MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG PADA ANAK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat 2 Disusun Oleh : Kelompok 5 Chika Pransiska Edward Nuralam Muhammad Deri Lambang Restu Ratu Arista Siti Soyibah PRODI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat illahi robbi Tuhan semesta alam. Atas berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan alam Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan segnap pengikut-Nya sampai akhir zaman. Kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua, sahabat dan keluarga yang senantiasa mendoakan dan mendukung kami dalam penulisan makalah ini. Tanpa doa dan dukungan dari mereka mungkin kami akan sulit menyelesaikan makalah ini. Kami sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari bapa atau ibu pembimbing serta pembaca yang mungkin pengetahuannya jauh lebih mumpuni dalam bidang ini. Sukabumi, Maret 2020 Kelompok 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung pada anak merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada masa kanak-kanak (Kantor et al, 2013). Penyebab paling mungkin dari gagal jantung kongestif anak tergantung pada usianya. Neonatus dan bayi muda dari usia 2 bulan merupakan rentang usia yang paling mungkin yang jantung berhubungan dengan penyakit mengalami gagal jantung kongestif struktural. Pada pasien ini, evaluasi jantung yang cepat menjadi sangat penting (Satou, 2015) Gagal jantung pada anak bukan masalah kecil, dapat mengganggu tumbuh kembang dan kualitas hidup pasien, serta dapat berakibat fatal. Perawat berperan penting dalam penatalaksanaan pasien anak dengan gagal jantung. Pentingnya pemimpin memperkuat strategi organisasi untuk perawat baru dan strategi retensi untuk perawat berpengalaman dilakukan untuk mengurangi angka kematian pada anak. Tingkat pendidikan dan pengalaman keperawatanyang lebih tinggi secara signifikan berhubungan dengan komplikasi yang lebih sedikit setelah operasi jantung anak (Hickey et al, 2016). B. Tujuan Untuk mengetahui tentang gagal jantung pada anak dan mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatannya. C. Manfaat Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan yang sedang menempuh pendidikan untuk bisa lebih menambah pengetahuan serta pemahaman mengenai gagal jantung pada anak dan Asuhan Keperawatannya. BAB II KONSEP TEORI A. Definisi Gagal Jantung Gagal jantung pada anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme termasuk untuk pertumbuhan. Dengan berkembangannya teknologi medis terutama teknik operasi jantung pada penyakit jantung bawaan, semakin banyak pula dijumpai kasus gagal jantung akibat kerusakan otot jantung. Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan. Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, ginjal, saraf dan hormonal yang nyata, serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Jenis jenis gagal jantung : 1. Gagal jantung kronis vs. gagal jantung akut Pada gagal jantung akut, setelah terjadinya awitan gejala gagal jantung, mekanisme kompensasi belum berjalan dengan efektif dan pengangkutan oksigen ke jaringan juga tidak adekuat. Contohnya pada miokarditis fulminan yang menimbulkan gagal jantung mendadak sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan perfusi organ secara tiba tiba. Pada gagal jantung kronis, proses terjadi secara lambat hingga timbulnya gangguan curah jantung sehingga mekanisme kompensasi masih dapat diaktivasi dan perfusi organ masih dapat dipertahankan. Anak dengan gagal jantung kronis dapat mengalami eksaserbasi akut dengan gejala dan tanda yang sesuai dengan gagal jantung akut 2. Gagal jantung dengan curah jantung tinggi vs. rendah Pada gagal jantung dengan curah jantung tinggi, peningkatan curah jantung terjadi untuk memenuhi kebutuhan organ. Biasanya penderita menunjukkan gejala klinis yang relatif ringan, yaitu takikardi, kulit hangat, dan tekanan nadi yang lebar. Penyebabnya antara lain adalah anemia, malformasi arteriovenous, hipertiroid, dan defisiensi thiamin. Pada pasien anak, gagal jantung dengan curah jantung rendah lebih sering ditemukan. Penyebab utamanya adalah kegagalan primer otot jantung atau perubahan resistensi vaskular paru atau sistemik, misalnya miokarditis akut, kardiomiopati dilatasi, takiarritmia kronis, kelainan koroner dan sekuele pasca operatif. Anak yang mengalami gagal jantung dengan curah jantung rendah secara klinis tampak sakit nyata dengan gejala takikardi saat