Uploaded by User22866

73966 TUGAS KHA KLB Campak Asmat

advertisement
TUGAS MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
CURRENT ISSUE
PENGARUH SOSIAL MEDIA TERHADAP KENAKALAN REMAJA
Kelas Peminatan Kespro Semester 6 :
1.
Tisandra Safira Handini
101511133199
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
DAFTAR ISI
i
COVER ..............................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................3
2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Asmat .............................................................3
2.2 Teori Kelangsungan Hidup Anak Mosley and Chen (1984) .........................3
2.3 Analisis Masalah Berdasarkan Teori Kelangsungan Hidup Anak ................4
2.4 Penyelesaian Masalah (Problem Solving) .....................................................17
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................19
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................19
3.2 Saran ...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini, teknologi semakin maju. Tidak dapat dipungkiri
hadirnya internet semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam kegiatan sosialisasi, pendidikan, bisnis, dan sebagainya.
Dengan semakin majunya internet maka media sosial pun ikut
berkembang pesat. Media sosial merupakan situs dimana seseorang
dapat membuat web page pribadi dan terhubung dengan setiap orang
yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk berbagi informasi
dan berkomunikasi. Jika media tradisional menggunakan media cetak
dan media broadcast , maka media sosial menggunakan internet. Media
sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan
memberi feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi
informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas. Sangat mudah dan
tidak membutuhkan waktu yang lama bagi seseorang dalam membuat
akun di media sosial. Kalangan remaja yang mempunyai media sosial
biasa nya memposting tentang kegiatan pribadinya. Semakin aktif
seorang remaja di media sosial maka mereka semakin dianggap keren
dan gaul. Namun kalangan remaja yang tidak mempunyai media sosial
biasanya dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan kurang bergaul.
Di kalangan remaja, penggunaan media sosial dapat mempengaruhi
pola kehidupannya. Banyaknya fitur-fitur menarik dalam media sosial
membuat mereka cenderung malas dan kecanduan. Keadaan tersebut
membuat waktu mereka banyak yang terbuang dan aktivitas yang
terganggu, seperti sekolah, belajar, makan, tidur, bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan membantu orangtua. Karena anak tersebut
terlalu lelah dengan kesenangan dalam media sosial tersebut.
Berdasarkan hasil survei, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) mencatat 62,7% remaja tidak perawan lagi. BKKBn mencatat
hasil survei pada tahun 2015 menunjukkan 51% remaja di Jabotabek
telah melakukan seks pranikah. Hasil survei di beberapa wilayah lain di
1
Indonesia, seks pranikah juga dilakukan oleh beberapa remaja. Misalnya
saja di Surabaya, tercatat 54%, di Bandung 47% dan 52% di Medan.
Psikolog dan juga penyuluh di BKKBn, meyakini bahwa akses informasi
yang semakin terbuka dan tekanan dari lingkungan menjadi penyebab
remaja melakukan seks pranikah.
Media sosial diyakini juga termasuk salah satu agen peneyebar
konten porno yang menyebabkan remaja melakukan hubungan bebas.
Kontennya bisa berupa sexually implicit material ataupun sexually
explicit material.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi wilayah Kabupaten Asmat ?
2. Bagaimana teori kelangsungan hidup anak Mosley and Chen ?
3. Bagaimana analisis masalah terebut berdasarkan teori kelangsungan hidup
anak?
4. Apa penyelesaian masalah (problem solving) yang dapat dilakukan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi geografis dan demografis Kabupaten Asmat
2. Mengetahui teori kelangsungan hidup anak Mosley and Chen
3. Menganalisis masalah KLB campak berdasarkan teori kelangsungan hidup
anak
4. Mengetahui penyelesaian masalah (problem solving) untuk masalah KLB
Campak di Asmat
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Asmat
Asmat adalah salah satu kabupaten di Papua yang merupakan dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata 0 - 100 meter di atas permukaan laut,
terletak pada posisi 40 – 70 Lintang Selatan dan 1370 – 1400 Bujur Timur.
Luas wilayah Kabupaten Asmat adalah 31.983,69 km2. Kabupaten Asmat
terdiri atas 23 distrik, dengan 221 kampung yang tersebar di distrik tersebut.
Jumlah penduduk Kabupaten Asmat, berdasarkan hasil proyeksi
penduduk, tahun 2016 adalah sebanyak 90.316 jiwa yang terdiri atas 45.585
jiwa penduduk laki-laki dan 44.731 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan
dengan hasil proyeksi penduduk tahun 2015, jumlah penduduk Kabupaten
Asmat mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 2,30%. Kepadatan
penduduk di Kabupaten Asmat tahun 2016 mencapai 2,82. Artinya setiap 1
km2 terdapat 2-3 jiwa dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 45 orang. Kepadatan penduduk di 23 distrik cukup beragam dengan kepadatan
penduduk tertinggi terletak di Distrik Agats yaitu sebesar 10-11 jiwa/km2 dan
terendah di Distrik Suru-suru dan Pulau Tiga sebesar 1 jiwa/km2.
