Uploaded by User14822

17-201410235027-bab 7.pdf-dikonversi

advertisement
BAB VII
UTILITAS
Utilitas merupakan unit penunjang utama dalam memperlancar jalannya
suatu proses produksi. Dalam suatu pabrik, utilitas memegang peranan yang
penting. Karena suatu proses produksi dalam suatu pabrik tidak akan berjalan
dengan baik jika utilitas tidak ada. Oleh sebab itu, segala sarana dan prasarananya
harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi
suatu pabrik.
Berdasarkan kebutuhannya, utilitas pada pabrik pembuatan gliserol dari
Crude Palm Oil (CPO) dan air adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan uap (steam)
2. Kebutuhan air
3. Kebutuhan listrik
4. Kebutuhan bahan bakar
5. Unit pengolahan limbah
7.1
Kebutuhan Uap (Steam)
Uap digunakan dalam pabrik sebagai media pemanas. Kebutuhan uap yang
digunakan yaitu kebutuhan uap 260 oC untuk Reaktor Hidrolisis dan untuk alat
yang lain (superheated steam). Kebutuhan uap pada pabrik pembuatan gliserol
dapat dilihat pada Tabel 7.1 di bawah ini.
Tabel 7.1 Kebutuhan Uap Pabrik Pembuatan Gliserol
Jumlah Steam
Nama alat
Evaporator (EV-01)
(kg/jam)
936,4897
39
Flash Distilasi (FD-01)
512,1308
Heat Exchanger (HE-01)
9564,7062
Heat Exchanger (HE-02)
325,3854
Fat Splitting Tank (R-01)
71,6927
11410,4048
Total
Tambahan untuk faktor keamanan sebesar 20% (Perry, et al. 1997), maka
total steam yang dibutuhkan yaitu:
20% x 11410,4048 = 13692,4857 kg/jam.
Diperkirakan 80% kondensat dapat digunakan kembali maka kondensat
yang dapat digunakan kembali adalah :
80% × 13692,485 = 10953,9886 kg/jam
Kebutuhan air tambahan untuk boiler :
(13692,4857-10953,9886) kg/jam = 2738,4971 kg/jam
7.2
Kebutuhan Air
Dalam proses produksi, air memegang peranan penting, baik untuk
kebutuhan proses maupun kebutuhan domestik. Adapun kebutuhan air pada pabrik
pembuatan gliserol ini adalah sebagai berikut:

Air untuk umpan boiler = 4571,6 kg/jam

Air Pendingin :
Tabel 7.2 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat
Nama alat
Heat Exchanger (HE-03)
Total
Jumlah Air Pendingin (kg/jam)
5869,665
5869,665
40
Air pendingin bekas digunakan kembali setelah didinginkan dalam menara
pendingin air. Dengan menganggap terjadi kehilangan air selama proses sirkulasi,
maka air tambahan yang diperlukan adalah jumlah air yang hilang karena
penguapan, drift loss, dan blowdown (Perry et al, 1997).
Air yang hilang karena penguapan dapat dihitung dengan persamaan:
We = 0,00085 Wc (T2 – T1)
Di mana:
(Perry et al, 1997)
Wc = jumlah air masuk menara
T1 = temperatur air masuk
T2 = temperatur air keluar
Maka,
We = (0,00085  5869,665  (140-86))
= 269,4176 kg/jam
Air yang hilang karena drift loss biasanya 0,1 – 0,2 % dari air pendingin
yang masuk ke menara air (Perry et al, 1997). Ditetapkan drift loss 0,2 %, maka:
Wd = 0,002  5869,665 = 11,7393 kg/jam
Air yang hilang karena blowdown bergantung pada jumlah siklus sirkulasi
air pendingin, biasanya antara 3 – 5 siklus (Perry et al, 1997). Ditetapkan 5 siklus,
maka:
kg/jam
Sehingga air tambahan yang diperlukan = We + Wd + Wb
= 269,4176+ 11,7393 + 67,3544
= 348,5113 kg/jam
41
 Air proses
Tabel 7.3 kebutuhan air proses pada alat

Nama alat
Jumlah Air (kg/jam)
Fat Splitting Tank
8431,2508
Total
8431,2508
Air untuk berbagai kebutuhan
a. Kebutuhan air domestik
Kebutuhan air domestik untuk tiap orang/shift adalah 40 – 100 ltr/hari (Met
Calf & Edy, 1991)
Diambil dari 1 liter /hari x = 4,167
ρair = 996,23 kg/m3 = 0,99623 kg/liter
Jumlah karyawan = 145 orang
Maka total air domestik = 4,167 x 145 = 604,215 ltr/jam x 0,99623 kg/liter
= 601,93 kg/jam
b.
