Komputasi
penghitungan dengan menggunakan komputer
Komunikasi
suatu aktivitas penyampaian informasi, baik itu pesan, ide,
dan gagasan, dari satu pihak ke pihak lainnya
Konkret
nyata; benar-benar ada (berwujud, dapat dilihat, diraba, dan
sebagainya)
Konseptual
berhubungan (berciri seperti) konsep
Kontekstual
konsep pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran
dengan konteks kehidupan nyata yang dialami peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari
Kreatif
memiliki daya cipta, mempunyai kemampuan untuk
mencipatakan,atau mampu menciptakan sesuatu yang baru,
baik berupa gagasan maupun kenyataan yang relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Simbolik
suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak
STEM
akronim dari Science, Technology, Engineering,
Mathematics yang saling terintegrasi antara satu dan lainnya
84
INDEKS
A
Abad 21, 21, 1, 2, 3, 5, 6, 7, 21, 18,
19, 24, 25, 26, 33, 42
Analitis, 3, 16
B
Berpikir kritis, 2, 3, 6, 15, 16, 17, 18,
19, 22, 23, 26, 30, 36, 37, 47
Berpikir tingkat tinggi, 30
D
Deduktif, 17, 18
Discovery learning, 24, 33, 34, 36, 39
Dunia kerja, 2, 6, 10, 20, 31
H
Hukum Kontinuitas, 42, 46
Hukum Bernoulli, 42, 46
I
Induktif, 17, 18, 34
Kritis, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 15, 16, 17, 18,
19, 22, 23, 26, 29, 30, 36, 37, 41, 43,
44, 46, 47
Kreatif, 3, 4, 6, 17, 19, 22, 24, 26, 33,
41, 44, 45, 46, 47
Kolaboratif, 4, 5, 16, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 30, 32, 47
Komunikasi, 1, 2, 3, 15, 16, 17, 20,
21, 2, 29, 44, 47
Kreativitas, 2, 5, 17, 20, 23, 30
Kurikulum 2013, 1, 3, 4, 5, 17, 36, 40
M
Material, 8
Mengatasi masalah, 15, 17, 24, 27
P
P21, 16, 18
Pedagogis, 3,4
Pembelajaran berbasis desain, 21
Inkuiri, 4, 34
Pembelajaran berbasis masalah, 21,
36
Inovatif, 1, 3, 7, 10, 16, 19, 22, 24, 33,
41, 46
Pembelajaran berbasis proyek, 21, 30
F
Fasilitator, 23, 31
K
Interdisipliner, 2, 10
Keterampilan abad 21, 1, 2, 3, 4, 5,
15, 16, 17, 40
Kompetensi, 3, 4, 18, 23, 31, 41, 46
R
Revolusi industri, 6
RPP, 40, 41
S
Silo, 11, 12
Sistematis, 8, 36
T
85
Terintegrasi, 1, 3, 4, 10, 11, 13, 14,
31, 40, 48
Terpadu, 13, 28, 29, 30
86
Download