Uploaded by User37234

makalah hukum pajak

advertisement
MAKALAH HUKUM PAJAK
( BEA CUKAI )
DISUSUN OLEH:
DEVI RAMADHONA
17211093
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bea Cukai meski secara harfiah mirip, tetapi secara istilah keduanya memiliki arti masingmasing. Kita mulai dari bea. Berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai
sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea
keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut
kepabeanan. Secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan pengawasan
atas lalu lintas barang antar negara. Secara filosofis dan historis memang demikian.
Naluri pertahanan suatu negara atau entitas kekuasaan tentu akan melakukan
pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam wilayahnya. Tentu sang penguasa tidak
ingin di wilayah kekuasaannya dimasuki barang-barang yang dapat mengancamkekuasaannya.
Senjata atau mesiu misalnya. Atau barang yang dapat meracuni masyarakatnya, seperti alkohol
atau candu. Dalam pada itu, sang penguasa juga ingin menciptakan stabilitas ekonomi, dengan
kontrol pasar, sekaligus meraup pendapatan. Di sinilah bea dipungut. Kesemuanya, tentu, demi
melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Fungsi filosofis historis tadi tetap dipakai hingga kini di seluruh dunia. Dengan tetap bertujuan
melindungi kepentingan nasional masing-masing, ada negara yang lebih menggunakan pabean
sebagai alat pertahanan, ada yang cenderung ke finansial. Oleh karenanya, banyak negara yang
menjadikan pabean sebagai institusi militer atau keamanan, tak sedikit pula yang
menjadikannya di bawah departemen yang mengurusi keuangan.
1.1.
Rumusan Masalah
A. Apa yang di maksud dengan Bea dan Cukai?
B. Bagaimana Ruang Lingkup dalam Permasalahan Bea Cukai?
C. Apa Dasar Hukum dari Bea Cukai?
D. Apa saja Lembaga yang menangani masalah Bea Cukai?
E. Bagaimana Hubungan Bea Cukai dengan Pajak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bea Cukai
Bea berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah
ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi
pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan. Secara
istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan pengawasan atas lalu lintas
barang antar Negara. Bea ini dibagi jadi dua yaitu:
a. Bea masuk pungutan negara berdasarkan undang-undang pabean yang dikenakan
terhadap barang yang diimpor. jadi setiap barang yang diimpor dari luar negeri itu
selain kita membayar harga barang dengan ongkos kirimnya kita juga harus membayar
ke negara, berupa bea masuk.
b. Bea keluar pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diekspor tapi buat
barang ekspor ini, hanya beberapa aja yang kena bea keluar/bea ekspor
Adapun Tujuan dari Bea yaitu:
 Mengurangi Tingkat Impor
Otomatis kalo harga suatu barang itu mahal, semua orang bakal mengurangi daya beli terhadap
barang, apalagi jika ada padanan barangnya di dalam negeri. tapi sayangnya, banyak barang
luar negeri yang kita itu butuh kemudian tidak ada produksinya di dalam negeri, seperti
handphone, mobil, dan barang teknologi tinggi lainnya, jadinya terpaksa kita harus tetap impor
untuk barang tersebut. untuk bea keluar, cuma beberapa barang yang dipungut, yang termasuk
barang barang yang jadi kebutuhan dalam negeri seperti CPO (minyak sawit), pasir besi, dll.
 Sebagai Pemasukan Negara
Bea termasuk pajak tidak langsung, sehingga sebagai pungutan wajib yang masuk ke kas
negara. dan pungutan berupa bea masuk ini nantinya juga buat untuk dana pembangunan.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai. Cukai
dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
1) Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan
proses pembuatannya;
2) Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat
yang mengandung etil alkoho.
3) Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil
pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak
bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
Barang kena cukai adalag barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik,
yang konsumsinya perlu dikendalikan,peredarannya perlu diawasi,pemakaiannya dapat
menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu
pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas
sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena
cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil
tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai
Cukai juga dapat di artikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang
cukai ( UU No. 11 Tahun 1995 ).
