Uploaded by Luthfi Primadani Kusuma

makalah denver kasus anak

advertisement
Laporan Kasus
Anak Perempuan 4.5 Tahun dengan Global Developmental Delay, Riwayat Kejang
Demam dan Gizi Baik
Disusun Oleh:
Karla Monica P
G991905031/E4
Luthfi Primadani K
G991905035/E20
Pembimbing:
Dra. Suci Murti Karini, M. Si
KEPANITERAAN KLINIK/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Sub
Bagian Pediatri Sosial dengan judul :
Anak Perempuan 4.5 Tahun dengan Global Developmental Delay, Riwayat Kejang
Demam dan Gizi Baik
Jumat, 31 Mei 2019
oleh:
Karla Monica P
G991905031/E4
Luthfi Primadani K
G991905035/E20
Mengetahui dan menyetujui,
Pembimbing Presentasi Kasus
Dra. Suci Murti Karini, M. Si
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MW
Usia
: 4.5 tahun
Tanggal Lahir
: 14 Januari 2015
Berat Badan
: 16 kg
Tinggi Badan
: 108 cm
Lingkar Kepala
: 42 cm
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Mojosongo
Tanggal Pemeriksaan
: Jumat, 31 Mei 2019
Nomor Rekam Medis
: 01 46 xx xx
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien saat pasien berada
di bangsal Anak RSUD Dr Moewardi
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD anak RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan kejang. Kejang
berlangsung selama kurang dari 15 menit. Kejang diawali jam 19.00, namun baru dibawa
ke IGD pukul 21.00. Pasien memiliki riwayat Cerebral Palsy Spastik, ototnya kaku dan
tersentak, terdapat gangguan postur dan motorik, tonus otot pasien meningkat
Selain itu ibu pasien juga mengeluhkan perkembangan anaknya saat ini terlambat
dibandingkan dengan teman sebayanya. Pasien belum bisa bangkit dari duduk dan belum
bisa berdiri meskipun dipegangi. Pasien hanya bisa mengoceh, baru bisa mengucapkan
“mam” “yah”. Pasien belum bisa memegang dan memindahkan kubus. Hanya bisa
tersenyum spontan belum bisa tepuk tangan dan daag-daag ke pemeriksa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat rawat inap (+)
b. Riwayat infeksi CMV kongenital disangkal
c. Riwayat kejang (+)
d. Riwayat trauma kepala disangkal
e. Riwayat asma, alergi, penyakit jantung disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Faktor Lingkungan
a. Riwayat keluarga :
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat batuk lama, asma, alergi, penyakit jantung disangkal
b. Riwayat lingkungan :
Riwayat kontak dengan hewan disangkal
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat batuk lama dan sakit campak di lingkungan sekitar disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien merupakan seorang ibu
rumah tangga. Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Menurut ibu pasien, lingkungan
tempat tinggalnya bersih, pencahayaan dan ventilasi cukup. Kesan sosial ekonomi cukup.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Status ibu saat mengandung pasien adalah G1P0A0 berusia 32 tahun. Riwayat
penyakit saat kehamilan, riwayat mondok saat hamil, dan riwayat trauma saat hamil
disangkal. Kesan kehamilan normal.
Pasien lahir normal, cukup bulan, dan berat lahir 2800 gram, langsung menangis
kuat, tidak biru, gerak aktif, tidak kuning. Kesan lahir normal.
7. Riwayat Imunisasi
0 bulan
: Hep B
1 bulan
: BCG, Polio 1 `
2 bulan
: DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan
: DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan
: DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan
: Campak
18 bulan
: Campak
Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 2013.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan
: BB: 16 kg, PB: 108 cm
Perkembangan : Pasien belum bias bangkit dari duduk dan belum bias berdiri meskipun
dipegangi. Bicara masih mengoceh dan tidak jelas, hanya bias mengucapkan 1 kata. Pasien
baru bisa meraih dan mengamati benda-benda yang berada disekitar. Selain itu pasien baru
bias tersenyum spontan, belum bias daag-daag ke orang lain.
9. Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI hingga usia 2 tahun. Pasien mulai MPASI pada usia 6 bulan
dengan menu bubur bayi kemasan, nasi, sayur, dan buah-buahan yang dilunakkan. Pasien
makan 3 kali sehari namun tidak bervariasi.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1.
Keadaan Umum
Keadaan umum pasien sakit sedang, kesan gizi cukup
2.
