Uploaded by User62689

628-1878-1-PB

advertisement
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
ISSN 0216-7492
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO
DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK
KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS
Farel H. Napitupulu, Putra Mora Tua
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU
ABSTRAK
Jurnal ini berisikan tentang rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan
minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah
Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi
cuaca sebagai syarat utama. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao
adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan
menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut
Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat,
maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda
atau bahkan terhenti untuk beberapa lama. Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan
kakao sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 7,5 kg
per siklus. Setelah dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang
sama dengan rancangan. Biji kakao yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering,
kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah.
Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah
pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini
adalah uap air sebagai pengganti udara. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada
produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar
air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan
kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan kakao dapat dilakukan pada
Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi
standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik
dari pada dengan menggunakan minyak tanah.
Kata kunci: Cabinet Dryer, Pengeringan kakao, Uap Air
1. PENDAHULUAN
Perubahan cuaca di Indonesia saat
ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan
adanya perubahan cuaca yang tidak
menentu ini dapat mengganggu aktivitas
para petani di Indonesia khususnya
petani kakao dalam hal proses
pengeringan.
Biji cokelat yang masuk ke dalam
pengeringan adalah biji cokelat yang
sudah terfermentasi. Kadar air biji
cokelat setelah dipanen masih tinggi
yaitu sekitar 51% - 60% [1] sehingga
memberikan peluang yang besar untuk
cepat
membusuk
akibat
adanya
pertumbuhan mikroorganisme. Oleh
karena itu, dengan adanya pengeringan,
dapat mengurangi kadar air dalam biji.
Kadar air biji yang diharapkan setelah
pengeringan adalah 6%, yang bertujuan
untuk memudahkan pelepasan nibs dari
kulitnya, juga mencegah agar tidak
ditumbuhi
oleh
mikroorganisme
pembusuk
sehingga
dapat
memperpanjang umur simpan.
Pengeringan biji cokelat terbagi
menjadi dua yaitu sun drying dan
artificial drying. Sun drying memerlukan
sinar matahari sebagai sumber energi,
sumber panas dan sinar ultraviolet.
Pengeringan ini dilakukan secara
8
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
terbuka, membutuhkan hembusan angin
yang besar dari udara sehingga
pengeringan
berlangsung
lambat.
Pengeringan ini mampu menghasilkan
warna biji kakao mengkilap, sedangkan
pada artificial drying tidak. Namun,
pengeringan
secara
terbuka
menyebabkan rawan kontaminasi dari
udara, debu dan kerikil dari lingkungan
sekitar.Selain itu, pengeringan ini
dilakukan
hanya
jika
cuaca
memungkinkan.
Jika
tidak,
menggunakan
artificial
drying.
Pengeringan buatan (artificial drying)
menggunakan bahan bakar. Prinsip
kerjanya adalah pemanasan secara
konduksi (penghantaran panas) atau
konveksi (pengaliran panas) yang
bertujuan untuk mengurangi kadar air
bahan pangan, berbentuk solid . Salah
satunya adalah cabinet dryer. Pada
cabinet dryer, pemanasan dilakukan
secara konveksi dan konduksi. Secara
konveksi, digunakan aliran udara kering
yang mengalir secara alami. Secara
konduksi, digunakan sejumlah tray
(wadah
penampung
biji)
secara
bertingkat.
Sistem
pengering
ini
menggunakan udara pengering sebagai
medium pemanas biji cokelar. Bahan
bakar yang digunakan adalah minyak
tanah (kerosin) dan kayu bakar.
Komponen-komponen yang menyusun
cabinet dryer tersebut, disesuaikan
dengan kapasitas biji cokelat yang
masuk dan juga diperhitungkan efisiensi
dari sistem pengering tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Proses Pengeringan
2.1.1. Pengeringan dengan
Panas
Udara
Pengeringan
bertujuan
untuk
memperpanjang umur simpan dengan
cara mengurangi kadar air untuk
mencegah
tidak
ditumbuhi
oleh
mikroorganisme
pembusuk.
Dalam
proses
pengeringan
dilakukan
pengaturan terhadap suhu, kelembaban
(humidity) dan aliran udara. Perubahan
kadar air dalam bahan pangan
disebabkan oleh perubahan energi
dalam sistem [2]. Untuk itu, dilakukan
ISSN 0216-7492
perhitungan terhadap neraca energi
untuk mencapai keseimbangan.
