Uploaded by Armandsyah R

Laporan kerang mutiara

advertisement
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budidaya tiram mutiara dewasa ini semakin menarik untuk dikembangkan
seiring dengan semakin terkenalnya jenis mutiara South Sea Pearl yang dihasilkan
oleh tiram mutiara (Pinctada maxima) yang berasal dari wilayah perairan Indonesia
(Sujoko, 2010 dalam Hamijaya, 2018). Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara
penghasil mutiara dengan kualitas terbaik dan telah mendominasi 43% pangsa pasar
dunia dengan mutiara South Sea Pearl sebagai produk andalan. Mutiara jenis South
Sea Pearl menjadi produk andalan karena dinilai memiliki kualitas terbaik di antara
jenis mutiara yang lain sehingga mendapatkan penawaran harga tertinggi di pasar
dunia dengan harga pada kisaran antara Rp 375.000 – Rp. 1.500.000 per gram.
Walaupun memiliki harga yang cukup tinggi di pasar dunia, permintaan akan jenis
mutiara ini tetap mengalami peningkatan sebesar 1,19% per tahun (KEMENDAGRI,
2016 dalam Hamijaya, 2018).
Peningkatan harga yang disertai dengan peningkatan peminat mutiara dari
tahun ke tahun menjadikan mutiara sebagai salah satu komoditi dari sector perikanan
kelautan yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta memiliki prospek pengembangan
usaha yang sangat baik di masa mendatang. Dengan berlandaskan pada fakta tersebut,
upaya
peningkatan
produksi
mutiara
semakin
gencar
dilakukan
dengan
mengembangkan usaha budidaya tiram mutiara di beberapa wilayah kawasan perairan
Indonesia (Hamijaya, 2018).
Budidaya kerang mutiara (P. maxima) sangat ditentukan oleh proses
pembenihan, yang dimana proses pembenihan sangat menentukan kualitas dan
kuantitas kerang yang akan dihasilkan. Pengaruh kualitas air menjadi factor penentu
bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva (Hamzah, 2016)
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek lapang Teknologi budidaya moluska ini yaitu agar
mahasiswa dapat mengetahui cara membudidayakan kerang mutiara dan mengetahui
apa saja perlakuan yang diberikan pada saat membudidayakan kerang mutiara.
Sedangkan kegunaan dari praktek lapang ini yaitu agar mahasiswa mendapat
pengalaman maupun menambah wawasan mengenai budidaya kerang mutiara.
BAB 2. METODE PRAKTEK LAPANG
2.1 Waktu dan Tempat
Praktek lapang ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 1 Desember 2019
sampai dengan selesai. Tempat praktek lapang Teknologi budidaya moluska
dilaksanakan di Desa Pesona Kacamatan Kasimbar Kabupaten Parigi moutong.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam Praktek lapang Teknologi budidaya moluska adalah
sebagai berikut :
Tabel 2-1 Alat yang digunakan selama praktikum
No
Alat
Fungsi
1.
Alat tulis menulis
Mencatat hasil wawancara dari narasumber
2.
Kamera
Mengambil gambar dokumentasi
3.
Pelampung
Standar keamanan
Bahan yang digunakan dalam praktek lapang Teknoogi budidaya moluska yaitu
Kerang mutiara (Pinctada maxima) dan air tawar.
3.2 Prosedur Kerja
1.
Menyiapkan alat tulis menulis dan kamera yang digunakan.
2.
Memakai pelampung yang telah disediakan
3.
Melakukan wawancara sesuai dengan pertanyaan yang telah disediakan
4.
Mencatat informasi yang diberikan oleh narasumber
5.
Mengambil dokumentasi lokasi maupun objek yang diamati
3.3
Analisa Data
Data yang diperoleh berupa data sekunder dengan cara mewawancarai
pembudidaya atau pengelola tempat kerang mutiara, selanjutnya data disajikan dalam
bentuk gambar dan dideskripsikan.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Konstruksi Sarana Budidaya
Berdasarkan praktek lapang yang kami lakukan, informasi konstruksi sarana
budidaya kerang mutiara di desa pesona kacamatan kasimbar yaitu kegiatan budidaya
kerang mutiara dilakukan di radius 300 meter dari bibir pantai dengan radius
maksimal yang dibutuhkan untuk dilakukannya kegiatan budidaya kerang mutiara
yaitu 2 kilometer dari bibir pantai. Sedangkan untuk kawasan air payau, radius
maksimal yang dibutuhkan dalam kegiatan bididaya kerang mutiara yaitu 200 meter
dari bibir pantai.