Kebutuhan air laboratorium
Kebutuhan air untuk laboratorium adalah 1000 – 1800 ltr/hari. (Metcalf &
Eddy 1991) Maka diambil 1300 ltr/hari = 54,17 kg/jam
c.
Kebutuhan air kantin dan tempat ibadah
Kebutuhan air untuk kantin dan tempat ibadah adalah 400 – 120 ltr/hari.
(Metcalf & Eddy, 1991) Maka diambil 100 ltr/hari = 4,167 kg/jam
ρair = 996,23 kg/m3 = 0,99623
kg/liter Pengunjung rata –rata = 110
orang
Maka total kebutuhan airnya = 4,167 x 110
= 458,333 ltr/jam x 0,99623 kg/ltr
= 456,6 kg/jam
42
d.
Kebutuhan air poliklinik
Kebutuhan air untuk poliklinik adalah 1000 – 1500 ltr/hari. (Metcalf &
Eddy, 1991) Maka diambil 1200 ltr/hari = 50 kg/jam
Tabel 7.4 Pemakaian air untuk berbagai kebutuhan
Kebutuhan
Jumlah air (kg/jam)
Domestik dan Kantor
601,93
Laboratorium
54,17
Kantin dan tempat ibadah
456,6
Poliklinik
50
Total
1162,7
Sehingga total kebutuhan air yang memerlukan pengolahan awal adalah
= 2738,4971 + 348,5113 + 8431,2508 +1162,7 = 12680,969 kg/jam
Sumber air untuk pabrik pembuatan gliserol dari cpo dan air adalah dari
Sungai sekitar perkebunan kelapa sawit PTPN V Pekanbaru.
Unit Pengolahan Air
Kebutuhan air untuk pabrik pembuatan gliserol ini diperoleh dari sungai
yang terletak di sekitar pabrik. Untuk menjamin kelangsungan penyediaan air,
maka di lokasi pengambilan air dibangun fasilitas penampungan air (water
reservoar) yang juga merupakan tempat pengolahan awal air sungai. Pengolahan
ini meliputi penyaringan sampah dan kotoran yang terbawa bersama air.
Selanjutnya air dipompakan ke lokasi pabrik untuk diolah dan digunakan sesuai
dengan keperluannya. Pengolahan air di pabrik terdiri dari beberapa tahap, yaitu
(Degremont, 1991) :
1. Screening
2. Sedimentasi
3. Koagulasi dan flokulasi
43
4. Filtrasi
5. Demineralisasi
6. Deaerasi
7.2.1
Screening
Tahap screening merupakan tahap awal dari pengolahan air. Adapun tujuan
screening adalah (Degremont, 1991):
 Menjaga struktur alur dalam utilitas terhadap objek besar yang mungkin
merusak fasilitas unit utilitas.
 Memudahkan pemisahan dan menyingkirkan partikel-partikel padat yang
besar yang terbawa dalam air sungai.
Pada tahap ini, partikel yang besar akan tersaring tanpa bantuan bahan
kimia. Sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan terikut bersama air
menuju unit pengolahan selanjutnya.
7.2.2
Sedimentasi
Setelah air disaring pada tahap screening, di dalam air tersebut masih
terdapat partikel-partikel padatan kecil yang tidak tersaring pada screening. Untuk
menghilangkan padatan-padatan tersebut, maka air yang sudah disaring tadi
dimasukkan ke dalam bak sedimentasi untuk mengendapkan partikel-partikel
padatan yang tidak terlarut.
7.2.3
Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penghilangan kekeruhan di dalam
air dengan cara mencampurkannya dengan larutan Al2(SO4)3 dan Na2CO3 (soda
abu). Larutan Al2(SO4)3 berfungsi sebagai koagulan utama dan larutan Na2CO3
sebagai bahan koagulan tambahan yaitu berfungsi sebagai bahan pambantu untuk
mempercepat pengendapan dan penetralan pH. Pada bak clarifier, akan terjadi
proses koagulasi dan flokulasi. Tahap ini bertujuan menyingkirkan Suspended
Solid (SS) dan koloid (Degremont, 1991) :
44
Koagulan yang biasa dipakai adalah alum. Reaksi hidrolisis akan terjadi
menurut reaksi :
M3+ + 3 H2O
M(OH)3 + 3H+
Dalam hal ini, pH menjadi faktor yang penting dalam penyingkiran koloid.