Tanda vital
Suhu
: 36.6oC
Denyut nadi
: 98 x/menit
Saturasi O2
: 99%
Frekuensi pernapasan : 21 x/menit
3.
Kepala
Mikrocephal, LK 42 ( LK < -2SD skala nellhaus)
4.
Mata
sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), refleks cahaya (+/+), oedem palpebra (-),
mata cekung (-).
5.
Telinga
Sekret (-), tidak ada nyeri telinga
6.
Hidung
sekret (-),
7. Mulut
Mukosa bibir basah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-).
8.
Leher
Pembesaran KGB (-)
9.
Thorax
Simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
10. Cor
Inspeksi
: iktus cordis tak tampak
Palpasi
: iktus cordis teraba
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
11. Pulmo
Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi
: fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: SDV (+/+), suara tambahan (-/-), RBH (-/-)
12. Abdomen :
Inspeksi
: dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani, pekak alih (-)
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri (-)
13. Ekstremitas
Akral dingin (-/-), ADP teraba kuat, CRT < 2 detik, wasting (+), spastik di ekstremitas
superior dan inferior (+)
14. Status gizi
Perhitungan Status Gizi berdasarkan Kurva Pertumbuhan Anak Cerebral Palsy oleh
Developmental Medicine and Child Neurology 2006 Group 4
TB/U
: TB/U = p50< TB/U < p90 (normal)
BB/U
: BB/U = BB/U < p5
BMI/U
: BMI/U = BMI/U < p5
Kesan gizi kurang
IV. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST
Pasien berusia 4.5 tahun. Dari hasil pemeriksaan perkembangan dengan formulir
Denver II, dalam aspek personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia
3 bulan. Pasien baru bias tersenyum spontan, belum bisa makan sendiri, tepuk tangan, dan
dah-dah ke pemeriksa. Dalam aspek motoric halus, pasien setara dengan anak usia 5 bulan.
Pasien mampu meraih benda yang dia inginkan, namun belum bias memindahkan kubus.
Pasien mengalami keterlambatan dalam aspek bahasa setara dengan usia 1 tahun. Pasien
sering mengoceh sudah, bisa mengucapkan satu silabel, meniru bunyi kata-kata, ataupun
mengucapkan papa/mama tidak spesifik dan mengucapkan 1 kata berupa “yah” “mam”.
Dalam aspek motorik kasar, pasien juga mengalami keterlambatan perkembangan sehingga
setara dengan anak usia 4 bulan. Pasien bisa membalik dirinya, pasien belum bisa bangkit
dengan kepala tegak, belum bisa berdiri 2 detik, berdiri sendiri dan membungkuk berdiri.
V.RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Moewardi karena kejang. Selain itu Ibu pasien
merasa perkembangan anaknya saat ini terlambat dibandingkan dengan teman-teman
sebayanya. Keluarga pasien didapatkan kesan status sosial ekonomi cukup. Riwayat
kehamilan dan persalinan normal. Pasien diimunisasi sesuai jadwal program imunisasi
Kemenkes 2013. Riwayat nutrisi pasien kesan cukup. Dari pemeriksaan fisik pada pasien
ditemukan adanya ekstremitas spastik. Berdasarkan pemeriksaan fisik antropometri pada
pasien didapatkan kesan gizi kurang.
Hasil tes perkembangan Denver, yaitu:
1. Personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 3 bulan.
2. Motorik halus pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 5 bulan;.
3. Bahasa pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 1 tahun;.
4. Motorik kasar pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 4 bulan;.
Terlihat adanya keterlambatan perkembangan pada semua aspek, sehingga keluhan
pada pasien dikatakan sebagai Global Developmental Delay. Untuk tindak lanjutnya,
diusulkan konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi.
IV. ASSESSMENT
V.
1.
Global Developmental Delay
2.
Epilepsi Umum non simptompatik
3.
Mikrocephal
4.
Cerebral Palsy Spastik
5.
Gizi Kurang
PLANNING
1.
Konsul fisioterapi untuk latihan motorik
VI. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: malam
Ad fungsionam
: dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cerebral Palsy
1. Definisi
Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelopok
penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis
yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan
bertambah buruk pada usia selanjutnya. Cerebral palsy merupakan kelainan yang
disebabkan oleh kerusakan otak yang mengakibatkan kelainan pada fungsi ger koordinasi,
psikologis dan kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan
teori yang disampaikan dalam The American Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad
Efendi, 2006:118), “Cerebral Palsy” adalah berbagai perubahan gerakan atau fungsi motor
tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang
terdapat pada rongga tengkorak”. Dari pengertian tersebut di atas, cerebral palsy dapat
diartikan gangguan fungsi gerak yang diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau penyakit
susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Sindrom Down merupakan kelainan
genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down
memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang
normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan
genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual,
serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh.
