Uploaded by thaliaruli

etika bisnis internasional

advertisement
MAKALAH BISNIS INTERNASIONAL
ETIKA BISNIS INTERNASIONAL
OLEH :
THALIA RULI PUTRI RAMADANI DJAYA (A021171309)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ssecara umum bisnis dapat didefinisikan sebagai satu prinsip standar atau moril diterapkan
pada satu organisasi bisnis. Untuk berkelakuan pada satu secara etis dan secara sosial cara
bertanggung-jawab harus menjadi tanda dari tiap-tiap perilakunya businessperson,
domestik atau internasional. Masalah utama bangun dari pertanyaan moral dari apa benar
dan atau menyesuaikan bersikap itu beberapa dilema untuk pemasar domestik. Masalah
dari etika bisnis adalah infinitely lebih rumit pada bisnis internasional karena pertimbangan
menghargai perbedaan secara luas antara cultural group berbeda. Apa itu bisa diterima di
negara sesuatu dengan sepenuhnya yang tidak dapat diterima pada negara lain
Kegiatan bisnis yang meningkat di dunia modern ini, telah menimbulkan tantangan baru,
yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan menjadi dasar kehidupan bisnis
yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia. Dalam kegiatan bisnis internasional,
perusahaan akan mampu bertahan apabila mampu bersaing. Untuk dapat bersaing tentunya
harus memiliki daya saing, yang di antaranya dihasilkan dari produktivitas dan efisiensi.
Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha atau berbisnis, karena praktik usaha yang tidak
etis dapat menimbulkan kegagalan pasar, mengurangi produktivitas dan meningkatkan
ketidakefisienan
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang di maksud dengan etika bisnis ?
2.
Masalah-masalah apa saja yang timbul didalam Etika bisnis Internasional ?
3.
Bagimana cara mengatasi kesenjangan-kesenjangannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Berulang kali dapat kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi ekonomi:
kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara tercantum
dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang surutnya
pasar ekonomis. Gejala globalisasi ekonomi ini bisa berakibat positif maupun negatif. Disatu
pihak globalisasi dapat meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara
bangsa-bangsa dan dengan demikian melanjutkan tradisi perdagangan internasional sejak
dulu. Di lain pihak, gejala yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi dan
permusuhan, kerna mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang, melihat
kepentingan-kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis
yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diber perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini akan dibaha
beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional.
B.
NORMA-NORMA MORAL YANG UMUM PADA TARAF INTERNASIONAL
Richard De George menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang harus kita lakukan jika di
bidang bisnis norma-norma moral di negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita
anut, yaitu:
1.
Menyesuaikan diri
Seperti peribahasa Indonesia: “Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung”. Maksudnya
adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain bisnis harus menyesuaikan diri
dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu. Diterapkan di bidang moral, pandangan ini
mengandung relativisme ekstrem.
2.
Rigorisme moral
Yang di maksud dengan rigorisme moral adalah mempertahankan kemurnian etika yang
sama seperti di negeri sendiri. De George mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri
hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak
boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Kebenaran yang
dapat ditemukan dalam pandangan rigorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten
dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu
tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat lain.
3.
Imoralisme naif
Menurut pandangan ini, dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada normanorma etika. Memang kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum tetapi selain itu,
kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan
etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu.
Perusahaan-perusahaan lain yang tidak begitu scrupulous dengan etika akan menduduki
posisi yang lebih menguntungkan. Sebagai argumen untuk mendukung sikap itu sering
dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal itu”.
c.
ASPEK-ASPEK ETIS DARI KORPORASI MULTINASIONAL
Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai
investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang mempunyai
hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi
multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk
di dalamnya. Kita semua mengenal KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, AT & T,
General Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan
di seluruh dunia dan menguasai nasib jutaan orang.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena beroperasi di
berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi,
KMN menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada masalahmasalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-negara
berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya, mereka
tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak atau melemahkan suatu industri dalam
negeri. Beberapa negara berkembang hanya mengijinkan KMN membuka suatu usaha di
wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga
negara setempat.
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih
mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak
dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan tiga aturan
terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti pabrik kimia atau
instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
1.
Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian
langsung.
2.
Korporasi Multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara di mana mereka beroperasi.
3.
Dengan kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi konstribusi
kepada pembangunan negara di mana ia beroperasi.
4.
Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
5.
Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya, bukan
menentangnya.
6.
Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.
7.
Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.
8.
Jdhsa
9.
Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia
wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10.
Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang,
Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa,
sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman.
D.
MASALAH KORUPSI PADA TARAF INTERNASIONAL
Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perhatian
yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama diarahkan
kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan moral besar
bagi bisnis internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak
mungkin diterima di negara lain. Berdasarkan pemikiran De George, terdapat empat alasan
mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral.
§ Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etika
pasar. Kalau kita terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi pasar,
dengan sendirinya kita mengikat diri untuk berpegang pada aturan-aturan mainnya. Pasar
ekonomi merupakan kancah kompetisi yang terbuka. Hal itu mengakibatkan antara lain
bahwa harga produk merupakan buah hasil dari pertarungan daya-daya pasar. Dengan
praktek suap, daya-daya pasar dilumpuhkan dan para pesaing mempunyai produk sama baik
dengan harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses
penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya berlaku kurang
fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh praktek suap adalah pasar yang
tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar tidak berfungsi seperti semestinya.
§ Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan juga. Dalam
sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat imbalan.
§ Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan dalam
keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas seorang penerbit
mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang suap. Pembagian barang
langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh
orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak
kebagian. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan tidak
etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau
instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan uang suap itu seperti mestinya. Secara
tidak langsung, orang yang terlibat dalam kasus suap akan terlibat dalam perbuatan kurang
etis lainnya karena terpaksa terus-menerus harus menyembunyikan keterlibatannya.
E. PERMASALAHAN ETIKA BISNIS DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau
salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional. Penilaian terhadap
suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau buruk dan benar atau salah seringkali
berbeda di antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di dalam suatu negarapun
penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam budaya dari masyarakatnya. Di
samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga sering dipengaruhi oleh sistem
perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara, disamping kepercayaan dan agama
yang ada di masyarakat.
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis internasional. Dalam
bidang produksi, misalnya muncul permasalahan etika terkait perusahaan dengan
lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial, penggunaan binatang untuk uji
coba obat-obatan baru, cara transportasi ternak, dan diketemukannya teknologi baru
seperti produk transgenik atau genetically modified product dan cloning. Dalam bidang
pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait pelaksanaan promosi (seperti
adanya unsur sex dalam advertising), pemasaran langsung di sekolah, dan advertising yang
menyesatkan dengan tidak memberikan informasi produk yang sebenarnya. Dalam bidang
keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang sangat besar terhadap CEO
perusahaan sebagai excutive compensation, dan pembuatan laporan keuangan yang tidak
benar. Dalam bidang HAKI (hak atas kekayaan intelektual), misalnya terkait pembajakan,
pemalsuan merk, dan business intelligence. Dalam tenaga kerja, misalnya terkait pemberian
upah buruh yang sangat rendah untuk memproduksi barang yang relatif mahal harganya,
serta diskriminasi gender, suku dan agama dalam pekerjaan.
Dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi informasi,
komunikasi dan produksi, maka di masa-masa yang akan datang dapat muncul
permasalahan baru terkait etika dengan munculnya teknik, metode atau cara baru di bidang
bisnis. Misalnya dalam bidang proses produksi, pemasaran dan keuangan.
