Contoh Makalah untuk Penyuluhan Perikanan

advertisement
MAKALAH PENYULUHAN
PENERAPAN PENGOLAHAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN GURAME
DENGAN METODE BIOFLOK
Oleh :
Kelompok 5
TRI SUNTARI
MUTHIA RAIDHA
ALMA SURYA NAINGGOLAN
AIDA SAFITRI
LATHIFAH
IQBAL RONA FATKANA
B0A013002
B0A013015
B0A013024
B0A013032
B0A013042
B0A013053
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok 5
TRI SUNTARI
MUTHIA RAIDHA
ALMA SURYA NAINGGOLAN
AIDA SAFITRI
LATHIFAH
IQBAL RONA FATKANA
B0A013002
B0A013015
B0A013024
B0A013032
B0A013042
B0A013053
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian akhir praktikum
Mata Kuliah Teknik Penyuluhan Perikanan
Program Studi DIII Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman
Pada tanggal 12 November 2015
Koordinator Asisten
Chaerul Amin
D0A013012
Asisten Pendamping
Veno Amalia Supinda
D0A013055
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................
iii
I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2 Tujuan ............................................................................................................
2
II. PEMBAHASAN ............................................................................................
3
2.1 Identifikasi masalah .......................................................................................
3
2.2 Penyebab masalah ..........................................................................................
3
2.3 Alternatif pemecahan masalah .......................................................................
3
2.4 Prioritas pemecahan masalah .........................................................................
3
III. PENUTUP......................................................................................................
12
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................
12
3.2 Saran ..............................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
13
iii
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desa beji merupakan desa yang temasuk kedalam wilayah Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Berada disebelah utara Kabupaten Bayumas
yang memiliki jarak dari kota Kecamatan ±4 km dan dari kota Kabupaten ±7 km.
Kelompok Tani Pembudidaya Ikan (pokdakan) salah satunya Kelompok Tani Pamuji
Inggil yang bergerak di bidang pembenihan. Di daerah tersebut, banyak terdapat
kelompok tani pembudidaya ikan gurame yang kegiatan budidayanya tidak
memperhatikan pengolahan limbah yang dihasilkan secara efektif. Rendahnya
kesadaran petani mengenai dampak limbah sisa pakan antibiotik yang mencemari
lingkungan sekitar tambak di desa beji tersebut. Salah satu penyebab rendahnya
kesadaran ini karena kurangnya informasi pengelolaan limbah yang didapat oleh
kelompok tani pembudidaya yang tidak diinformasikan secara menyeluruh oleh
pemerintah. Teknologi bioflok merupakan salah satu teknologi alternatif baru dalam
mengalasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik
pcngolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006).
Teknologi bioflok ini memanfaatkan teknologi budidaya yang didasarkan
pada prinsip asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) oleh komunitas
mikroba (bakteri heterotrof) dalam media budidaya yang kemudian dapat
dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai sumber makanan (De Schryver et al.,
2008). Bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok,
bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta pemakan
bakteri (Hargreaves, 2006; Avnimelech, 2007) dan dapat mencapai ukuran hingga
1000 µm (De Schryver et al., 2008).Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi
ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri
heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air.
Pada kondisi C dan N yang seimbang dalam air, bakteri heterotrof yang
merupakan akan memanfaatkan N, baik dalam bentuk organik maupun anorganik,
1
yang terdapat dalam air untuk pembentukan biomasa sehingga konsentrasi N dalam
air menjadi berkurang (de Schryver et al., 2008).
1.2
Tujuan
a. Sasaran dapat mengetahui penerapan pengolahan limbah budidaya ikan gurame
dengan metode bioflok.
b. Desa beji mampu dikurangi limbah budidaya dan dimanfaatkan kembali menjadi
pakan agar tidak menyebabkan pencemaran perairan sekitar tempat budidaya
2
II.