2.2 Teori Kelangsungan Hidup Anak Mosley and Chen 1984.
Mosley dan Chen (1984) membagi variabel-variabel yang berpengaruh
pada kelangsungan hidup anak menjadi dua, yaitu variabel yang dianggap
eksogenous atau sosial ekonomi (seperti budaya, sosial, ekonomi, masyarakat,
dan faktor regional) dan variabel endogenous atau faktor biomedical (seperti
pola pemberian ASI, kebersihan, sanitasi dan nutrisi). Kunci dari model
kelangsungan hidup anak terletak pada identifikasi sekumpulan variabel yang
menyebabkan peningkatan resiko kematian pada anak. Keterkaitan antara
variable yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak, menurut
Mosley and Chem (1984), dapat kita lihat pada gambar 1.
3
Gambar 1. Teori Kelangsungan Hidup Anak Mosley and Chen (1984)
Berdasarkan gambar tersebut, dapat kita ketahui bahwa Determinan Sosial
Ekonomi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak, melalui beberapa
variable antara (determinan antara) seperti faktor matelnal (faktor ibu),
kontaminasi lingkungan, Defisiensi Nutrisi (kekurangan gizi), kecelakaan dan
pengendalian penyakit perseorangan. Pendekatan variabel antara atau
determinan terdekat digunakan untuk menjelaskan bagaimana sejumlah faktor
sosial ekonomi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Kunci dari
pendekatan ini adalah identifikasi serangkaian determinan terdekat, atau
variabel antara, yang secara langsung mempengaruhi risiko morbiditas dan
mortalitas. Semua determinan sosial dan ekonomi harus melalui variabel
antara untuk dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak.
2.3 Analisis Masalah Berdasarkan Teori Kelangsungan Hidup Anak Mosley
and Chen (1984)
Kasus kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang terjadi di
Kabupaten Asmat, Papua merupakan akibat dari beragam masalah yang tak
tertangani. Pada tanggal 8 Januari Pusat Krisi Kesehatan Kementrian
Kesehatan Indonesia menetapkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di
4
Kabupaten Asmat. Kondisi yang terjadi adalah sebanyak 652 orang
mengalami campak, 223 orang gizi buruk dan 11 orang mengalami komplikasi
(gambar 2). Selain itu, 66 orang meninggal karena campak, dan 6 orang
meninggal karena gizi buruk (gambar 3).
Gambar 2. Jumlah Masyarakat yang Sakit
Gambar 3. Jumlah Korban Meninggal di Kabupaten Asmat
5
Kematian pada anak tersebut menjadi perhatian bagi seluruh pihak di
Nusantara. Untuk mengetahui bagaimana penyakit campak dapat merenggut
nyawa anak-anak di Asmat, berikut adalah analisis kelompok kami
berdasarkan teori Mosley and Chen (1984) :
Gambar 4. Analisis KLB Campak Berdasarkan Teori Mosley and Chen (1984)
a. Determinan Antara
Variable yang mempengaruhi anak-anak di Asmat terkena campak atau
meninggal karena campak adalah kekurangan gizi (defisiensi nutrisi),
kontaminasi lingkungan dan pengendalian penyakit perseorangan.
1) Kekurangan Gizi (Defisiensi Nutrisi)
Campak bukan penyakit berbahaya jika segera ditangani dengan
tepat. Namun jika perawatan yang diberikan kurang baik dan kondisi
tubuh penderita lemah (kurang gizi), maka akan mudah terkena infeksi
lain atau komplikasi yang bisa berakibat fatal. Infeksi campak dengan
status gizi merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebabakibat. Infeksi campak dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan
gizi yang kurang mempermudah terkena infeksi campak serta dapat
memperberat gejala bahkan menimbulkan komplikasi campak.
6
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh tim lapangan majalah
tempo, sebanyak 625 anak terkena campak, 223 anak mengalami gizi
buruk dan 11 anak mengalami komplikasi. dari 223 anak yang
mengalami gizi buruk, sebanyak 6 anak meninggal karena gizi buruk.
Dilihat dari data tersebut kitaketahui bahwa kondisi gizi anak-anak di
Asmat sangatlah buruk. Hal tersebut dapat kita lihat melalui tabel 1.
Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Protein (Gram) per Kapita Sehari menurut
Kelompok Barang dan Kuintil Pengeluaran, 2017
Kelompok Barang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Padi-padian
Umbi-umbian
Ikan/udang/ cumi/kerang
Daging
Telur & susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Minyak & kelapa
Bahan minuman
Konsumsi lainnya
Makanan&minuman jadi
Kuintil 1
9,71
1,58
11,03
0,46
1,15
2,37
0,42
0,12
0,51
1,54
4,19
Kuintil Pengeluaran
Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4
9,05
10,85
12,29
1,65
1,47
1,70
14,29
14,06
15,60
0,53
0,80
1,41
1,48
1,37
1,83
3,02
3,47
4,21
0,02
0,04
0,56
0,51
0,53
0,21
0,18
0,24
0,62
0,64
0,66
1,70
1,60
1,65
4,97
4,48
4,22
Kuintil 5
17,48
1,65
19,63
3,17
2,26
5,32
0,84
0,60
0,28
0,85
2,06
4,89
Berdasarkan tabel 1, kita ketahui bahwa konsumsi makanan terutama
protein masyarakat di Asmat masih belum memenuhi angka kecukupan
gizi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75
Thaun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia, AKG Protein bayi kurang dari 6 bulan adalah 12 gram
dan AKG Balita 18 – 35 gram. Masyarakat Asmat terutama anak-anak
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dalam sehari tidak
mencapai angka kecukupan gizi. Selain itu, mereka hanya mengkonsumsi
sayur-sayuran sebesar 5,32 gram dalam sehari dan buah-buahan 0,6
gram. Sementara berdasarkan AKG yang telah ditetapkan, anak-anak
membutuhkan serat setidaknya 10 gram/hari (usia 7-11 bulan), 16
gram/hari (1-3 tahun) dan 22 gram/hari (4-6 tahun). Konsumsi makanan
yang mengandung protein, lemak, vitamin dan serat yang kurang,
berisiko menyebabkan gizi buruk kepada anak-anak.
7
Fenomena lain di kampung Kapi, As dan Atat, tidak semua keluarga
disana memiliki perahu untuk mencari ikan. Warga disana juga jarang ke
hutan untuk mencari sagu, kebanyakan lebih memilih berdiam diri
dirumah dan menunggu menerima kiriman bantuan makanan. Biasanya
masyarakat disana mengolah sagu bersama ikan yang dicuci dengan air
keruh dan dibakar. Telur-telur cacing yang menempel dari air keruh tak
mati karena ikan dan sagu sering disajikan setengah matang. Hal
tersebutlah yang membuat anak-anak disana mengalami cacingan
sehingga
berakibat
gizi
buruk.
Selain
itu,
masyarakat
disana
mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari karena air sungai
yang ada keruh. Jika tidak ada hujan, mereka terpaksa mengkonsumsi air
sungai untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari. Salah satu warga
bernama Theresia yang anaknya mengalami gizi buruk mengungkapkan
kepada BBC Indonesia, bahwa keluarganya mengkonsumsi air sungai
untuk
kebutuhan
hari
tanpa
seharidimasak
(langsung diminum).
Fenomena
tersebut
menunjukkan kepada kita,
bahwa terjadinya defisiensi
nutrisi
di
Asmat
tidak
hanya persoalan kecukupan
makanan
yang
mereka
Gambar 5. Anak yang Mengalami Gizi Buruk
konsumsi sehari-hari. Tetapi juga dipengaruhi oleh cara pengolahan
makanan atau air yang mereka konsumsi melalui proses yang kurang
baik dan tidak bersih.
2) Kontaminasi Lingkungan/Pencemaran Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat dapat berpengaruh terhadap penularan
campak secara cepat di masyarakat Asmat. Selain itu, lingkungan yang
sudah terkontaminasi atau tercemar juga dapat berpengaruh terhadap
makanan dan minuman yang mereka konsumsi sehari-hari. Berikut
beberapa penjelasan terkait kondisi lingkungan di Kabupaten Asmat.
8
a) Rumah tidak sehat
Kualitas yang dapat mencerminkan kesejahteraan rumah di
antaranya adalah jenis atap, dinding, dan lantai terluas yang
digunakan. Menurut WHO, salah satu kriteria rumah sehat adalah
rumah tinggal yang memiliki luas lantai per kapita minimal 10 m2.
Berdasarkan
data
Susenas 2017 (Tabel 2),
sebanyak 36,37 persen
rumah tangga di Asmat
memiliki luas lantai per
kapita minimal 10 m2.
Namun, sisanya masih
di
bawah
kategori Gambar 6. Rumah Warga yang Terbuat dari
Atap Daun
tersebut.
Tabel 2. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis
Kelamin dan Luas Lantai Per Kapita.
Karakteristik
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki
Perempuan
Luas Lantai Per Kapita
< 7,2 m2
>7,2 m2
35,80
64,20
31,74
68,26
Jumlah
100
100
Sedangkan untuk atap rumah (tabel 3), rumah di Asmat dominan
menggunakan
bahan
seng
(59,20%)
dan
jerami/daun-daun/
rumbia/lainnya (40,80%) sebagai atap terluas.
Tabel 3. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis Kelamin dan
Bahan Bangunan Utama Atap Rumah Terluas.