Dalam teori yang lain menurut Soeharso (Abdul Salim, 2007:170), “cerebral palsy
terdiri dari dua kata, yaitu cerebral yang berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan
palsy yang berarti kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan
yang disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak. Sesuai dengan pengertian
di atas, cerebral palsy dapat diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh sesuatu yang
ada di otak.
Istilah cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada tahun 1843
dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum.
Dan, istilah cerebral palsy diperkenalkan pertama kali oleh Sir William Osler (Mohamad
Efendi: 2006). Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan
gerak, sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan gangguan
psikologis dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa
perkembangan otak.
2. Etiologi
Palsi serebral adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal yang
diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut :
a. Prenatal : Penyebab utama palsi serebral pada periode ini adalah malformasi otak
kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma, asfiksia
intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan
umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia
gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu faktor genetik,
kelainan kromosom.
b. Perinatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia /
hipoksia yang dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi
sefalopelvik, sectio caesaria), prematuritas, dan hiperbilirubinemia.
c. Postnatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala,
infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan), anoksia ,
dan luka parut pada otak setelah operasi.
3. Karakteristik Anak Cerebral Palsy
Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan karakteristik anak cerebral palsy.
Karakteristik anak cerebral palsy dapat dilihat dari ciri-ciri yang tampak pada anak-anak
cerebral palsy. Penyebab utamanya adalah adanya kerusakan, gangguan atau adanya
kelainan yang terjadi pada otak. Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral
palsy diklasifikasikan menjadi enam, yaitu:
a. Spasticity
Anak yang mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot, menyebabkan sebagian otot
menjai kaku, gerakan-gerakan lambat dan canggung.
b. Athetosis
Merupakan salah satu jenis cerebral palsi dengan ciri menonjol, gerakan-gerakan tidak
terkontrol, terdapat pada kaki, lengan, tangan, atau otot-otot wajah yang lambat
bergeliat-geliut tiba- tiba dan cepat.
c. Ataxia
Ditandai gerakan-gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan keseimbangan. Jadi
keseimbangan buruk, ia mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri.
d. Tremor
Ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga gerakannya, otot terlalu
tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan tahan-tahan dan
kaku.
e. Rigiditi
Ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kecil tanpa disadari, dengan irama tetap.
Lebih mirip dengan getaran.
f. Campuran
Yang disebut dengan campuran anak yang memiliki beberapa jenis kelainan cerebral
palsy.
Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182) di atas, cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan kekakuan otot; terdapat
gerakan-gerakan yang tidak terkontrol pada kaki, tangan. lengan, dan otot-otot wajah;
hilangnya keseimbangan yang ditandai dengan gerakan yang tidak terorganisasi; otot
mengalami kekakuan sehingga seperti robot apabila sedang berjalan; adanya gerakangerakan kecil tanpa disadari; dan anak mengalami beberapa kondisi campuran. Dalam teori
yang lain, Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006:122), cerebral palsy dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Spasticity
Kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive reflex dan strech
relex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
1) Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai.
2) Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai dan kedua tangan.
3) Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai dengan
terletak pada belahan tubuh yang sama.
b. Athetosis
Kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan gerakan-gerakan menjadi tidak
terkendali dan terarah.
c. Ataxsia
Kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan gagguan pada keseimbangan.
d. Tremor
Kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-getaran berirama,
baik yang bertujuan meupun yang tidak bertujuan.
e. Rigiditi
Kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada otot.
Dari pendapat Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006: 122) di atas, cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kelainan pada satu atau kedua tungkai
dan juga tangan yang disebabkan kerusakan kortex cerebellum yang menyebabkan
hiperaktive dan strech relex; adanya gerakan-gerakan yang tidak terkendali dan terarah yang
diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; adanya gangguan keseimbangan yang
diakibatkan kerusakan otot pada cerebellum; terjadi getaran-getaran berirama, baik yang
bertujuan maupun yang tidak bertujuan yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia;
dan kekakuan otot yang diakibatkan kerusakan pada bagsal banglia. Menurut Yulianto
(Abdul Salim, 2007: 178-182), karakteristik cerebral palsy dibagi sesua dengan derajat
kemampuan fungsional. Adapun karakteristik cerebral palsy sesuai dengan derajat
kemampuan fungsional yaitu:
a.