Menurut
[2],
alasan
yang
mendukung proses pengeringan dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
adalah
untuk
mempertahankan mutu produk terhadap
perubahan fisik dan kimiawi yang
ditentukan oleh perubahan kadar air,
mengurangi
biaya
penyimpanan,
pengemasan dan transportasi, untuk
mempersiapkan produk kering yang
akan dilakukan pada tahap berikutnya,
menghilangkan
kadar
air
yang
ditambahkan akibat selama proses
sebelumnya, memperpanjang umur
simpan dan memperbaiki kegagalan
produk. Produk kering dapat digunakan
sebagai
bahan
tambahan
dalam
pembuatan produk baru.
Menurut [1] tujuan pengeringan biji
kakao adalah menurunkan kadar air dari
60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa
cara pengeringan yaitu dengan sinar
matahari, dengan alat pengering dan
kombinasi
keduanya.
Pengeringan
kombinasi yaitu pengeringan dengan
panas sinar matahari dan panas buatan.
Cara ini lebih baik karena tidak
tergantung cuaca dan bahan bakar lebih
sedikit. Pengeringan dengan sinar
matahari menjadikan mutu biji lebih baik
yaitu menjadi mengkilap. Caranya
adalah
biji ditebarkan di lantai
penjemuran
di
bawah
terik
matahari.Tetapi
pengeringan
ini
membutuhkan tenaga kerja yang lebih
banyak, waktu yang dibutuhkan juga
sangat lama dan sangat bergantung
dengan cuaca karena jika cuaca buruk
misalnya cuaca sedang hujan atau tidak
ada matahari maka pengeringan ini
tidak
dapat
dilakukan.
Untuk
mengantisipasi cuaca yang tidak
menentu tersebut maka pengeringan
yang baik adalah pengeringan yang
dilakukan dengan alat pengering yang
dalam hal ini dipakai cabinet dryer.
Prinsip pengeringan cabinet dryer
menggunakan udara pengering sebagai
medium panas dalam menurunkan
kadar air biji hingga 6% [2].
9
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
Gambar 1. Skema sistem pengering
udara panas
2.1.2. Pengeringan dengan Uap Air
Uap air panas mempunyai sifat
pindah panas yang lebih unggul dari
pada udara pada suhu yang sama.
Karena tidak ada tahanan terhadap
difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju
pengeringan pada periode laju konstan
hanya tergantung pada laju pindah
panas.
Pada
prinsipnya,
setiap
pengering langsung atau tak langsung
(kombinasi konduksi dan konveksi)
dapat dioperasikan sebagai pengering
uap air panas [3].
Salah satu keuntungan nyata dari
pengeringan dengan uap air panas
adalah bahwa luaran pengering juga
uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih
rendah. Dalam pengeringan dengan
udara, panas laten dalam aliran gas
luaran biasanya sukar dan mahal untuk
digunakan kembali. Jika infiltrasi udara
dapat dihindarkan (atau diminimumkan
sampai tingkat yang dapat diterima),
maka seluruh panas laten yang disuplai
ke pengering uap air ini dapat dipulihkan
dengan mengembunkan aliran buang
atau meningkatkan enthalpi jenisnya
secara mekanis atau dengan kompresi
panas. Karena pengering ini akan
menghasilkan uap yang sama dengan
jumlah air yang diuapkan di dalam
pengering,
maka
pabrik
perlu
memanfaatkan kelebihan uap tersebut.
Jika uap ini digunakan ditempat lain,
panas laten yang dipulihkan tidak
dibebankan pada alat pengering, dan
menyebabkan konsumsi energi bersih
sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang
diuapkan
untuk
alat
pengering
dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg
air yang diuapkan untuk pengering
ISSN 0216-7492
udara panas. Jadi penurunan konsumsi
energi merupakan keuntungan yang
jelas dari alat pengering dengan
menggunakan
uap
air
panas.