Karakteristik
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki
Perempuan
Bahan Bangunan Utama Atap Terluas
Benton Genteng Asbes
Seng
Lainnya
69,04
30,48
67,4
32,54
Jumlah
100
100
Sedangkan dinding rumah warga Asmat (table 4) , mayoritas
dinding terluas terbuat dari kayu/batang kayu, yaitu sebesar 90,94%
dan bambu/anyaman bambu/lainnya adalah sebesar 9,06%. Serta
9
lantai terluas dominan terbuat dari bambu/kayu/papan kualitas rendah
sebesar 89,15% dan kayu/papan kualitas tinggi dan lainnya sebesar
10,85% (table 5).
Tabel 4. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis Kelamin dan
Bahan Bangunan Utama Dinding Rumah Terluas.
Karakteristik
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki
Perempuan
Bahan Bangunan Utama Dinding Terluas
Kayu/Batang Anyaman
Tembok
Lainnya
Kayu
Bambu
87,16
NA
10,91
92,52
NA
NA
Jumlah
100
100
Tabel 5. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis Kelamin dan
Bahan Bangunan Utama Lantai Rumah Terluas
Karakteristik
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki
Perempuan
Bahan Bangunan Utama Lantai Terluas
Parket/
vinil/
Semen
Marmer/
karpet/
Kayu/
/Bata
granit/
Lainnya
ubin/
papan merah
Keramik
tegel/
teraso
NA
98,40
1,34
96,32
NA
Berdasarkan
Jumlah
100
100
kualitas
kesejahteraan rumah di Asmat,
dapat
diperhatikan
lingkungan
Asmat
bahwa
sangat
memudahkan untuk menularkan
penyakit, hal ini disebabkan
bahwa penduduk tinggal ditas
rawa-rawa
Gambar 7. Rumah Warga yan Berada di Atas Rawa
yang
merupakan
sebuah muara dengan rumah
yang tidak sehat. Jika air laut
pasang, maka air rawa akan naik dan memasuki rumah dengan
membawa berbagai kuman dan kotoran.
Fasilitas lain yang juga menentukan kualitas perumahan adalah
fasilitas tempat buang air besar (BAB). Hasil data Susenas 2017
(table 6) menyebutkan bahwa rumah tangga yang memiliki tempat
10
BAB baik sendiri maupun bersama/umum ada sebanyak 47,25%.
Namun, masih ada 52,76% rumah tangga yang tidak memiliki
fasilitas tempat BAB. Secara umum keluarga masyarakat ‘asli’ tidak
mempunyai Jamban keluarga tetapi menggunakan sungai atau di
semak-semak/rawa.
Tabel 6. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis Kelamin dan
Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Karakteristik
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki
Perempuan
Sendiri
Bersama
Lainnya
Jumlah
36,57
20,23
3,90
4,77
59,53
75,00
100
100
b) Sumber air yang digunakan
Sumber Air yang digunakan mengandalkan air hujan dan air
sumur bor dengan kedalam 300 meter (airnya belum tentu sehat) dan
air sungai untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari. Sebanyak
99,08 persen rumah tangga menggunakan air permukaan/air hujan
untuk memasak. Hal ini dikarenakan kondisi geografis Asmat yang
merupakan tanah rawa sehingga sangat jarang didapati sumur
maupun mata air.
c) Pembuangan limbah dan sampah
Di Distrik Atsj, ditemukan banyak sampah plastik botol
minuman bekas bersebaran yang kebanyakan dibawa oleh air dari
tempat lain saat air pasang. Sedangkan pada Puskemas ditemukan
sanitasi pembuangan limbah medis dan sampah yang tidak memadai,
pembuangan (septic tank) WC/jamban banyak kebocoran. Tidak
hanya itu, tempat pembuangan akhir tinja di Asmat >50% masyarakat
membuangnya
di
Lubang
tanah
dan
25%-32%
masyarakat
membuang libah tinja tersebut di kolam/sawah/sungai/danau/laut
yang terletak dekat dengan rumah mereka (tabel 7). Hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak tersedia tempat pembuangan dan
pengelolaan limbah yang baik di Asmat, sehingga menyebabkan
lingkungan disekitar mereka terutama air tercemar.
11
Tabel 7. Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik Jenis Kelamin dan
Penggunaan Fasilitas Tempat Pembuangan Akhir Tinja
Karakteristik
Jenis Kelamin
KRT
Tangki
septik/
IPAL/
SPAL
Laki-Laki
Perempuan
NA
NA
Tempat Pembuangan Akhir Tinja
Kolam/
Pantai/Tanah
Sawah/
Lubang
Sungai/
Lainnya
Tanah Lapang/Kebun
Danau/
Laut
25,38
64,33
8,84
32,58
56,66
-
Jumlah
100
100
3) Pengendalian Penyakit Perseorangan
a) Cakupan Imunisasi rendah atau belum optimal
Campak merupakan penyakit infeksi yang endemis di Papua.