Kondisi pH yang optimum penting untuk terjadinya koagulasi dan terbentuknya
flok-flok (flokulasi). Koagulan yang biasa dipakai adalah larutan alum
Al2(SO4)3. Sedangkan pengatur pH dipakai larutan soda abu Na2CO3 yang
berfungsi sebagai bahan pembantu untuk mempercepat pengendapan dan
penetralan pH. Dua jenis reaksi yang akan terjadi adalah (Degremont, 1991) :
Al2(SO2)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O
2Al(OH)3 + 12Na+ + 6HCO3- + 3SO43-
2Al2(SO4)3 + 6 Na2 CO3 + 6H2O
4Al(OH)3 + 12Na+ + 6CO2 + 6SO43-
Pemakaian larutan alum umumnya hingga 50 ppm terhadap jumlah air yang
akan diolah, sedangkan perbandingan pemakaian alum dan abu soda = 1 : 0,54
(Crities, 2004).
Perhitungan alum dan abu soda yang diperlukan :
Total kebutuhan air
= 12680,969 kg/jam
Pemakaian larutan alum
= 50 ppm
Pemakaian larutan soda abu = 0,54 × 50 = 27 ppm
Larutan alum Al2(SO4)3 yang dibutuhkan
= 50.10-6 × 12680,969
= 0,634 kg/jam
Larutan abu soda Na2CO3 yang dibutuhkan = 27.10-6 × 12680,969
= 0,3423 kg/jam
45
7.2.4
Filtrasi
Filtrasi dalam pemurnian air merupakan operasi yang sangat umum dengan
tujuan menyingkirkan Suspended Solid (SS), termasuk partikulat BOD dalam air
(Metcalf & Eddy, 1991)
.
Material yang digunakan dalam medium filtrasi dapat bermacam-macam :
pasir, antrasit (crushed anthracite coal), karbon aktif granular (Granular Carbon
Active atau GAC), karbon aktif serbuk (Powdered Carbon Active atau PAC) dan
batu garnet. Penggunaan yang paling umum dipakai di Afrika dan Asia adalah
pasir dan gravel sebagai bahan filter utama, menimbang tipe lain cukup mahal
(Kawamura, 1991).
Unit filtrasi dalam pabrik pembuatan vinil asetat menggunakan media filtrasi
granular (Granular Medium Filtration) sebagai berikut :
1.
Lapisan atas terdiri dari pasir hijau (green sand). Lapisan ini
bertujuan memisahkan flok dan koagulan yang masih terikut bersama
air. Lapisan yang digunakan setinggi 10 in (25,4 cm).
2.
Untuk menghasilkan penyaringan yang efektif, perlu digunakan
medium berpori misalnya atrasit atau marmer. Untuk beberapa
pengolahan dua tahap atau tiga tahap pada pengolahan effluent pabrik,
perlu menggunakan bahan dengan luar permukaan pori yang besar dan
daya adsorpsi yang lebih besar, seperti Biolite, pozzuolana ataupun
Granular Active Carbon/GAC) (Degremont, 1991). Pada pabrik ini,
digunakan antrasit setinggi 20 in (50,8 cm).
3.
Lapisan bawah menggunakan batu kerikil/gravel setinggi 16 in (40,64
cm) (Metcalf & Eddy, 1991).
Bagian bawah alat penyaring dilengkapi dengan strainer sebagai penahan.
Selama pemakaian, daya saring sand filter akan menurun. Untuk itu diperlukan
46
regenerasi secara berkala dengan cara pencucian balik (back washing). Dari sand
filter, air dipompakan ke bak penampungan air sebelum didistribusikan untuk
berbagai kebutuhan.
Untuk air domestik, laboratorium, kantin, dan tempat ibadah, serta
poliklinik, dilakukan proses klorinasi, yaitu mereaksikan air dengan klor untuk
membunuh kuman-kuman di dalam air. Klor yang digunakan biasanya berupa
kaporit, Ca(ClO)2.
Perhitungan kebutuhan kaporit, Ca(ClO)2 :
Total kebutuhan air yang memerlukan proses klorinasi = 1162,7 kg/jam
Kaporit yang digunakan direncanakan mengandung klorin 70 % Kebutuhan klorin
= 2 ppm dari berat air.