2.1
PEMBAHASAN
Identifikasi masalah
Sosial Desa Beji merupakan desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Di desa Beji terdapat Kelompok Tani
Pembudidaya Ikan (Pokdakan) salah satunya Kelompok Tani Pamuji Inggil yang
bergerak di bidang pembenihan ikan gurame.Di daerah tersebut, banyak terdapat
kelompok tani pembudidaya ikan gurame yang kegiatan budidayanya tidak
memperhatikan pengolahan limbah yang dihasilkan secara efektif.Rendahnya
kesadaran petani mengenai dampak limbah sisa pakan antibiotik yang mencemari
lingkungan sekitar kolam pembenihan di Desa Beji tersebut. Akibatnya limbah
kegiatan pembenihan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi pada perairan sekitar
yang umumnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Desa Beji.
2.2
Penyebab masalah
1. Kurangnya informasi pengelolaan limbah yang didapat oleh kelompok tani
pembudidaya yang tidak diinformasikan secara menyeluruh oleh pemerintah.
2. Sedikitnya peran masyarakat sekitar yang berpendidikan dan pemerintah desa
dalam membantu mengatasi permasalahan limbah.
3. Limbah kegiatan budidaya yang menyebabkan kontaminasi pada perairan sekitar
yang umumnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat desa tersebut.
2.3
Alternatif pemecahan masalah
Membuat saluran pembuangan air limbah dengan sistem penyaringan,
sebelum air tersebut mengalir langsung ke sungai.
2.4
Prioritas pemecahan masalah
Melakukan tahap persiapan bahan dan alat, kemudian mempraktekan cara
budidayanya. Teknologi bioflok, sering disebut juga dengan teknik suspensi aktif
(activated suspension technique, AST), menggunakan aerasi konstan untuk
memungkinkan terjadinya proses dekomposisi secara aerobik dan menjaga flok
bakteri berada dalam suspensi (Azim et al., 2007). Dalam sistem ini, bakteri
heterotrof yang tumbuh dengan kepadatan yang tinggi berfungsi sebagai bioreaktor
3
yang mengontrol kualitas air terutama konsentrasi N serta sebagai sumber protein
bagi organisme yang dipelihara.Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri
heterotrof secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien.
menghindari stress lingkungan dan predasi (Bossier & Verstraete, 1996; de Schryver
et al., 2008). Flok bakteri tersusun atas campuran berbagai jenis mikro-organisme
(bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi,
berbagai koloid dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati (Jorand et al.,
1995, Verstraete, et al., 2007; de Schryver et al., 2008) dengan ukuran bervariasi
dengan kisaran 100 - 1000 µm (Azim et al., 2007; de Schryver et al., 2008). Selain
flok bakteri, berbagai jenis organisme lain juga ditemukan dalam bioflok scperti
protozoa, rotifer dan oligochaeta (Azim et al., 2007; Ekasari, 2008).
Komposisi organisme dalam flok akan mempengaruhi struktur bioflok dan
kandungan nutrisi bioflok (Izquierdo, et al., 2006; Ju et al., 2008). Ju et al. (2008)
melaporkan bahwa bioflok yang didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau
mengandung protein yang lebih tinggi (38 dan 42% protein) daripada bioflok yang
didominasi oleh diatom (26%).Kondisi lingkungan abiotik juga berpengaruh terhadap
pembentukan bioflok seperti rasio C/N, pH, temperatur dan kecepatan pcngadukan
(de Scryver et al., 2008; Van Wyk & Avnimeleeh, 2007).Sementara menurut de
Schryver et al. (2008), mekanisme pembentukan flok oleh komunitas bakteri
merupakan proses yang kompleks yang merupakan kombinasi berbagai fenomena
fisika, kimia dan biologis seperti interaksi permukaan bakteri secara fisik dan
kimiawi, dan quorum sensing sebagai kontrol biologis.
