Tugas individu HUKUM PERBANKAN Analisis Kasus yang Melanggar Asas Kerahasiaan Bank Oleh NAMA : LA ODE MUHAMAD SAPUTRA NIM : H1A118201 KELAS :D SEMESTER : 3 (Tiga) JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hukum lingkungan hidup ini dengan baik dan benar Adapun makalah ini adalah tugas makalah pertama untuk mata kuliah hukum lingkungan hidup. Kami telah berupaya sekuat tenaga kami semungkin apa yang kami dapat maksimalkan, dan sedapat mungkin kami telah meluangkan waktu kami untuk bisa membuat makalah ini dengan baik dan benar walaupun masih banyak yang perlu di koreksi. Akhirnya kami bisa mengharapkan semoga dari makalah ilmiah hukum limgkungan ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Bapak Dosen Hukum Lingkungan Hidup ataupun teman-teman yang lain kami tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya. Kendari, 9 September 2019 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI.......................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Rumusan Masalah....................................................................................1 C. Tujuan......................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN A. Dasar Hukum dan pengertian Asas kerahasiaan....................................2 B. Contoh kasus Asas Kerahasiaan dalam hukum Perbankan....................3 C. Analisis Kasus........................................................................................6 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................8 B. Saran................................................................................................8 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................9 ii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman manusia-manusia intelektual dan manusia-manusia modern telah lahir di dunia ini. Mereka membuat segala bentuk kegiatan positif nan modern, salah satunya adalah di adakannya badan penghimpun serta pengatur lalu lintas keuangan yang biasa kita kenal dengan istilah bank yang dalam kegiatannya itu agar masyarakat tidak lagi menyimpan uangnya di bawah kasur dan lain sebagainya. maka bank dalam hal ini dapat mengelola dan menghimpun keuangan masyarakat tersebut agar uang tersebut dapat bergerak dan tidak diam di tempat. Bank dalam menghimpun dana terdapat beberapa asas-asas dayang telah di tentukan dalam UU perbankan. Dalam hal ini asas-asas ini akan mengatur fungsi dan tujuan hukum perbankan. Asas-asas ini pula yang menjadi acuan bagaiman bekerjanya Bank serta sebagai pengatur relasi antara nasabah dan bank. Asas-asas yang perlu kita angkat dalam aktivitas perbankan yang salah satunya adalah asas kerahasiaan, maka dari asas ini kita akan mencoba menganalisis sebuah fakta kasus jika suatu bank melanggar asas tersebut dan bagaimana cara yang sebenarnya asas kerahasiaan itu boleh di langgar oleh pihak bank. Dan bagaimana pula bank melanggar asas kerahasiaan tersebut. 2. Rumusan Masalah 1. Dasar hukum dan pengertian Asas kerahasiaan? 2. Contoh kasus pelanggaran terhadap Asas Kerahasiaan? 3. Bagaimana Analisis kasus pelanggaran asas kerahasiaan tersebut? 3. Tujuan 1. Untuk mengetahui dasar hukum dan pengertian asas kerahasiaan 2. Untuk mengetahui batas berlakunya Asas Kerahasiaan 3. Untuk mengetahui bagaimana jika Asas kerahasiaan itu di langgar 1 BAB II PEMBAHASAN 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asas Kerahasiaan Asas yang mengharuskan atau mewajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Dalam Pasal 40 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan). Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi : 1. Jumlah kredit 2. Jumlah dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga lainnya); 3. Pemindahan (transfer) uang; 4. Pemberian garansi bank; 5. Pendiskontoan surat-surat berharga; dan 6. Pemberian kredit. Rahasia bank diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan pasal tersebut : Ayat (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. 