Total kebutuhan kaporit= (2.10-6 × 1162,7)/0,7 = 0,00332 kg/jam
7.2.5
Demineralisasi
Air untuk umpan ketel dan proses harus murni dan bebas dari garam-garam
terlarut. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi, dimana alat
demineralisasi dibagi atas :
a. Penukar kation
Berfungsi untuk mengikat logam – logam alkali dan mengurangi kesadahan
air yang digunakan. Proses yang terjadi adalah pertukaran antara kation Ca, Mg,
dan Mn yang larut dalam air dengan kation hidrogen dan resin. Resin yang
digunakan bertipe gel dengan merek IR–22 (Lorch, 1981).
Reaksi yang terjadi :
2H+R + Ca2+
Ca2+R + 2H+
47
2H+R + Mg2+
Mg2+R + 2H+
2H+R + Mn2+
Mn2+R + 2H+
Perhitungan kesadahan kation :
Air Sungai mengandung kation Fe2+, Cd2+, Pb2+, Mn2+, Ca2+, Zn2+, Al3+ dan
Mg2+ masing-masing 0 mg/L, 0 mg/L, 0 mg/L, 0 mg/L, 10,5 mg/L, 0 mg/L, 0,004
mg/L, dan 26,29 mg/L (Tabel 7.5).
Total kesadahan kation = (0 + 0 + 0 + 0 + 10,5 + 0 + 0,004 + 26,29) mg/L
= 36,794 mg/L = 0,0368 g/L
Jumlah air yang diolah = 2738,497 kg/jam
Kesadahan air = 0,0368 gr/L × 2748,8327 L/jam × 24 jam/hari × 10-3 kg/gr
= 2,4273 kg/hari
Ukuran Cation Exchanger
Jumlah air yang diolah = 2738,497 kg/jam = 12,1026 gal/menit Dari Tabel 12.4,
The Nalco Water Handbook, 1988 diperoleh :
-
Diameter penukar kation
= 2 ft – 0 in
-
Luas penampang penukar kation
= 3,14 ft2
-
Jumlah penukar kation
= 1 unit
Volume resin yang diperlukan
Total kesadahan air = 2,4273 kg/hari Dari Tabel 12.2, Nalco, 1988, diperoleh :
-
Kapasitas resin
= 20 kgr/ft3
-
Kebutuhan regenerant = 6 lb H2SO4/ft3 resin
Kebutuhan resin =
Tinggi resin =
48
Perhitungan kesadahan anion :
Perhitungan Kesadahan Anion
Air Sungai Garut mengandung Anion : Cl-, SO 2-, CO 2-, masing-masing 10,3
mg/L, 99,36 mg/L, 0 mg/l
Total kesadahan anion = (10,3 + 99,36 + 0) mg/L
= 103,39 mg/L = 0,1094 gr/L
Jumlah air yang diolah = 2738,497 kg/jam
Ukuran Anion Exchanger
Jumlah air yang diolah = 2738,497 kg/jam = 12,1026 gal/menit Dari Tabel 12.4 ,
The Nalco Water Handbook, diperoleh:
-
Diameter penukar anion
= 2 ft – 0 in
-
Luas penampang penukar anion
= 3,14 ft2
-
Jumlah penukar anion
= 1 unit
7.2.6
Deaerator
Deaerator berfungsi untuk memanaskan air yang keluar dari alat penukar ion
(ion exchanger) dan kondensat bekas sebelum dikirim sebagai air umpan ketel.
Pada deaerator ini, air dipanaskan hingga 90 °C supaya gas-gas yang terlarut
dalam air, seperti O2 dan CO2 dapat dihilangkan, sebab gas-gas tersebut dapat
menyebabkan korosi. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan koil pemanas.
7.3
Kebutuhan Listrik
Tabel 7.5 Perincian Kebutuhan Listrik
No.
Pemakaian
Jumlah (Hp)
1.
Unit proses
280
2.
Unit utilitas
1400
49
3.
Ruang kontrol dan Laboratorium
30
4.
Bengkel
40
5.
Penerangan dan perkantoran
30
6.
Perumahan
100
1880
Total
Total kebutuhan listrik = 1880 hp × 0,7457 kW/Hp
= 1401,916 kW
Efisiensi generator 80 %, maka :
Daya output generator = 1401,916 / 0,8
= 1752,395 kW
7.4
Kebutuhan Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan untuk ketel uap dan pembangkit tenaga listrik
(generator) adalah minyak solar, karena minyak solar memiliki efisiensi dan nilai
bakar yang tinggi.