Karakteristik yang di maksud yaitu:
a. Konsumsinya perlu dikendalikan;
b. Peredarannya perlu diawasi;
c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan
hidup; atau Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
Keseimbangan
Adapun tujuan dari Cukai yaitu
1. Mengurangi Konsumsi
Pemberitaaan mengenai pungutan cukai ini tiap tahun selalu berbeda, seperti rokok dan
minuman berakohol selalu pajaknya mahal untuk mengurangi impor akan konsumsi barang
tersebut
2. Sebagai Pemasukan Negara
Karena bea sama cukai ini termasuk dalam pajak tidak langsung, yang berati mereka sama
sama nantinya disetorkan ke negara, dan nantinya di jadikan untuk dana pembangunan.
B. Ruang Lingkup Bea Cukai
a. Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane ,bahasa Belanda memiliki
definisi
yang
dapat
kita
temukan
dan
hafal
baik
dalam
kamus
bahasaIndonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean
maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan
yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar
untuk ekspor, khususnya untuk barang atau komoditi tertentu.
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari
limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tarif
barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC
pada setiap produk atau barang impor. Sedang untukekspor pada umumnya pemerintah tidak
memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah
akan memberikan insentifberupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut pajak
ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat
mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi. Filosofi
pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya
alam Indonesia dan menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
a. Proses Impor dan Pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di
luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
1. Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of
credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
2. Selanjutnya penjual di luar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari
bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan
menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan
spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
3. Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada
diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
4. Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil
barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan
selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
5. barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut
barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi
pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan
importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya
sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar
muatannya (barang impor).
6. Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap
kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana
pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika
memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
7. Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan
sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini
dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
8. Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara
pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan
membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen
tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat
menyerahkan dokumen tersebut.
9. Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang
tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
10. Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor
barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumenpabean
sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen
pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh
importir.
11. PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll.
Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut
merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan
PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
12. Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses
pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan
komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir
tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan
kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut
berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor
Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
13. Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor)
pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada
DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak
impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB
untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga
untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem
komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik.
C. Dasar Hukum Bea Cukai
Adapun dasar hukum dari Bea Cukai yaitu sebagai berikut
a.
Undang-undang
Republik
Indonesia
Nomor
11
Tahun
1995
tentang
Cukai sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
b.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai
Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang
Mengandung Etil Alkohol;
c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau;
d.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau;
e.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata
Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
f.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata
Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan
Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
D. Lembaga Penanganan Bea Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau bea cukai) adalah nama dari
sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada
masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan
era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.
Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang
direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawah Kementerian
Keuangan Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, dan lain-lain.
 Tugas dan Fungsi DJBC
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain
memungut bea
masuk berikut
pajak
dalam
rangka
impor
(PDRI)
meliputi
(PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan
terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan
termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor,
mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan
peredaran rokok atau
barang
hasil
pengolahan tembakau lainnya.
Seiring
perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan,
yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat
tertentu.
 Sistem Penjaluran DJBC
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini
karena
pertimbangan
keamanan
dan
efisiensi,
sehingga
bermunculan
warung
warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang
akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line
terhubung dengan sistem komputer DJBC.
Proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri,
khusus
untuk
barang
impor
asal
tumbuhan
dan
hewan
akan
melalui
pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan
hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak
konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of
origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi
konsumsi. Selanjutnya DJBC akan memberlakukan National Single Window (NSW) untuk
pelayanan dengan otomasi.
Perlu diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam
proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko
berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang
ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan
sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam
menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu.
Terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah
memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor
Pelayanan Utama (KPU). Jalur tersebut adalah:
a. Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik,
untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem
otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka
importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit(PCA) dan sesekali secara
random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
b. Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan
dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi
pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya
terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang
mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
barang.
c. Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan
dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut
pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu
misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang
mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
barang.
d. Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru,
importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi
karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah,
pengurusannya menggunakan jasa customs broker atauPPJK perusahaan pengurusan
jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb.
Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan
fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.
 Struktur Organisasi DJBC
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 disebutkan susunan
organisasi tingkat pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
a.
Sekretariat Direktorat Jenderal
b.
Direktorat Teknis Kepabeanan
c.
Direktorat Fasilitas Kepabeanan
d.
Direktorat Cukai
e.
Direktorat Penindakan Dan Penyidikan
f.
Direktorat Kepabeanan Internasional
g.
Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai
h.
Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai
i.
Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai
j.
D. Hubungan antara Bea Cukai dan Pajak
Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea
keluar dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat yang dapat kita lihat melalui
pemahaman istilah kewajiban dan pemahaman ketentuan perundangan yang ada.
Dalam praktik perdagangan internasional lazim dikenal adanya istilah custom
duties atau diterjemahkan sebagai kewajiban pabean yang di Indonesia saat ini dikenal adanya
bea masuk dan bea keluar dan istilah excise duties yang diterjemahkan sebagai kewajiban cukai
atau cukai. Istilah duty atau jamaknya duties dalam literatur disebutkan duty asal mulanya
ialah suatu pembayaran yang diwajiban, terutama suatu pembayaran yang harus dilunasi
kepada pemerintah, seperti yang sekarang dipakai ialah suatu pembayaran pajak yang dipungut
atas barang-barang impor atau expor. Pada hakikatnya, suatu duty adalah pajak yang
sebenarnya dipungut, sedangkan suatu tarif itu adalah daftar atau tabel, dasar, tingkat pajak itu.
Jadi, dalam teks ini, berbagai penggolongan dan jenis tariffs atau duties yang dimasukkan dan
didefinisikan di bawah tariff (Abdurrachman, 1991:359).
Hubungan dengan undang-undang pajak sebagai pajak objektif yang berkaitan dengan
abrang kena pajak, yaitu PPN dan PPnBM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983jo Nomor 11 Tahun 1994 jo 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Barang Mewah disebutkan dalam ketentuan umum,
“Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai
ekspor, dan nilai lainnya yang ditetapkan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang”, sedangkan nilai impor adalah, “Nilai berupa
uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan
pajak bedasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang
kena pajak tidak termasuk pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut undang-undang ini.
“Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang
bersangkutan (Pasal 15, Ayat 1 undang-undang tentang kepabeanan)
BAB III
PENUTUP
A, Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan yang telah diuraikan dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sesuai dengan rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
a. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea
masuk dan bea keluar
b. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
c. Dasar Hukum Bea Cukai terdapat dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai
mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007.
d. Lembaga yang Menangani masalah Bea Cukai yaitu DJBC ( Direktorat Jendral Bea dan
Cukai ).
e. Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh DPJ dan kewajiban bea masuk/bea
keluar dan cukai yang dipungut oleh DJBC saling berkaitan erat.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa, dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Di samping itu
juga terbatas karena hanya merupakan makalah, yang tidak mungkin memuat segala hal
mengenai pembahasan sebagaimana dalam judul. Dengan demikian, kiranya ke depan ada studi
lanjut yang dapat memaparkan kembali pengetahuan mengenai Bea Cukai.
DAFTAR PUSTAKA
Sugianto, Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta:
2007.
https://www.jasabelanjaonline.com/blog/cara-perhitungan-bea-masuk-dan-pajak-di-beacukai.
http://zul-sucses.blogspot.com.co/2012/10/pajak-tak-langsung-bea-dan-cukai.html.
http://menebarcahayaislam.blogspot.sg/2012/03/customs-pabean.html
http://blogger-oo.blogspot.sg/2013/08/direktorat-jendral-bea-cukai-djbc-dan.html
https://contardoluiz.wordpress.com/2010/
Download