Gambar 3-1 Radius kegiatan budidaya kerang mutiara
kedalaman optimal yang dibutuhkan dalam budidaya kerang mutiara yaitu 10
meter dengan radius maksimal yaitu 30 meter. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Yukihira dkk, (2006) dalam Hamijaya, (2018). Habitat alami kerang mutiara
(Pinctada maxima) berada pada kedalaman perairan antara 10-75 meter. Sedangkan
menurut Nababan, (2009) dalam Hamijaya, (2018). Pada kegiatan budidaya,
kedalaman yang diperlukan untuk pemeliharaan biasanya berkisar antara 8-10 meter,
tergantung pada teknik budidaya yang digunakan dan kecerahan dilokasi budidaya
tersebut. Tiram mutiara juga diketahui tumbuh dengan baik pada lokasi budidaya
dengan kedalaman perairan berkisar antara 15-20 meter.
Gambar 3-2 Penampakan kerang mutiara didalam laut
Alat yang digunakan dalam budidaya kerang mutiara yaitu net, jaring mata
besar, dan pemberat. 1 bentangan memiliki panjang 35 meter dengan isi 90 gantung,
terdapat 2 jaring dengan teknologi budidaya yang lain dengan pola apung dan jangkar
didalamnya. Didesa pesona kacamatan kasimbar memiliki total bentangan 400 tetapi
hanya 200 bentangan yang aktif dan memiliki kerang mutiara.
Gambar 3-3 Jaring mata kecil sebagai wadah kerang mutiara
3.2
Seleksi Bibit Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Bibit yang digunakan selama budidaya kerang mutiara ini yaitu bibit unggul
yang diantar langsung dari jepang menggunakan transportasi udara (pesawat)
kemudian setelah sampai di bandara mutiara palu, bibit kerang mutiara ini langsung
dibawa ke lokasi budidaya tepatnya di desa pesona kacamatan kasimbar kabupaten
parigi moutong menggunakan transportasi darat (mobil). Setelah sampai dilokasi,
bibit kerang ini tidak dibiarkan begitu saja, kerang ini langsung ditebar menggunakan
jaring mata kecil dengan kedalam 30 meter dan dipelihara selama 3 bulan sampai
berukuran 8-10cm. setelah berukuran 24-26 cm kerang dipindahkan kejaring mata
besar dan dipelihara selama 6 bulan setelah itu dipanen dan dibawa ke kupang untuk
diolah. Jumlah bibit yang disuplai sekali antar dari jepang yaitu sekitar 60.000 ekor.
Gambar 3-4 Bibit kerang mutiara
3.3
Pemantauan dan Perawatan Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Pemantauan dan pengecekan kondisi kerang mutiara dilakukan setiap hari kerja
dengan perawatan kerang mutiara yaitu dilakukannya tritmen secara manual dengan
mengangkat poket kemudian membersihkan cangkang kerang mutiara dari kotoran
maupun hama penempel menggunakan pisau.
Gambar 3-5 Pembersihan kerang mutiara
3.4 Pemilihan Lokasi Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Proses pemilihan lokasi budidaya kerang mutiara dilakukan langsung oleh teknisi
yang berasal dari jepang maupun dari kupang dengan mempertimbangkan kesesuaian
dengan habitat asli dari kerang mutiara itu sendiri baik dari segi parameter fisik,kimia
maupun biologi perairan.