istirahat, ekstremitas dingin, pucat, dan oliguri 3. Gagal jantung kanan vs. gagal jantung kirI Kedua kondisi tersebut dapat terjadi bersamaan. Meskipun profil kerja ventrikel kanan berbeda dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan berkontribusi penting terhadap curah jantung (preload ke atrium kiri). Output ventrikel kanan menurun drastis dengan perubahan minimal pada afterload, sehingga terjadi disfungsi sistolik.Ventrikel kiri lebih tahan terhadap perubahan afterload dibanding ventrikel kanan. Gagal jantung kanan dapat timbul akibat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan, insufisiensi katup pulmonal atau trikuspid, peningkatan resistensi vaskular paru (primer maupun sekunder), dsb. Disfungsi diastolik dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Pada keadaan ini relaksasi ventrikel kanan berkurang sehingga pengisian ventrikel terganggu dan terjadi bendungan pada atrium kanan. Adapun gagal jantung kiri dapat disebabkan oleh miokarditis, kelainan arteri koroner, obstruksi jalan keluar ventrikel kiri, serta insufisiensi mitral atau aorta. Seperti juga pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri pun dapat terjadi akibat gangguan sistolik maupun diastolik 4. Gagal jantung forward failure vs gagal jantung backward failure Pada gagal jantung jenis forward failure, aliran darah ke sistem arterial inadekuat, baik ke paru maupun sistemik. Pada backward failure, darah yang kembali ke jantung tidak adekuat. Backward dan forward failure dapat terjadi bersamaan pada anak yang sama. 5. Gagal jantung sistolik vs gagal jantung diastolik Gagal jantung sistolik timbul akibat fungsi sistolik terganggu misalnya pada kardiomiopati dilatasi. Manifestasinya sama dengan pada gagal jantung forward failure. Gagal jantung diastolik timbul akibat penurunan compliance diastolik dan gangguan relaksasi ventrikel (misalnya pada kardiomiopati hipertrofik atau kardiomiopati restriktif). Diagnosis gagal jantung diastolik dapat ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala gagal jantung dengan hasil ekokardiografi yang menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel normal dan tidak didapatkan kelainan katup. B. Anatomi dan Patofisiologi Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru-paru, pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan : pericardium viceralis dan pericardium parietalis. Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Pericardium parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis dank e bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Pericardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Pericardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau heoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan : epikardium, miokardium dan endokardium. Peredaran darah jantung terbagi menjadi dua yaitu peredaran darah sistemik dan perdaran darah pulmonal. Peredaran darah sistemik merupakan peredaran darah jantung kiri masuk aorta melalui vulvula semilunaris aorta beredar ke seruluh tubuh dan kembali ke jantung kanan, melalui vena kava superior dan inverior. Peredaran pulmonal adalah peredaran darah dari ventrikel dekstra ke arteri pulmonalis melalui vulvula semilunaris pulmonalis, masuk ke paru kiri dan kanan dan kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Atrium secara anatomi terpisah dari ruang jantung bawah (ventrikel) oleh suatu annulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam ruang ini. Katub jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung . Ada dua jenis katub : katub atrioventrikularis yang memisahkan atrium dan ventrikel dan katub semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Anulus fibrosus diantara atrium dan ventrikuler memisahkan ruangan ruangan ini baik secara anatomis maupun elektris. Untuk menjamin rangsang ritmik dan sinkron , serta kontraksi otot jantung , terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan. 2. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur. 3. Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls. 4. Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi. Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonomi. Dalam kerjanya jantung memiliki 3 periode: 1. Periode kontraksi/systole adalah keadaan dimana ventrikel menguncup, katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Vulvula semilunaris aorta dan vulvula semilunaris pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian dialirkan ke seluruh tubuh. Lama kontraksi ± 0.3 detik. 