Uploaded by gintaivoni

makalah farmakologi fix

advertisement
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah
dengan judul ANTIASMA. Makalah ini merupakan tugas mata
kuliah Farmakologi I.
Melalui makalah ini diharapkan dapat menunjang nilai
penulis di dalam mata kuliah Farmakologi I. Selain itu, dengan
hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi yang dapat
menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada bapak Nofri Hendri Sandi,M.farm,Apt selaku
dosen pembimbing serta kepada seluruh pihak yang terlibat di
dalam penulisan makalah ini.
1
Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan
kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Pekanbaru, 21 November 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .......................................................................... 1
DAFTAR ISI
................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
….......................................................................................... …6
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi ………………………………..…………..10
1.1 etiologi…………………………..…………...12
1.2 Faktor resiko …………………..…………….17
1.3 Gejala…………………………..……………..20
3
1.4 Klasifikasi…………………………………….21
1.5 Pencegahan………………………...…………25
2. Penggolongan Obat……………………………....29
BAB III PENUTUP.
1. Kesimpulan ................................................................. 58
DAFTAR
PUSTAKA ...............................................................................60
4
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anakanak yaitu penyakit asma. Kejadian asma meningkat di hampir
seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara berkembang
termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan
dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup
tinggi. Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai
penelitian asma merupakan penyakit yang sering ditemukan
pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada anak sangat
bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan seringjarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu.
5
Akibatnya kelainan ini kadang kala tidak terdiagnosis atau
salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak
adekuat.
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan
ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4
di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma
di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan
bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2
per 1.000 penduduk.
6
Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia
dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak
pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini,
meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak
terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir
ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di
kota.
Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak
terutama di Negara kita Indonesia maka kami dari kelompok
mencoba membahas mengenai asma yang terjadi pada anak ini,
sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan
dan penatalaksanaan bagi anak yang terserang asma.
7
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari asma?
2. Apa saja golongan dan jenis obat asma?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat asma?
4. Bagaimana efek samping, dosis, farmakologi dan
farmakokinetik obat asma?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari asma.
2. Untuk mengetahui golongan dan jenis obat asma.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat asma.
4. Untuk mengetahui efek samping, dosis, farmakologi
dan farmakokinetik obat asma
8
BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran
napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam menjelang dini hari.Gejala tersebut
terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula
dari mulut dan hidung, lalu bersatu di daerah leher menjadi
trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam paru,
satu saluran napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru
9
kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu, masing-masing
akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil
sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi
pertukaran gas, oksigen (O2) masuk ke pembuluh darah, dan
karbon dioksida (CO 2 ) dikeluarkan (Anonim).
Asma atau bengek adalah suatu penyakit alergi yang
bercirikan peradangan steril kronis yang disertai serangan
napas akut secara berkala, mudah sengal-sengal dan batuk
(dengan bunyi khas). Ciri lain adalah hipersekresi dahak yang
biasanya lebih parah pada malam hari dan meningkatnya
ambang rangsang (hipereaktivitas) bronchi terhadap
rangsangan alergis. Faktor-faktor genetis bersama faktor
lingkungan berperan pada timbulnya gejala-gejala tersebut
(Tjay dan Rahardja, 2007).
10
1.1 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum
diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang
paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada
reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa
adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktorfaktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.
11
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi
2. Intrinsik (nonalergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui,
seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
12
Berdasarkan keparahan penyakit (derajat asma):
1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan
dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi <
2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di
antara waktu serangan, Peak Expiratory Flow (PEF)
dan Forced Expiratory Value in 1 second (FEV1) > 80%.
2. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali
dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur,
gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan
FEV1 > 80% .
13
3. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas
atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1
minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam
keseharian, PEF dan FEV1 >60% dan < 80% .
4. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi,
gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu
oleh gejala asma, PEF dan FEV1 < 60% .
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit
T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus
14
inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat
pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun
asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa
berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari.
Episodik tersebut
berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
15
1.2. Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi
antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan.
Faktor pejamu tersebut adalah:
a. predisposisi genetik asma
b. alergi
c. hipereaktifitas bronkus
d. jenis kelamin
e. ras/etnik
Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :
a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan
/predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma
b. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau
menyebabkan gejala asma menetap.
