Uploaded by User23855

BPH

advertisement
PEMBESARAN PROSTAT JINAK/ BENIGN PROSTATIC
HYPERLASIA (BPH)
I. DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia meupakan diagnosis secara histologi yang
menunjukkan terjadinya proliferasi dari sel-sel pada prostat. Pada BPH terjadi
peningkatan proliferasi pada epitel di periuretra dan zona transisi. Hal terebut
menyebabkan ukuran prostat bertambah, sehingga menekan uretra yang menyebabkan
terjadinya gangguan aliran keluar urine dari buli-buli.
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra parsprostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni:
hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan
aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.
II. ANAMNESIS
 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan
beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome).
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
1. Gejala iritatif (storage), terdiri dari : (key: FUN)
- Frekuensi : sering BAK >8 kali/ 24 jam
- Urgensi : keinginan BAK yang mendesak/ tergesa – gesa untuk buang air
kecil.
- Nokturia : terbangun di malam hari untuk BAK (lebih dari 1 kali)
- Disuria : nyeri saat buang air keciil.
2. Gejala obstruksi (Voiding), antara lain : (key: HI POS)
- Hesitansi : menunggu lama pada awal BAK.
- Intermitensi : BAK terputus – putus.
- Pancaran miksi melemah (Power : weak stream)
- Straining : harus mengedan saat BAK.
- Retensi urin
- Inkontinensia karena overflow
Post micturition (key:RT)
- Miksi tidak puas (Incomplete emptying : residual volume >100ml)
- Menetes setelah miksi (Terminal dribbling)
 Keluhan pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi, antara lain : nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
 Gejala di luar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International Prostatic Symptom
Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu sebagai
berikut :
- Ringan : skor 0- 7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Urologis :
- Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli penuh.
- Palpasi : buli-buli yang penuh dapat teraba sebagai massa kistik si daerah
supra simpisis akibat retensi urin.
 Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan
pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani,
pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau
perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi,
cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
- Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan
nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba
nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
- Pada saat DRE diperhatikan pula tonus sfincter ani dan refleks
bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks
di daerah sakral.
IV. KRITERIA DIAGNOSIS
 Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif.
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, kedua
lbus simetris, tidak dodapatkan nodul. (Evaluasi besarnya prostat, konsistensi,
cekungan tengah, keimetrisan, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul).
V. DIAGNOSIS BANDING
 Diagnosis banding pada pasien dengan keluhan obstruksi, antara lain :
- striktur uretra,
- kontraktur leher vesika,
- batu buli – buli kecil,
- kanker prostat
- kelemahan destrusor (misal pada penderita asma kronik yag menggunakan obat
parasimpatolitik).
 Sedangkan pada pasien dengan keluhan iritatif, diagnosis bandingnya antara lain :
- instabilitas destrusor,
- karsinoma in situ vesika,
- infeksi saluran kemih,
- prostatitis,
- batu ureter distal
- batu vesika kecil.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah lengkap, elektrolit.
 Urinalisis : urin rutin dan kultur urin.
- Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih (leukosituria dan hematuria).
- Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis
menyebabkan infeksi dan urolithiasis.
- Pemeriksaan kultur urin dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi saluran
kemih, berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
- Pemeriksaan sitology urin dilakukan bila adanya kecurigaan karsinoma buli –
buli.
 Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, Creatinin serum)
 Pemeriksaan penanda tumor prostat (PSA/ Postate Specific Antigen)
- Perlu dilakukan penanda tumor prostat, jika dicurigai adanya keganasan/
karsinoma prostat.
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik. Serum
PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam
hal ini jika kadar PSA tinggi, berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih
cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih
mudah terjadinya retensi urine akut. . Pertumbuhan volume kelenjar prostat
dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA, dikatakan bahwa makin tinggi
kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat.