Aplikasi teknologi bioflok dalam akuakultur hingga saat ini teknologi bioflok
telah diaplikasikan pada budidaya ikan dan udang seperti nila, sturgeon, snook, udang
putih dan udang windu (Arnold et al., 2009).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi teknologi bioflok berperan dalam perbaikan kualitas air, peningkatan
biosekuriti, peningkatan produktivitas. peningkatan efisiensi pakan serta penurunan
biaya produksi melalui penurunan biaya pakan (Avnimelech, 2007).Kemampuan
bioflok dalam mengontrol konsentrasi ammonia dalam sistem akuakultur secara
teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al.
4
(2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri
heterotrof 40 kali lebih cepat daripada oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi de
Schryver et al. (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam
bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4/L hingga 98%
dalam sehari. Penggunaaan aplikasi ini menunjukkan bahwa bioflok memiliki
kapasitas yang besar dalam mengkonversi nitrogen anorganik dalam air, sehingga
dapat memperbaiki kualitas air dengan lebih cepat.
Hasil-hasil penelitian mengenai aplikasi bioflok dalam kegiatan akuakultur
secara langsung juga menunjukkan bahwa kualitas media pemcliharaan, pertumbuhan
dan efisiensi pakan udang windu yang dipelihara dengan peningkatan rasio C/N
secara signifikan lebih baik daripada kontrol (Hari et al. 2004,2006; Samocha et al.,
2007). Peningkatan efisiensi pakan juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian aplikasi
bioflok (Azim & Little, 2008; Hari et al., 2004, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa
keberadaan bioflok sebagai suplemen pakan telah meningkatkan efisiensi
pemanfaatan nutrien pakan secara keseluruhan, Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bioflok dapat dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai tepung
untuk bahan baku pakan (Azim & Little, 2008; Ekasari, 2008; Kuhn et al., 2008;
2009).
Pertumbuhan bioflok dalam sistem akuakultur dipcngaruhi oleh fakior kimia,
fisika dan biologis dalam air.Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
5
mendorong pembentukan bioflok dalam sistem budidaya diantaranya adalah
pcrgantian air seminimal mungkin hingga mendekati nol, aerasi kuat serta
peningkatan rasio C/N (Van Wyk & Avnimelech, 2007).Menurut Van Wyk &
Avnimelech (2007) karakteristik sistem bioflok adalah kebutuhan oksigen yang tinggi
dan laju produksi biomas bakteri yang tinggi.Oleh karena itu dalam sistem ini
diperlukan aerasi dan pengadukan yang kuat untuk menjamin kebutuhan oksigen baik
dari organisme budidaya maupun biomas bakteri serta untuk memastikan bahwa
bioflok tetap tersuspensi dalam air dan tidak mengendap.intensitas pengadukan dan
kandungan oksigen juga mempengaruhi struktur dan komposisi bioflok (de Schryver
et al., 2008). Intensitas pengadukan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ukuran
bioflok sedangkan kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat menyebabkan
dominasi bakteri filamen pada bioflok yang akan menyebabkan bioflok cenderung
terapung.
Pakan buatan yang digunakan dalam kegiatan akuakultur umumnya
mengandung protein yang cukup tinggi dengan kisaran 18 - 50% (Craig & Helfrich,
2002) dengan rasio C/N kurang dari 10 (Azim et al., 2007).Hal ini tentunya
berdampak pada keseimbangan rasio C/N dalam media budidaya, sehingga untuk
penerapan teknologi bioflok, rasio C/N perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan rasio
C/N dalam air untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri heterotrof dapat dilakukan
dengan mengurangi kandungan protein dan meningkatkan kandungan karbohidrat
dalam pakan (Azim et al., 2007) atau dengan menambahkan sumber karbohidrat
secara langsung ke dalam air (Avnimelech, 2007). Sumber karbohidrat dapat berupa
gula sederhana seperti gula pasir atau molase (Ekasari, 2008), atau bahan-bahan pati
seperti tepung tapioka, tepung jagung, tepung terigu dan sorgum (Avnimelech, 1999).
1.
Tahap persiapan bahan dan alat budidaya
A. Bahan:
1) Probiotik, bahan ini berfungsi sebagai bibit bakteri yang akan menguraikan
limbah organik sisa pakan, bangkai plankton yang sudah mati menjadi protein.