16
Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma adalah :
- alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite
domestik, allergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari
bunga
- sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
- asap rokok
- polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
- infeksi pernapasan (virus)
- diet
- status sosioekonomi
-besarnya keluarga
- obesitas
17
Sedangkan faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi
dan/atau menyebabkan gejala asma menetap adalah :
- alergen di dalam maupun di luar ruangan
- polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
- infeksi pernapasan
- olah raga dan hiperventilasi
- perubahan cuaca
- makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
- obat-obatan, seperti asetil salisilat
- ekspresi emosi yang berlebihan
- asap rokok
- iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
18
1.3. Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel
dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
- batuk terutama pada malam atau dini hari
- sesak napas
- napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien
menghembuskan napasnya
- rasa berat di dada
- dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang
mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
19
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam
keadaan duduk
- Kesadaran menurun
1.4 Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat
penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma
berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan
perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin
berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.
Tabel 1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
Derajat asma
Intermiten
Siang hari < 2 kali
Variabilitas APE <
20
per minggu
20%
Malam hari < 2 kali
VEP1 > 80% nilai
per bulan
prediksi
Serangan singkat
APE > 80% nilai
Tidak ada gejala
terbai
antar
serangan
Intensitas serangan
bervariasi
Persisten Ringan
Siang hari < 2 kali
variabilitas APE
per minggu
20 - 30%
Malam hari < 2 kali
VEP1 > 80% nilai
per bulan
prediksi
Serangan singkat
APE > 80% nilai
21
Tidak ada gejala
terbaik
antar
serangan
Intensitas serangan
bervariasi
Persisten Sedang
Siang hari ada gejala
Variabilitas APE >
Malam hari > 1 kali
30%
per minggu
VEP1 60-80%
Serangan
nilai prediksi
mempengaruhi
APE 60-80% nilai
aktifitas
terbaik
Serangan > 2 kali
per minggu
Serangan
22
berlangsung
berhari-hari
Sehari-hari
menggunakan
inhalasi β2-agonis
short acting
Persisten Berat
Siang hari terus
Variabilitas APE >
menerus ada
30%
gejala
VEP1 < 60% nilai
Setiap malam hari
prediksi
sering
APE < 60% nilai
timbul gejala
terbaik
Aktifitas fisik
terbatas
23
Sering timbul
serangan
APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
1.5 Pencegahan
Tindakan umum yang bertujuan untuk mencegah reaksi
antigen-antibody serta serangan asma dan menurunkan HRB
dengan menghilangkan faktor pemicu. Asma menekan dan
memperlambat pertumbuhan , maka penanganannya pada anakanak juga dimaksudkan agar anak tumbuh normal. Tindakan
yang dapat diambil berupa menjauhi sebanyak mungkin faktor
pemicu serangan seperti terhadap sanitasi, berhenti merokok,
24
hiposensibilisasi, mengurangi kepekaan terhadap alergen
eksogen dan prevensi infeksi virus atau bakteri.
1. Sanitasi , yaitu menyingkirkan semua rangsangan luar
terutama hewan periaraan
(burung,anjing,kucing,kelinci) dan debu rumah.
Reduksi dari alergen juga dapat dicapai dengan
penyaringan udara. Begitu pula faktor aspesifik seperti
perubahan suhu,hawa dingin,asap dan kabut harus
dihindari.
2. Berhenti merokok , karena asap rokok (merokok pasif
maupun aktif) dapat menimbulkan bronchokonstriksi
dan memperburuk asma terutama pada anak-anak.
3. Fisioterapi,menepuk nepuk bagian dada (tapotage)
untuk mempermudah pengeluaran dahak (ekspetorasi)
25
dan juga latihan pernapasan dan serta relaksasi. usaha
ini terutama bermanfaat bagi anak-anak.
4. Hiposensibilisasi dilakukan bila kontak dengan allergen
seperti polen dan sisik/bulu binatang tidak dapat
dihindari. untuk mengurangi hipersensitasi terhadap
allergen tersebut pasien diberi sejumlah injeksi dengan
ekstrak allergen dalam kadar meningkat.
5. Prevensi infeksi viral misalnya dengan jalan vaksinasi
(influenza) atau menggunakan obat-obat yang dapat
meningkatkan ketahanan tubuh
6. Prevensi infeksi bakteriil dapat dilakukan pada pasien
asma (dan bronchitis) tetapi tidak berguna terhadap
infeksi virus .