2. Periode dilatasi/diastole adalah periode dimana jantung mengembang. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra, darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra. Selanjutnya darah yang ada di paru melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh masuk ke atrium dekstra. Lama dilatasi 0.5 detik. 3. Periode istirahat, yaitu waktu antara jantung kontraksi dan jantung dilatasi dimana jantung berhenti kira –kira selama 1/10 detik. Pada waktu istirahat jantung akan menguncup 70-80 x/menit. Pada tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 -70 cc. pada waktu aktivitas, kecepatan jantung bias mencapai 150x/menit dengan daya pompa 20-25 liter/menitsetiap menit. Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium mellui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteri koronaria keotot jantung dan sistem penghantar. Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom yaitu simpatis dan parasimpatis dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang. Jantung adalah organ yang pertama kali terbentuk dan berfungsi saat embrio. Jantung dapat dianggap sebagai sebuah pompa dengan output yang sebanding dengan volume pengisian dan berbanding terbalik dengan tahanan terhadap pompa tersebut. Ketika volume akhir diastolik ventrikel meningkat (terjadi dilatasi), jantung yang sehat akan meningkatkan isi sekuncup (stroke volume) sampai suatu nilai maksimum yang jika terlampaui, isi sekuncup tidak dapat meningkat lagi (hukum Starling). Akibat peningkatan isi sekuncup, akan terjadi peningkatan curah jantung (cardiac output). Curah jantung adalah jumlah darah (liter) yang dipompa setiap ventrikel per satuan waktu (menit). Curah jantung dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara laju jantung (heart rate) dengan isi sekuncup. Curah Jantung = Laju Jantung X Isi Sekuncup Peningkatan isi sekuncup disebabkan oleh pemanjangan serabut miokardium yang mengakibatkan peningkatan tegangan dinding jantung yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi oksigen. Otot jantung dengan gangguan kontraktilitas intrinsik membutuhkan dilatasi lebih besar untuk meningkatkan isi sekuncup dan tidak dapat mencapai curah jantung maksimal seperti halnya miokardium normal. Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh isi sekuncup yang dipengaruhi preload (isi diastolik akhir), afterload (tahanan yang dialami ejeksi ventrikel) dan kontraktilitas miokard. Ketiga hal tersebut mendasari konsep terapi gagal jantung. Curah jantung dapat meningkat sampai tahap tertentu dengan meningkatkan frekuensi jantung atau isi sekuncup. Isi sekuncup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan preload dan kontraktilitas atau mengurangi afterload. Secara fisiologis, ketidakmampuan jantung untuk mengisi (meningkatkan preload) dikenal sebagai disfungsi diastolik. Sedangkan ketidakmampuan jantung untuk memompa (meningkatkan kontraktilitas) dikenal sebagai disfungsi sistolik. Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas otot jantung, dan frekuensi denyut jantung. 1. Preload Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri pada akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel dan jumlah darah yang kembali dari sistem vena ke jantung. Afterload 2. Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang merupakan keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi sekuncup dan curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya afterload meningkatkan curah jantung 3. Kontraktilitas otot jantung Kontraktilitas otot jantung yaitu kemampuan intrinsik otot jantung berkontraksi tanpa tergantung preload maupun afterload tapi hanya dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung. Derajat aktivitas serabut otot jantung ditentukan oleh perubahan kadar kalsium intrasel atau sensitivitas protein miofibril terhadap kalsium. Konsep ini merupakan dasar penggunaan obat gagal jantung melalui salah satu mekanisme sinergik yang juga merupakan mekanisme kompensasi sistem adrenergik melalui reseptor beta 1 yang mengaktivasi adenylsiklase dan cyclic AMP dengan mengikutsertakan peranan protein kontraktil (troponin-C), sarkoplasma, phospolamban dan Ca++ ATPase pump sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi maupun relaksasi otot jantung 4. Frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa keluar pada 1 kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi, frekuensi denyut jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk relaksasi sehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan kebutuhan oksigen dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan curah jantung. Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu: 1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke sistem arteri perifer tidak efekif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran kiri ke kanan (left to the right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, atau PDA. 2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran sistemik oleh karena kelainan struktur jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (stenosis katup aorta, koartasio aorta) atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju arteri sistemik meskipun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit kawasaki). Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut, gagaljantung kongestif terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik,sehingga terjadi bendungan di sistem vena paru. C. Etiologi Terdapat 3 kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu 1. Gangguan mekanik : Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan, yaitu: a. Beban tekanan *Sentral ( Aorta stenosis, koartasio aorta, stenosis pulmonalis) *Perifer (Hipertensi pulmonal/sistemik, Takayashu, Kawasaki). b. Beban volume * Pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, arteriovenous fistula, anemia, gangguan gizi berat, hipertiroid. c. Tamponade jantung atau konstriksi perikardium, jantung tidak dapat diastol. d. Obstruksi pengisian ventrikel akibat stenosis mitral, trikuspidal. e. Aneurisma ventrikel f. Disinergi ventrikel. g. Restriksi endokardial atau miokardial (endokarditis). 2. Abnormalitas otot jantung a. Primer : Kardiomiopati, miokarditis metabolik (diabetes, gagal ginjal kronis, anemia) atau toksin maupun sitostatika. b. Sekunder : iskemia (penyakit jantung koroner), penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal, Kawasaki). 3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi a. Takidisritmia : Supraventrikular, fibrilasi. b. Bradidisritmia/standstill. c. Blok AV total bawaan atau didapat. d. Asinkroni elektrik jantung. Penyebab lain gagal jantung 1. Takikardia supraventrikular. Manifestasi klinis berupa takikardia dengan denyut jantung >200/menit. Pada EKG dijumpai takikardia tanpa gelombang P. Gagal jantung dapat terjadi sejak masa bayi 2. Blok jantung komplit, biasanya terjadi pada periode neonatus dan bulanbulan pertama kehidupan 3. Anemia berat dapat menimbulkan gagal jantung pada setiap usia. 4. Kor pulmonale akut yang disertai obstruksi saluran napas akut. 5. Hipertensi sistemik akut, misalnya pada glomerulonefritis akut. 6. Kelainan endokrin, misalnya hipertiroid, dapat menimbulkan gagal jantung. 7. Displasia bronkopulmoner pada bayi prematur. D. Manifestasi Klinis Gejala dan tanda gagal jantung yang khas adalah distres pernapasan, gagal tumbuh, dan intoleransi latihan. Gejala tersebut muncul pada anak-anak dengan gagal jantung terlepas dari apapun penyebabnya. Beberapa tanda dan gejala yang biasanya ditemukan adalah: 1. Tanda gangguan miokard a. Takikardia. Apapun penyebabnya, tanda yang biasanya pertama kali muncul pada gagal jantung adalah takikardia, yaitu laju jantung > 160 kali/ menit pada bayi dan >100 kali pada anak (saat diam). Jika laju jantung >200 kali/menit perlu dicurigai adanya takikardia supraventrikular b. Kardiomegali hampir selalu ditemukan pada pemeriksaan fisis atau foto toraks. c. Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan. d. Irama derap (gallop) 2. Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri) a. Takipneu b. Sesak napas, terutama saat aktivitas. Sesak napas mengakibatkan kesulitan makan, penurunan asupan kalori dan peningkatan metabolisme. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan gagal tumbuh c. Ortopneu: sesak napas yang mereda pada posisi tegak d. Mengi atau ronki; pada bayi mengi lebih sering dijumpai dibanding ronki. e. Batuk 3. Tanda kongesti vena sitemik (gagal jantung kanan) a. Hepatomegali; hati teraba kenyal dan tumpul. Hepatomegali tidak selalu dijumpai. Sebaliknya hepatomegali tidak memastikan adanya gagal jantung. Pada kondisi paru yang hiperinflasi (asma, bronkiolitis) dapat ditemukan hepatomegali. Pada bayi dan anak, hepatomegali lebih sering ditemukan dari pada edema perifer maupun peningkatan tekanan vena jugularis. b. Peningkatan tekanan vena leher (vena jugularis); tidak ditemukan pada bayi c. Edema perifer: tidak ditemukan pada bayi d. Kelopak mata bengkak, biasanya dijumpai pada bayi. Seringkali tidak mudah menegakkan diagnosis gagal jantung pada bayi. Untuk memudahkan, diagnosis terdapat beberapa sistem skoring diantaranya dari Ross Sistem skoring Ross untuk gagal jantung pada bayi Penilaian skor 1-2 : tidak ada gagal jantung 1-6 : gagal jantung ringan 1-9 : gagal jantung sedang 1-12 : gagal jantung berat Adapun untuk klasifikasi derajat gagal jantung pada bayi dan anak digunakan modifikasi Ross. Untuk klasifikasi pada anak besar/dewasa dapat digunakan klasifikasi dari New York Heart Association E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto toraks Foto toraks penting sebagai pemeriksaan rutin untuk melihat besar dan bentuk jantung serta vaskularisasi paru. Pada gagal jantung, hampir selalu ditemukan kardiomegali. Tidak ditemukannya kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis gagal jantung. Kardiomegali pada foto posteroanterior (PA) didefinisikan sebagai rasio antara diameter jantung dengan dimensi toraks internal (cardiothoracic ratio: CTR) melebihi 0.5 pada dewasa, 0.55 pada anak dan sekitar 0.6 pada bayi. Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri atau kanan, hipertrofi ventrikel kiri atau efusi perikardium.Vaskularisasi paru perlu dinilai untuk melihat peningkatan atau kongesti vena. Meskipun demikian, pada foto tidak dapat ditentukan apakah kongesti vena paru disebabkan kelainan jantung atau bukan jantung, misalnya penyakit ginjal, distres pernapasan dsb. Foto toraks dapat digunakan untuk memantau hasil terapi, juga dapat memberi informasi berharga tentang kemungkinan penyebab sesak akibat diluar jantung (paru). 2. EKG EKG dikerjakan dalam 12 hantaran. EKG tidak dapat memastikan ada atau tidaknya gagal jantung tetapi dapat mendeteksi hipertrofi ruang ruang jantung sehingga lebih berfungsi dalam mencari kemungkinan penyebab gagal jantung. Misalnya, jika pada EKG penderita gagal jantung ditemukan hipertrofi ventrikel kiri maka penyebabnya mungkin duktus arteriosus persisten, defek septum ventrikel, koarktasio aorta, dsb, tetapi bukan karena defek septum atrium atau stenosis pulmonal. Pemeriksaan ini sangat penting jika penyebab gagal jantung adalah aritmia seperti takikardia supraventrikular yang hanya bisa dipastikan dengan EKG. Nilai normal EKG berbeda menurut usia anak. 3. Ekokardiografi Ekokardiografi memberi gambaran rinci dan kuantitatif tentang anatomi dan fungsi jantung. Ekokardiografi dapat memastikan pembesaran ruang jantung, gangguan fungsi ventrikel kiri dan mendeteksi penyebab gagal jantung, misalnya ditemukan defek septum ventrikel besar . Parameter yang tersering digunakan untuk mengukur fungsi ventrikel kiri adalah fraksi pemendekan (fractional shortening) yang nilai normalnya berkisar 28-40 %. Fraksi pemendekan biasanya menurun pada gagal jantung sistolik. Ekokardiografi juga bermanfaat melihat efektivitas terapi misalnya pada kasus kardiomiopati dilatasi. 4. Biomarker pada gagal jantung Terkadang gejala gagal jantung dapat mirip dengan penyakit lain. Sesak napas pada kelainan jantung dan paru kadang serupa sehingga perlu dicari cara untuk konfirmasi diagnosis. Belakangan ini berkembang penggunaan petanda diagnostik gagal jantung. BNP (B-type natriuretic peptides), suatu neurohormon jantung, dilepas ke dalam darah oleh miokardium sebagai respons terhadap peningkatan tegangan dinding ventrikel akibat berbagai stres pada jantung. Pada dewasa, pengukuran kadar BNP dan NT pro BNP sudah lazim digunakan untuk membantu diagnosis gagal jantung dan sekaligus menyingkirkan sesak napas akibat penyakit lain seperti paru. Pada anak, BNP meningkat pada gagal jantung akibat disfungsi sistolik (kardiomiopati), volume overload (pirau dari kanan ke kiri) maupun pressure overload. Meskipun demikian, manfaat pemeriksaan ini masih terbatas karena belum ada kesepakatan tentang nilai normal pada anak. Kadarnya juga berbeda tergantung pada kit yang digunakan. 5. Kateterisasi dan Angiokardiografi Suatu pemeriksaan invasif, untuk menilai hemodinamik, anatomi, elektrofisiologi dan sekaligus intervensi non bedah berupa blade dan balloon atrial septostomy sebagai upaya dekompresi tekanan atrium kiri pada stenosis mitral yang berat, dan transposisi pembuluh darah besar. 6. Sonogram Sonogram dapat menunjukkan dimensi pembesaran Bilik, perubahan fungsi atau struktur katup atau area penurunan kontraktilitas Ventrikular. 