Golongan Ringan
Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak-anak sehat
lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu dalam kegiatan sehari-hari, maupun
dalam mengikuti pendidikan.
b.
Golongan Sedang
Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya pendidikan khusus
agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau bicara. Anak memerlukan
alat bantuan khusus untuk memperbaiki pola geraknya.
c.
Golongan Berat
Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan yang
sedemikian rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak mungkin dapat hidup
tanpa bantuan orang lain.
4. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi
a) Palsi serebral spastik
Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada kondisi ini, otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan mengalami kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, ketika penderita berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku
dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal
dengan gait gunting (scissors gait). Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai tremor
hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan
b) Palsi serebral atetoid
Bentuk palsi serebral ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa mengendalikan
gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan abnormal ini mengenai tangan,
kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus , otot dan lidah. Akibatnya, anak
tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami masalah
koordinasi gerakan otot bicara (disartria), palsi serebral atetoid terjadi pada 11-19 %
penderita palsi serebral.
c) Palsi serebral ataksid
Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan koordinasi gerakan.
Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki
dengan posisi saling berjauhan. Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan
tepat, misalnya menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran.
d) Palsi serebral campuran
Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya penderita memiliki lebih
dari satu bentuk palsi serebral. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan
gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi lainnya juga mungkin dijumpai
5. Dampak Dari Cerebral Palsy
Cerbral palsy dapat berdampak pada keadaan kejiwaan yang banyak dialami adalah
kurannya ketenangan. Anak cerebral palsy tidak dapat stabil, sehingga menyulitkan pendidik
untuk mengikat (mengarahkan) kepada suatu pelajaran atau latihan. “Anak cerebral palsy
dapat juga bersikap depresif, seakan-akan melihat sesuatu dengan putus asa atau sebaliknya
agresif dengan bentuk pemarah, ketidak sabaran atau jengkel, yang akhirnya sampai kejang
“. (Mumpuniarti, 2001: 101). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mohammad Efendi
(2006: 126).
Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan
perkembangan kognitifnya. Khsusunya anak cerebral palsy selain mengalami kesulitan
dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami
kesulitan dalam komunikasi, persepsi, maupun kontrol gerakan, bahkan beberapa penelitian
sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).
Sedangkan menurut Abdul Salim (2007: 184-176), kelainan fungsi dapat terjadi
tergantung dari jenis cerebral palsy dan berat ringannya kelainan, antara lain:
a. Kelainan fungsi mobilitas
Kelainan fungsi mobilitas dapat diakibatkan oleh adanya kelumpuhan anggota
gerak tubuh, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah, sehingga anak dalam
melakukan mobilitas mengalami hambatan.
b.
Kelainan fungsi komunikasi
Kelainan ini dapat timbul karena adanya kelumpuhan pada otot-otot mulut dan
kelainan pada alat bicara. Kelainan tersebut mengakibatkan kemampuan anak untuk
berkomunikasi secara lisan mengalami hambatan.
c.
Kelainan fungsi mental
Kelainan fungsi mental dapat terjadi terutama pada anak cerebral palsy dengan
potensi mental normal. Oleh karena ada hambatan fisik yang berhubungan dengan fungsi
gerak dan perlakuan yang keliru, mengakibatkan anak yang sebenarnya cerdas akan
tampak tidak dapat menampikan kemampuannya secara maksimal.
Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa tujuan
pengobatan
bukan
membuat
anak
menjadi
normal
seperti
anak
lainnya,
tetapi
mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga diharapkan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan.
1. Aspek Medis
a. Aspek gizi umum
i. Gizi: gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita ini karena
sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, dan sukar untuk
menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan
perlu dilakukan
ii. Imunisasi dan perawatan kesehatan tetap dilakukan
iii. Sering terjadi konstipasi dan decubitus
b. Terapi medikamentosa: sesuai kebutuhan anak, seperti obat relaksasi otot, anti kejang,
dan lain-lain
c. Terapi pembedahan ortopedi. Misalkan pada kasus tendon yang memendek. Tujuan
pembedahan adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat, atau untuk
transfer dari fungsi
d.
Fisioterapi
i. Teknik tradisional: latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan
peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, berdiri, pindah, jalan
ii. Motor function training
iii. Terapi okupasi
iv. Ortotik, bertujuan untuk stabilitas, mencegah kontraktur, mencegah deformitas
agar tangan lebih berfungsi
e.