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah :
-40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
-50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
-60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
-70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Nilai PSA normal di negara – neara yang memiliki prevalensi kanker postat
tinggi adalah di bawah 4 ng/ml. Nilai PSA 4-0 ng/ml dianggap sebagai daerah
kelabu (gray area), perlu dilakukan penghitungan PSA Density (PSAD), yaitu
serum PSA dibagi dengan volume prostat. Apabila nilai PSAD 0,15, perlu
dilakukan biopsy prostat. Nilai PSA 10 ng/ml dianjurkan untuk dilakukan
biopi prostat.
2. Pencitraan
- Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin, yang merupakan tanda retensi urin.
- Pemeriksaan USG prostat secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan
untuk mengetahui besar, bentuk dan volume prostat , adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada bulibuli.
- Pemeriksaan USG secara Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat
mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH
yang lama.
Cat : Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan
besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak
direkomendasikan. Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya
striktura uretra.
3. Pemeriksaan lain
- Catatan harian miksi (voiding diaries).
Voiding diaries dilakukan unuk menilai fungsi traktus urinarius. Dilakukan
pencatatan waktu(kapan) dan jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan
dan jumlah urine yang dikemihkan. Pencatatan sebaiknya dikerjakan 7 hari
berturut – turut, namun pencatatan 3-4 hari sudah cukup untuk menilai
overaktivitas destrusor.
Dari hal ini dapat diketahui apakah pasien menderita nokturia idiopatik,
instabilitas destrusor akibat obstruksi infra- vesika, atau karena polyuria akibat
asupan cairan yang berlebih.
Pengukuran Residual Urine (post voiding residual urine/ PVR) dilakukan untuk
dapat memperkirakan derajat obstruksi prostat. Residual urine adalah sisa urin
yang tertinggal di dalam buli – buli setelah miksi. Pemeriksaan residual urine
dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-kan pengukuran langsung
sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non
invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan.
Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini bertujuan unuk mendeteksi gejala obstruksi pada
saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dengan uroflometri dapat diukur
: 1. Pancaran urin maksimal (Maksimal flowrate-Qmax), 2. Pancaran rata – rata
(Qwave), 3. Waktu yang doided volume).ikuar (velbutuhkan hingga mencapai
pancaran maksimum, 4. Lama pancaran, 5. Volume uin yang dikeluarkan.
Indikasi dilakukannya Biopsi pada prostat adalah:
1.PSAD(prostat spesific antigen density > 0.15
2.PSA> 10 (4-6 adalah area abu abu, maka itu dicek psad)
3.Pada RT ditemukan prostat asimetris dan irreguler
4.Pada hasil USG ditemukan lesi hipo atau hiperechoic)
VII. TERAPI
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi
yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun
kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.
Pilihan terapi BPH, antara lain: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2)
medikamentosa, dan (3) terapi intervensi (Tabel 1). Di Indonesia, tindakan Transurethral
Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien
BPH.
Tabel 1. Pilihan Terapi pada BPH
Observasi Medikamentosa
Terapi Intervensi
Pembedahan
Watchful
waiting
- Antagonis
adrenergik-α
- Inhibitor
reduktase-5α
Invasif
Minimal
Endourologi:
TUMT
- TURP
HIFU
- TUIP
Stent uretra
- TULP
TUNA
Elektrovaporisasi
ILC
- Fitoterapi
1. Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun, tetapi
perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi
ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan
yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan
watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien
dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax
< 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat >30 gram tentunya tidak banyak
memberikan respon terhadap watchful waiting.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obatobat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan
asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa
tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine,
maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
Dengan skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi.
Jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi
lain.
Tujuan terapi medikamentosa adalah :
a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik.
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik.
Jenis obat yang digunakan adalah :
1. Antagonis adrenergik reseptor α, dapat berupa
- preparat non selektif: fenoksibenzamin
- preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
- preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin.
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride.
3. Fitofarmaka
3.Terapi intervensi
Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat
atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Yang termasuk ablasi jaringan
prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi.
Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation,
TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.
Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih
merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.
