Uploaded by Meyliana

BESOK ACC 2

advertisement
HUBUNGAN LAMA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN
GEJALA KERACUNAN AKUT PADA PETANI DI DESA TAMAN
CARI KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG
TIMUR
(Proposal)
Oleh
MEYLIANA SUWANDA
1818011015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun
membutuhkan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan
pangan tersebut, Indonesia mencanangkan beberapa program di bidang pertanian.
Salah satunya adalah program intensifikasi pertanian, yaitu program peningkatan
produksi pertanian dengan panca usaha tani. Program ini ditunjang dengan
pemilihan bibit unggul, pengairan, pemupukan, pengolahan lahan dan
pengendalian hama penyakit (Wudianto, 2001).
Untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian, salah satu caranya dengan
pemberantasan hama, gulma dan penyakit dengan menggunakan pestisida.
Pestisida sendiri merupakan salah satu bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan hama dan gulma (Starks,
2010). Dalam penerapannya para petani cederung menggunakan pestisida bukan
atas dasar indikasi untuk mengendalikan hama namun mereka menerapkan cara
cover blanket system yaitu ada ataupun tidak adanya hama, tanaman tetap di
semprot dengan pestisida, sehingga penggunaan pestisida menjadi tidak terkendali
(Prijanto dkk, 2009).
Menurut Food Agriculture Oganization (FAO) lebih dari 70.000 pestisida beredar
di seluruh dunia dan dipergunakan secara aktif oleh para petani (FAO, 2003).
Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme pengganggu tanaman telah
meluas di kalangan para petani di Indonesia. Setiap hari ribuan petani dan para
pekerja di bagian pertanian terpapar oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan
jutaan orang yang terlibat di pertanian menderita keracunan akibat pestisida.
World Health Organization (WHO) mencatat 1−5 juta kasus keracunan terjadi
tiap tahun khususnya pada pekerja pertanian. Dari besaran tersebut, 80% terjadi
di negara berkembang dengan mortality rate sebesar 5,5% atau sekitar 220.000
jiwa. Pada tahun 2000, penelitian terhadap para pekerja atau penduduk yang
memiliki riwayat kontak pestisida banyak sekali dilakukan di Indonesia. Dari
berbagai penelitian tersebut diperoleh gambaran prevalensi keracunan tingkat
sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara 8,5%−50% (Achmadi,
2005).
Penggunaan pestisida yang tidak aman dan berlebihan bagi kesehatan dapat
mengakibatkan dampak buruk salah satunya terjadi keracunan akut dan kronis
akibat kontak langsung dengan pestisida. Gejala keracunan akut pestisida seperti
sakit kepala, mual, muntah, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi
kulit dan kebutaan. Pada keracunan kronis tidak mudah di deteksi karena efeknya
tidak segera dirasakan (Marsaulina dan Wahyuni, 2007). Keracunan akut terjadi
apabila efek keracunan pestisida langsung atau seketika setelah aplikasi pestisida.
Efek keracunan akut sendiri dapat dibagi menjadi efek akut lokal adan efek akut
sistemik (Raini,2007). Disebut efek akut lokal jika hanya mempengaruhi bagian
tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi
mata, hidung, tenggorokan, dan kulit. Efek sistemik jika pestisida masuk kedalam
tubuh manusia dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida
keseluruh bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak
sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air ludah secara
berlebihan, pernafasan menjadi lemah atau cepat (tidak normal). Setelah masuk
dalam tubuh, pestisida golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim
cholinesterase, sehingga cholinesterase menjadi tidak aktif dan terjadi akumulasi
achethilcholin. Keadaaan tersebut akan menyebabkan gangguan sistem syaraf
yang berupa aktivitas kolinergik secara terus menerus akibat achethilcolin yang
tidak terhidrolisis. Gangguan ini selanjutnya dikenal sebagai tanda-tanda atau
gejala keracunan (Sartono, 2002).
Penelitian-penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap tingkat
keracunan pestisida telah banyak dilakukan. Hasil analisis dalam penelitian Zulmi
tahun 2016 pada petani di Kabupaten Boyolali, dari 37 responden menunjukkan
bahwa responden yang mengalami keracunan pestisida sebanyak 33 orang
(89,2%) terdiri dari keracunan ringan dan sedang. Variabel bebas yang dianalisis
yaitu lama penyemprotan, frekuensi penyemprotan dan interval kontak, yang
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara variabel bebas dengan kejadian
keracunan pestisida pada petani. Sama halnya pada penelitian Zulmi, hasil
penelitian Gaib tahun 2011 pada petani sawah di Gorontalo, menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja, dan lama penyemprotan
terhadap tingkat keracunan pestisida pada petani sawah. Dari 25 jiwa petani
yang menjadi responden, ditemukan 11 jiwa petani (44%) tidak mengalami
keracunan. Sisanya 14 jiwa petani (56%) mengalami keracunan ringan. Kemudian
berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kecamatan Gisting,
Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung menunjukan bahwa sebanyak 97,8%
petani mengalami keracunan pestisida, yang terdiri dari keracunan ringan (71,4%)
dan keracunan sedang (26,4%) (Darmawan, 2013).