Terapi wicara
2. Aspek non medis
a.
Pendidikan: apabila terdapat kecatatan mental, disekolahkan di SLB
b.
Pekerjaan
c.
Problem sosial
d.
Lain-lain
Prognosis
Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya, tidak pernah terjadi pada
palsi serebralis. Tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat
sebagi kompensasinya. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper
menunjukkan adanya tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan
bertambahkan umur anak yang mendapat stimulasi yang baik. Di Inggris dan Skandinavia
sebanyak 20-30% dari penderita dengan kelainan ini mampu sebagai buruh penuh.
Sedangkan 30-35% penderita yang disertai dengann retardasi mental, membutuhkan
perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan. Prognosis
bertambah berat apabla disertai retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan
dan pendengaran. Angka kematian penyakit ini adalah 53% pada tahun pertama dan 11%
meninggal pada umur 7 tahun.
B.
Global Development Delay
1.
Definisi
Global development delay (GDD) ialah kecacatan perkembangan dalam arti
terdapat adanya penundaan yang signifikan pada dua/lebih domain perkembangan
antara lain : personal sosial, gross motor (motorik kasar), fine motor (motorik halus),
bahasa, kognitif dan aktivitas sehari-hari. Global development delay menjadi faktor
utama dari sebagian besar neurodevelopmental disorder. Pada anak dengan global
development delay umumnya terjadi pada umur dibawah 5 tahun (Van et al., 2017).
2. Epidimiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5
tahun. Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3%. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar
80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal,
disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%nya belum diketahui.
Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12
bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak
adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14
(21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% berat badan
lahir rendah dan berat badan lahir sangat rendah, ibu berpendidikan menengah
ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan 40
(60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61%
dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis,
palsi serebral.
Evaluasi dan investigasi pada anak dengan global development delay
mengungkapkan penyebab 50-70% dari kasus ini. Pada kasus ini dapat meninggalkan
minoritas yang besar, jika dibandingkan dengan anak seusianya. Mulai dari
terlambatnya kemampuan fungsionalnya hingga retardasi mental. Anak dengan global
development delay bisa saja mengalami retardasi mental selain dari keterlambatan
pada fungsionalnya, tapi tidak semua anak dengan GDD mengalaminya. Semua
tergantung pada penyebab yang membuat kondisi anak mengalami keterbelakangan
mental (Walters, 2010).
3. Etiologi
Penyebab gangguan perkembangan tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah
termasuk penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah prematuritas,
hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir rendah. Kelainan neurokimiawi
dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan dalam defisit koordinasi.
Penyebab yang dapat memicu terjadinya GDD adalah faktor yang diperoleh karena
suatu penyebab antara lain :
a.
b.
Penyabab saat Prenatal / Perinatal :
1.
Terpapar teratogens atau racun
2.
Asfiksia intrapartum
3.
Prematur
4.
Infeksi kongenital
5.
Kongenital hipotiroidisme
6.
Trauma saat kelahiran
7.
Hemoragic intracranial
Penyebab saat Postnatal :
1.
Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2.
Trauma otak
3.
Penyebab dari lingkungan, misalnya kurangnya nutrisi (Pediatric Clerkship –
University of Chicago, 2012).
Penyebab lain GDD antara lain genetik atau sindromik, metabolik, endokrin, trauma,
penyebab dari lingkungan, malformasi serebral, cerebral palsy, infeksi, dan toxin (Walters,
2010). Salah satu penyebab GDD pada beberapa kasus yaitu akibat infeksi seperti virus
rubella. Pada ibu yang telah terinfeksi virus rubella, maka virus ini akan terbawa oleh aliran
darah ibu. Virus akan menginfeksi janin yang berada dalam kandungan ibu melewati tali
pusat janin. Virus yang berhasil menembus dinding penghalang plasenta, maka dipastikan
janin akan terinfeksi. Beberapa kemungkinan seperti keguguran dan immaturasi otak yang
menyebabkan gangguan lain. Jangka waktunya kurang lebih 5 hari setelah konsepsi
(Ramadhan, 2012).
4. Patogenesis dan Gejala Klinis
Virus yang berhasil menginfeksi janin maka, akan merusak sistem pada janin.