6
2) Molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu/gula aren, bahan ini berfungsi sebagai
sumber carbon (N), karena sistem bioflok akan terbentuk jika C/N rasio lebih
dari 12.
3) Ikan gurame, usahakan mencara ikan dengan berkualitas unggul. Akan menjadi
lebih baik jika indukan yang digunakan bibit hasil pembibitan sendiri, jadi lebih
aman dari bibit penyakit.
4) Pakan ikan, pakan ikan yang baik memiliki kandungan protein diatas 32%.
Kolam dengan sistem bioflok tidak menganjurkan penggunaan bahan pakan
seperti keong, bekicot, ayam tiren, ikan runcah dan sejenisnya. Jika pembentukan
flok sudah jadi, maka pemberian pakan bisa menggunakan pakan dengan
konsentrasi protein lebih rendah atau pakan yang tidak terlalu mahal, karena
kolam sudah dipenuhi dengan protein organik alami yang diuraikan oleh bakteri
heterotrofik.
5) Air merupakan hal yang utama karena menjadi bahan dasar budidaya, usahakan
menggunakan air yang tidak tercemar dan bersih, jangan menggunakan air yang
mengandung bahan kimia berbahaya karena akan berdampak buruk pada
kesehatan pengkonsumsi ikan gurame.
B. Alat-alat:
a.
Aerator, alat ini menjadi alat yang harus disiapkan sebelum menerapkan sistem
bioflok ini pada budidaya ikan gurame. Alat ini berfungsi menyuplai Oxigen
sekaligus mengaduk flok agar terus mengambang, karena salah satu keberhasilan
untuk menjadikan bahan limbah organik menjadi flok protein harus dengan
mengaduk terus-menerus 24 jam pada konsentrasi oxigen yang cukup yakni
minimal berkisar 1,8 mg/l diatas permukaan air dan 2,1 mg/l dibawah permukaan
kolam. Karena bakteri pembentuk plok protein tidak akan berkembang pada
kondisi oxigen yang minim.
b.
Pompa air, meskipun kolam sistem bioflok ini merupakan sistem yang bisa
digunakan tanpa mengganti air, tapi sebagai antisipasi tidak ada salahnya jika
merancangnya untuk penambahan ketika air sidikit pekat. Karena dengan
7
penambahan dan pengurangan air secara berkala tentu ini akan menjadi lebih
baik jika dibandingkan dengan tidak adanya pergantian sama sekali.
c.
Bak sortir, serok kecil dan besar, dan berbagai macam peralatan yang dibutuhkan
dalam berbudidaya bisa disiapkan.
1.
Tahap operasi budidaya
a) Pengisian air, pengisisan air dilakukan ketika semua peralatan dan media kolam
bioflok sudah difinising, cek terlebih dahulu apa yang masih kurang jangan
sampai ada yang merugikan pada saat oprasi budidaya sudah berjalan.Isi air
dengan ketinggian 30-40 cm, hal ini dilakukan agar bibit gurame tidak stres dan
mati karena belum mampu menahan tekanan air dan kelelahan menggapai
makanan yang terlalu jauh. Tidak hanya itu, dengan pengisisan yang tidak terlalu
banyak memungkitkan flok akan terbentuk dengan cepat, dengan seiring
berjalanya waktu dan ikan mulai tumbuh besar, maka air harus terus ditambah
sampai batas ketinggian maksimal yang idealnya berkisar antara 100-120
cm.Tambahkan probiotik, sebagai bibit bakteri pengurai zat organik menjadi flok
protein dengan konsentrasi 5-10ml/ meter kubik. probiotikterdapat ditoko-toko
penjualan pakan ikan.Tambahkan molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu dan aren
kedalam kolam dengan kensentrasi 50-100 ml/meter kubik. Molase berfungsi
sebagai bahan perangsang tumbuh kembangnya bakteri-bakteri pengurai supaya
dapat berkembang secara efektif.Lakukan pengadukan secara terus menerus 24
jam, dengan menghidupkan aerator. Biarkan sampai beberapa hari sampai air
benar-benar matang dan sudah terdapat flok protein didalamnya. Kisaran waktu
pembentukan flok tidak bisa dipastikannamun terdapat ciri-ciri yang menandakan
air kolam siap ditebar benih diantaranya air yang sudah matang akan terlihat
berwarna kuning hijau kecoklatan, kuning tidak kuning hijau juga tidak hijau
berwarna samar tapi domonan kecoklatan.Air terlihat seperti keruh, tapi jika
diambil sample pada gelas yang bening akan kelihatan jernih dan jika didiamkan
beberapa menit akan terlihat ada endapan berwarna hijau samar kuning dan tidak
pekat jika dipegang.Jika kolam diaduk pada dasarnya akan keluar kabluk, seperti
debu yang melayang-layang diair (Fani, 2013).