7. Pemeriksaan Laboratorium (Ontoseno, 2002 B; Richenbacher, 2001) . Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, leuko, BBS, eritrosit) membantu untuk menyingkiran adanya anemi dan infeksi. Analisa gas darah membantu untuk menegakkan diagnosa serta derajat sekaligus pengobatannya. Serum elektrolit ( natrium, kalium, kalsium dan magnesium) penting untuk memantau gangguan keseimbangan elektrolit serta penyulit dan persaratan sebelum pemberian digitalis. Kadar gula darah akibat hipermetabolism sering menimbulkan gejala kejang. Urinalisis, jumlah akan menurun disertai albuminuria, kenaikan berat jenis dan hematuria mikroskopis F. Terapi Medis Gagal jantung akibat gangguan fungsi ventrikel sistemik merupakan masalah medis yang signifikan. Meskipun demikian,sangat sedikit penelitian berskala besar dengan randomisasi tentang pengobatan gagal jantung kronis pada anak dan remaja. Rekomendasi penggunaan obat gagal jantung pada anak saat ini sebagian besar merupakan hasil ektrapolasi penelitian klinis pada dewasa. Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk gagal jantung: 1. Inotropik : Meningkatkan kontraktilitas miokardium 2. Diuretik : Mengurangi preload 3. Pengurang afterload 1. Inotropik Obat inotropik yang bekerja cepat seperti dopamin dan dobutamin digunakan pada kasus kritis atau akut sedangkan obat inotropik lain seperti digoksin untuk kasus yang tidak kritis. Digoksin masih merupakan preparat digitalis yang paling sering digunakan dalam mengobati gagal jantung pada anak. Pada semua kasus gagal jantung dapat diberikan digoksin kecuali jika ada kontraindikasi seperti kardiomiopati hipertrofik, blok jantung komplit, atau tamponade jantung. Digoksin harus diberikan secara hati-hati karena sempitnya rentang antara dosis efektif dengan dosis toksik. Sebelum pemberian digoksin, harus dilakukan EKG untuk melihat irama jantung dan interval PR. Digoksin bermanfaat sebagai inotropik ; menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi denyut jantung dan juga mengaktivasi neurohormonal jantung. Digitalisasi diberikan dengan cara pemberian awal ½ dosis digitalisasi total kemudian dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi total setelah 8 jam, kemudian sisanya diberikan setelah 8 jam lagi. Dosis rumat diberikan dalam 2 dosis terbagi perhari pada usia < 10 tahun, sedangkan pada usia > 10 tahun dapat diberi sebagai dosis tunggal perhari Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik secara parenteral. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat. Dopamin dan dobutamin bersifat simpatomimetik sehingga meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan denyut jantung. Dopamin mempunyai efek vasodilatasi renal yang bermanfaat untuk mempertahankan fungsi ginjal yang baik pada penderita gagal jantung tetapi juga dapat menimbulkan takikardia dan bahkan vasokonstriksi pada dosis tinggi. Efek vasodilatasi renal tidak dimiliki oleh dobutamin sehingga relatif tidak menimbulkan takikardi. Atas dasar ini, penggunaan gabungan dobutamin dan dopamin dosis rendah memberikan hasil yang cukup baik. Dosis dopamin (iv drip) biasanya 5-10 µg/kgBB/menit. Dosis dobutamin (iv drip) 5-8 µg/kgBB/menit 2. Diueretik Furosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari yang dapat diberikan secara oral atau intravena dengan dosis yang sama. Furosemide menghambat reabsorpsi air dan natrium di ginjal sehingga mengurangi volume sirkulasi sehingga mengurangi preload jantung. Furosemid sering diberikan bersamaan dengan digoksin. Efek samping furosemid adalah hipokalemia sehingga pada pemberian furosemid kadar elektrolit harus dimonitor. Pemberian preparat kalium pada pemberian furosemid yang lama dengan dosis yang tinggi seringkali diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalemia. Pada penderita gagal jantung, kadar aldostreronnya meningkat secara bermakna sehingga pemberian spironolakton, suatu diuretik inhibitor aldosteron yang bersifat meretensi kalium dapat digunakan bersamaan dengan furosemid dengan dosis yang sama. Berbeda dengan furosemid, spironolakton hanya dapat diberikan per oral. 3. Pengurang afterload Sebagai mekanisme kompensasi dari berkurangnya curah jantung pada penderita gagal jantung, terjadi vasokonstriksi sebagai akibat dari peningkatan tonus simpatik, peningkatan katekolamin dan juga aktivitas sistem renin-angiotensin. Vasokonstriksi memperberat keadaan ventrikel sehingga