Prinsip Etika Bisnis
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama yang besar, pada
umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di dalam perusahaannya. Kode etik
internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-Table Principles for
Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh eksekutif puncak dari berbagai perusahaan
multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-Geigy,
Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika,
yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi
kesejahteraan umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia) yang mengacu
pada kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak semata-mata sebagai
sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau bahkan untuk melaksanakan
kehendak mayoritas.
Kode etik ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu mukadimah, prinsip-prinsip umum, dan
prinsip-prinsip stakeholder. Prinsip-prinsip umum dari ”The Caux Round-Table Principles for
Business” adalah sebagai berikut.
Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang
diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan harga wajar
yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu, sebuah organisasi bisnis
haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya, namun kelangsungan
hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.
Bisnis memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan, karyawan dan
pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para pemasok dan
pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis menghormati kewajiban-kewajiban
mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan. Sebagai warga yang bertanggung jawab
dari komunitas lokal, nasional, regional dan global dimana mereka beroperasi, organisasiorganisasi bisnis ikut serta dalam menentukan masa depan komunitas-komunitas itu.
Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis : Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas
Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun, memproduksi
atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan sosial negara-negara itu
dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan membantu meningkatkan daya beli
warga negara setempat. Organisasi-organisasi bisnis harus juga menyumbang pada hak-hak
azasi manusia, pendidikan, kesejahteraan dan vitalisasi negara-negara tempat mereka
beroperasi.
Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan sosial
tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi komunitas dunia
pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif dan bijaksana,
kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di bidang teknologi, metodemetode produksi, pemasaran dan komunikasi.
Prinsip 3. Perilaku Bisnis : Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling Percaya
Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi bisnis
haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap memegang teguh
janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas dan stabilitas bisnis sendiri,
tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-transaksi bisnis, khususnya pada tingkat
internasional.
Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan yang lebih
bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang dan adil bagi seluruh
partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati aturan-aturan internasional dan
domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari bahwa perilaku-perilaku tertentu,
biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak
diinginkan.
Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral
Organisasi-organisasi bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral dari
GATT/WTO serta kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib bekerja
sama dalam upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang progresif dan
sesuai dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian domestik yang
secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap menghormati tujuantujuan kebijaksanaan nasional.
Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam
Bisnis wajib melindungi dan, dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam, mendukung
pembangunan yang berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan sumber-sumber
daya alam.
Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis
Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap penyuapan,
pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup lainnya, bahkan bisnis
wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk membasmi praktek-praktek
itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata atau barang-barang lain yang
diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris, perdagangan obat bius, atau kejahatan
terorganisasi lainnya.
Kode Etik Perusahaan
Di negara yang kegiatan bisnisnya sudah maju, seperti di Amerika Serikat dan Eropa,
sebagian besar perusahaan besar sudah mengembangkan kode etik perusahaannya masingmasing. Kode etik itu antara lain menjelaskan harapan perusahaan agar karyawan mampu
mengenali masalah-masalah etis terkait kebijakan perusahaan, dan harapan menyangkut
perilaku karyawan dalam situasi tertentu.
Sebagai contoh, di dalam pedoman Etika Bisnis dari perusahaan Ericsson, dimuat tata tertib
mengenai tanggung jawab individu, serta tanggung jawab terhadap karyawan, pelanggan,
pemasok, pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk :

mematuhi undang-undang, tata tertib dan peraturan;

melindungi informasi rahasia perusahaan dan informasi para pelanggan
serta vendorperusahaan;

perlindungan dan penggunaan aset perusahaan yang layak;

memperlakukan karyawan dengan hormat dan melindungi hak azasi manusia;

menangani konflik kepentingan;

mendukung pengungkapan secara lengkap, adil, akurat, tepat waktu dan dapat
dipahami dalam laporan keuangan dan komunikasi publik lainnya;

melindungi lingkungan; dan

mendukung pelaporan tentang setiap perilaku yang melanggar hukum atau yang
tidak etis.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility = CSR)
Salah satu konsep terkait dengan etika bisnis adalah Corporate Social Responsibility (CSR)
atau tanggung jawab sosial perusahaan. CSR merupakan suatu konsep mengenai tanggung
jawab perusahaan untuk turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan
perusahaan, termasuk turut menjaga dan meningkatkan kondisi lingkungan hidup. World
Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen
berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ekonomi masyarakat setempat maupun masyarakat luas, bersamaan
dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya.
Pertimbangan dasar konsep CSR adalah kenyataan bahwa suatu perusahaan banyak
memperoleh manfaat dari masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar perusahaan,
termasuk masyarakat sebagai konsumen yang menyebabkan perusahaan memperoleh laba.
Oleh karena itu, merupakan kewajiban perusahaan untuk turut membantu
mensejahterakan masyarakat. Apabila kondisi masyarakat tidak sejahtera, hal ini akan
memberikan dampak negatif terhadap perusahaan, seperti masyarakat tidak mampu
membeli produk yang dihasilkan perusahaan, terjadinya pelanggaran hak cipta dengan
pembajakan atau peniruan produk dan lain-lain. Perusahaan juga harus memperhatikan
kondisi lingkungan masyarakat, seperti jangan sampai proses produksi menghasilkan limbah
sebagai hasil sampingan yang merugikan atau menurunkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Di dalam menjalankan bisnis, pimpinan dan karyawan perusahaan harus mampu menjaga
dan memelihara kesehatan dan keselamatan masyarakat serta turut meningkatkan
kesejahteran mereka, dan memelihara kondisi dan keamanan lingkungan. Tujuan itu
diantaranya dapat dicapai dengan cara turut menyediakan fasilitas dan memajukan
pendidikan masyarakat, menyediakan fasilitas dan memajukan kesehatan masyarakat,
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, memberikan informasi yang berguna bagi
masyarakat, membina lingkungan dan konservasi sumber daya alam, serta melakukan
praktek bisnis yang beretika.
Jadi secara umum, penerapan tanggung jawab sosial suatu perusahaan ditujukan kepada :
(a) stakeholders (pemangku kepentingan) perusahaan, khususnya pemilik modal, karyawan,
dan konsumen;
(b) lingkungan hidup di sekitar kegiatan operasi perusahaan; dan
(c) kesejahteraan sosial umum.
Permasalahan dalam penerapan CSR bagi suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis
internasional muncul dari luar perusahaan dan dari dalam perusahaan itu sendiri. Dari luar
perusahaan, permasalahan yang muncul terutama diakibatkan oleh perbedaan kondisi di
antara negara-negara dimana perusahaan melakukan kegiatannya. Kondisi ini meliputi
antara lain bagaimana peraturan terkait CSR dan lingkungan yang ada di negara tersebut,
peran pemerintah dan kondisi kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini seringkali
menimbulkan pendekatan yang berbeda antara satu negara dengan negara lain dalam
penerapan SCR.
Dari dalam perusahaan, permasalahan muncul terutama diakibatkan dari sikap pandang
atau pendekatan perusahaan terhadap CSR. Secara umum, terdapat tiga sikap pandang
perusahaan, yaitu sikap pandang menghalangi, bertahan, dan proaktif. Perusahaan yang
mengambil sikap pandang menghalangi, biasanya melakukan sesedikit mungkin upaya untuk
mengatasi masalah sosial atau lingkungan. Perusahaan yang mengambil sikap pandang
bertahan akan melakukan segala sesuatu tidak lebih dari yang dipersyaratkan secara hukum.
Sedangkan perusahaan yang mengambil sikap pandang proaktif secara sungguh-sungguh
mendukung CSR dan secara proaktif membantu lingkungan dan masyarakat di sekitar
perusahaan. Permasalahan mungkin saja timbul apabila perusahaan menerapkan cara
pandang pertama dan kedua.
Permasalahan lainnya yang dapat muncul dalam penerapan CSR adalah terkait dengan biaya
yang harus disediakan perusahaan untuk melaksanakan program ini, yang seringkali menjadi
sangat besar. Misalnya biaya sosial yang harus dikeluarkan perusahaan dalam upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan operasional perusahaan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Etika yaitu suatu kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut suatu masyarakat dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara umum etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang diterapkan di dalam lembaga
atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar) atau tidak dapat diterima
(salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis. Sedangkan, etika bisnis internasional
terkait dengan standar moral yang diterapkan di dalam kegiatan bisnis internasional.
Download