8
b) Pemberian pakan, lakukan pemberian pakan dengan konsentrasi lebih banyak
pada malam hari karena sifat ikan gurame yang nokturnal atau aktif pada malam
hari, mak pemberian pada malam hari akan lebih efesien. Campukan juga
probiotik pada pelet atau pakan ikan dengan konsentrasi 4 ml/kg. Jika
memungkinkan dapat difermentasikan pakan ikan yang sudah tercampur dengan
probiotik tersebut pada tempat yang minim oxigen yang akan membentuk warna
pakan menjadi keputihan. Menurut penuturan para pembudidaya sistem bioflok
propesional hal tersebut memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan dan
kesehatan ikan gurame. Tidak hanya itu,harus diatur pemberian pakan secara
teratur agar didapat hasil yang maksimal dengan pakan yang serendahrendahnya.
c) Pengolahan air, memang benar penerapan sistem biflok ini tidak membutuhkan
ganti air sampai panen tiba, tetapi tidak ada salahnya jika melakukan
penambahan air dikarenakan seiring bertambahnya usia maka tubuh gurame pun
akan semakin bertambah dan perlu juga menambahkan probiotik seminggu sekali
dengan konsentersi 5-10 ml/meter kubik, hal ini untuk menjaga kesetabilan
bakteri pengurai supaya terus berkembang.
d) Pemeliharaan, pemeliharaan ini merupakan waktu yang akan banyak menemui
bermacam-macam kendala dan rintangan yang cukup menguras pikiran dan
tenaga, tapi tidak usah terlalu dipikirkan, jika dilakukan penanganan dan
pengoprasian dengan perosedur yang telah dianjurkan, maka kendala-kendala itu
akan mudah untuk diatasi. Berikut langkah-langkah pemeliharaan:
1. Jadwalkan secara teratur waktu dan ukuran pemberian pakan, misalkan jika
ikan gurame diberikan pakan sehari 3 kali pukul 00:09, 15:00 dan 21:00
dengan ukuran 5% dari berat badannya, maka pemberian harus dilakukan
secara teratur dan tepat waktu.
2. Tambahkan air 2 hari sekali sampai batas ideal 100-120 cm. Jika kolam
dikurangi sebanyak 20 L maka harus ditambah sebanyak 40 L atau 2 kali lipat
dari pengurangannya.
9
3. Lakukan pengambilan sampling ikan gurame 10 hari sekali untuk menentukan
ukuran pakan yang ideal untuk diberikannya berkisar antara 3-6% dari berat
badan si gurame.
4. Tambahkan molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu seminggu sekali dengan
konsentrasi 50-100 ml/meter kubik, hal ini dilakukan untuk menjaga
keseimbangan C/N rasio agar tetap berada diatas 12. Namun dapatdiganti
dengan tepung terigu atau tepung tapioka jika molase berupa tetes tebu tidak
tersedia.