Keuntungan lain adalah:
a) Tidak ada reaksi oksidasi atau
pembakaran dalam alat pengering
uap air panas. Hal ini berarti tidak
ada bahaya kebakaran atau ledakan
dan juga menghasilkan mutu yang
lebih baik.
b) Massa jenis uap pada temperatur
tinggi lebih rendah daripada massa
jenis udara pada temperatur yang
sama, sehingga secara alami uap
akan lebih mudah naik jika
dipanaskan hingga pada temperatur
tinggi.
c) Memungkinkan laju pengeringan
yang lebih tinggi, baik dalam periode
laju konstan maupun laju menurun,
tergantung pada suhu uap.
d) Pengeringan dengan uap dapat
mencegah bahaya kebakaran atau
ledakan pada saat pengeringan
produk yang mengandung racun
atau cairan organik mahal yang
harus
dipulihkan,
sambil
memungkinkan pengembunan aliran
buang dalam kondenser kecil.
e) Alat pengering uap air panas
memungkinkan proses pasteurisasi,
sterilisasi dan deodorisasi produk
pangan.
Uap yang terbentuk dari produk
dapat ditarik dari ruang pengering,
diembunkan dan panas latennya
digunakan kembali.
Secara umum, pengeringan uap air
dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
yang baik hanya jika satu atau lebih dari
kondisi berikut ini dipenuhi:
a) Biaya energi sangat tinggi, nilai
produk rendah atau dapat diabaikan
b) Mutu produk lebih unggul jika
dikeringkan dalam uap dibandingkan
dengan udara.
c) Biaya kebakaran, ledakan atau
kerusakan oksidatif sangat tinggi.
Premi asuransi yang lebih rendah
dapat menutupi sebagian tambahan
biaya investasi pengering dengan
uap.
d) Jumlah air yang harus dibuang
maupun kapasitas produksi yang
10
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
diperlukan tinggi. Hal ini dapat
memenuhi skala ekonomi. Jelasnya,
pengering seperti ini hanya baik
dipertimbangkan
untuk
operasi
kontinyu karena masalah yang
berkaitan
dengan
masalah
penghidup-matian
akibat
pengembunan pada produk serta
keberadaan
zat
tak
dapat
diembunkan (udara).
Air yang diuapkan dalam pengering
uap, dengan asumsi tidak ada
kehilangan, akan menjadi kelebihan
uap, dengan enthalpi spesifik yang
rendah. Penggunaan uap ini secara
ekonomis umumnya merupakan kunci
keberhasilan proses pengeringan uap.
Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer
dan berdebu, yang perlu dibersihkan
untuk penggunaan ulang.
ISSN 0216-7492
karena membutuhkan daya yang tidak
terlalu tinggi.
Komponen cabinet dryer adalah tray,
heater dan fan. Tray disesuaikan
dengan kapasitas jumlah, berat dan
ukuran produk pangan. Tray berfungsi
sebagai wadah biji dalam proses
pengeringan, yang disusun bertingkat.
Sedangkan heater berfungsi sebagai
pemanas udara yang nantinya udara
panas dari heater tersebut yang akan
digunakan dalam pengeringan.
2.3.
Tabel 1. Standar Nasional Indonesia Biji
Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
No
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 2. Skema sistem pengeringan
uap air
2.2.
Cabinet Dryer
Cabinet dryer merupakan alat
pengering yang menggunakan udara
panas dalam ruang tertutup (chamber).
Ada dua tipe yaitu tray dryer dan
vacuum
dryer.
Vacuum
dryer
menggunakan
pompa
dalam
penghembusan udara, sedangkan pada
tray dryer tidak menggunakan pompa
[4]. Kelemahan cabinet dryer adalah
kurangnya pengontrolan aliran udara
yang bergerak sehingga bila aliran
udara terlalu kencang, menyebabkan
aliran turbulen dalam chamber, yang
menghambat
pengeringan
produk
bahan pangan. Produk yang sesuai
dikeringkan dengan alat ini adalah
produk yang memiliki keseragaman
yang tinggi, misalnya biji cokelat dan
apel. Kelebihannya adalah harga murah,
Standar Mutu Kakao
8
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Jumlah biji/ 100 gr
Kadar air, %(b/b)
maks
Berjamur, %(b/b)
maks
Tak terfermentasi,
%(b/b) maks
Berserangga,
hampa,
berkecambah,
%(b/b) maks
Biji pecah, %(b/b)
maks
Benda
asing
%(b/b) maks
Kemasan
kg,
netto/karung
**
7,5
**
7,5
Sub
Standar
**
> 7,5
3
4
>4
3
8
>8
3
6
>6
3
3
>3
0
0
0
62,5
62,5
62,5
(Sumber : www.kadin-indonesia.or.id)
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji
per 100 gr.