7. Prevensi prenatal , ibu yang sedang mengandung perlu
menghindari zat-zat pemicu alergi, makanan tertentu
26
dan asap rokok (aktif maupun pasif) yang dapat
mempengaruhi janin. Pemberian ASI pada bayi
menurunkan risiko terhadap asma dan ekzem terutama
pada anak-anak dari keluarga yang memiliki riwayat
alergi.
8. Menghindari kelelahan
9. Menghindari stress psikis
10. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
11. Olahraga renang, senam asma.
27
2. Penggolongan Obat (pengobatan)
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dapat dibagi
dalam beberapa kelompok yaitu zat-zat yang menghindari
degranulasi mastcells(anti-alergika) dan zat-zat yang
meniadakan efek mediator , penggolongannya sebagai berikut :
1. Anti-alergika
Anti-alergika adalah zat-zat yang berkhasiat
menstabilisasi mastcells sehingga tidak pecah dan
mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator
peradangan lainnya. Yang terkenal adalah kromoglikat
dan nedocromil tetapi histamine juga antihistamin
(ketotifen,oksatomida) dan B2 adrenergika(lemah)
memiliki khasiat ini. Obat ini sangat berguna untuk
prevensi serangan asma dan rhinitis alergik.
2. Bronchodilator
28
Obat-obat ini mengatasi penyempitan bronchi dan
melindungi bronchi. Pelepasan kejang dan
bronchodilatasi dapat dicapai dengan 3 cara, yakni
merangsang sistem adrenergic dengan
adrenegika(simpatomimetik) atau melalui
penghambatan sistem kolinergik dengan antikolinergika
(antagonis reseptor muskarin) juga dengan theofillin
a. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Termasuk didalamnya adalah formoterol dan
salmeterol yang mempunyai durasi kerja panjang lebih
dari 12 jam. Obat-obat ini bekerja selektif terhadap
reseptor beta 2 adrenergik .
29
Mekanisme kerja Obat-obat ini bekerja selektif
terhadap reseptor beta 2 adrenergik . mekanisme obat
beta2-agonis adalah melalui stimulasi reseptor beta 2
yang banyak terdapat di trachea (batang tenggorokan)
dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari
adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan ATP
yang kaya enersi menjadi cAMP dengan pembebasan
enersi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.
Meniingkatnya kadar cAMP didalam sel menghasilkan
beberapa efek melalui enzim antara lain bronchodilatasi
dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells.
Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler,
tremor otot skeletal dan hipokalemi,tachychardia dan
kegelisahan.
30
Contoh obat:

Salbutamol
Dosis. Aerosol: 90mcg (base)/ actuation (equivalent to
108mcg albuterol sulfate). Syrup: 2mg/5ml. Tablet: 24mg.

Terbutalin
Dosis. Tablet: 2,5-5 mg. Cairan injeksi: 1mg/ml.

Salmeterol
Dosis. Serbuk: 50mcg/inhalasi.
b. Antikolinergik
31
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan
antara system adrenergic dan system kolinergik. Bila
karena sesuatu sebab reseptor beta-2 dari system
adrenergic terhambat, maka system kolinergik akan
berkuasa dengan akibat bronkokontriksi.
Antikolinergika memblok reseptor muskarin dari sifarsifat kolinergik di otot polos bronki, sehingga aktifitas
saraf adrenergic menjadi dominan dengan efek
bronkodilatasi.
Penggunaanya terutama untuk terapi pemeliharaan
HRB, tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan
asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat).
Ipratropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai
inhalasi, kerjanya lebih panjang daripada salbutamol.
32
Kedua obat ini terutama digunakan terhadap COPD,
tetapi juga kebanyakan penderita asma obat-obat ini
kurang efektif.
Efek samping yang dikehendakinya adalah sifatnya
yang mengentalkan dahak dan takikardia, yang tidak
jarang mengganggu terapi. Begitu pula efek atropine
lainnya seperti mulut kering, abstipasi, sukar berkemih
dan penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.
Sejak beberapa dekade antikolinergika dianggap
sebagai bronkodilator of choice untuk pengobatan
COPD, tetapi kurang diminati oleh pasien asma
disebabkan mulai bekerja lambat dan efek yang kurang
baik bagi fungsi paru bila dibandingkan dengan betaagonis (dihisap). Oleh karena itu beta-agonis long
33
acting yang dikombinasi dengan glukokortikoid
menjadi pengobatan standar bagi pasien asma yang
kurang memberikan respon terhadap glukokortikoid
saja.
