Uploaded by User46183

10 Granat, bahan PA wilayah 27-2-2020

advertisement
Bahan PA Wilayah GKI Zaenal Zahse, 27 Pebruari 2020
GRANAT
Kej. 16:1-6
Nyanyian Pembukaan: “ Di hadapan hadirat-Mu “ ( 2 X )
Di hadapan hadirat-Mu ya Bapa, kudatang dengan penuh kerinduan.
Di hadapan hadirat-Mu ya Bapa, segala keangkuhanku hilang.
Kusembah Kau, ya Bapa; kusembah Kau, ya Tuhan.
Kutinggikan nama-Mu Yesus, dalam hidupku, dalam hidupku selalu.
Doa Pembukaan
( Bahan PA ini harus dibaca dengan pelan-pelan, tidak
terburu-buru, dengan memperhatikan tanda-tanda baca dalam
kalimat )
BAHAN PA
Setelah "tank" dan "sniper", tipe ketiga dari "orang-orang
menyebalkan", dijuluki oleh Brinkman dan Kirschner sebagai "granat".
Benda ini sifatnya seperti sebuah "bom", hanya bentuknya lebih kecil.
Seperti bom, bila meledak, ia pun akan menghancurkan apa pun yang
ada di sekitarnya, termasuk bila kebetulan yang ada di situ
sebenarnya sama sekali bukanlah lawan yang layak dihancurkan.
Namun, tidak seperti bom, sebuah granat, bila jatuh, tidak lantas
langsung meledak walaupun pinnya telah dicabut. Ada waktu, walau
cuma beberapa detik, di mana granat itu akan diam saja tergolek
jinak, bagaikan mainan anak-anak. Sama sekali tidak memberi kesan
sebagai alat pembunuh yang berbahaya.
Karena itu, bagi orang yang betul-betul memahami sifat-sifat
sebuah "granat" beberapa detik yang tersedia itu adalah saat yang
amat kritis, menentukan, dan menegangkan. Namun, benda itu harus
dihadapi dan disikapi dengan penuh ketenangan dan tanpa
keragu-raguan. Tidak boleh bingung. Tidak boleh panik.
Inilah beberapa detik, seperti dalam sebuah adegan film, saat
John Wayne dengan cekatan, mantap, serta terkendali memungut
granat yang menggelinding ke arahnya, dengan sebelah tangannya, ia
segera melemparkannya kembali ke arah musuh ! Lalu terdengar
suara keras...bum.... John Wayne dan pasukannya selamat,
sementara si pelempar granatlah rang celaka. Tubuhnya hancur
berkeping-keping.
Ada lagi sifat granat yang menjadikannya alat pembunuh yang
berbahaya. Bila Anda menembakkan pistol atau senapan, peluru yang
1
keluar dari moncongnya hanya akan terarah ke satu tujuan atau
sasaran saja, tak bisa lebih. Bisa ke dahi, bisa ke jantung, bisa ke kaki,
atau bisa meleset sama sekali. Satu peluru, satu sasaran. Tak
mungkin lebih.
Berbeda dengan "granat". Benda mungil, manis, dan berbentuk
mirip nenas Bogor ini, yang kelihatannya sama sekali tidak berbahaya,
jangan dibiarkan meledak di dekat kita. Mengapa ? Sebab, sewaktu
meledak, serpihannya akan bertaburan dan berhamburan ke
mana-mana, ke segala jurusan. Bak ratusan peluru sekaligus, ia
serentak menerjang ke semua sasaran dan menghancur-luluhkan
semuanya ! Tak ada yang terlewat. Termasuk yang sebenarnya tak
perlu dihancurkan. Dapat terbayangkankah oleh kita sekarang
orang-orang tipe "granat" itu ?
Ada kisah pasangan suami istri demikian. Leo dan istrinya,
Ribka, melewati kehidupan mereka sebagai pasangan suami-istri
muda dengan penuh kebahagiaan selama kurang lebih sembilan
tahun lamanya. Itu masa-masa mereka mereguk madu ! Namun, kini
mereka telah menikah lima belas tahun lamanya. Enam tahun yang
terakhir, mereka merasa bagaikan meneguk racun. Sedikit demi
sedikit sehingga tak langsung mematikan. Akan tetapi, dari waktu ke
waktu, secara pasti, hubungan mereka kian rapuh dan keropos. Ibarat
tulang yang digerogoti osteoporosis atau kayu yang dimakan rayap.