• AA Jumlah biji per 100 gram
maksimum 85
• A Jumlah biji per 100 gram maksimum
100
• B Jumlah biji per 100 gram maksimum
110
• C Jumlah biji per 100 gram maksimum
120
• Substandar jumlah biji per 100 gram
maksimum > 120
Untuk jenis kakao mulia notasinya
dengan F (Fine Cocoa)
2.4. Analisa Kadar Air
Kadar air kakao yang telah
dikeringkan dapat dihitung melalui
beberapa tahapan berikut ini.
11
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
- Menghitung kadar air kakao kering
yang
diperkirakan
dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
wf 
Wkk  Wko x100%
Wkk
(1)
(2)
wi = kadar air awal kakao (%)
Wkb= Berat kakao basah hasil panen
(kg)
wi 
Wkb  (Wkk  Wf ) x100%
Wkb
(3)
- Berat kandungan air kakao akhir (Wf ),
kg
Wf  7,4% xWkk
- Energi pemanasan air kakao (Qw),
kkal
Qw = Wi x cpair (Td-Ta)
wf = Kadar air kakao yang diperkirakan
(%)
Wkk = Berat kakao kering (kg)
Wko = Berat kakao dengan kadar air 0 %
(kg)
- Nilai total kadar air setelah kakao
dikeringkan (wf)
Berat air kakao awal (Wi), kg
Wi = Wkb x wi
ISSN 0216-7492
(4)
cpair = Panas jenis air (kkal/kg oC)
- Berat air yang dipindahkan selama
proses pengeringan (Wr), kg
W r = W i – Wf
a) Kebutuhan
energi
pengeringan kakao (Qd), kkal
Qd = Qt + Qw + Ql
untuk
(5)
dimana;
Qd = energi pengeringan kakao, kkal
Qt = energi pemanasan kakao, kkal
Qw = energi pemanasan air kakao,
kkal
Ql = energi penguapan air kakao,
kkal
- Energi untuk pemanasan kakao (Qt ),
kkal
Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta)
(6)
cpkakao = Panas jenis kakao (kkal/kg oC)
Ta
= Temperatur awal kakao (oC)
Td
= Temperatur rata - rata udara
pengering (oC)
(8)
- Energi penguapan air kakao (Ql), kkal
Ql = Wr x hfg
(9)
hfg = Panas laten air (kkal/kg)
b) Energi yang hilang dari dinding dan
ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal
Qlt = (QlwN)+Qlv
(10)
dimana;
Qlw = energi yang hilang melalui
dinding box pengering, kkal/jam
Qlv = energi yang hilang dari
ventilasi, kkal/jam
N = Lama pengeringan
- Kehilangan energi melalui dinding
box pengering (Qlw)
1
(11)
U
x1
2.5. Analisa
Kebutuhan
Energi
Selama Proses Pengeringan
(7)
k1

x 2
k2
(12)
Qlw  U  A  Tmenyeluruh
Dimana :
Qlw = energi yang hilang melalui
dinding
box
pengering
(kkal/jam)
U = Koefisien perpindahan kalor
menyeluruh (kkal/m2.h.oC)
A
= Luas penampang (m2)
T = Td = Temperatur rata – rata
udara pengering (oC)
k1
= koefisien perpindahan kalor
konduksi plat (kkal/mhoC)
k2
= koefisien perpindahan kalor
konduksi isolasi (kkal/mhoC)
x1 = tebal plat (m)
x2 = tebal lapisan isolasi (m)
- Kehilangan energi melalui ventilasi
(Qlv)

V  cpw(Td - Ta)
Qlv 
N
(13)
12
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
- Nilai BEP dalam jumlah pengeringan
dapat dihitung dengan :
Biaya tetap
BEP 
(19)
dimana;

V = Debit udara ventilasi, m3/s
cpw = Panas jenis udara basah
(kkal/m3 oC)
Wr
V  1000 
 ar
ISSN 0216-7492
Biaya penerimaan - Biaya variabel

(14)
- Massa jenis uap air ventilasi (ar),
gr/m3
(15)
 ar   sd  RHd   sa  Rha
ar = Massa jenis uap air ventilasi
(gr/m3)
sa = Massa jenis moisture jenuh
pada Ta (gr/m3)
sd = Massa jenis moisture jenuh
pada Td (gr/m3)
c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk
Mengeringkan Kakao Per Siklus
(QT), kkal
QT = Qd + N.Qlt
(16)
2.6. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar
yang Digunakan
Setelah diperoleh nilai BEP dalam
jumlah pengeringan, maka dapat
dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya
(Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah
bahan yang akan dikeringkan (kg).