34
Contoh obat :

Ipratropium Bromida
Mekanisme kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah
suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat
refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat
tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida
(semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan
lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus
mukosa hidung.
Indikasinya adalah digunakan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik)
sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
35
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

Tiotropium Bromida
Mekanisme kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja
diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik.
Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek
farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot
polos sehingga terjadi bronkodilasi.
Indikasi dari Tiotropium digunakan sebagai perawatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
36
c. Derivat ksantin:teofilin, amino
Khasiat bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan
blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti juga
kromoglikat mencegah meningkatnya hiperreaktivitas dan
berdasarkan ini bekerja profilaktik.
Resorpsi dari turunan teofilin sangat bervariasi; yang
terbaik adalah teofilin microfine (particle size: 1-5 micron) dan
garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat.
Penggunaannya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan
ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan.
Pada keadaan akut (injeksi aminofilin) dapat dikombinasi
dengan obat asma lainnya, tetapi kombinasi dengan B2mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubung ke
dua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung.
37
Kombinasinya dengan ef drin (Asmadex, Asmasolon) praktis
tidak me ningkatkan efek bronchodilatasi, sedangkan efeknya
terhadap jantung dan efek sentralnya sangat diperkuat. Oleh
karena itu, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan,
terutama bagi para manula.
Tablet sustained release (Euphyllin retard 125 250 mg)
adalah efektif untuk memperoleh kadar darah yang konstan,
khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian mencegah
serangan tengah malam dan 'morning dip'.
Kehamilan dan laktasi. Teofilin aman bagi wanita
hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu, sebaiknya ibu
menyusui bayinya sebelum minum obat.
38
3. Kortikosteroid: hidrokortison, prednison, deksametason
Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator,
seperti peradangan dan gatal-gatal. Khasiat antiradang ini
berdasarkan blokade enzim fosfolipase-A2, sehingga
pembentukan mediator peradangan prostaglandin dan
leukotriën dari asam arakidonat tidak terjadi. Lagipula
pelepasan asam ini oleh mastcells juga dihalangi. Singkatnya
kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan alergen yang
melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga
meningkatkan kepekaan reseptor-β2 hingga efek β-mimetika
pengakut.
Penggunaannya terutama bermanfaat pada rakan
serangan asma akibat infeksi virus, sela . Se in itu juga pada
infeksi bakteri bakteri terhadap lihat reaksi peradangan. Pada
39
reaksi alergi reaksi alergi lambat ivitas (type IV) juga efektif.
Untuk mengurang hiperreaktivitas bronchi, zat-zat ini dapat
diberikan per-inhalasi atau peroral. Dalam kasus gawat dan
status asthmaticus (kejang menya bronchi), obat ini diberikan
secara i.v. (per infus), kemudian disusul dengan pemberian
pada oral.
Penggunaan oral untuk jangka waktu lama. hendaknya
dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal dan dapat
mengakibatkan osteoporosis, maka hanya diberikan untntuk
satu kur singkat. Pada serangan hebat dan ke status
asthmaticus, obat ini tidak dapat digunakan. Lazimnya
pengobatan dimulai dengan dosis tinggi, yang dalam waktu 2
minggu me dikurangi sampai nihil. Bila perlu kur singkat kan
demikian dapat diulang lagi.
40
Efek samping kortikosteroid pada penggunaan jangka
waktu lama terdiri dari osteoporosis (tersebut di atas), retensi
cairan, meningkatkan nafsu makan dan berat badan, borok
lambung, hipertensi, katarak, diabetes dan gangguan psikis.
Frekuensi dari efek samping ini meningkat dengan usia.
Usaha dilakukan untuk mengembangkan senyawa kortikoid
dengan efek samping lebih sedikit, misalya yang dimetabolisme
cepat di saluran pernapasan (soft steroids).
Hambatan utama dari terapi penderita asma parah dan
COPD adalah resistensi kortikosteroid (Barnes and Adcock,
2009)5. ASma yang “steroid resistance" ini disebabkan oleh
menurunnya khasiat anti-peradangan dari kortikosteroid.
Kortikosteroid inhalasi: beklometason (Quar), triamsinolon,
flunisolida (Aerobid) dan budesonida (Pulmicort). flutikason
41
(Aerospan, Flovent), mometason (Asmanex) dan siklesonida
(Alvesco).
