TUGAS NEFROLOGI Kepada Yth. ARIFIANTO ARF

advertisement
TUGAS NEFROLOGI
Kepada Yth.
ARIFIANTO
ARF-20070703
…………………………………………………..
1. Jelaskan patofisiologi terjadinya anemia pada sindrom nefrotik!
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi glomerulonefritis terbanyak pada anak, dengan gejala utama
berupa proteinuria masif dan selektif. Sindrom ini mempengaruhi eritropoiesis melalui 2 cara, yaitu
mempengaruhi kadar eritropoietin (EPO) dan transferin dalam darah. Pada pasien sindrom nefrotik,
terjadi kehilangan EPO melalui urin, sehingga kadarnya di dalam darah menurun. Pada SN relaps, kadar
EPO di dalam darah sangat menurun dan berhubungan dengan peningkatan proteinuria. Keadaan ini
menyebabkan anemia, yang dapat kembali normal seiring dengan pencapaian keadaan remisi.
Di samping defisiensi EPO, pasien SN juga kehilangan transferin melalui urin. Transferin ialah
glikoprotein ukuran sedang yang terutama disintesis di hati. Transferin bertugas mengikat ion atom feri
ke prekursor eritroid. Pada keadaan SN relaps, transferin hilang melalui glomerulus. Karena transferin
mengikat 2 atom ion feri, maka kehilangan transferin melalui urin mengakibatkan defisiensi zat besi.
Defisiensi zat besi pada SN dapat teratasi pada keadaan remisi atau dengan penggantian cadangan besi.
Transferinuria menyebabkan disosiasi zat besi di dalam lumen tubulus proksimal, sehingga zat besi yang
bebas akan menghasilkan zat radikal bebas di dalam lumen tubulus ginjal yang kemudian memicu
kerusakan tubulointerstisial ginjal, selanjutnya menyebabkan kerusakan ginjal progresif.
Kehilangan protein yang masif melalui urin dan peningkatan katabolisme protein akan mengakibatkan
pasien SN mengalami balans nitrogen yang negatif pada saat relaps. Keadaan kekurangan protein secara
umum ini pada pasien SN berperan pada terjadinya anemia. Di samping itu, pada SN terdapat disfungsi
sel T dan hipogamaglobulinemia yang menyebabkan pasien SN sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi
yang berulang, mempunyai peran pula dalam terjadinya anemia pada SN. Anemia pada SN akan
membaik seiring dengan berkurangnya proteinuria seperti pada keadaan remisi.
2. Jelaskan patofisiologi terjadinya infeksi pada sindrom nefrotik!
Beberapa sebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah:
(1) Kadar imunoglobulin yang rendah. Kadar IgG serum sering sangat menurun, yaitu pada suatu
penelitian rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM meningkat, menunjukkan bahwa
kemungkinan adanya kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dari IgM.
Hubungan antara IgG yang rendah dan infeksi berulang pada anak dengan SN belum jelas dan belum
diketahui apakah pemberian imunoglobulin bermanfaat atau tidak.
(2) Defisiensi protein secara umum.
1
(3) Gangguan opsonisasi terhadap bakteri, mungkin disebabkan oleh menurunnya konsentrasi faktor B
dalam serum (proaktivator C3), yaitu yang merupakan bagian dari jalur komplemen alternatif dan
penting pada opsonisasi terhadap organisme berkapsul, seperti pneumokokus dan beberapa jenis E. coli.
Menurunnya faktor B mungkin karena hilang dalam urin dan derajat penurunan faktor ini berkaitan
dengan derajat hipoalbuminemia. Menurunnya opsonisasi terhadap E. coli telah dibuktikan pada pasien
SN dengan faktor B yang rendah dan pada penambahan faktor B terjadi peningkatan fagositosis. Tidak
terjadi gangguan opsonisasi pada stafilokokus aureus, yaitu kuman tanpa kapsul.
(4) Hipofungsi limpa.
(5) Akibat pengobatan imunosupresif.
3. Jelaskan mekanisme antirefluks pada saluran kemih yang dapat mencegah refluks vesikoureter (RVU)!
Pada manusia normal, aliran urin bergerak satu arah dari ureter ke kandung kemih. Ureter memasuki
submukosa kandung kemih secara oblik. Perlekatan dengan jaringan otot dari posterior inilah yang
mencegah aliran balik (refluks) urin dari kandung kemih kembali ke ureter. Bentuk ini menghasilkan efek
menyerupai katup yang menutupi ureter selama penyimpanan urin di kandung kemih dan saat
berkemih.
Refluks vesikoureter (RVU) dapat disebabkan oleh defek pada lokasi implantasi ureter pada kandung
kemih, yaitu perubahan sudut masuknya ureter atau katup (yang menjaga aliran urin hanya masuk satu
arah) yang lemah. Abnormalitas pada bagian ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria (ureter
intravesika) ialah ureter intravesika yang tidak cukup panjang untuk menyebabkan ureter menutup
secara adekuat, sehingga terjadi refluks urin. Penyebab lain adalah abnormalitas pada jaringan otot
detrusor vesika, abnormalitas lokasi orifisium uretra (misalnya hipospadia), dan abnormalitas bentuk
orifisium uretra.
2
3
Download