3. METODOLOGI
3.1.
Perancangan Alat Pengering
Perancangan yang akan dilakukan
meliputi penentuan dimensi atau ukuran
– ukuran utama dari alat pengering. Alat
pengering ini akan memiliki ruang
pengeringan, tray atau rak bahan yang
akan dikeringkan dan tempat air yang
akan dipanaskan dan ruang bahan
bakar sehingga perancangan alat
pengering ini dapat dilaksanakan.
- Kebutuhan bahan bakar kerosin
selama proses pengeringan kakao
Kebutuhan bahan bakar 
QT
NKB k
(17)
dimana;
QT = Total energi yang dibutuhkan
untuk mengeringkan kakao per
siklus
NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar
- Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam)
Kebutuhan bahan bakar/jam
=
Kebutuhan total bahan bakar
N
(18)
dimana; N = Lama pengeringan
2.7. Analisis Titik Impas (Break Even
Point)
Analisis titik impas digunakan untuk
mengetahui keterkaitan antara volume
produksi, volume penjualan, harga jual,
biaya produksi, serta laba dan rugi.
Dengan kata lain analisis titik impas
merupakan teknik untuk mengetahui
besarnya volume pendapatan dari
pengeringan kakao sehingga produksi
kakao kering tidak mengalami kerugian.
Gambar
3. Alat pengering yang
dirancang
Keterangan (gambar 3), alat pengering
yang dirancang:
1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = 150 cm
Bahan = Pelat baja karbon St 37
2. Tray
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tebal
= 0,5 cm
Diameter lubang = 3 mm
Jumlah
= 3 buah
13
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
Bahan
=
Kawat
aluminium
Kapasitas tray
= @ 2,5 kg kakao
3. Ruang bahan pengeringan
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tinggi
= 100 cm
Bahan
= Pelat baja karbon St
37
4. Tempat air yang akan dipanaskan
Panjang
= 30 cm
Lebar
= 30 cm
Tinggi
= 10 cm
Kapasitas = 9 liter
Bahan
= Pelat baja karbon St
37
5. Ruang bakar
Panjang = 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tinggi
= 50 cm
Bahan
= Pelat baja karbon St 37
Selain komponen utama dari alat
pengering di atas, alat pengering ini juga
dilengkapi pintu. Pintu ruang alat
pengering dilengkapi kaca dengan
maksud
untuk
mempermudah
melakukan
pemantauan
terhadap
kesediaan air dalan heater. Adapun
ukuran kaca pada pintu alat pengering
adalah sebagai berikut :
Lebar
= 25 cm
Tebal
= 5 mm
Tinggi
= 70 cm
Selain itu, untuk meminimalisasi rugi
kalor di sepanjang ruang pengering
dipasang bahan isolasi berupa karet
keras dengan ketebalan 10 mm dan
koefisien perpindahan panas konduksi,
k2 sebesar 0,013 W/m.oC.
Gambar
4.
Laju
aliran
panas
pengeringan dengan uap air
ISSN 0216-7492
Prinsip kerja alat pengering ini
adalah dengan melakukan pemanasan
air terlebih dahulu. Air yang terdapat
pada
heater dipanaskan
hingga
menghasilkan uap. Karena pada alat
pengering ini tidak digunakan fan
sebagai pengontrol aliran udara, maka
proses perpindahan panas berlangsung
secara alami. Selain itu, karena heater
menyatu dengan ruang pemanas dan
sekaligus untuk membantu pemanasan
udara, sebagian kecil uap air dilepas
untuk membawa kalor di sepanjang
hamparan kakao.
Uap air memiliki massa jenis yang
lebih rendah dari
udara
pada
temperatur tinggi sehingga amat
membantu proses pemanasan kakao.
Dari dinding kakao, terjadi aliran panas
konduksi disepanjang plat di dalam
ruang pengering sehingga hal ini juga
turut membantu pemanasan udara di
dalam ruang pengering.
Pada alat pengering ini, terdapat
saluran air yang terhubung lansung ke
heater dan dapat dibuka tutup
menggunakan elbow . Tujuan dari
pengadaan saluran air ini adalah untuk
mengantisipasi kekurangan air selama
proses
pengeringan
berlangsung.
Ketersediaan air di dalam heater dapat
diamati secara lansung melalui pintu
yang sengaja di desain menggunakan
kaca.