Sejak beberapa tahun obat-obat ini telah mendesak β2mimetika sebagai terapi utama, karena juga dapat mencegah
peradangan lokal di bronchi dingin kortikos mencegah kalnya
yang langsung tanpa diserap ke dalam histamin darah. Dengan
demikian tidak menimbulkan efek samping sistemik serius
(osteoporosis tukak dan perdarahan lambung, hipertensi, dan
diabetes lain-lain) walaupun absobsi dalam jumlah kecil di
paru-paru tidak dapat dihindari.
Efek samping dari kortikosteroid inhalasi terdiri dari
efek lokal akibat deposit dari obat ini pada selaput mulut dan
tenggorok (suara sebabnya serak, kandidiasis mulut dan
tenggorok batuk) dan efek sistemik (a.l. penipisan kulit dan dan
fragilitas pembuluh kulit terutama pada lansia, katarak dan
42
glaukoma (pada penggunaan intra-okuler), pneumonia pada
penderita COPD, gangguan metabolism (Glukosa, insulin,
trigliserida) dan gangguan psikis (eufori dan depresi).
Daya kerja dari triamsinolon dan flunisolida paling rendah,
beklometason dan budesonida hampir seimbang, sedangkan
flutikason 2 kali lebih kuat dari beklometason.
4. Mukolitik dan ekspektoran: (asetil-/ karbosistein, mesna,
bromheksin, guaifenesin, ambroksol, kalium iodida dan
amoniumklorida)
Semua obat ini mengurangi kekentalan dahak,
mukolitik dengan merombak mukaprotein dan ekspektoran
dengan mengencerkan dahak, sehingga pengeluarannya
dipermudah. Obat ini dapat meringankan perasaan sesak napas
dan terutama bermanfaat pada serangan asma hebat yang bisa
43
fatal bila sumbatan lendir sedemikian kental tidak dapat
dikeluarkan. KaliumIodida sebaiknya jangan digunakan untuk
jangka waktu lama berhubung efek sampingnya (uedema,
urticaria, acne).
Penanganan simtomatik dengan menghirup uap air
panas dapat membantu pencairan dahak yang kental sehingga
lebih mudah an dikeluarkan. Penderita dianjurkan untuk
berbatuk guna mengeluarkan dahak.
5. Antihistaminik: ketotifen, oksatomida
Obat ini memblokir reseptor histamine (H1-receptor
blockers) dan demikian mencegah efek bronkokonstriksi.
Antihistamin sangat efektif terhadap sejumlah gejala rhinitis
allergica (hay fever), urticaria, kepekaan terhadap obat-obat
(rash), pruritus dan gigitan/sengatan serangga. Tetapi efek nya
44
pada asma umumnya terbatas dan kurang memuaskan, karena
antihistamin tidak mencegah efek bronkokonstriksi dari
mediator lain yang dilepaskan mastcells. Banyak antihistamin
juga memiliki efek antikolinergik dan sedatif, mungkin inilah
sebabnya mengapa kini masih agak banyak digunakan pada
terapi pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berkhasiat
menstabilkan sasi mastcells, oksatomida bahkan beker ja
antiserotonin dan antileukotrien. Antihistaminika lain (cetirizin,
azelastin) pun memiliki khasiat antileukotrien. Lihat juga Bab
51, Antihistamin. Antihistaminika generasi pertama (mis.
klorfeniramin, prometazin) memiliki khasiat anti-muscarinic
dan dapat menembus barier darah-otak, sehingga
mengakibatkan pusing dan gangguan pergerakan (psikomotor
impairment). Generasi ketiga dari senyawa senyawa ini (mis.
loratadin, cetirizin, fekso fenadin) tidak memiliki efek ini dan
45
praktis tidak menimbulkan perasaan pusing karena tidak
menembus barier darah-otak.
6. Zat-zat antileukotrien (LT)
Pada pasien asma leukotrien turut menimbulkan
bronkokonstriksi dan sekresi mu cus. Berdasarkan fakta ini
para sarjana telah mengembangkan obat-obat ,,baru", yaitu an
tagonis leukotrien yang bekerja spesifik dan efektif pada terapi
pemeliharaan terhadap asma. Untuk penanganan rematik, para
ahli berupaya mensintesis obat-obat yang selain berdaya
antiprostaglandin, juga bersifat anti- leukotriën. Daya kerja
antileukotriën bisa berdasarkan penghambatan sintesis LT
dengan jalan blokade enzim lipoksigenase atau berdasarkan
penempatan reseptor LT dengan LT C4/D4-blocker.
