Uploaded by blitzcreeper

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KUHP DAN RUU KUHP 2015

advertisement
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KUHP DAN RUU KUHP
KUHP merupakan bagian hukum politik yang berlaku di Indonesia, dan terbagi
menjadi dua bagian: hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Semua hal yang
berkaitan dengan hukum pidana materiil adalah tentang tindak pidana, pelaku tindak pidana
dan pidana (sanksi). Sedangkan, hukum pidana formil adalah hukum yang mengatur tentang
pelaksanaan hukum pidana materiil. KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di
Indonesia. KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum
kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Pengesahannya
dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 1918.
Seperti pengertian diatas jelas bahwa KUHP merupakan warisan kolonial Belanda dan
menjadi pedoman seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan tata hukum pidana di
Indonesia. Seiring perkembangan zaman, KUHP dirasa sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Sehingga dibutuhkan
pembaharuan dalam tata hukum pidana di Indonesia dengan dilakukan pembentukan RUU
KUHP sebagai pembaharuan hukum yang berkembang di tengah masyarakat. Maka dari itu
ketika diberlakukan KUHP baru, ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan undang-undang
khusus diluar KUHP atau sebagai aturan umum jika tidak ada undang-undang khusus yang
mengaturnya dan juga dimungkinkan sesuai dengan perkembangan hukum dan ilmu hukum
yang terjadi.
Ide dasar mengenai pokok pikiran tentang konsep RUU KUHP dilatarbelakangi oleh
kebutuhan
dan
tuntutan
nasional
untuk
melakukan
pembaharuan
dan
sekaligus
perubahan/penggantian KUHP lama (Wetbook van Strafrecht) sebagai produk hukum
pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. KUHP WvS sekarang ini dirasakan sudah kurang
cocok untuk menjawab permasalahan hukum yang ada. Serta perlunya pembenahan
mengenai sistem pemidanaan di Indonesia. Sehingga hukum itu dapat ditegakan berdasarkan
keadilan. Untuk menjamin tetap tegaknya keadilan, maka materi hukum nasional nantinya
harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan dan perkembangan kehidupan berbangsa
dan bernegara bangsa Indonesia.
Upaya pembaharuan hukum pidana termasuk dibidang penal policy merupakan
bagian dan terkait erat dengan law enforcement policy, criminal policy dan social policy.Ini
berarti pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan untuk memperbaharui
substansi
hukum
dalam
rangka
lebih
mengefektifkan
penegakan
hukum,
untuk
memberantas/menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat, untuk
mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai/menunjang
tujuan nasional, serta upaya peninjauan kembali pokok-pokok pemikiran, ide-ide dasar, atau
nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik, dan sosio-kultur yang melandasi kebijakan kriminal
dan kebijakan (penegakan) hukum pidana selama ini.
Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan
suatu upaya melakukan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi)
hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilainilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penggalian nilai-nilai yang ada
dalam bangsa Indonesia dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia harus dilakukan
agar hukum pidana Indonesia masa depan sesuai dengan sosio-politik, sosio-filosofik, dan
nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pada pelaksanaannya, penggalian nilai ini
bersumber pada hukum adat, hukum pidana positif (KUHP), hukum agama, hukum pidana
negara lain, serta kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai materi hukum pidana.
Adapun alasan-alasan yang mendasari perlunya pembaharuan hukum pidana nasional
pernah diungkapkan oleh Sudarto, yaitu:
a. alasan yang bersifat politik
adalah wajar bahwa negara Republik Indonesia yang merdeka memiliki KUHP yang bersifat
nasional, yang dihasilkan sendiri. Ini merupakan kebanggaan nasional yanginherent dengan
kedudukan sebagai negara yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Oleh karena itu, tugas
dari pembentuk undang-undang adalah menasionalkan semua peraturan perundang-undangan
warisan kolonial, dan ini harus didasarkan kepada Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum.
b. alasan yang bersifat sosiologis
suatu KUHP pada dasarnya adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan dari suatu
bangsa, karena ia memuat perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki dan mengikatkan
pada perbuatan-perbuatan itu suatu sanksi yang bersifat negatif berupa pidana. Ukuran untuk
menentukan perbuatan mana yang dilarang itu tentunya bergantung pada pandangan kolektif
yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik, yang benar dan sebaliknya.
c. alasan yang bersifat praktis
teks resmi WvS adalah berbahasa Belanda meskipun menurut Undang-undang Nomor 1
Tahun 1946 dapat disebut secara resmi sebagai KUHP. Dapat diperhatikan bahwa jumlah
penegak hukum yang memahami bahasa asing semakin sedikit. Di lain pihak, terdapat
berbagai ragam terjemahan KUHP yang beredar. Sehingga dapat dimungkinkan akan terjadi
penafsiran yang menyimpang dari teks aslinya yang disebabkan karena terjemahan yang
kurang tepat.
Perbedaan yang sangat mendasar antara RUU KUHP dengan KUHP adalah mengenai
Bab dan Jumlah Pasal. Dalam RUU baru dibentuk tahun 2004 hanya berisi dua bab dan 707
pasal dengan ketentuan ; Bab 1 tentang ketentuan umum dengan berisikan 6 bab dan 208
pasal sementara Bab 2 tentang tindak pidana yang mengantikan ketentuan tentang KUHP
pada ketentuan kejahatan dan pelanggaran karena tindak pidana dinilai lebih bersifat umum
dan cenderung tidak membedakan antara kejahatan dan pelanggaran dan agar lebih dapat
bersifat adil. Sementara pada KUHP yang sudah secara universal diketahui ; Bab 1 aturan
umum (9 bab 103 pasal), Bab 2 kejahatan (31 bab 385 pasal), Bab 3 pelanggaran (9 bab 81
pasal). Dengan demikian ada 569 pasal pada KUHP, memang lebih sedikit dari RUU KUHP
karena pada RUU mencoba menambahkan ketentuan ketentuan yang tidak ada dalam KUHP
lama.
Download