Indikasi operasi pada pasien BPH
a. Indikasi absolut
1.Hematuri berulang
2.Gagal medikamentosa
3.Penurunan fungsi ginjal(ur/cr)
4.Vesicolithiasis
5.ISK berulang
6.Retensi kronis
7.Retensi berulang
8.Divertikel buli
Note: Gagal medikamentosa adalah TIDAK adanya perbaikan skor IPSS (subjektif)
atau nilai uroflowmetri(objektif) setelah penggunaan pengobatan medikamentosa
pada pasien BPH, sedangkan retensi berulang adalah terjadinya retensi ke 2 setelah
retensi pertama kali lalu dilakukan pemasangan kateter urine disertai pemberian alfa
blocker, lalu retensi pada saat TWOC(trial without catheter/pelepasan FC)
b. Indikasi relatif
1.Keinginan pasien
2.Faktor pekerjaan
3.Ada kelainan di luar bidang urologi sehubungan dengan BPH (hemoroid atau
hernia)
VIII. EDUKASI
Saran untuk perubahan gaya hidup;
- Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat
mengganggu(minimal 1.5liter).
- Kurangi kafein dan alkohol.
- Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile
squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan iritatif.
- Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung hingga
mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih.
- Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada
penilpropalamin, obat flu dsb).
- Uretral stripping dsb.
IX. KOMPLIKASI
 Ketidakmampuan berkemih secara tiba-tiba
 ISK
 Batu saluran kemih


Kerusakan pada ginjal
Hematuria
X. PROGNOSIS
Dubia. Mayoritas pasien dengan BPH memperlihatkan perubahan yang lebih baik dengan
terapi, sedangkan pasien yang menderita BPH dalam waktu lama dapat terjadi
komplikasi.
KEPUSTAKAAN
Panduan Pelayanan Medik SMF Urology
1. Tanagho EA, McAnnich JW.2008. Smith’s General Urology. San Fransisco:McGraw
Hill. 17th ed.348-54
2. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Parin AW, Peters CA. 2008. Campbell’s
Urology. Philadelphia: Saunders. (th ed.
3. Rodjani A. 2011. Slide Kuliah Modul Ginjl dan Cairan Tubuh 2010-2011: Diagnosisi
Pembesaran Prostat Jinak. FKUI: Jakarta.
4. Rodjani A. 2011. Slide Kuliah Modul Ginjal dan Cairan Tubuh 2010-2011: Benign
Prostate Hyperplasia: Pathophysiology, Diagnosis & Treatment. FKUI: Jakarta.
BATU SALURAN KEMIH (BSK)
I. DEFINISI
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan
ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu
ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.
BSK memiliki ukuran yang bervariasi. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak
menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih.
Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika
batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat
menyebabkan retensi urin. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus
renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter
terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa
nyeri kram yang hebat.
II. ANAMNESIS
 Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari
lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area
kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang
mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan
darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.
 Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung
berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.
 Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan
statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman
Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
 Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang
berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK.
 Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan
muntah.
PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan Tanda Vital (hiperteensi, febris, tanda syok)
 Pemeriksaan status urologi:
- Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli penuh.
- Palpasi : nyeri tekan dan atau nyeri ketok pada regio costo-vertebra angle,
terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis dan buli-buli yang
penuh akibat retensi urin.
- Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tandatanda gagal ginjal.
III. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif.
2. Pemeriksaan Fisik
- Nyeri tekan dan atau nyeri ketok costo-vertebra angle
- Terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis
- Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tandatanda gagal ginjal.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (Darah rutin, Urinalysis)
- Radiologis (BNO dan IVP)
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Infeksi saluran kemih,
- Tumor traktus urogenitalis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah lengkap (untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah
leukosit dalam darah) dan elektrolit.
 Urinalisis : urin rutin dan kultur urin.
- Dilakukan untuk mengetahui adanya hematuria dan bakteriuria, dengan
adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji
karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0,
sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih
dari 7,2.23
-
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih (leukosituria dan hematuria).
- Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis
menyebabkan infeksi dan urolithiasis.