menambah beban kerjanya dan dapat memperburuk gagal jantung. Pada keadaan ini, pengurang afterload merupakan pilihan yang tepat. Obat ini mengurangi afterload dengan cara mengurangi resistensi vaskular perifer melalui vasodilatasi arteri atau bahkan vena. Bersifat meningkatkan isi sekuncup tetapi tidak meningkatkan kontraktilitas sehingga tidak meningkatkan konsumsi oksigen pada otot jantung. Kaptopril merupakan obat golongan ini yang paling sering dipakai dengan dosis 0,30,6 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, dimulai dengan dosis rendah. Pemberian harus dilakukan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan mengingat absorpsinya terganggu oleh makanan. 4. Lain-lain Beta bloker Belakangan ini penggunaan obat beta bloker pada gagal jantung anak mulai dikenal luas misalnya carvedilol maupun metoprolol yang dikatakan memberi hasil cukup baik. Pemakaian carvedilol, suatu penghambat beta, dikatakan efektif pada dewasa karena mempunyai keunggulan mekanisme ganda yaitu blokade beta non-selektif dan blokade alfa 1 yang menyebabkan vasodiltasi. Carvedilol maupun metopropol dikatakan bermanfaat terutama pada kardiomiopati dilatasi. Baik carvedilol maupun metoprolol dapat ditambahkan pada regimen obat anti gagal jantung lainnya. Generasi terbaru nebivolol sedang diteliti penggunaannya pada anak. Saat ini pengalaman penggunaan beta bloker pada anak baru terbatas pada seri kasus dengan jumlah subyek terbatas. Diperkirakan penggunaan beta bloker pada gagal jantung anak akan meningkat seiring bertambahnya penelitian tentang obat ini pada anak. Pada penderita dengan gagal jantung diastolik akibat restriksi aliran masuk, misalnya kardiomiopati restriktif, mungkin paling baik diatasi dengan beta bloker dan diuretik dosis rendah. Karnitin merupakan ko-faktor utama transpor asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria dalam proses oksidasi. Obat ini dikatakan bermanfaat pada sebagian anak dengan kardiomiopati terutama akibat gangguan metabolik. Sediaan L karnitin dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2-3 pemberian, maksimum 3 g/hari. Pada studi binatang, karnitin dilaporkan mempunyai efek protektif maupun terapeutik terhadap kardiomiopati akibat doksorubisin. G. Komplikasi Komplikasi pada gagal jantung pada anak diantaranya: 1. Gangguan pertumbuhan dan Perkembangan pada anak 2. Hipertensi paru 3. Anemia 4. Aritimia serta gangguan pada ginjal dan hati BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Dasar Fokus Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pad istirahat atau pada pengerhan tenaga. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas. 2. Sirkulasi Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan). Tekanan Nadi ; mungkin sempit. Irama Jantung ; Disritmia. Frekuensi jantung ; Takikardia. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik. Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. Hepar ; pembesaran/dapat teraba. Bunyi napas ; krekels, ronkhi. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas. 3. Integritas ego Gejala : Ansietas, Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung atau menangis 4. Eliminasi Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi. 5. Makanan/cairan Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting). 6. Higiene Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal. 7. Neurosensori Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung. 8. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri. 9. Pernapasan Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. Tanda : Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan. Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit ; Pucat dan sianosis. 10. Keamanan Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet. 11. Interaksi sosial Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan. h. Pembelajaran/pengajaran Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan. B. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; a. Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik b. Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik c. Perubahan structural C. Intervensi Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; a. Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik b. Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik c. Perubahan structural Ditandai dengan ; a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi). c. Bunyi ekstra (S3 & S4) d. Penurunan keluaran urine e. Nadi perifer tidak teraba f. Kulit dingin kusam g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada. Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan : 1. Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung 2. Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina 3. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi 1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. 2) Catat bunyi jantung 3) Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup. 4) Palpasi nadi perifer Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan. 5) Pantau TD Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi. 6) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena. 7) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : a. Ketidak seimbangan antar suplai okigen. b. Kelemahan umum c. Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : 1) Kelemahan, kelelahan 2) Perubahan tanda vital, adanya disrirmia 3) Dispnea, pucat, berkeringat. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri. 2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi 1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta. Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. 2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat. Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. 3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. 4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali, 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Ditandai dengan : a. Ortopnea, bunyi jantung S3 b. Oliguria, edema. c. Peningkatan berat badan, hipertensi d. Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. 2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : 1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. 2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. 3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. 4) Pantau TD dan CVP (bila ada) Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. 5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. 6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) 7) Konsul dengan ahli diet. Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. 4. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : a. Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi. Intervensi : 1) Pantau bunyi nafas, catat krekles Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut. 2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. 3) Dorong perubahan posisi. Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. 4) Kolaborasi dalam - Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru. - Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi 5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : a. Mempertahankan integritas kulit b. Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit. Intervensi 1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi. 2) Pijat area kemerahan atau yang memutih Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. 3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah. 4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan. 5) Hindari obat intramuskuler Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.. BAB IV SIMPULAN Gagal jantung pada bayi dan anak bukan merupakan masalah kecil dan perlu mendapat perhatian serius dari para tenaga medis. Diagnosis dini dan penanganan yang cepat serta tepat akan sangat bermanfaat dalam mengurangi penderitaan pasien dan mencegah komplikasi selanjutnya. Tata laksana secara medis dapat dilakukan sesuai kaidah yang berlaku dan fasilitas yang ada. Untuk mencari etiologi dan terapi kausal, diperlukan rujukan ke kardiolog anak yang selanjutnya menentukan jenis tindakan yang diperlukan. Pasien perlu mendapatkan terapi terbaik yang mungkin dilakukan sehingga tercapai kualitas hidup dan tumbuh kembang yang optimal. Sumber Pustaka Amelia, P. (2019). Gagal Jantung Kongestif Pada Anak. Departemen Kesehatan Anak USU, 1-14. Setyawati, A., & Marwiati. (2017). Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Disfungsi Kardiovaskular (Congenital Heart Failure) Pada Anak: Literature Review. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 49-65. Trihono, P., & dkk. (2012). Kegawatan Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. https://www.academia.edu/6848290/BAB_I_GAGAL_JANTUNG_KONGESTIF (Diunduh pada Selasa 24 Maret 2020 pukul 13.00) https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=90&contentid=P0 1775 (Diunduh pada Selasa 24 Maret 2020 pukul 14.23)