46
a. Lipoksigenase-blocker, misalnya antihi staminika generasi2, yang disamping memblok reseptor-H, juga menghambat
pembentukan leukotrien dan mediator radang lainnya
(prostaglandin, kinin). Beberapa contohnya adalah
cetirizin, loratadin, azelastin (Astelin) dan ebastin. Lihat
juga Bab 51, Antihistamin.
b. LT-receptor blocker (leukotriënreceptoranta gonis LTRA)
yang kini tersedia adalah montelukast, zafirlukast
(Accolate) dan pranlukast (ultair). Obat-obat antiasma
golongan berkhasiat menempati rseptor LTB4 dan atau LTcysteinyl(C4,D4 DAN E4. Antagonis leukotrien ini
mengurang efek konstriksi bronchin dan inflamasi dari
LTD4.
47
7. Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang
pengeluaran dahak dari saluran napas ekspetoransia.
Penggunaan ekspektoransia didasarkan pengalaman
empiris. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi
mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex
merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.vagus
sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak.
Contoh Obat :
a. Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan
ekspektoran lain atau antitusiv. ammonium klorida dosis
besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insulisiensi
48
hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium klorida sebagai
ekspektoran pada orang dewasa ialah 300 mg (5ml) tiap 24 jam.
b. Gliseril guaiakolat (GG, atau Guaifenesin)
Digunakan sebagai ekspektoran pada batuk berdahak
mekanisme kerjanya dengan cara meningkatkan volume
dan menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronki
kemudian merangsang pengeluaran dahak menuju faring.
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan
kesan subyektif pasien dan dokter. Efek samping yang
mungkin timbul dengan dosis besar berupa kantuk. Mual,
dan muntah. obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100
mg/5ml. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400
mg sehari.
49
5. Bromheksin
Memiliki manfaat obat mukoloitik dan ekspektoran.
Mekanisme kerjanya yaitu dengan pengurangan viskositas
dahak, stimulasi pada sekresi, gerakan siliar, pembentukan
surfaktan,
perbaikan penangkal imunologis setempat.
indikasi / sekretolitik pada infeksi jalan pernapasan yang
akut dan kronis serta pada penyakit paru dengan
pembentukan
mucus
berlebih.
kontraindikasi
/
hipersensitivitas, wanita hamil, dan wanita menyusui. Efek
samping yaitu reaksi alergi, gangguan gastrointestinal
ringan. Dosis dewasa 8mg/hari diberikan 3 kali sehari.
50
6. Ambroksol
Yang berefek mukokinetik dan sekretolitik,dapat
mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran
pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi.
Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan
pernafasan. sekresi lendir menjadi normal kembali selama
pengobatan dengan ambril. baik batuk maupun volume
dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian
cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa
saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi
secara normal kembali. Penggunaan jangka panjang
dimungkinkan karena preparat ini mempunyai toleransi
yang baik.
51
Pengobatan Dengan Terapi
-
Terapi kausal
Suatu terapi kausal dilakukan dengan : 1. Menjauhkan
allergen desensibilisasi atau hiposensibilisasi
-
Terapi simptomatik
Dapat dilakukan dengan :
1. Blockade pembebasan mediator
2. Menangani spasmus bronchus
3. Penanganan antiflogistik
4. Memperbaiki pengeluaran riak
52
Interaksi Obat
Interaksi
Efek
Perangsangan sistem saraf pusat berlebihan disertai
gelisah, agitasi, tremor, takhikardia, palpitasi jantung
demam, hilangnya koordinasi otot, pernapasan yang
Obat asma kelompok epinefrin dan
cepat dan dangkal, insomnia, pada kasus yang berat
teofillin -stimulan lain
dapat terjadi kenaikan tekanan darah yang berbahaya
ditandai sakit kepala, gangguan penglihatan, atau
kebingungan.
Efek epnefrin akan meningkat. Akibatnya dapat
Kelompok epinefrin – antidepresan
terjadi aritmia jantung atau kenaikan tekanan darah
jenis siklik
yang berbahaya. Gejalanya kelainan jantung, sakit
kepala, demam, gangguan penglihatan
53
Kelompok epinefrin – obat jantung
Merangsang jantung berlebihan akibatnya
digitalis
kemungkinan terjadi aritmia jantung
Efek teofilin meningkat. Akibatnya terjadi efek
Kelompok teofilin – simetidin
samping merugikan yang banyak.