Habitat alami tiram mutiara (Pinctada maxima) berada pada kedalaman perairan
antara 10-75 meter (Yukihira dkk, 2006 dalam Hamijaya, 2018). Pada kegiatan
budidaya, kedalaman yang diperlukan untuk pemeliharaan biasanya berkisar antara 810 meter, tergantung pada teknik budidaya yang digunakan dan kecerahan dilokasi
budidaya tersebut. Tiram mutiara juga diketahui tumbuh dengan baik pada lokasi
budidaya dengan kedalaman perairan berkisar antara 15-20 meter. (Nababan, 2009
dalam Hamijaya, 2018).
Tingkah laku tiram mutiara (Pinctada maxima) dapat dikatakan cenderung
bersifat phototaxis negatif (tidak tertarik pada cahaya). Persentase jumlah tiram
mutiara (Pinctada maxima) lebih banyak teramati menempel pada kolektor berwarna
hitam ataupun warna gelap seperti biru gelap atau coklat gelap. Cangkang tiram
mutiara akan terbuka sedikit apabila terdapat cahaya dan terbuka lebar apabila
keadaan terlalu gelap. Pemeliharaan tiram mutiara sebaiknya dilakukan pada
kecerahan air 4,5-6,5 meter untuk pemeliharaan spat dan >6,5 meter untuk
pemeliharaan indukan (Hamzah, 2013 dalam Hamijaya, 2018).
Tiram mutiara (Pinctada maxima) hidup dengan baik di daerah perairan yang
terlindung dari pengaruh arus yang terlalu kuat. Pembentukan lapisan mutiara lebih
cepat terjadi pada perairan dengan arus kuat, namun kualitas mutiara yang dihasilkan
kurang baik. (Sutaman, 1993). Sinaga (2015) menyatakan tiram mutiara hidup pada
habitat asli dengan kecepatan arus 10-30 cm/detik. Kecepatan arus yang optimal
untuk budidaya kerang mutiara berkisar antara 15-25 cm/detik (KLH, 2004 dalam
Hamijaya, 2018).
Tiram mutiara (Pinctada maxima) diketahui akan aktif melakukan kegiatan
metabolisme serta mengalami pertumbuhan terbaiknya pada daerah perairan yang
memiliki iklim tropis dengan kisaran suhu 25-30 ˚C sepanjang tahun (Harramain,
2008 dalam Hamijaya, 2018). Hamzah (2007) dalam Hamijaya, (2018) menyatakan
bahwa kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram
mutiara pada kegiatan budidaya adalah antara 28-29 ˚C.
Menurut Sudjiharno (2001) dalam Hamijaya, (2018) habitat alami tiram mutiara
(Pinctada maxima) berada pada kawasan perairan dengan dasar perairan berpasir atau
pasir berkarang yang ditumbuhi tanaman lamun. Dasar perairan yang cocok untuk
budidaya tiram mutiara adalah dasar perairan yang berkarang atau mengandung
pecahan - pecahan karang. Dasar perairan yang terbentuk dari gugusan karang yang
sudah mati atau gunungan karang juga dikatakan baik bagi pemeliharaan tiram
mutiara (Pinctada maxima).
Menurut Winanto (2009) dalam Hamijaya, (2018) menyatakan bahwa pada
perairan budidaya yang memiliki pH 7,9-8,2 tiram mutiara (Pinctada maxima)
mengalami pertumbuhan dan berkembang dengan baik. Habitat alami tiram mutiara
berada di perairan dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan dapat
memproduksi mutiara apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram meningkat pada pH
6,75-7,00 dan mengalami penurunan drastis pada pH 4,0-6,5 (Liang dkk, 2016 dalam
Hamijaya, 2018).
Menurut Hamzah (2007) dalam Hamijaya (2018), jenis tiram mutiara (Pinctada
maxima) lebih menyukai hidup pada perairan dengan salinitas tinggi antara 32-35o/oo.
Kondisi ini terbukti sangat optimal untuk kelangsungan hidup dan produktivitas dari
tiram mutiara. Salinitas perairan antara 30-33 o/oo juga dinyatakan baik pada budidaya
tiram mutiara. Dari hasil riset yang telah dilakukan, tiram mutiara diketahui dapat
hidup pada salinitas 24 o/oo dan 50 o/oo untuk jangka waktu yang pendek, yaitu 2-3 hari
(Liang dkk, 2016 dalam Hamijaya 2018).