- Pemeriksaan kultur urin dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi saluran
kemih, berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
- Pemeriksaan sitology urin dilakukan bila adanya kecurigaan karsinoma buli –
buli.
 Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, Creatinin serum)
2. Pencitraan
- Foto Polos abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat
menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi
batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan
jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
- Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
- Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien
yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah
kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak dapat membedakan
klasifikasi batu.
- Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran
dan lokasi batu.
VI. TERAPI
Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan
mengurangi obstruksi yang terjadi.30 Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa operasi,
dan pembedahan terbuka.3




Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis.3 Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas
air sehari.30
Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui
komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya.23
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) 3,18
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur
invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah :3
- PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi
ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
- Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
- Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada


di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
- Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia.
Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu
secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak
merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan
pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana
batu berada, yaitu : 30
 Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada
di dalam ginjal
 Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter
 Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di
vesica urinearia
 Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada
di uretra
Indikasi oprasi pada pasien dengan batu ureter, antara lain:
- Batu > 5 mm
- Obstruksi sedang / berat
- Batu di saluran kemih proksimal
- Infeksi berulang
- Selama pengamatan batu tidak dapat turun
VII. EDUKASI
 Saran untuk perubahan gaya hidup;
- Meningkatkan intake cairan(minimal 1.5liter).
- Kurangi diet tinggi oksalat seperti teh, kacang-kacangan, kedelai, dsb.
- Diet rendah purin dan rendah protein hewani.
- Menghindari duduk dalam waktu lama.
- Hindari kebiasaan menahan BAK.
VIII. KOMPLIKASI
 Komplikasi akut:
- Kematian
- Avulsi ureter
- Trauma organ pencernaan
- Sepsis
- Trauma vaskular
- Hidro atau pneumothorax

- Emboli paru
- Urinoma
- Perforasi ureter
- Hematom perirenal
- Ileus
- Steinstrasse
- Infeksi luka oprasi
- ISK
- Migrasi stent
Komplikasi kronis:
- Striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu
oleh reaksi inflamasi dari batu. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar
dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar
penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca oprasi.
IX. PROGNOSIS
 Dubia.
 Sekitar 80-85% batu keluar secara spontan. Sekitar 20% pasien membutuhkan
perawatan di rumah sakit oleh karena nyeri yang terus menerus, ketidakmampuan
untuk mempertahankan intake cairan enteral, ISK yang proksimal, atau
ketidakmampuan mengeluarkan batu.
 Kebanyakan morbiditas dan aspek yang berpotensial membahayakan dari penyakit
batu disebabkan adanya kombinasi dari obstruksi saluran kemih dan infeksi saluran
kemih bagian atas. Diagnosis dini dan oprasi drainase secara segera dibutuhkan dalam
situasi ini.
 Angka kekambuhan untuk batu ureter adalah sekitar 50% dalam 5 tahun dan 70%
atau lebih dalam 10 tahun. Telah dilaporkant angka kekambuhan setelah episode awal
dari uretrholitiasis adalah 14%, 35%, dan 52% pada 1, 5 dan 10 tahun.
KEPUSTAKAAN
Panduan Pelayanan Medik SMF Urology
1. Kalowski S. 1992. Urinary Tract Infections Medicol Progress; 19(3) : 21-24
2. Worcester EM, Coe FL. Nephrolithiasis. Prim Care. Jun 2008;35(2):369-91, vii.
3. Campbell J.E. 1982. Imaging of urinary tract. Medicine International; 1 (22-24):
1054-61
4. Stoller ML, Bolton DM. 2000. Urinary Stone Disease In : Tanagho EA, Mc Aninch
JW Smith’s General Urology, 15 edition. New York: Mc Graw-Hill Companie,
2000,291-316
5. Tiselius HG, Alken P, Buck C, Gallucci M, Knoll T, Sarica K, Turk C. Guidelines on
urolithiasis. Arnhem (The Netherlands): European Association of Urology (EAU);
2008 Mar. 128 p.
Download