Upaya pencegahan yang efektif adalah melalui imunisasi campak atau
Measles, Mumps, dan Rubella (MMR) pada anak usia 9 bulan, dengan
dosis penguatan ketika anak berusia 2 tahun dan usia sekolah dasar.
Ironisnya, cakupan imunisasi campak di Papua masih rendah, sekitar
46,1% pada November 2017. Berdasarkan profil kesehatan kabupaten
Asmat tahun 2017, jumlah balita di Asmat tahun 2016 sebanyak
14.432. Akan tetapi, jumlah balita yang mendapatkan imunisasi pada
tahun 2016 sebanyak 10.118 anak (tabel 8). Hal tersebut menunjukkan
bahwa cakupan imunisasi balita di Asmat tidak sampai 100%.
Tabel 8. Jumlah Balita yang Mendapatkan Imunisasi di Asmat Tahun
2016
Kabupaten
Asmat
BCG
2.553
DPT
1.861
Jenis Imunisasi
Polio
Campak
2396
1.603
Hep. B
1.603
Jumlah
10.118
b) Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang kurang
Praktek PHBS di kalangan masyarakat ‘asli’ masih belum
menjadi ‘kebiasaan’, seperti jarang mandi dan jarang berganti pakaian
sehingga infeksi kulit dan penyakit menular lainnya sangat tinggi.
Bahkan masih banyak juga masyarakat yang hanya makan 1 kali
sehari. Kebiasaan makan pinang (adat) dan merokok masih banyak
dijumpai.
12
Masyarakat Asmat memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan
makan dan minum sehari-hari tanpa dimasak. Sumber air bersih
lainnya adalah air hujan sedangkan untuk mandi masyarakat
memanfaatkan air sungai yang kotor (berlumpur warna coklat).
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan pada anakanak ditemukan pada tubuh mereka penuh dengan jamur. Hal ini
dikarenakan banyak dari mereka yang memanfaatkan kali atau sungai
yang kotor untuk mandi tanpa menggunakan sabun.
menyebabkan penyakit kulit
Sehingga
yang dapat memperburuk kondisi
kesehatan
Selain itu sebagian besar warga Asmat tidak memiliki jamban
yang layak sehingga BAB BAK di dekat rumah. Sebanyak 63,08
persen rumah tangga memiliki tempat pembuangan akhir tinja di
kolam/ sawah /sungai /danau /laut maupun pantai/ tanah lapang/
kebun/ lainnya yang notabene kurang memadai.
b. Determinan Sosio-Ekonomi
Determinan sosial ekonomi tersebut dikelompokkan ke dalam tiga
kategori variabel, yaitu :
1) Variable tingkat individu
Variable tingkat individu yang dimaksudkan disini adalah tingkat
pendidikan masyarakat di Kabupaten Asmat. Masyarakat di kabupaten
Asmat rata-rata memiliki pendidikan yang rendah berdasarkan ijazah
tertinggi yang dimiliki (tabel 9), pada tahun 2016 terdapat sebanyak
29,30% penduduk usia 10 tahun ke atas memiliki ijazah SD/sederajat;
3,13% memiliki ijazah SMP; 9,84% memiliki ijazah SMA dan 0,44%
memiliki ijazah Diploma/Universitas. Selanjutnya, terdapat sebanyak
57,29% penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa hampir >50% masyarakat
Kabupaten Asmat tidak bersekolah atau bersekolah kemudian tidak
melanjutkan sekolah hingga lulus (berhenti).
13
Tabel 9. Rata-Rata Pendidikan Masyarakat Asmat Berdasarkan Ijazah
yang Dimiliki Tahun 2016
Usia
> 10 tahun
Tidak
Punya
Ijazah
57,29%
Ijazah
SD
29,30%
Jenis Ijazah
Ijazah
Ijazah
SMP
SMA
3,13%
9,84%
Ijazah
Perguruan
Tinggi
0,44%
Pendidikan seorang ayah atau ibu dapat mempengaruhi sikap dan
kecenderungan dalam memilih barang-barang konsumsi, termasuk
pelayanan pengobatan anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa rendahnya
tingkat pendidikan di Asmat, menyebabkan kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan, pemilihan makanan yang bergizi untuk
anak mereka, cara pengolahan makanan yang baik, dsb. Pada akhirnya
semua itulah yang menjadi faktor pemicu adanya gizi buruk di Asmat,
sehingga saat ada virus yang menyerang (virus golongan paramixovirus),
imun tubuh anak-anak tidak mampu melawan virus tersebut karena
kurangnya nutrisi (gizi) pada tubuh mereka.