Jika temperatur di dalam ruang
pengering telah cukup tinggi (± 100oC),
maka saluran pembuangan yang
terletak di dinding belakang alat
pengering dapat dibuka dengan tujuan
mengurangi tekanan dalam ruang
pengering. Hal ini secara langsung juga
akan menurunkan temperatur dalam
ruang pengering tersebut.
3.2. Pengujian Alat Pengering
3.2.1. Tempat dan Waktu
Pengujian ini dilaksanakan di
Laboratorium
Teknologi
Mekanik,
gedung Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara,
Medan.
Pengujian
ini
dilaksanakan dengan menggunakan alat
pengering yang telah selesai dirancang
dan kemudian dibuat untuk dapat
14
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
diaplikasikan
sesuai
fungsinya.
Pengujian ini dilaksanakan sejak alat
pengering selesai dibuat sampai proses
pengeringan bahan. Proses pengujian
ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu
sejak bulan oktober 2009 sampai
dengan desember 2009.
3.2.2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Peralatan yang Digunakan
Alat Pengering
Heater
Thermocouple Thermometer
Thermo Anemometer
Relative Humidity Meter
Thermometer
Kompor Minyak Tanah
Timbangan
Kayu Bakar
3.2.3. Bahan
Dalam pengujian ini, bahan atau
produk pertanian yang akan dikeringkan
adalah biji cokelat. Biji cokelat ini
didapat dari perkebunan cokelat di
daerah medan tuntungan yang baru
dipanen oleh para petani cokelat. Biji
cokelat yang akan dikeringkan adalah
seberat 7,5 kg.
3.2.4. Setting awal
Sebelum
dilakukan
pengujian,
terlebih dahulu dicari berat kakao
dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah
untuk mengetahui berapa berat kakao
dengan kadar air yang diinginkan
(sesuai Standar Nasional Indonesia).
Setelah berat kakao dengan kadar air
yang
diinginkan
diketahui,
maka
pengujian dapat dilakukan. Untuk
mencari berat kakao yang diinginkan
adalah dengan cara sebagai berikut :
Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %.
Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg
Berat kakao kering dengan kadar air 0
% =  2,5  (2,5 x60%)  = 1 kg
Maka berat kakao dengan kadar air
7,5 % adalah 1,09 kg.
Jika pada saat pengujian berat
kakao telah mencapai ≤ 1,09 kg, maka
kadar air kakao telah sesuai Standar
Nasional Indonesia dan pengeringan
dapat dihentikan.
ISSN 0216-7492
Data hasil pengujian ini akan
dikembangkan atau dihitung untuk
mendapatkan berapa besar kebutuhan
energi selama proses pengeringan
berlangsung. Selain itu dari data
tersebut akan diperoleh berapa kadar air
kakao setelah dikeringkan sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia.
3.2.5. Variabel yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah:
1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak
selama pengeringan berlangsung.
2. Temperatur awal kakao (ta).
3. Waktu atau lama pengeringan
sampai bahan benar – benar kering.
4. Berat kakao setelah dikeringkan
(Wkk).
5. Kadar air awal kakao (wi).
6. Kebutuhan bahan bakar tiap jam.
7. Kebutuhan air tiap jam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
perhitungan
ditampilkan
dalam grafik seperti terlihat pada
gambar 5 sampai dengan gambar 10
berikut ini.
Gambar 5. Grafik distribusi suhu tiap
tray kerosin vs kayu bakar
Dari gambar grafik di atas, bahwa
suhu yang terjadi dari bahan bakar kayu
bakar selama proses pengeringan lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu yang
terjadi dari pembakaran bahan bakar
kerosin. Waktu pengeringan untuk
mengeringkan biji kakao juga lebih
cepat dengan menggunakan bahan
bakar
kayu
bakar
dari
pada
menggunakan bahan bakar kerosin. Hal
ini dipengaruhi oleh proses pembakaran
15
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
yang lebih cepat dengan menggunakan
kayu bakar dari pada menggunakan
bahan bakar kerosin. Sehingga berat
akhir kakao yang diinginkan lebih cepat
didapat dengan menggunakan bahan
bakar kayu bakar dari pada kerosin.
ISSN 0216-7492
Keterangan gambar :
TR = Total Revenue/ total penerimaan
TC = Total Cost
Dari gambar grafik di atas, nilai BEP
untuk pengeringan kakao dengan
menggunakan bahan bakar kayu bakar
adalah 108 kali. Dalam bentuk biaya
nilai BEP nya adalah Rp. 8.372.160,-.