Desa Taman Cari adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur. Taman Cari merupakan desa yang mata pencaharian
utama masyarakatnya adalah petani. Di Desa Taman Cari, Kecamatan
Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur ini mayoritas penduduk adalah seorang
petani.
Para
petani
melakukan
penyemprotan
sesering mungkin
tanpa
memperhatikan frekuensi penyemprotan. Selain itu juga lamanya penyemprotan
dengan pestisida dimulai sekitar pukul 06.00 sampai spukul 11.00. Keadaan ini
menunjukkan betapa besarnya risiko paparan pestisida yang dialami oleh petani
tersebut. Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan lama penyemprotan pestisida dengan gejala keracunan akut pada petani
di Desa Taman Cari, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan penelitian
sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara lama penyemprotan
pestisida dengan gejala keracunan akut pada petani di Desa Taman Cari,
Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan lama penyemprotan pestisida dengan gejala
keracunan akut pada petani di Desa Taman Cari Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
1.3.2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui gambaran lama penyemprotan pestisida pada petani di
Desa Taman Cari, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung
Timur.
b) Mengetahui hubungan lama penyemprotan pestisida dengan gejala
keracunan akut.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan penulis serta
dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama
perkuliahan.
1.4.2. Bagi Masyarakat
Memberi info kepada masyarakat khususnya petani di Desa
Taman Cari, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung
Timur, dan para pekerja lain, agar dapat lebih memperhatikan
pencegahan terjadinya penyakit akibat keracunan pestisida
sehingga dapat mengurangi risiko keracunan pestida.
1.4.3. Bagi Institusi
Untuk bahan kepustakaan di lingkungan Fakultas Kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, UF.2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI.
Budiawan AR. 2013. Faktor risiko cholinesterase rendah pada petani bawang
merah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8 (2): 198-206.
Darmawan MR. 2013. Efektivitas peer education dalam meningkatkan
pengetahuan petani hortikultura tentang keracunan pestisida di
Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung. [Skripsi] Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Gaib N. 2011. Hubungan masa kerja dan lama penyemprotan terhadap kejadian
keracunan pestisida pada petani sawah. [Skripsi] Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Isnawan RM. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan
pestisida pada petani bawang merah di Desa Kedunguter Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2 (1): 1–11.
Mufidah AR, Wahyuni S, Pranowowati P. 2016. Hubungan Antara Pemakaian APD
(Alat Pelindung Diri) Dengan Kadar Kolinesterase Darah Pada Petani
Holtikultura Di Desa Bumen Kecamatan Sumowo Kabupaten
Semarang. Artikel Penelitian. Ungaran: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngundi Waluyo.
Marsaulina I, Wahyuni AS. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
keracunan pestisida pada petani hortikultura di Kecamatan Jorlang
Hataran Kabupaten Simalungun tahun 2005. Media Litbang
Kesehatan XVII. 1: 18- 25.
Prasetya E, Wibawa AA, Enggarwati. 2012. Hubungan faktor-faktor paparan
pestisida terhadap kadar cholinesterase pada petani penyemprot
tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi. Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Setia Budi. 5 (1):1-9.
Prijanto BT, Nurjazuli, Sulistiyani. 2009. Analisis faktor resiko keracunan
pestisida organofosfat pada keluarga petani hortikultura di Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Lingkung Indonesia.
8 (2): 73-78.
Raini M. 2007. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat keracunan dan
penanganan akibat keracunan pestisida. Media Litbang Kesehatan.
17(3): 10- 18.
Sartono. 2002. Lama Pajanan Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim
Cholinesterase Dalam Darah Petani Sayuran.
Starks SE. 2010. Neurological Outcomes Among Pesticide Applicators.
Dissertation. University of Iowa.
WHO.
Poisoning
Prevention
and
Management.
Tersedia
http://www.who.int Diakses tanggal 20 November 2019.
dari:
Wudianto R. 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta : Penebar.
Zulmi N. 2016. Hubungan antara frekuensi dan lama penyemprotan dan interval
kontak pestisida dengan aktivitas cholinesterase petani di Desa
Kembangkuning Kecamatan Cepogo. [Skripsi] Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Download