Metode Penelitian Kuantitatif

advertisement
Modul ke:
Metode Penelitian
Kuantitatif
Perbedaan Analisa data Kuantitatif dan Kualitatif
Fakultas
Ilmu
Komunikasi
Program Studi
Periklanan
Drs. Saefudin, M.Si
Analisa Data Kualitatif
Didasarkan atas hasil wawancara serta Observasi
Mengenterpertasi wawancara dan lobservasi yang
diperkuat oleh literature
Prosesnya melalui transkrip wawancara, pengelompokkan
transkrip wawancara yang akan menjadi sub thema, baru
dituangkan ke dalam laporan Penelitian
Analisa Data Kuantitatif
• Didasarkan atas hasil kuesioner, dan pengolahan data statisktik • Diperkuat dengan Literature Contoh Bagian Depan Kuesioner:
• Tgl lahir: • Jenis Kelamin: • Asal daerah: • Suku: • Agama: (Biasanya adalah meliputi Identitas Pribadi) Contoh Kuesioner 2:
1. Menjadi anggota dari kelompok
suku saya, memiliki peranan
besar dalam hidup saya.
2. Saya menyukai sesuatu yang
membuat saya menjadi bagian dari
kelompok suku saya yang berbeda
dari kelompok suku lain.
3. Saya biasa menggunakan bahasa
daerah (suku) saya ketika
berkomunkasi dengan orang yang
sedaerah (suku) dengan saya
walaupun dalam lingkungan yang
plural.
4.Saya biasa menggunakan bahasa
Indonesia baku daripada bahasa
sehari-hari Jakarta ketika
berkomunikasi dengan orang yang
berbeda daerah (suku) dengan saya.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil Olahan Data Kuanti
Frequency Percent Valid Percent Cummulative percent Valid Tidak Pernah 7 1,4 1,6 1,6 Sangat Jarang 1 0,2 ,2 1,8 Jarang 11 2,2 2,5 4,3 Cukup Jarang 4 0,8 0,9 5,2 Kadang‐kadang 30 6,1 6,8 12,1 Cukup Sering 40 8,1 9,1 21,2 Sering 143 29,1 32,6 53,8 Sangat Sering 106 21,6 24,1 77,9 Selalu 97 19,8 22,1 100,0 Total 439 89,4 100,0 Missing System 52 10,6 Total 491 100,0 Analisa Data Statistiknya:
Dari table tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 32,6% reponden menjelaskan mereka sering menghormati nilai‐nilai agama lain. Sebagai negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam (demikan juga dengan responden penelitian ini) maka temuan penelitian ini berbeda dengan yang di asumsikan oleh Samuel Hutington yang menyatakan bahwa Islam (maupun Kristen) adalah agama yang tidak toleran. Hasil penelelitian ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta yang menjadi objek penelitian setidaknya dapat dikatakan telah mencerminkan makna “ Toleransi”. Oleh Sullivan toleransi itu sendiri diartikan sebagai: • “Kesediaan untuk menghargai menerima atau menghormati segala sesuatu yang ditolak atau ditentang seseorang”. • • Saiful Mujani, 2007. Muslim Demokrat, Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, hal. 174. • Saiful Mujani, 2007. Muslim Demokrat, Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, hal. 154 •
Data Kualitatif:
Sama kalau di sana yang lebih kuat, menonjol adalah yang rakyat, yang lebih denyutnya kuat, yang masih berjaya, karena mereka tidak punya istana yang kuat, katakanlah istana kecil yang sudah ada konflik kerajaan dengan Jawa. Jadi kadang‐kadang ada sentuhan budaya yang nggak terlalu suka dengan kemajuan di Jawa, yang menjajah, karenanya seperti itu, secara historis, sentimen budaya. Sehingga malah rakyat yang menjadi sangat menonjol. Di sana yang justru yang kuat adalah kreasi tahun 60‐an yang pionirnya adalah Pak Cece Somantri itu. Dia mengabsorbnya itu dalam berbagai gaya. Yang rakyat diambil, yang Keurseus diambil, yang gaya wayang diambil, terus kesenian Jawa, dia kan bergaul dengan orang Jawa juga, itu diambil. Tapi luar biasanya, nuansa Sunda, meski di situ ada unsur‐unsur Jawa, sangat Jawa. Jadi disana yang sumber adalah kesenian‐
kesenian rakyat yang diangkat jadi munculnya si Gugum Gumbira tahun 80‐an, begitu nakalnya dalam tanda petik melihat Ronggeng, ketuk tilu, diambil di coba‐in, muncullah Jaipong yang luar biasa, menarik.... Analisa Data Kualitatif:
•
•
Dengan demikian menjadi colonized, bukan berarti menjadikan individu menjadi sosok yang terhegemoni, atau terdominasi oleh colonizer, sebaliknya dengan melakukan mimikri dan kamuflase (yang merupakan bagian dari strategi negosiasi), malah mendorong muncul kreatifitas berikut bentuk budaya, dalam hal ini adalah seni, yang baru. Ini dibuktikan dengan banyaknya seni yang lahir, mungkin hingga saat ini, yang tidak terlepas dari kreatifitas sang komposer tari dalam menciptakan tari. Misalnya saja Cece Somantri, seorang komposer tari Sunda yang lahir tahun 1891. Hingga usia 80 an, Cece Somantri produktif menciptakan tari sunda, diantaranya adalah tari Ronggeng, Kukupu, tari Dewi, Sulintang, dan yang lain. komposer lain yang demikian produktif membuat komposisi, sebagaimana di sebut diatas, adalah Gugum Gumbira yang merupakan komposer dari tari Jaipong. Negosiasi dalam bentuk mengadopsi seni itu sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh seniman Jawa Barat, sebetulnya tidak hanya dilakukan oleh seni colonized terhadap seni dominan (colonizer), namun sebenarnya seni dominan, seperti yang dihasilkan Istana Jawa pun melakukan negosiasi tersebut. Sub bab berikut akan menjelaskannya. Terima Kasih
Drs. Saefudin, M.Si
Download