2 Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Berdasarkan ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak Bank/Pihak terafiliasi hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan dan simpanannya. Apabila Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Artinya jika nasabah itu hanya berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur dan hutangnya tidak wajid dirahasiakan oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan demikian, lingkup rahasia bank hanya meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu bukan rahasia bank. Yang dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU No.10 Tahun 1998). Sedangkan yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998). 2. Contoh Kasus Asas Kerahasiaan Dalam Hukum Perbankan Salah Tangkap Serta Data Pribadi Dibuka Bank, Nasabah Gugat BCA dan Kepolisian Menjadi korban salah tangkap atas tuduhan sebagai pelaku perdagangan narkoba memang bukan suatu hal yang meng-enakkan. Hal ini dialami oleh Efrita Moreno pada 15 Januari 2015 lalu. Tak sekadar salah tangkap, Bank BCA juga disebut telah melanggar hak atas perlindungan data pribadi nasabah lantaran telah 3 membuka identitas pribadi Efrita kepada Kepolisian tanpa merujuk pada prosedur Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Kasus ini bermula saat Efrita lupa mengambil kartu ATM miliknya setelah melakukan transfer uang melalui ATM Bank BCA KCU Bengkulu pada 14 Januari 2015. Akibatnya, kartu ATM Efrita tertelan mesin ATM secara otomatis. Keesokan harinya, Pihak Kepolisian Bengkulu membawa Efrita ke kantor Polisi terkait dengan penyidikan perdagangan narkoba yang sedang dilakukan Kepolisian. Kartu ATM Efrita yang tertelan mesin ATM itu, awalnya disangka sebagai ‘alat transaksi tindak pidana’. Dalam berkas gugatan yang diperoleh hukumonline, penangkapan tersebut dilakukan pihak kepolisian secara paksa tanpa menunjukkan Surat Perintah Penahanan serta tanpa melibatkan RT/RW setempat. Kepolisian Bengkulu pada 15 Januari 2015 juga membuat surat permohonan pembukaan ATM yang berisi permintaan pembukaan informasi identitas nasabah kepada Bank BCA cabang Bengkulu dalam rangka penyidikan tersebut. Setelah mengetahui identitas Efrita, Kepolisian mempertemukan Efrita dengan tersangka kasus narkoba itu, yakni Welly Kasisdi. Singkat cerita, saat dikonfirmasi perihal barang bukti berupa ATM tersebut kepada tersangka, Welly menyanggah bahwa kartu ATM milik Efrita merupakan ATM yang dipergunakan untuk transaksi narkoba. ATM yang dipakai Welly berwarna perak, sedangkan ATM yang ditunjukkan oleh Polisi tersebut (ATM Efrita) berwarna emas (gold). Bahkan Welly mengaku tidak mengenal sosok Efrita. Lantaran telah terjadi kekeliruan dalam penangkapan, akhirnya pihak Kepolisian Daerah Bengkulu meminta maaf kepada Efrita (Korban salah tangkap tersebut). Merasa dirugikan akibat kejadian itu, Efrita kini melayangkan gugatan kepada kantor BCA pusat (Tergugat I), BCA cabang Bengkulu (Tergugat II) dan 4 Kepolisian Daerah Bengkulu (Tergugat III) melalui gugatan dengan register perkara No. 716/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst yang resmi terdaftar sejak tanggal 20 Desember 2018 lalu. Berdasarkan posita gugatan, pengungkapan data nasabah oleh Bank BCA Bengkulu kepada pihak Kepolisian diketahui tanpa membawa izin tertulis dari Bank Indonesia, sehingga hal itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan. “Maka dipastikan telah terjadi perbuatan melawan hukum karena telah terjadi pengungkapan data nasabah secara ilegal yaitu menyangkut tentang kerahasiaan data nasabah bank,” tukas Kuasa Hukum Penggugat, Rinto Wardanadalam gugatannya. Lantaran Efrita bukan merupakan tersangka ataupun terdakwa dalam suatu peristiwa tindak pidana, kata Rinto, maka pengungkapan identitas Efrita oleh Bank BCA tidak sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000. Dalam Pasal 6 Ayat (1) PBI a quo, Rinto menyebut pengungkapan rahasia nasabah hanya dapat dilakukan apabila seseorang telah dinyatakan sebagai tersangka atau sudah menjadi terdakwa dalam suatu perkara Pasal 6 Ayat (1): “Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank” Terlebih, akibat kejadian yang dialaminya, Efrita disebut mengalami sakit secara psikis hingga sempat harus menjalani istirahat total. Di samping itu, lantaran dibukanya data pribadi Efrita oleh Tergugat II telah mengakibatkan terlukainya rasa keadilan penggugat dan mengakibatkan penggugat menderita kerugian immaterial karena tidak mendapatkan jaminan dari pihak Bank atas perlindungan data pribadi yang seharusnya sudah menjadi kewajiban Tergugat II. 5 Atas hal ini, penggugat menuntut ganti kerugian immaterial kepada Tergugat I dan Tergugat II sebesar Rp 8 miliar (delapan miliar rupiah). Adapun kerugian Immateriil lain yang dirasakan Penggugat akibat tindakan pihak Kepolisian, disebut Rinto juga menyisakan rasa ketakutan di dalam diri penggugat ketika melihat seragam ataupun kantor instansi Kepolisian Bengkulu. Sehingga, Penggugat juga menuntut ganti kerugian Immateriil senilai Rp 200 miliar (dua ratus miliar rupiah). 