3.5 Pengendalian Hama Penyakit Budidaya Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Hama penyakit pada budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima) yaitu
organisme penempel, cara mengatasinya yaitu dengan ditangani langsung oleh teknisi
dari jepang maupun dari kupang, jika didapatkan kerang yang terserang penyakit
maka kerang tersebut langsung dimatikan atau dikeluarkan.
Organisme penempel yang sering dijumpai pada kerang mutiara yang
dibudidayakan ialah jenis rumput laut dan ganggang, seperti jenis ganggang cokelat,
ganggang hijau dan ganggang merah (Susanti, 1993 dalam Herramin, 2008). Rumput
laut mempengaruhi pertumbuhan kerang mutiara karena kerang mutiara akan sulit
untuk menghisap air apabila ditumbuhi rumput laut. Jenis rumput laut tersebut antara
lain Codium mamillosum, Codium puguiliformis, Codium mucronatum, Codium
cylindricum (Cahn, 1949 dalam Herramin, 2008).
Beberapa ikan yang memangsa jenis kerang mutiara antara lain ikan sidat
(Anguilla sp.), ikan bekukung (Sparus milerocephalus), dan ikan buntal (Sphaeroides
spp.) (Mulyanto, 1987 dalam Herramin, 2008).
3.6 Pemantauan Panjang dan Bobot Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Pemantauan pertumbuhan panjang dan bobot kerang mutiara dilakukan selama 3
bulan sekali dengan teknisi yang telah ahli dan didatangkan langsung dari kupang.
Pertumbuhan mutlak merupakan pertumbuhan larva awal pengamatan hingga
mencapai spat (akhir pengamatan). Laju pertumbuhan mutlak merupakan parameter
yang menentukan laju peningkatan ukuran maupun bobot pada waktu tertentu,
umumnya
digunakan
untuk
menggambarkan
pertumbuhan
bivalvia
yang
dibudidayakan dan sangat berperan penting dalam membandingkan Antara perlakuan
dalam studi yang sama (Hamzah, 2016). Umumnya pertumbuhan mutlak kerang
mutiara dipengaruhi oleh ukuran dan usia bivalvia serta variasi musiman dalam
memperoleh makanan, suhu air dan lokasi budidaya (Southgate dan Lucas, 2008
dalam Hamzah, 2016).
3.7 Parameter Kualitas Air
Mayunar (1995) dalam Hamijaya (2018) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
sangat perlu untuk diperhatikan dalam penempatan unit budidaya laut adalah keadaan
pasang surut, kondisi dasar perairan, dan baku mutu air laut. Adapun parameter
kualitas air laut yang berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan biota akuatik antara lain adalah suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan
tersuspensi, derajat keasaman (pH), salinitas, kadar oksigen terlarut, senyawa
nitrogen, fosfat, dan logam berat.
Hamzah dan Sumadhiharga (2002) dalam Hamzah (2016) mengemukakan bahwa
kisaran ambang toleransi variasi musiman kondisi suhu dan salinitas yang ideal untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan kerang mutiara ukuran stadia kritis
(lebar cangkang antara 3-4cm) adalah antara 28-29˚C dan salinitas antara 30-33ppt.
Tidak ada pengaruh sinergi antara suhu dan salinitas, tetapi keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap lama waktu pencapaian stadia. Pada suhu optimum
aktivitas metabolisme berjalan maksimum, sehingga larva berkembang dengan baik.
