Uploaded by lestarilowingsky

BAB II CKB

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dariotak
disertai/tanpa
perdarahan
intestinal
dalam
substansi
otak,
tanpa
diikutiterputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011). Cedera kepala
adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsungmaupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupundegeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yangdapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkankerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baiktrauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karenarobekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemorogik,serta edema serebral disekitar jaringan otak
(Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
B. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak,efek dari
kekuatan/energi
yang
diteruskan
ke
otak
dan
efek
percepatan
dan perlambatan (akselerasi deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan
oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.
Menurut (Ginsberg, 2007) penyebab dari Cedera kepala adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom
8. Benturan langsung pada kepala
9. Kecelakaan industri.
Menurut NANDA NIC-NOC (2013), etiologi dari cedera kepala adalah :
a. Cedera Akselerasi
Terjadi jika obejek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misalnya : alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala)
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
episode kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dan
ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul di bagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Kepalaa
a. Kulit kapala
Pada
bagian
ini
tidak
terdapat
banyak
pembuluh
darah.
Bila
robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang
dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena
emiseriadan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala
sampaidalam
tengkorak
(intracranial)
trauma
dapat
menyebabkan
abrasi,kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasartengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang 7 tengkorak
disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentukgaris (liners) yang
bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam)atau impresi. Fraktur
tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup(dua tidak rusak). Tulang
kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam(labula interna) yang mengandung alur-
alur artesia meningia anterior,indra dan prosterion. Perdarahan pada arteriaarteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak
dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler)
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel
pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural
yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat
menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri
dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunya
sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada
trauma kepala.
3) Diameter
adalah
membran
halus
yang
sangat
kaya
dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan
membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani
sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisimedial homisfer otak.
Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia.
Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada
setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang
subarachnoid,ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu.
Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal pada kedalam system
vena.
4) Otak
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otakyang
dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia
luar(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan
otak keluardari hidung / telinga), merupakan keadaan yang
berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.Otak dapat
mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan
peninggian
tekanan
dalam
rongga
tengkorak
(peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5) Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak,volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam
tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pa
da posisi pasien
dan berkisar ±
15 mmHg.
Ruang
cranial yang
kalau berisi jaringanotak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral
(75 ml), terhadap 2tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan
dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan :
Karena keterbatasanruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah 1dari komponen ini menyebabkan perubahan
pada volume darah cerebraltanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukuptinggi, menyebabkan turunnya batang ptak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
D. KLASIFIKASI
1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger
otak ringan dengan cedera serebral yang luas.
2. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera
kepala
berdasarkan
beratnya
cedera, menurut (Mansjoer,
2009) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan
dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1)
Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2)
Tidak ada kehilangan kesadaran
3)
Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4)
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5)
Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1)
Penurunan kesadaran sacara progresif
2)
Tanda neorologis fokal
3)
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000).
3. Menurut patologis :
a. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut,
yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat
bersifat (fokal) local maupun difus.
- Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian
tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relatif tidak terganggu.
- Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi
menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
b. Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi
setelah terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa
yang terjadi pada kerusakan primer (Mansjoer, 2009).
4. Berdasarkan
mekanismenya
cedera kepala dikelompokkan menjadi dua
yaitu
a.
Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan
decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam
rongga kranial
dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
5. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang
tengkorak yang meliputi
a.
Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap
tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar,
maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
b.
Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1)
Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang
kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja
pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang
kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.
2)
Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering
terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
3)
Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4)
Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.
Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau
laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap
bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk
dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5)
Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
berdasarkan
letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior,
fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada
perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter
daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan
durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan
daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan
kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya
infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon
eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s
sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat
menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah
gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis)
dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur
basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang
mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan
yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang
hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli
THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan
tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
5. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi.
1)
Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu
ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan durameter.
Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya
interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit
neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil
itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
muntah, kejang dan hemiparesis.
2)
Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat
robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih
buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3)
Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang
subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom
kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit.
Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga
akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade.
Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan
membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan
luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti
dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga
terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga
terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi
permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar
membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural
bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH
kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu
dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik
dan kejang.
4)
Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan
konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh
darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma
yang dialami.
5)
Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma
dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan
subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan
pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang
luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.
E. Manifestasi Klinis
1. Berdasarkan anatomis
a. Gegar otak (comutio selebri)
1) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
2) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
3) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
4) Kadang amnesia retrogard
b. Edema Cerebri
1) Pingsan lebih dari 10 menit
2) Tidak ada kerusakan jaringan otak
3) Nyeri kepala, vertigo, muntah
c. Memar Otak (kontusio Cerebri)
1) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
2) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
3) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
4) Penekanan batang otak
5) Penurunan kesadaran
6) Edema jaringan otak
7) Defisit neurologis
8) Herniasi
d. Laserasi
1) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit
s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit
neurologis (tanda hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
2) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai
dengan berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
3) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
2. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a. Cidera kepala Ringan (CKR)
1) GCS 13-15
2) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
b. Cidera Kepala Sedang (CKS)
1) GCS 9-12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cidera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
3) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
F. Patofisiologi Cedera Kepala
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,misalnya
kerusakan
pada
parenkim
otak,
darah, perdarahan, edema dan gangguan
kerusakan
pembuluh
biokimia otak seperti penurunan
adenosistripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera
kepala dapatterbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera
kepalasekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik
yangterjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampakkerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat
daricedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia
dan perdarahan.