Kerusakan sistem ini yang membuat anak lahir dengan gejala penyerta seperti gangguan
pendengaran serta penglihatan (Matalia and Shirke, 2016). Hal ini juga menjadi pemicu
terjadinya gangguan perkembangan pada anak, tapi keterlambatan perkembangan ini sering
tidak diperhatikan oleh orang tua. Untuk itu terdapat beberapa tanda dan gejala yang bisa
membantu orang tua untuk memantau perkembangan anak antara lain :
a.
Anak belum mampu duduk mandiri / tanpa bantuan saau usia 8 bulan
b.
Belum mampu merangkak pada usia 12 bulan
c.
Kemampuan sosial/interaksi yang buruk
d.
Umur 6 bulan belum mampu untuk berguling secara mandiri
e.
Memiliki masalah komunikasi
f.
Masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus (Shields, 2009; IDAI, 2013).
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam beberapa
hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila diperhatikan. Akhirnya
membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan hal yang
dilakukan oleh pasien tersebut. Screening prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu
menggali gejala dan akan berbeda jika screening dilakukan dalam sekali kunjungan dengan
screening dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada
kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa,
kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari di mana belum diketahui penyebab dari
kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa
klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam perkembangan Milestones yang seharusnya,
yaitu10,11:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
Selain tanda dan gejala yang ada, kita bisa melakukan serangkain tes yang bisa
dilakukan untuk mengetahui penyebab lebih pasti dari delay yang terjadi pada anak.
Serangkaian tes yang diperlukan untuk menunjang diagnosa adalah :
a.
Skrining metabolik
Bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan genetik bawaan yang berkaitan
dengan metabolisme pada anak. Skrining metabolik yang dilakukan antara lain : serum
asam amino, serum glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, ammonia dan creatinine kinase.
Tes ini dianjurkan bila ditemukan adanya riwayat yang mengarah pada suatu etiologi
spesifik.
b.
EEG (Electroencephalography)
Pemeriksaan ini dilakukan jika anak memiliki riwayat epilepsi. Tes ini juga bisa
digunakan untuk anak dengan kecurigaan ADHD dan pada tes dengan DSM-IV anak
positif menunjukan gejala ADHD. Pemeriksaan ini belum memiliki data yang cukup
sehingga tidak disarankan untuk anak yang tidak memiliki riwayat epilepsi atau
kecurigaan gangguan yang melibatkan otak.
c.
Chromosomal microarray DNA test
Tes genetika mikroarray kromosomal saat ini menjadi tes lini pertama pada anak
dengan global development delay yang digunakan untuk evaluasi. Umumnya pada
beberapa anak dengan global development delay, analisis mikroarray dapat membantu
untuk menganalisis kelainan yang tidak diketahui.
d.
Tes lain yang berkaitan
Tes lain yang berkaitan dengan diagnosa kelainan pada anak yang perlu
dilakukan antara lain :
1.
Tes sitogenik yang bertujuan untuk menentukan sindrom yang spesifik
2.
Tes pendengaran dan penglihatan
3.
Tes untuk infeksi TORCH
4.
Tes sindrom fragile X
5.
Tes sindrom rett
6.
Skrining tiroid dan lain sebagainya (American Academy of Neurology, 2002)
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian
perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap perkembangan umumnya
cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga
18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk
itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak. Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau
keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau screening perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada
anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara
dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan
dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan
perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian
perkembangan.
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari beberapa
tanda bahaya (red flag) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di bawah:
1.
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
a. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri
dan kanan.
b. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6
bulan.
c. Hiper atau hipotonia atau gangguan tonus otot.
d. Hiper atau hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh.
e. Adanya gerakan yang tidak terkontrol.
2.
Tanda bahaya gangguan motor halus
a. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan.
b. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun.
c. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan
setelah usia 14 bulan.
d. Perhatian penglihatan yang inkonsisten.
3.
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
a. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu
benda pada usia 20 bulan.
b. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan.
c. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan.
4.
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
a. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya saat
dipanggil tidak selalu memberi respon.
b. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan dengan
orang lain pada usia 20 bulan.
c. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan.
5.
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
a. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
b. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
c. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
d. 15 bulan: belum ada kata
e. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
f. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
g. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara, dan kemampuan bersosialisasi atau
interaksi
6.
Tanda bahaya gangguan kognitif
a. 2 bulan: kurangnya fixation
b. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
c. 6 bulan: belum berespon atau mencari sumber suara
d. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
e. 24 bulan: belum ada kata berarti
f. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode screening yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini gangguan
bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala khusus, misalnya:
menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test – II), Child Development Inventory
untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire,
Parent’s Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat screening yang
lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical
Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif,
reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.