Sedangkan suhu 26˚C diduga relatif rendah untuk perkembangan larva dan
sebaliknya suhu 30˚C relatif tinggi untuk perkembangan larva (Winanto dkk, 2009
dalam Hamzah, 2016). Suhu air sangat berperan dalam mengendalikan proses
metabolisme, pada kisaran suhu antara 26-29˚C kerang mutiara sangat aktif
melakukan kegiatan metabolisme dan mampu tumbuh dengan baik (Susilowati dan
Sumantadinata, 2011 dalam Hamzah, 2016). Loncatan suhu dengan gradien 1˚C
masih dalam batas ambang toleransi kehidupan kerang mutiara kecuali sudah
mencapai gradient 2˚C (Hamzah dkk., 2005 dalam Hamzah, 2016). Tingkat penetasan
telur kerang mutiara (P. maxima) pada salinitas 28ppt dan 25ppt menunjukan
persentasi yang lebih rendah dibandingkan dengan salinitas 34ppt dan 31ppt, hal ini
diduga bahwa tekanan osmotik dalam sel telur berbeda dengan lingkungannya. Selain
itu, pada salinitas 34ppt menunjukan tingkat kelangsungan hidup larva tertinggi dan
diduga salinitas tersebut merupakan salinitas optimum dalam mendukung aktivitas
metabolisme larva kerang mutiara (Awaluddin dkk, 2013 dalam Hamzah, 2016).
Salinitas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi
air, penguapan (evaporasi), curah hujan (presipitasi) dan adanya aliran sungai (run
off) (Patty, 2013 dalam Hamzah, 2016).
Nilai derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter kimia penting
yang dapat dijadikan sebagai indikator pemantau kestabilan perairan, perubahan nilai
pH dalam suatu perairan terhadap organisme akuatik mempunyai batasan tertentu
dengan nilai pH yang bervariasi (Simanjuntak, 2012 dalam Hamzah, 2016). Habitat
kerang mutiara berbeda pada perairan dengan pH lebih tinggi dari 6,75 namun kerang
mutiara tidak dapat bereproduksi bila pH lebih tinggi dari 9. Perubahan pH sedikit
saja dari pH alami akan menyebabkan terganggunya sistem penyangga yang dapat
menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 sehingga dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air yang cocok untuk tumbuh dan
berkembang biak kerang mutiara (P. maxima) adalah berkisar antara 7,9-8,2
(Susilowati dan Sumantadinata, 2011 dalam Hamzah, 2016). Menurut Winanto
(2009) dalam Hamzah (2016) pH air yang layak untuk kehidupan kerang mutiara (P.
maxima) berkisar antara 7,8-8,6. Sedangkan pada pH 7,9-8,2 kerang mutiara dapat
berkembang baik dan tumbuh dengan baik (Winanto, 2009 dalam Hamzah, 2016).
Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut dan
indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan
semakin meningkatnya limbah organik di perairan dan kadar oksigen terlarut
berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Simanjuntak, 2012 dalam Hamzah,
2016). Kerang dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kandungan oksigen
terlarut berkisar antara 5,20-6,60 mg/l (Winanto 2009 dalam Hamzah, 2016). Dhivya
dan Lipton (2015) dalam Hamzah (2016) menemukan bahwa Perna indica dengan
panjang rata-rata 20mm menunjukkan laju konsumsi oksigen lebih tinggi pada suhu
tinggi yaitu 35°C.
3.8
Manajemen Pemberian Pakan
Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber tidak ada manajemen
pemberian pakan buatan kepada kerang mutiara ini, mereka hanya mengandalkan
pakan alami yang ada di diperairan tempat tersebut.
Keberadaan pakan alami sangat berpengaruh dengan kesuburan suatu perairan.
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kerang mutiara budidaya hanya mengandalkan
keberadaan dan ketersediaan plankton di perairan. Biasanya, kondisi perairan yang
kurang subur (tercemar) jumlah komposisi pakan alami sangat sedikit dan sebaliknya
(Herramin, 2008).
Kerang mutiara (P. maxima) termasuk biota laut bersifat plankton feeder,
sehingga dipercaya akan membersihkan air dari kemungkinan terjadinya blooming
plankton yang tidak dikehendaki. Beberapa jenis alga yang umum diberikan untuk
pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/, Monochrysis lutheri,
Chromulina sp., Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp., Untuk
fase pertumbuhan sampai menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga
tersebut. Namun untuk stadia awal larva, jenis fitoplankton flagelata yang paling
penting untuk pakan adalah Isochrysis galbana dengan ukuran sekitar 7 μm.
Adakalanya digunakan jenis Tetraselmis tetrathele dan Chlorella sp., terutama untuk
stadia spat atau sebagai pakan campuran induk (Winanto, 2009 dalam Hamzah,
2016).