Perdarahan
cerebral
menimbulkan
hematoma
misalnya
pada
epiduralhematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan
durameter,subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara
durameterdengan
subaraknoid
dan
intra
cerebral, hematoma
adalah
berkumpulnya darahdidalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadikarena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika
terjadi autoregulasimenimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada
iskemia jaringanotak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan
akibat
langsung
trauma,
antara
lain
fraktur
tulang
tengkorak,robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak
(termasukrobeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan
lanjutan
oleh
karena
cedera
primer
yang
ada
berlanjutmelampaui batas kompensasi ruang tengkorak.Hukum Monroe
Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup danvolumenya tetap.
Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,liquor, dan
parenkim
otak.
akanmengakibatkan
Kemampuan
kenaikan
kompensasi
TIK
yang
yang
progresif
terlampaui
dan
terjadi
penurunanTekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat
seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :CPP = MAP - ICPCPP :
Cerebral Perfusion PressureMAP : Mean Arterial PressureICP : Intra
Cranial Pressure Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan
iskemia otak.Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan
seluler yangmakin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan
ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan
jaringan
(otak)
menyebabkan
pelepasan
berlebih
sejenis Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Ac
id a.l.glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl DAspartat)dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca
influks berlebihan yang
menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym
degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu
Ca
influks
yang
mengakitvasi
enzym
degradatif
akan
menyebabkankerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB
breakdown)melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai
prekusor
yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas d
anrepair
membran
tersebut).
Melalui
rusaknya
fosfolipid
akan
meyebabkanterbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal
bebas yang berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound
apoptotic bodies terjadi kondensasi
kromatin dan
plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut
(shrinkage).
G. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi
kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan
tengkorak
untuk
membesar
meskipun
peningkatan
volume
oleh
pembengkakan otak diakibatkan trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post
traumatic atau epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
5) Perdarahan intra cranial2.
6) Kejang
7) Parese saraf cranial
8) Meningitis atau abses otak
9) Edema cerebri
10) Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
11) Kebocoran cairan serobospinal
H. Penatalaksanaan Cedera Kepala
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan
benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas
Bersihkan
jalan
nafas
dari
debris
dan
muntahan;lepaskan
gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial
mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui
masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada
berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi
untuk menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak
terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan
Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien
harus diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi
Otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan
menekan
arterinya.
Perhatikan
adanya
cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG. Pasang jalur intravena yg besar. Berikan larutan koloid
sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang
Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mulamula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi
2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB ( Mansjoer, 2009).
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktorsistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringanotak.
(Tunner,
2000)
Pengatasan
nyeri
yang
adekuat
juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000)Penatalaksanaan
umum adalah:
1.Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2.Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3.Berikan oksigenasi
4.Awasi tekanan darah
5.Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6.Atasi shock
7.Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Pemantauan TIK dengan ketat
1. Oksigenisasi adekuat
2. Pemberian manitol
3. Penggunaan steroid
4. Peningkatan kepala tempat tidur
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2009).
I.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan
Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan otak
akibat oedema, perdarahan, trauma.
3. EEG (Electro Encephalografi)
Memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang patologis
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya daerah infark, hemoragik.
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
6. Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG)
Untuk menentukan apakah penderita trauma kepala sudah pulih daya
ingatnya.
7. Pemeriksaan pungsi lumbal
Untuk mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid
J.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA
KEPALA
A. PENGKAJIAN
1. Umum
a. Airway
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi
untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
b. Breathing
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi
oksigen
c. Circulation
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill,
sianosis pada kuku, bibir).
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek
terhadap cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output
d. Pemeriksaan 6B :
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing.
Napas
berbunyi,
stridor,
ronkhi,
wheezing
(
kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi
rangsangan
parasimpatik
ke
jantung
yang
akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia,
takikardia
yang
diselingi
dengan
bradikardia,
disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku
dan memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi
dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otototot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat
pula terjadi penurunan tonus otot.
2. Khusus
a. Konservatif
Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian steroid
b. Operatif
Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial
Yang ditandai dengan sakit kepala hebat, muntah proyektil dan
papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
3. Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan,
cedera (tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi
dengan bradikardi, disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling, baal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan,
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt:
pengecapan,
penciuman dan
pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek
tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese,
quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi
sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi
positif (kemungkinan karena respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda
battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang ulang, disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh
2.
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan
untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral
3.
Hambatan mobilitas fisik
b.d kerusakan persepsi/ kognitif, terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring , immobilisasi
4.
Kerusakan memori
5.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
6.
Resiko kekurangan volume cairan
7.
Resiko infeksi
8.
Intoleransi aktivitas
9.
Nyeri akut
10. Resiko cidera b.d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerakann
involunter dan kejang
11. Ansietas
Download