3. Analisis Kasus Berkaitan dengan kasus yang telah di beritakan di atas maka yang perlu kita ketahui adalah pijakan dasar kenapa harus ada asas kerahasiaan bank, yang kemudian di atur dalam UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan. Dari uu tersebut menyebutkan bahwa hubumgan antara bank dan nasabahnya terdapat asas-asas yang harus tetap di jaga baik antara nasabah dengan bank maupun sebaliknya. Dan bagaimana seharusnya asas tersebut bisa di langgar. Dan bagaimana pula asas tersebut dilanggar oleh pihak bank apakah bisa di gugat dan di denda ataupun ganti kerugian. Maka dalam hal ini dari kasus tersebut saya akan mencoba untuk menganalisisnya. Menurut saya UU no 10 tahun 1998 itu telah mengatur relasi antara bank dan nasabah yang dengan begitu kegiatan perbankan harus sesuai dengan apa yag telah d tentukan dalam UU Perbankan tersebut. Selain itu terdapat peraturan lain yang mengatur tentang hal ini yaitu pada Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 yang pada khususnya yaitu terdapat pada pasal 6 ayat 1 yang telah di tuliskan di atas Gambaran yang dapat saya ambil dari kasus di atas adalah kesalahan penyelidikan yang di lakukan oleh pihak kepolisisan. Di mana kepolisian menahan korban salah penangkapan yaitu efrita tanpa adanya surat penangkapan dan penahanan, serta tanpa keikutsertaan RT/RW. Selain itu, Kepolisian bengkulu membuka seluruh informasi nasabah ketika si korban salah tangkap belum berstatus tersangka ataupun terdakwa. Hal ini melanggar Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian 6 Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Terkhusus pada pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank”. Maka dalam hal ini pihak kepolisian melanggar prosedur yang telah di tentukan oleh Bank Indonesia. Selain itu pihak Bank yaitu Bank BCA cabang Bengkulu juga melanggar pasal 6 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Karena pihak bank BCA cabang Bengkulu yang membuka rahasia nasabah tanpa izin dari Bank Indonesia. Serta telah di tentukan pula aturan mengenai Bank wajib menjaga rahasia nasabah yaitu pada Pasal 1 angka 28 UU no 10 tahun 1998 yang berbunyi “Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dan pada Pasal 40 ayat 1 di pertegas lagi “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A”. Dari sini kita telah analisis sebenarnya para pihak penegak hukum yaitu kepolisian dalam menjalankan kinerjanya di batasi oleh rambu-rambu yang telah di sebutkan di atas. Selain itu juga Bank tidak boleh sewenang-wenangnya melakukan pembukaan rahasia bank tanpa izin dari kepala bank indonesia sebagaimana yang telah di cantumkan pada pasal 6 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000. 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari apa yang saya pahami dan saya analisis, bahwasannya hukum di buat untuk memberikan batasan terhadap aktivitas-aktivitas kehidupan. Dalam hal ini ketika di relasikan dengan kasus di atas maka kita akan tahu bahwasanya kepolisian dan pihak bank dalam menjalankan aktivitas dan kinerjannya telah melanggar prosedur-prosedur yang telah di buat oleh pemerintah. Maka dalam hal ini maka patutlah pihak kepolisian dan Bank menerima sanksi baik itu berupa ganti kerugian maupun yang lainnya. B. Saran Hukum dibuat untuk di tegakkan, maka sebaiknya pula para penegak hukum ikut menegakkan bukan melanggar prosedur yang telah di tetapkan. Begitu pula dengan bank, dalam melakukan kegiatan tidak sewenang-wenang begitu saja akan tetapi harus ikut memenuhi prosedur yang telah di tetapkan oleh Negara/Pemerintah. 8 DAFTAR PUSTAKA https//hukumonline.com Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan 9