5. Diagnosis
Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orang tua secara seksama
tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap keterlambatan
perkembangan, perubahan tubuh, dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu
perhatian khusus. Tiap orang tua tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda.
Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi resiko biologi akibat dari gangguan
prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit
primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat masih bayi.
Tabel. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis dan Judith, 1994
Contohnya dari pandangan biologi, bayi dengan berat badan lahir rendah seringkali
beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan
metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi perkembangan otak.
Anak dengan resiko lingkungan termasuk di dalamnya ibu yang masih muda dan tidak
berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang
hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan
sering menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomi 21 diketahui memiliki hubungan dengan
keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV.
Kurangnya motorik Milestones, perubahan perilaku, aspek kognitif buruk, serta perubahan
fungsi serebelum dalam tahun pertama sering dihubungkan dengan HIV.
Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran
lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting
dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan
kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10
Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat
dilakukan saat bayi, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti
arah cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pra sekolah, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan ada atau
tidaknya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brainstem evoked potentials (BERA) pada bayi. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis
media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan
menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau
neurofibromatosis yang dihubungkan dengan developmental delay. Pemeriksaan fisik juga harus
dilakukan meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti
adanya refleks primitif, yaitu refleks Moro, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan
tonus.
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan gangguan
perkembangan tidak dibedakan dengan tes screening yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal
ini penting dan dilakukan secara periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara
lain11,12:
a. Screening metabolik
Screening metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa, bikarbonat,
laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Pemeriksaan metabolik rutin untuk bayi baru
lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG.
Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila
anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif,
pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus
otot harus discreening dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk
melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak ditemukan dismorfik
atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji
mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun screening
untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan
tingkat keparahan yang lebih buruk, screening pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Syndrome Rett perlu dipertimbangkan pada wanita
dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Screening tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu dilakukan.
Namun, screening tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila terdapat klinis yang
jelas mengarah pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat epilepsi
atau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data yang cukup
mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan sebagai rekomendasi
pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih bila
ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih dibandingkan CT
scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya.
Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa tujuan pengobatan
bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya, tetapi mengembangkan kemampuan
yang ada seoptimal mungkin, sehingga diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan atau dengan sedikit bantuan. Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini
masih belum ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, di mana anakanak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan
kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal
disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang
dilakukan, antara lain6,9,12:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi tergantung
dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan
atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut,
lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak
tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar
dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan lain-lain.
Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat
membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik kasar
yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling, merangkak,
berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang
lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan
kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan
orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki efek
kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar barangbarang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi
yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk
beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya.
Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi
kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap
yang tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang
disebut cognitive-behavioural therapy.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat
mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah
satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi
permasalahannya, sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan diagnosis
lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat, sebagian
besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa
anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri
dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktorfaktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan
perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga
terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani
kesehariannya.
C. Tahap Perkembangan Normal pada Anak
1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi
sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak
menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat
diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan
saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskular,
kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri yang satu sama lainnya saling
berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan
perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi dengan
pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta perkembangan memiliki tahap
yang berurutan.
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga memiliki
prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan sebagai kaidah atau
pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Terdapat dua prinsip proses
tumbuh kembang, yaitu perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta
pola perkembangan dapat diramalkan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara
lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik,
dan kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat
kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor
persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obatobatan).
3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi:
a. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
b. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah,
dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan
sebagainya.
4. Periode Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan
yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh kembang anak terbagi dalam beberapa
periode. Periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut:
a. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
i.
Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
ii.
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum yang
telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi diferensiasi
yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
iii.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan.
Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur kehamilan 9
minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi
percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah
terbentuk serta mulai berfungsi.
iv.
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer
immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak
esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid)
pada otak dan retina.
b. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
i.
Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi.
ii.
Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI
sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang
sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin,
sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.
c. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam
perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi ekskresi. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Setelah lahir, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya.
Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat
mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal
huruf, hingga bersosialisasi.Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga
dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila
tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya
manusia dikemudian hari.
d. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan dengan
aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.
Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka lingkungan di luar rumah mulai
diperkenalkan. Pada masa ini juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra
dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga
anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini
adalah dengan cara bermain.