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil diatas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. konstruksi sarana budidaya kerang mutiara di desa pesona kacamatan kasimbar
yaitu kegiatan budidaya kerang mutiara dilakukan di radius 300 meter dari bibir
pantai dengan radius maksimal yang dibutuhkan untuk dilakukannya kegiatan
budidaya kerang mutiara yaitu 2 kilometer dari bibir pantai. Sedangkan untuk
kawasan air payau, radius maksimal yang dibutuhkan dalam kegiatan bididaya
kerang mutiara yaitu 200 meter dari bibir pantai.
2. kedalaman optimal yang dibutuhkan dalam budidaya kerang mutiara yaitu 10
meter dengan radius maksimal yaitu 30 meter.
3. Alat yang digunakan dalam budidaya kerang mutiara yaitu net, jaring mata besar,
dan pemberat. 1 bentangan memiliki panjang 35 meter dengan isi 90 gantung,
terdapat 2 jaring dengan teknologi budidaya yang lain dengan pola apung dan
jangkar didalamnya. Didesa pesona kacamatan kasimbar memiliki total
bentangan 400 tetapi hanya 200 bentangan yang aktif dan memiliki kerang
mutiara.
4. Pemantauan dan pengecekan kondisi kerang mutiara dilakukan setiap hari kerja
dengan perawatan kerang mutiara yaitu dilakukannya tritmen secara manual
dengan mengangkat poket kemudian membersihkan cangkang kerang mutiara
dari kotoran maupun hama penempel menggunakan pisau.
4.2 Saran
Laporan ini tentunya tidak lepas dari kesalahan-kesalahan, kekurangan dan
penyusun menyadari bahwa laporan ini, masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
dalam kesempurnaan dalam pembuatan laporan praktek selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Laurens. F.M. 2013. Pengaruh frekuensi pemberian vitomolt melalui pengkayaan
artemia terhadap sintasan larva rajungan (Portunus pelagicus) stadia
megalopa. Skripsi. Program studi Budidaya perairan. Fakultas Perikanan dan
ilmu kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Maulana. S.A. 2016. Pengaruh pengkayaan pakan alami Artemia spp. Dengan
kombinasi minyak ikan salmon dan minyak kedelai terhadap tingkat
kelangsungan
hidup
dan
pertumbuhan
kepiting
bakau
(Scylla
paramomosain) stadia megalopa sampai crab. Skripsi. Program studi
Budidaya perairan. Fakultas Perikanan dan ilmu kelautan. Universitas
Airlangga. Surabaya
Panggabean. M.G.L. 1984. Teknik penetasan dan pemanenan Artemia salina. Jurnal
Oceanografi. Volume 9 Nomor 2
Widyaastuti. A. 2008. Uji toksisitas ekstrak daun iprih (Ficus glabella Blume)
terhadap Artemia salina leach dan profil kromatografi lapis tipis. Skripsi.
Program studi Farmasi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta
RIWAYAT PENULIS
Muh Armansyah, lahir di Sidrap pada tanggal
04 Februari 1999. Memulai pendidikan di
bangku TK Herianti kemudian melanjutkan
Sekolah Dasar di SD Inpres Salumoni. Selama
di
sekolah
mengikuti
dasar
ajang
penulis
beberapa
Olimpiade
Sains
kali
untuk
mewakili sekolahnya. Setelah lulus SD
Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP PT Pasangkayu.
Setelah lulus SMP penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Pasangkayu. Selama dibangku SMA Penulis pernah mewakili sekolahnya dalam
olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang kebumian tingkat kabupaten dan sampai ke
provinsi, Selain itu penulis merupakan salah satu anggota Paskibraka tahun 2015.
Setelah selesai dibangku Sekolah Menengah Atas, penulis melanjutkan pendidikan
kuliahnya di Universitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah melalui jalur SMMPTN
Pada Program studi akuakultur, Fakultas Peternakan dan Perikanan dan sudah berada
pada Semester 5. Sementara menempuh pendidikan kuliahnya penulis tinggal di
sebuah kost-kosan di jalan roviga Palu Timur
Download