5. Pertahankan suhu pada 28°C, suhu ini sangat berpengaruh tehadap flok pada
kolam terutama pada musim pncaroba, dikondisi ini suhu sering kali berubahubah oleh karena itu dianjurkan untuk mengatapi kolam dengan fiberglass,
tujuannya ketika musim penghujan suhu dan keasaman PH tidak mengalami
penurunan maupun peningkatan secara derastis begitupun sebaliknya pada
saat musim kemarau.
6. Lakukan pengontrolan serutin mungkin dan segera ambil tidakan jika ikan
gurame yang dipelihara mengalami perbedaan seperti, nafsu makan
berkurang, gerakan ikan lamban dan sebagainya. Jika hal tersebut terjadi, cek
apakah air terlalu pekat atau tidak. Jika terlalu pekat, maka lakukan
pengurangan air hingga 50% dan tambah dengan air bersih sampai ketinggian
semula (Andi,S. 2013).
2.

Tahap panen
Panen, sehari sebelum melakukan panen harus memuasakan gurame. Hal ini
bertujuan supaya ketika dipanen, gurame tidak memuntahkan kembali pakan
atau buang kotoran pada saat pengiriman.

Ikan Gurame Siap Panen.

Pindahkan air kolam kekolam yang belum terisi air supaya gurame mudah
dipanen. Hal ini bertujuan supaya tidak perlu mematangkan air kembali seperti
tahap awal dan lebih bisa mengefisiensikan waktu. Dapat kembali digunakan
air tersebut dengan konsentrasi 50 air bersih dan 50 air bekas panen tersebut.
10
3.
Setelah panen
Setelah panen perlu dilakukan pencucian pada kolam yang telah dipanen
tersebut, bersihkan flok-flok yang mengumpul disela-sela media kolam sampai
bersih, dapat mengunakan sabun sebagai pembersihnya.Biarkan sekama sehari
sampai air benar-benar habis mengering, kemudian dapat kembali mengisi dengan air
sisa panen maupun menggunakan air bersih. Ditahap ini sudah sampai penghujung
dan akan kembali lagi menuju tahap awal oprasi budidaya (Dedi, 2012).
11
III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah penggunaan bioflok dapat menekan
perairan akibat aktifitas budidaya agar tidak tercemar limbah sisa pakan, dan zat-zat
yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh ikan dengan menguraikannya kembali menjadi
senyawa atau nutrient yang bermanfaat bagi tubuh ikan tersebut. Sistem ini
diharapkan dapat mengurangi dampak dari pencemaran air yang pengeluarannya
mengalir ke sungai dan tentunya sebagian besar digunakan penduduk desa Beji untuk
kebutuhan sehari-hari.
3.2. Saran
Diharapkan dapat diadakannya penyuluhan mengenai sistem bioflok ini, serta
pemerintah dapat mensubsidi alat dan bahan yang diperlukan untuk menjalankan
sistem ini agar dapat terealisasikan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Andi, S. 2013. Teknologi Bioflok Hemat Pakan Alami. Cipta Jaya. Jakarta.
Arnold, L.R. et al., 2009. Gambaran Inkontinensia Urin pada Wanita Gemuk di RSU
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado., pp.1–21.
Avnimelec. 2006. Feeding With Microbial Flocs by Tilapia in Minimal Discharge
Bio-Flocs Technology Ponds. Aquaculture 264: 140-147.
Azim et al. 2007. Microbial protein production in activated production suspension
tank manipulating C/N ratio in feed and implication for fish culture.
Bioresource Technology 99, 3590-3599.
De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, and W. Verstraete. 2008. The Basics
of Bio-Flocs Technology: The Added Value for Aquaculture. Aquaculture, 277:
125–137.
Dedi,W. 2012. Pengolahan Limbah Perikanan. Karya Abadi. Surabaya.
Ekasari. 2008. Bioflok Sebagai Alternatif Budidaya Perikanan. Pustaka Jaya.
Bandung.
Fani. 2013. Pengolahan Limbah Budidaya Sistem Bioflok. Gramedia. Jakarta
13
Download
Study collections