2) Variable tingkat rumah tangga
Pada variable tingkat rumah tangga yang dimaksudkan adalah
pendapatan/kekayaan yang dimiliki sebuah keluarga. Berbagai macam
barang, jasa dan aset pada tingkat rumah tangga akan mempengaruhi
tingkat kesehatan dan mortalitas anak melalui variabel antara. Dalam
kasus ini, Suku Asmat yang tergolong KLB adalah suku asmat yang
tinggal di pedalaman. Suku Asmat pedalaman sangat mengandalkan alam
sekitar. Banyak dari mereka pergi berburu, bertani, atau mencari sagu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut dibuktikan melalui
data bahwa sebanyak 38.904 orang, warga Asmat yang bekerja dibidang
pertanian (agricultur) (BPS Papua, 2017). Walaupun mayoritas
masyarakat di Kabupaten Asmat Papua bekerja dibidang pertanian, hal
itu tidak membuat masyarakat di sana sejahtera.
Pada publikasi angka kemiskinan yang dirilis Badan Pusat
Statistik, per bulan September 2017 Provinsi Papua memiliki persentase
penduduk miskin terbesar di Indonesia. Tercatat 910,42 ribu jiwa atau
14
27,76% penduduk Papua hidup di bawah garis kemiskinan. Angka
tersebut menempatkan papua menjadi provinsi dengan persentase
penduduk miskin terbesar di Indonesia. Sedangkan untuk Kabupaten
Asmat,
garis
kemiskinan
pada
tahun
2017
sebesar
349.487
rupiah/kapita/bulan (BPS Papua, 2017)
Merebaknya fenomena campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat
bukan semata-mata diakibatkan rendahnya cakupan imunisasi campak
dan kurangnya asupan gizi bagi anak-ana. Ketidakmampuan pemenuhan
kebutuhan dasar tersebutlah yang melatarbelakangi merebaknya wabah
campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat. Minimnya asupan makanan
bergizi menjadikan anak-anak rentan terhadap berbagai penyakit. Tidak
akan ada artinya sebuah imunisasi jika tak didukung dengan pemenuhan
asupan makanan bergizi yang cukup karena sejatinya kelaparan akut
yang berujung pada kasus gizi buruk menjadi gerbang masuknya
berbagai penyakit.
3) Variable tingkat masyarakat
Variable tingkat masyarakat yang dimaksudkan berkaitan dengan
isu KLB Campak di Asmata adalah :
a) Prasarana fisik
Gambar 8. Kondisi alam dan infrastruktur yang minim menyulitkan tim
bantuan bergerak di Asmat
Hanya ada dua tranportasi di Asmat, yaitu kapal dan berjalan kaki.
Transportasi menggunakan kapal menghabiskan 1-1.5 jam dengan
biaya 1-2 juta per perahu atau dengan jalan kaki setidaknya
membutuhkan waku satu hari penuh untuk menempuh distrik terjauh
15
dari kota. Selain itu terdapat motor listrik yang digunakan karena
struktur jalan di Asmat yang didominasi jembatan kayu yang
dibangun di atas rawa. Namun motor listrik hanya banyak dijumpai di
Agats, ibukota kabupaten. Terbatasnya akses transportasi ke
Kabupaten Asmat atau medan yang berat, menjadi salah satu
penyebab terhambatnya akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Selain itu, terbatasnya akses ke Asmat membuat
lamanya bantuan dari pemerintah yang datang, serta lamanya
perjalanan tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan kepada
warga Asmat.
Sarana fisik lainnya seperti fasilitas kesehatan yang ada di
Kabupaten Asmat. Pada tahun 2016, hanya terdapat 1 unit rumah sakit
di Kabupaten Asmat, 13 unit puskesmas, 161 posyandu, 1 klinik, 37
polindes, 66 pustu, dan 27 poskeskam (tabel 10). Namun, fenomena
terkait fasilitas kesehatan yang ditemukan di Asmat adalah, banyak
puskesmas pembantu yang ditinggalkan oleh petugasnya. Tidak
adanya petugas kesehatan di puskesmas pembantu tersebut membuat
warga atau anak-anak yang membutuhkan pengobatan tidak segera
tertangani.
Tabel 10. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Asmat
16
b) SDM Kesehatan / Tenaga Kesehatan yang terbatas
Sumber daya manusia, terutama tenaga kesehatan di Asmat sangat
kurang. Adapun jumlah tenaga kesehatan di Asmat sebagai berikut,
jumlah dokter ada sebanyak 26 orang dengan rincian 3 dokter
spesialis, 19 dokter umum dan 4 dokter gigi. Jumlah bidan dan
perawat masing-masing sebanyak 97 orang dan 198 orang. Kurangnya
tenaga kesehatan di Kabupaten Asmat membuat banyak anak-anak di
Asmat tidak mendapatkan imunisasi.
c) Bantuan/subsidi pemerintah yang tidak menyeluruh (merata)
Bantuan dari pemerintah pusat seperti bantuan dana, bantuan
logistik, atau program-program kesehatan banyak yang tidak
dirasakan secara merata oleh warga Asmat. Anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) kabupaten Asmat mencapai lebih dari Rp1
triliun pada 2017 dan mendapat jatah sekitar Rp106 miliar dari dana
otonomi khusus Papua. Akan tetapi, menurut Gubernur Papua Lukas
Enembe menyebut bahwa, walupun mengelola anggaran triliunan
rupiah masyarakat di sejumlah kabupaten dan kota tidak mendapatkan
fasilitas dasar memadai, salah satunya di sektor kesehatan.