Tinggal menunggu saat hancur menjadi serbuk.
Baik Leo maupun Ribka merasakan sakit itu. Sakit yang
berkepanjangan dan kian akut ! Namun, keduanya berusaha keras
untuk menahan dan menyimpannya bagi mereka sendiri.
Mudah-mudahan segera pulih dengan sendirinya, demikian pikir
mereka. Sebab itu, dari luar, bahkan di antara mereka sendiri, tak ada
yang menyadari bahwa yang sedang menghampiri mereka adalah
badai tsunami.
Mula-mula, untuk beberapa waktu, laut surut dan sangat
tenang. Padahal, tak berapa lama lagi gelombang raksasa akan
menggulung tanpa ampun silih berganti. Juga seperti granat yang
untuk sementara tergolek diam dengan manis, sebelum meledak
dengan daya menghancurkan yang amat dahsyat !
Sejak delapan tahun terakhir, Leo memperoleh pekerjaan dan
posisi bagus di sebuah pengeboran minyak lepas-pantai di Papua
Nugini. Kita katakan "bagus" karena gaji dan fasilitas kerja yang
diperolehnya berlipat-lipat kali lebih besar dibandingkan dengan yang
mungkin ia peroleh bila bekerja di Jakarta. Bahkan dua minggu sekali,
perusahaan menanggung seluruh biaya perjalanan Leo pulang
berlibur ke Jakarta.
Mula-mula, keluarga ini sangat menikmati dan mensyukuri
2
kelimpahan materi yang mereka terima. Namun, hal ini tak lama. Leo,
sang suami, mulai diusik kesepian yang kian menekan akibat hidup
jauh dari keluarganya. Sementara itu, Ribka, sang istri, semakin
merasa tak kuat menjalankan fungsi sebagai ibu dan ayah sekaligus
bagi ketiga anak mereka yang bertumbuh menjadi remaja "liar".
Bagi Leo, tak ada waktu yang paling ia rindukan, kecuali ketika ia
bisa pulang ke Jakarta, berkumpul kembali dengan keluarga, dan
menikmati hari-hari istirahatnya dengan tenteram dan santai,
walaupun hanya untuk dua hari. Bagi Ribka pun demikian. Tak ada
waktu yang paling ia nanti-nantikan, lebih daripada ketika suaminya
datang, lalu ia bisa "curhat" membagi beban, serta memuntahkan
semua keluhan, yang selama ini harus ia pikul sendirian.
Harapan yang saling berlawanan, bukan ? Yang satu merindukan
saat-saat santai, hangat, bebas dari semua persoalan. Yang lain justru
"kebelet" ingin membagi peran ! Harapan yang saling bersilangan ini
mulai menampakkan kekecewaan dan kekesalan. Masing-masing
menganggap yang lain tidak responsif terhadap kerinduan dan
kebutuhan emosional pasangannya. Namun, demi pasangannya,
perasaan ini masih ditekan kuat-kuat. Ketegangan pun memuncak,
tetapi tersembunyi di bawah permukaan, bagaikan granat yang
tergolek diam, menunggu saat ia meledak.
Saat itu pun akhirnya tiba. Tiba dari bandara, belum sempat Leo
membersihkan diri, dengan kelelahan yang terlihat jelas di wajahnya,
Ribka segera memberondongnya dengan daftar panjang semua
persoalan dan kesulitan yang dihadapinya. Leo menahan diri,
berusaha mendengarkan dengan sabar. Sambil berusaha menghibur, "
Tenang dong sayang, tenang! Mengapa engkau menambah bebanmu
dengan urusan-urusan kecil seperti itu ? Ayolah nanti kita bicara lagi,
tapi sekarang saya mau mandi dulu!"
Dan granat itupun meledak! Dahsyat dan mengejutkan sekali !
Ribka berteriak, "Urusan kecil, katamu ? Hebat sekali ! Selama ini aku
begitu tersiksa lahir dan batin, mengambil alih semua tanggung
jawabmu, tetapi semua pengorbananku itu ternyata sia-sia. Persis
seperti dugaanku, sejak dulu di matamu, juga di mata keluargamu,
aku tak lebih dari budak yang tak berharga! Dan itu pula sebabnya,
engkau
selalu
enggan
mengajakku
berkenalan
dengan
teman-temanmu ! Malu punya istri orang rendahan, bukan?"