Efek teofilin meningkat akbatnya efek samping
Kelompok teofilin- vaksin influenza
merugikan banyak.
Kelompok teofilin-antibiotik
Efek teofilin meningkat. Akibatnya efek samping
eritromisin
merugikan terlalu banyak
Efek teofilin meningkat akibatnya efek samping yang
merugikan akibat teofilin. Gejalanya mual, pusing,
Kelompok teofilin – allopurinol
mudah terangsang, tremor, insomnia, takhikardia,
aritmia jantung, kejang.
Kelompok teofilin – troleondomisisn
Efek teofilin meningkat akibatnya terjadi efek
54
samping merugikan yang banyak
Menyebabkan penurunan tekanan darah yang
Kelompok epinfrin – antipsikotika
berbahya. Akibatnya pusing, lemah, pingsan,
kemungkinan terjadi kejang atau syok.
Efek epinefrin akan dilawan. Akibatnya saluran
Kelompok epinefrin – obat jantung
bronkhus paru-paru kurang terbuka sehingga tidak
pemblok beta
dapat menanggulangi asma
Efek obat diabetes berkurang. Akibatnya kadar gula
darah tetap tinggi. Gejalanya haus dan lapar
Kelompok epinefrin – obat diabetes
berlebihan, pengeluaran urin yang tak banyak seperti
biasa, mengantuk, lelah, berat badan menurun
Efek obat hipertensi diantagonis. Akibatnya tekanan
Kelompok epinefrin – obat hipertensi
darah tidak dapat dikendalikan dengan baik
55
Efek teofilin berkurang. Akibatnya asma tidak
Kelompok teofilin – alcohol
terkendali dengan baik.
Efek teofilin berkurang. Akibatnya asma tidak
kelompok teofilin – barbiturate
terkendali baik.
Efek teofilin berkurang. Akibatnya asma tidak
Kelompok teofilin – rokok
terkendali baik
Efek fenitoin berkurang. Akibatnya kemungkinan
Kelompok teofilin – fenitoin
terjadi aritmia jantung
Efek litium berkurang. Litium adalah antipsikotika
yang digunakan untuk mengobati kelainan manik
Kelompok teofilin – litium
depresif. Akibatnyua kondisi yang ditangani tidak
terawasi baik
Kelompok teofilin – trankuilansia
Efek obat teofilin berkurang. Akbatnya asma tidak
56
terkendali baik
57
BAB III
PENUTUP
5. Kesimpulan

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran
napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari.

Golongan obat asma antara lain golongan Bronkodilator
yang terdiri dari Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik;
Golongan Theophylline; Antikolinergik; Penstabil Sel
58
Mast; dan Agonis Leukotrien, Kortikosteroid,
Antihistamin, dan Ekspektoran.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Makalah (Asma). http://www.academia.edu. Diakses
tanggal 16 Mei 2015
Anonim. 2009. Asma Bronkial. http://www.scribd.com.
Diakses tanggal 16 Mei 2015.
Anonim. 2011. Sekilas Tentang Penyakit
Asma. http://www.majalahkesehatan.com. Diakses : 19 Mei
2015.
Anonim. 2013. Asma Kronis &
Nonkronis. http://www.asma.web.id. Diakses tanggal 16 Mei
2015.
Anonim. 2013. 3.1.1 Teofilin. http://www.pionas.pom.go.id.
Diakses tanggal 19 Mei 2015.
60
Cunningham, Gary. 2003. Williams Obstetrics 21 Edition.
McGraw-Hill Companies : USA.
Joseph, Dipiro. Pharmacoteraphy a Pathophisiologic
Approach, 5th edition. Mc Grow-Hill Medical Publishing
Division.
Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Diterjemahkan oleh:
Goeswin Agoes. Penerbit ITB: Bandung.
Reeves, C. J. dkk. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. Salemba
Medika: Jakarta.
Sharma, Girish D.2014. Pediatric Asthma
Medication. www.emedicine.medscape.com. Diakses 14 Juni
2015.
61
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth edisi 8 vol. 1,2. Alih
bahasa oleh Agung Waluyo dkk. EGC: Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat
Penting. edisi 6. Penerbit Gramedia: Jakarta.
62
Download