Adanya program pemberian makanan tambahan untuk warga
Papua dari Kementrian Kesehatan, yang sudah berjalan sejak Oktober
2016. Bantuan ini dikhususkan kepada perempuan hamil dan anakanak dalam bentuk biskuit. Namun, menurut Direktur Jenderal
Kesehatan Masyarakat Anung Sugihantono mengatakan, bahwa
bantuan
itu
kerap
terhambat
karena
pemerintah
Papua
tak
menyalurkannya ke daerah atau tidak cepat merespon. Sedangkan
Bupati Elisa (Bupati Asmat) mengaku baru mendapat biskuit tersebut
ketika pemerintah menetapkan kasus campak dan gizi buruk itu
sebagai KLB. Pengakuan serupa juga muncul dari Victor Paya,
Kepala Kampung As. Beliau mengklaim bahwa tidak pernah
menerima bantuan makanan sebelum penetapan KLB. Makanan
tambahan untuk warga kampong As, menurut kepala kampung berasal
dari dana desa yang ia kelola.
17
Selain itu, fenomena lainnya
yang ditemukan di Kabupaten
Asmat adalah terkait program
kesehatan berupa Kartu Papua
Sehat (KPS) dari Pemerintahan
Provinsi Papua, untuk jaminan
kesehatan pelayanan penduduk.
Namun, berdasarkan survei dan
penelusuran yang dilakukan tim
Gambar 9. Warga Asmat yang Menunjukkan
Kepemilikan KIS
lapangan
majalah
tempo,
beberapa warga di Kampung Kapi dan As mengaku tidak memiliki
KPS tersebut, melainkan hanya memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Beberapa
fenomena
ketidakselarasan
atau
tersebut
menunjukkan
ketimpangan
penyaluran
bahwa
bantuan
terjadi
dari
pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah dan kemudian kepada
masyarakat.
2.4 Penyelesaian Masalah (Problem Solving)
Problem solving yang dilakukan oleh Pemerintah saat kejadian KLB
Campak di Asmat antara lain:
1) Imunisasi ulang campak kepada
anak-anak di Kabupaten Asmat.
Imunisasi merupakan penyelesaian masalah yang paling efektif untuk
menangani adanya KLB.
2) Mengirimkan bantuan makanan kepada masyarakat Asmat, terutama PMT
bagi anak-anak dan ibu hamil
3) Mengirim Sumber Daya Manusia, seperti tenaga kesehatan, tenaga medis,
dan berbagai pihak yang dibutuhkan
4) Mengirim obat-obatan ke wilayah tersebut.
Sedangkan, problem solving atau upaya yang dapat kelompok kami
sarankan terkait kasus KLB Campak di Asmat Papua adalah sebagi berikut :
1) Melakukan perbaikan infrastruktur daerah di Kabupaten Asmat, seperti
perbaikan fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas atau Pustu)
18
2) Menurunkan atau menyetarakan harga BBM dengan provinsi lainnya,
sehingga biaya transportasi menggunakan perahu ke Kabupaten Asmat
menjadi lebih terjangkau (murah) dan masyarakat Asmat dapat
memperoleh kebutuhan sehari-hari lebih bervariasi.
3) Membangun jalan untuk akses antar distrik atau kampung yang ada di
Kabupaten Asmat
4) Meningkatkan pengetahuan masyarakat Asmat melalui pendidikan gratis
dan merata
5) Menyediakan lapangan pekerjaan yang bervariasi
6) Mengirimkan SDM atau tenaga kesehatan yang banyak dan berkompeten
dibidangnya, yang didukung dengan fasilitas yang layak (gaji yang
sesuai, disertai tunjangan lainnya) mengingat medan yang sulit di
jangkau.
7) Meluruskan atau menyelaraskan ketimpangan yang terjadi anatar
pemerintahan pusat dengan daerah terkait bantuan dau program-program
yang
diberikan
atau
ditujukan
kepada
masyarakat.
Kemudian
memberikan hukuman yang sesuai apabila terjadi penyelewengan
bantuan tersebut oleh pihak yang terkait.
8) Memberikan edukasi terhadap warga Asmat tentang makanan bergizi
9) Memberikan edukasi kepada ibu tentang cara mengolah makanan dengan
baik dan bersih untuk keluarga mereka.