Dan dalam jumlah kakao tongkol nilai
BEP nya adalah 810 kg.
Gambar 6. Grafik kadar air kakao kering
tiap tray kerosin vs kayu bakar
Dari gambar grafik di atas, dapat
disimpulkan bahwa kadar air kakao
kering untuk bahan bakar kayu bakar
dan kerosin tiap jam mengalami
penurunan kadar air yang hampir sama
pada masing – masing tray. Hanya saja
untuk bahan bakar kayu bakar,
penurunan kadar air tiap jam lebih cepat
dari bahan bakar kerosin. Sehingga
dengan menggunakan bahan bakar
kayu bakar, waktu yang diperlukan
untuk
mengeringkan
kakao
membutuhkan waktu selama 8 jam atau
2 jam lebih
cepat dari pada
menggunakan bahan bakar kerosin. Hal
ini dikarenakan distribusi suhu jika
menggunakan bahan bakar kayu bakar
lebih tinggi dari tiap tray pada alat
pengering selama proses pengeringan
berlangsung.
Gambar 7. Grafik Break Even Point
pengeringan kakao bahan
bakar kayu
Gambar 8. Grafik perbandingan analisa
biaya kerosin vs kayu bakar
untuk saat ini
Dari gambar grafik di atas, bahwa
biaya bahan bakar yang dikeluarkan
untuk satu siklus pengeringan kakao
dengan menggunakan kayu bakar jauh
lebih kecil dari pada menggunakan
bahan bakar kerosin. Dengan kata lain,
pengeringan menggunakan bahan bakar
kayu
lebih
hemat
dari
pada
menggunakan bahan bakar kerosin
yaitu sekitar Rp. 45.680,-. Dan biaya
variabel untuk bahan bakar kayu bakar
juga lebih kecil dari pada bahan bakar
kerosin.
Sementara
untuk
biaya
penerimaan,
menggunakan
kedua
bahan memiliki pemasukkan yang sama
yaitu Rp. 77.520,-.
Gambar
9.
Grafik Analisa Alat
Pengering Kerosin vs Kayu
Bakar
16
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
ISSN 0216-7492
7. Walaupun massa bahan bakar kayu
lebih banyak dari massa bahan
bakar kerosin, tetapi dari segi biaya
masih
lebih
menguntungkan
pemakaian bahan bakar kayu. Oleh
karena itu, pemakaian bahan bakar
kayu dengan massa yang lebih
banyak daripada massa kerosin
tetap dianjurkan untuk proses
pengeringan karena dari segi waktu
maupun dari segi biaya masih lebih
menguntungkan apabila memakai
bahan bakar kayu dengan massa
yang lebih banyak.
Gambar 10. Grafik Kebutuhan Energi
Kerosin vs Kayu Bakar
Dari gambar grafik dan juga
keterangan tabel di atas, perbandingan
alat pengering untuk mengeringkan
kakao per siklus dengan menggunakan
bahan bakar kerosin dan kayu untuk
saat ini adalah :
1. Pengeringan menggunakan bahan
bakar
kerosin
lebih
efektif
dibandingkan dengan pemakaian
bahan bakar kayu bakar. Hal ini
dikarenakan nilai kalor bakar kerosin
(11000 kkal/kg) lebih tinggi daripada
nilai kalor bakar kayu (4000 kkal/kg).
2. Ketersediaan bahan bakar kayu
pada saat ini lebih banyak daripada
bahan bakar kerosin.
3. Saat ini, harga bahan bakar kayu
juga lebih murah daripada harga
bahan bakar kerosin. Untuk harga
kerosin saat ini adalah Rp.
7000/liter, sedangkan untuk harga
kayu bakar adalah Rp. 500/kg.
4. Bahan bakar kayu menghasilkan
temperatur
yang
lebih
tinggi
daripada bahan bakar kerosin.
5. Bahan bakar kayu lebih hemat dari
segi energi, karena energi yang
dibutuhkan
untuk
proses
pengeringan lebih kecil daripada
kebutuhan energi menggunakan
bahan bakar kerosin.
6. Nilai kalor bakar kayu lebih kecil
daripada kerosin, tetapi waktu yang
diperlukan
untuk
mengeringkan
kakao
lebih
cepat
dengan
menggunakan bahan bakar kayu.