BAB III
SIMPULAN
Pasien perempuan, 4,5 tahun didiagnosis GDD, epilepsi umum non simptompatik,
mikrocephal, cerebral palsy spastik, dan gizi kurang. GDD adalah keterlambatan yang
signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar,
halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Pada
pasien ini ditemukan keterlambatan di semua aspek berdasarkan Denver II yang
dilakukan pada 31 Mei 2019 di domain personal-sosial, motorik halus-adaptif, bahasa,
dan motorik kasar. Pasien memiliki gizi kurang yang ditentukan berdasarkan Kurva
Pertumbuhan Anak Cerebral Palsy oleh Developmental Medicine and Child Neurology
2006 Group 4 . Dari berbagai etiologi yang mungkin menyebabkan keterlambatan, faktor
penyakit Cerebral Palsy merupakan faktor penyebab yang paling memungkinkan. Untuk
tindak lanjutnya, diusulkan konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik untuk fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Neurology. 2002. “Evaluation of the child with Global Developmental
Delay”. American Academy of Neurology Guideline Summary for Clinicians.
Chicago, P. C. 2012. “Global Developmental Delay Evaluation: Evidence-based Approach”.
Retrieved from https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/global- developmental-delayevaluation-evidence-based-approach.
Demarin, V., Morovic, S., and Bene, R. 2014. “Neuroplasticity”. Periodicum Biologorum,
116(2), 209–211.
Depkes. 2010. “11,9 % Anak Yang Mengikuti SDIDTK Mengalami Kelainan Tumbuh
Kembang.
KemenKes
RI”.
http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=1141&id=119
%-anak-yang-mengikuti-sdidtk-mengalami-kelainan-tumbuh-kembang.html
Gupta, S., Gupta, V., & Ahmed, A. 2016. “Common Developmental Delay in Full-term
Children: A Common Neurological Profile to Aid in Clinical Diagnosis”. Journal of Clinical
Developmental Biology J Clin Dev Biol,
1(2), 1–8. https://doi.org/10.21767/2472-1964.100008.
Labaf, S., Shamsoddini, A., Taghi Hollisaz, M., Sobhani, V., and Shakibaee, A. 2015. “Effects
of neurodevelopmental therapy on gross motor function in children with cerebral palsy”.
Iranian Journal of Child Neurology, 9(2), 36– 41.
Lee, K. H., Park, J. W., Lee, H. J., Nam, K. Y., Park, T. J., Kim, H. J., and Kwon,
B. S. 2017. “Efficacy of intensive neurodevelopmental treatment for children with
developmental delay, with or without cerebral palsy”. Annals of
Rehabilitation
Medicine,
41(1), 90–96.
https://doi.org/10.5535/arm.2017.41.1.90.
Masgutova, S., Russia-poland, P. D., Wenberg, E. S., and Retschler, M. 2008. “Masgutova
Method of Reflex Integration for Children With Cerebral Palsy”,
1–23. Retrieved
from http://masgutovamethod.com/_uploads/_media_uploads/_source/article_val eriecp.pdf.
Medise, Bernie Endyarni. 2013. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum Pada Anak.
IDAI
Jakarta.
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatananak/mengenalketerlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.
Matalia, J., and Shirke, S. 2016. “Congenital Rubella”. New England Journal of Medicine,
375(15), 1468–1468. https://doi.org/10.1056/NEJMicm1501815.
Park, E.-Y., and Kim, W.-H. 2017. “Effect of neurodevelopmental treatment- based physical
therapy on the change of muscle strength, spasticity, and gross motor function in children
with spastic cerebral palsy”. Journal of
Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.
Ramadhan, Yusuf A., and Dina Maliana. 2012. Bahaya Virus Rubella bagi Ibu Hamil. Surakarta:
BISA Publishing.
Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar Pediatric
Neurology. 1998;5:21–26.
Shields, M. A. 2009. “Childhood Development “, 46(2), 281–301.
Van, I., Colla, S., Leeuwen, K. Van, Vlaskamp, C., Ceulemans, E., Hoppenbrouwers, K., …
Maes, B. 2017. “Developmental Delay”. Research in Developmental
Disabilities,
64(April), 131–142.
https://doi.org/10.1016/j.ridd.2017.04.002
Yadav, R. K., Maity, S., and Saha, S
“A review on TORCH: groups of congenital
infection during pregnancy”. Journal of Scientific and Innovative Research JSIR, 3(32),
258–264.
Retrieved
from
https://pdfs.semanticscholar.org/0898/cd1d53d226defde2b5e01abf1572235 b2589.pdf.
Download