10) Dilakukan pemantauan secara rutin terkait gizi anak-anak dan ibu hamil
di Kabupaten Asmat oleh tenaga kesehatan.
11) Segera melakukan pengobatan dan perawatan bagi anak-anak atau warga
Asmat yang sedang sakit.
12) Upaya penyehatan kesehatan lingkungan dilakukan melalui penyuluhan
Sanitasi Terpadu Berbasis Masyarakat (STBM) dan cuci tangan pakai
sabun, penjernihan air cepat dengan koagulan.
13) Direkomendasikan
agar
di
setiap
Kampung
dibangun
sebuah
penampungan air hujan, yang kemudian dibuatkan sistem penjernihan
(purifikasi) air dimana masyarakat bisa mengambil air dari tempat
tersebut, bahkan bisa langsung diminum. Sistem sumber air masyarakat
19
ini hendaknya dibangun dengan melibatkan masyarakat agar timbul rasa
tanggungjawab dan rasa memiliki sehingga sarana air bersih/minum ini
akan terjamin kelestariannya.
20
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang kelompok kami lakukan menggunakan
teori kelangsungan hidup anak Mosley and Chen (1984) terhadap isu KLB
Campak di Kabupaten Asmat Papua diperoleh beberapa temuan. Merebaknya
fenomena kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Kabupaten
Asmat bukan semata-mata diakibatkan rendahnya cakupan imunisasi campan,
kurangnya asupan gizi bagi anak-anak, dan kontaminasi lingkungan. Ada hal
yang melatarbelakangi kejadian itu semua, yakni determinan sosio-ekonomi
yang dipengaruhi variable tingkat individu seperti tingkat pengetahuan dan
pendidikan masyarakat Asmat; variable tingkat rumah tangga, yaitu
pendapatan keluarga atau bagaimana tingkat ekonomi masyarakat Asmat;
serta variable tingkat masyarakat seperti prasarana fisik, sumber daya manusia
kesehatan (tenaga kesehatan), serta subsidi atau bantuan pemerintah yang
tidak
merata.
Sebuah
penyakit
campak
sesungguhnya
tidak
akan
menyebabkan kematian apabila dialami seseorang dengan kondisi tubuh yang
baik (sehat dan cukup gizi). Namun, penyakit campak menjadi lebih parah
karena kurangnya gizi oleh anak-anak disana, sehingga infeksi sekunder
muncul seperti pneumonia, kemudian menimbulkan kematian. Upaya untuk
penyelesaian masalah tersebut (problem solving) yang dilakukan pemerintah
saat kejadian tersebut adalah imunisasi ulang kepada anak-anak di Kabupaten
Asmat, memberi makanan tambahan (PMT) kepada anak-anak dan warga,
memberikan pengobatan dan perawatan kepada warga yang sakit, serta
melakukan pemantauan kondisi kesehatan disana. Upaya yang bisa kami
sarankan adalah penuntasan kemiskinan di Kabupaten Asmat, peningkatan
pengetahuan masyarakat Asmat dengan pendidikan gratis, peningkatan status
kesehatan masyarakat Asmat, dan sebagainya.
3.2 Saran
Saran yang diberikan oleh kelompok kami adalah :
a. Terhadap pemerintah, yaitu lebih meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di Indonesia terutama di Papua, melakukan pemerataan tenaga
21
kesehatan dan tenaga medis di seluruh Indonesia termasuk Papua,
meningkatkan akses transportasi dan sarana prasarana.
22
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2017). Kabupaten Asmat Dalam Angka 2017. Asmat:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Asmat
-------------------------------------.Statistik Daerah Kabupaten Asmat 2017. Asmat:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Asmat
------------------------------------ Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Asmat
2017. Asmat: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asmat
BBC. 2018. Lima hal yang perlu Anda ketahui tentang wabah campak dan gizi
buruk di Asmat. BBC Indonesia. [Online] January 29, 2018. [Cited: May
20, 2018.] http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42872190.
Belarminus, Robertus. 2018. Menkes: 71 Orang Meninggal dalam Kasus Gizi
Buruk dan Campak di Asmat. Kompas.com. [Online] January 31, 2018.
[Cited:
May
20,
2018.]
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/31/15410691/menkes-71-orangmeninggal-dalam-kasus-gizi-buruk-dan-campak-di-asmat.
Hernawan, Erwan. 2018. Dibalik Gizi Buruk Asmat. Asmat, Papua, Indonesia :
s.n., Februari 12, 2018.
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
2018.
DIREKTUR
GIZI
KEMENKES: CAMPAK ERAT KAITANNYA DENGAN KURANG
GIZI. January 18, 2018.
Puspita, Ratna. 2018. Menkes: KLB di Asmat Akibat Beragam Masalah.
Republika.co.id. [Online] January 29, 2018. [Cited: May 20, 2018.]
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/01/29/p3bfzs428menkes-klb-di-asmat-akibat-beragam-masalah.
23
Download