Hal ini dikarenakan massa bahan
bakar kayu yang dipakai selama
proses pengeringan lebih banyak
daripada massa kerosin.
5. KESIMPULAN
1.
-
-
-
-
-
2.
Dimensi alat pengering yang
dirancang antara lain :
Cabinet Dryer tipe Tray dryer
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tinggi
= 150 cm
Bahan
= Pelat baja karbon St 37
Tray
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tebal
= 0,5 cm
Diameter lubang = 3 mm
Jumlah
= 3 buah
Bahan
= Kawat aluminium
Kapasitas tray = 2,5 kg kakao
Ruang bahan pengeringan
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tinggi
= 100 cm
Bahan
= Pelat baja karbon St 37
Tempat air yang akan dipanaskan
Panjang = 30 cm
Lebar
= 30 cm
Tinggi
= 10 cm
Kapasitas = 9 liter
Bahan
= Pelat baja karbon St 37
Ruang bakar
Panjang
= 60 cm
Lebar
= 40 cm
Tinggi
= 50 cm
Bahan
= Pelat baja karbon St 37
Alat pengering yang dirancang
mampu mengeringkan 7,5 kg biji
kakao basah tiap sekali pengeringan.
Alat pengering ini juga menghasilkan
kadar air kakao yang sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia. Kadar
17
Jurnal Dinamis,Volume II, No.10, Januari 2012
air kakao kering yang dihasilkan dari
proses pengeringan menggunakan
alat pengering ini adalah 6,450 %
sampai 7,315 %.
3. Dari pengujian yang telah dilakukan,
maka pengeringan biji kakao dengan
alat pengering menggunakan bahan
bakar kayu lebih baik dari pada
menggunakan bahan bakar kerosin
atau minyak tanah. Hal ini dapat
dilihat dari kadar air kakao kering
yang dihasilkan, kebutuhan air untuk
menghasilkan uap air, kebutuhan
energi, kebutuhan bahan bakar dan
analisa biaya jelas lebih baik jika alat
pengering menggunakan bahan
bakar kayu dari pada menggunakan
bahan bakar kerosin atau minyak
tanah.
ISSN 0216-7492
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
DAFTAR PUSTAKA
[16]
Momentum Transfer. Prentice-hall,
Inc. Englewood, New Jersey.
Fellows, P. 1990. Food Processing
Technology Principles and Practice.
New York : Ellis Horwood.
Severn, W. 1954. Steam, Air and
Gas Powder. New York: John
Willey and Sons, Inc.
Setianto Wahyu, B. 1996. Analisa
Kebutuhan Energi Pada Proses
Pengeringan Biji Kakao. Majalah
BPP Teknologi, No/LXIX/Mei/96.
Hal. 111-115.
Soehardjo, H. 1999. Vademecum
Bidang Tanaman Kakao. PTPN IV
Persero. Bah Jambi, Pematang
Siantar.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. 2004. Panduan Lengkap
Budidaya
Kakao.
Agromedia
Pustaka. Jember.
www.kadin-indonesia.or.id
[1] Susanto, F.X. Ir. 1994. Tanaman
Kakao. Cetakan Pertama. Kanisius.
Yogyakarta.
[2] Banwatt, George. 1981. Basic Food
Microbiology. Connecticut: The Avi
Publishing Company, Inc.
[3] Abdulillah,
Kamaruddin.
2000.
Pengeringan Industrial. Penerbit IPB
Press. Edisi Terjemahan. Bogor.
[4] Singh, Paul. 2001. Introduction to
Food Enginering. New Jersey:
Academic Press.
[5] Amin Sarmedi. 1997. Penelitian
Pengeringan
Biji
Kakao
dan
Penerapannya.
Majalah
BPP
Teknologi, No. ;LXXX/Agustus ’97
hal 64-69.
[6] Holman, Jp. 1998. Perpindahan
Kalor. Penerbit Erlangga. Edisi
Keenam. Jakarta.
[7] Cengel, Yunus A., Boles, Michael A.
2002.
Thermodynamics
:
An
Engineering Approach. 4th Edition.
McGraw Hill. New York.
[8] Moran, Michael J., Shapiro, Howard
N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid
1. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta.
[9] Moran, Michael J., Shapiro, Howard
N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid
2. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta.
[10] Rohsenow, Warren M., Choi, Harry
Y. 1961. Heat, Mass, And
18
Download