Keperluan bahan bakar generator
Nilai bahan bakar solar
= 19860 Btu/lbm (Perry dkk, 1999)
Densitas bahan bakar solar
= 0,89 kg/L
Daya output generator
= 1752,395 kW
Daya generator yang dihasilkan = 1752,395 kW x (0,9478 Btu/det.kW) x 3600
det/jam
= 5979311,932 Btu/jam
Jumlah bahan bakar
= (5979311,932 Btu/jam)/(19860 Btu/lbm /
0,45359 kg/lbm)
= 136,5637 kg/jam
Kebutuhan solar
= (136,5637 kg/jam) / (0,89 kg/ltr)
50
= 153,442 liter/jam
Keperluan bahan bakar boiler BO-01
Uap yang dihasilkan ketel uap
= 2214,8383 kg/jam
Entalpi superheated steam (150 °C) = 2776,2 kJ/kg(Smith, 2001)
Entalpi air kondensat (90 °C) = 376,92 kJ/kg(Smith, 2001)
Panas yang dibutuhkan boiler = 2214,8383 kg/jam x (2776,2 – 376,92) kJ/kg
= 5314017,284 kJ/jam
Efisiensi boiler = 85 %
Panas yang harus disuplai BO-01
= (5314017,284 kJ/jam)/0,85
= 6251785 kJ/jam
Keperluan bahan bakar boiler BO-02
Uap yang dihasilkan boiler
= 11477,647 kg/jam
Entalpi superheated steam (275 °C) = 2817 kJ/kg
(Smith, 2001)
Entalpi air kondensat (222 °C)
(Smith, 2001)
= 898,182 kJ/kg
Panas yang dibutuhkan boiler:
= 11477,647 kg/jam x (2817 – 898,182 ) kJ/kg
= 22023516 kJ/jam
Efisiensi boiler = 85 %
Panas yang harus disuplai BO-02
= (22023516 kJ/jam)/0,85
= 25910019,42 kJ/jam
Panas total yang harus disuplai boiler = 6251785 + 25910019= 32161804 kJ/jam
Nilai bahan bakar solar = 24763 Btu/lb = 46162,07 kJ/kg
Jumlah bahan bakar
(Perry et al, 1999)
= (32161804 kJ/jam)/(46162,07 kJ/kg)
= 696,71492 kg/jam
51
Kebutuhan solar
= (696,71492 kg/jam)/(0,89 kg/ltr)
= 782,8257 liter/jam
Total kebutuhan solar
= (782,8257 + 47,3386) liter/jam
= 830,1643 liter/jam
7.5
Unit Pengolahan Limbah
Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke badan air atau
atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang dapat
membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian
lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.
Pada pabrik pembuatan gliserol ini dihasilkan limbah cair dan padat terlarut
dari proses industrinya. Sumber-sumber limbah cair-padat pada pembuatan
gliserol ini meliputi:
1.
Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik
Limbah ini diperkirakan mengandung kerak dan kotoran-kotoran yang
melekat pada peralatan pabrik.
2.
Limbah laboratorium
Limbah yang berasal dari laboratorium ini mengandung bahan-bahan kimia
yang digunakan untuk menganalisa mutu bahan baku yang dipergunakan
untuk penelitian dan pengembangan proses.
3.
Limbah Domestik
Limbah ini mengandung bahan organik sisa pencernaan yang berasal dari
kamar mandi di lokasi pabrik, serta limbah dari kantin berupa limbah padat
dan limbah cair.
52
Perhitungan untuk Sistem Pengolahan Limbah Diperkirakan jumlah air buangan
pabrik:
•
Dari pencucian peralatan pabrik
Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik = 100 liter/jam
•
Dari laboratorium diperkirakan
•
Limbah domestik dan kantor
= 50 liter/jam
Diperkirakan air buangan tiap orang 18 ltr/hari jadi jumlah limbah domestik
dan kantor :
(Metcalf 5 Eddy, hal : 19, 1991)
145 x 18 liter/hari x
Total air buangan
= 100 + 50 + 108,75
= 258,75 ltr/jam = 0,2587 m3/jam
Asumsi menggunakan BOD5 pabrik oleokimia :
BOD5 = 507 mg/l
(P.T. SOCI, Februari 2006)
Dari nilai BOD5 di atas, maka dipilihlah pengolahan limbah cair pabrik
pembuatan gliserol dengan menggunakan activated sludge (sistem Lumpur aktif).
Selain itu, metode ini mudah dalam penggunaannya dan murah dalam
pengadaannya. Juga mengingat cara ini dapat menghasilkan effluent dengan BOD
yang lebih rendah (20-30 mg/l) dan karakteristik limbah proses yang mayoritas
campuran berjenis limbah organik (Perry, 1997).
53
Download