Gedubraaak! Ribka lari mengunci diri di kamar tidur, menangis
dan berteriak keras-keras. Leo tertegun terbingung-bingung, tak habis
mengerti. "Mengapa ia jadi histeris seperti itu ? Mengapa urusan
orangtua dan masa lalu dibawa-bawa ?" Granat itu telah meledak.
Serpihannya menghambur ke segala penjuru, yang relevan maupun
tidak.
3
Kisah Sarai yang “ meledak “ yang ia arahkan kepada suaminya,
Abram, sungguh menarik untuk kita cermati. Ia “ meledak “ karena
pasti berkali-kali melihat sikap Hagar, hambanya yang telah
mengandung dari Abram itu, merendahkannya. Awalnya, ia mampu
menahan dirinya agar tidak “ meledak “. Pastilah ia pernah
menceritakan kepada Abram tentang sikap Hagar yang telah
merendahkannya. Tetapi nampaknya, Abram tidak terlalu menanggapi
seperti yang diharapkannya. Setelah berkali-kali Sarai direndahkan
oleh Hagar, akhirnya ia sulit untuk tidak “ meledak “. Ledakannya
tentu saja mengagetkan Abram sehingga ia menanggapinya dengan
kalimat singkat,” Hambamu itu di bawah kekuasaanmu; perbuatlah
kepadanya apa yang kaupandang baik.”
Ketika upaya seseorang untuk mendapat penghargaan dari
sekitarnya,
namun
ternyata
terus
terganjal
oleh
sikap
ketidak-pedulian, orang itu punya potensi amat besar untuk menjadi
granat. Ini karena ia berpikir bahwa hanya dengan cara seperti itulah,
yakni dengan meledakkan diri, ia akan memperoleh perhatian.
Meledak-ledak, lepas kendali, kepekaan yang berlebihan, menjadi
"strategi" orang untuk mengalahkan "rasa disepelekan". Bila dibiarkan
berlangsung terus-menerus tak pelak lagi ini akan menjadi bagian dari
watak yang bersangkutan.
Beberapa orang berhasil menahan perasaan diremehkan itu
belasan tahun sebelum meledak. Yang lain menjadi kejadian rutin
sehari-hari. Sebagian mudah meledak di hadapan orang-orang
terdekat. Sebagian lagi lebih sulit menahan diri di depan orang-orang
yang memang secara a priori tidak disukainya. Namun, setiap orang,
lambat atau cepat, akan tiba pada batas daya tahan
temperamentalnya.
Nyaris apa saja bisa mencabut pin yang membuat granat itu siap
meledak. Nada suara orang, mimik wajahnya, gerak tubuhnya, atau
apa saja. Di sini kita sebenarnya kita selalu mempunyai beberapa
detik untuk menyelamatkan situasi. Tapi bila granat itu sempat
meledak, tak ada apa-apa lagi yang dapat dilakukan. Apa pun yang
kita upayakan setelah itu, hanya akan mengakibatkan reaksi
sebab-akibat berantai yang tak berkeputusan. Sudah terlambat.
Di sinilah, prinsip pencegahan lebih efektif ketimbang
penyembuhan, menjadi amat relevan. Ketika bunyi guntur masih amat
jauh, itulah saatnya kita bersiap menyongsong turunnya hujan.
Seperti ketika granat belum meledak.
Pertanyaan panduan diskusi:
1. Gambarkan dengan singkat tipe orang yang dalam berkomunikasi
itu seperti “ granat “ ?
4
2. Mengapa seseorang bisa menjadi seperti “ granat “ ?
3. Mengapa Sarai akhirnya “ meledak “ ?
4. Dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana agar dapat mencegah
munculnya “ granat “ dalam komunikasi kita dengan keluarga
maupun orang lain ?
Nyanyian Penutup: “ Tuhan kumau menyenangkan-Mu “
Tuhan kumau menyenangkan-Mu.
Tuhan bentuklah hati ini.
Jadi bejana untuk hormat-Mu.
Cemerlang bagai emas murni.
Tuhan kuserahkan hatiku.
Semua kuberikan pada-Mu.
Sucikan hingga tulus selalu.
Agar aku menyenangkan-Mu.
Menyenangkan-Mu, senangkan-Mu,
Hanya itu kerinduanku.
Menyenangkan-Mu, senangkan-Mu,
Hanya itu kerinduanku.
Doa Penutup
Pengumpulan Kas Wilayah
5
Download