Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Pemompaan jantung menghasilkan puncak tekanan tinggi dan palung. Ketika ventrikel kiri jantung berkontraksi dan mengirim darah ke aorta, puncak tekanan darah terjadi. Puncak ini dipertahankan untuk waktu yang singkat dengan bantuan elastisitas dari pembuluh darah besar. Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak menyadari menderita Hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan. Selain itu Hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%), dan umur 55-64 tahun (17,2%). Sedangkan menurut status ekonominya, proporsi Hipertensi terbanyak pada tingkat menengah bawah (27,2%) dan menengah (25,9%). Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur. Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan satu milyar orang di dunia menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi Hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena Hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya menderita Hipertensi sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban biaya kesehatan. Diakses : http://www.depkes.go.id/article/view/17051800002/sebagian-besar-penderitahipertensi-tidak-menyadarinya.html Langkah Penanganan Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes membuat kebijakan yaitu: - Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) - Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu PTM - Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktivitas dan tidak merokok. Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi http://www.p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-p2ptm/hipertensi-dan-penanganannya HUBUNGAN STRESS DENGAN HIPERTENSI Lansia yang mengalami stres berdampak pada sistem pembuluh darah, mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengakibatkan gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah diotak (perdarahan otak dan penyumbatan pembuluh darah) yang berat dapat berakibat stroke dengan risiko kelumpuhan dan bahkan kematian. Gangguan aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal dan dirasakan dalan bentuk peningkatan tekanan darah, pembengkakan pada wajah. Keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dinding yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Wolff , 2008). Berbagai masalah fisik dan psikososial berpengaruh besar terhadap kehidupan sehari- hari lansia dengan hipertensi. Situasi ini dapat menyebabkan perasaan kehilangan kesejahteraan fisikpsikososial pada lansia akibat penyakit hipertensi yang dialaminya. Bentuk kehilangan ini terdiri 3 komponen, yaitu : kondisi fisiologis individu, ide-ide individu dan perasaan tentang dirinya, peran sosial individu. Perasaan kehilangan fisik- psikososial lansia ditunjukkan dengan respon berduka. Respon berduka yang dialami lansia disebabkan karena hipertensi berdampak pada aspek fisik, psikososial, spiritual, ekonomi, dan individu lansia itu sendiri berupa stress yang berkelanjutan. Kondisi ini mengakibatkan lansia kehilangan status fungsionalnya yang berdampak terhadap penurunan kualitas hidup lansia (Rachma 2010). Kualitas hidup merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan karena menurut konstitusi WHO tahun 1948, kesehatan meliputi kesehatan fisik, mental, serta sosial secara keseluruhan. Pengukuran kesehatan serta perawatan kesehatan tidak hanya ditunjukkan oleh perubahan frekuensi dan beratnya penyakit, melainkan juga harus meliputi kenyamanan hidup yang dapat dinilai melalui peningkatan kualitas hidup (Pangkahila, 2007). Lanjut usia dengan hipertensi dinyatakan memiliki kualitas hidup yang baik, bila suatu kondisi yang menyatakan tingkat kepuasan secara batin, fisik, sosial, serta kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya, sedangkan penyakit kardiovaskular akibat hipertensi dapat menyebabkan masalah pada kualitas hidup lanjut usia, sehingga kualitas hidup para lanjut usia akan terganggu dan angka harapan hidup lansia juga akan menurun (Yusup, 2010). Jumlah Lansia di Indonesia Mencapai 22,4 Juta Jiwa 11/05/2018, 12:00 WIB https://www.jawapos.com/kesehatan/11/05/2018/jumlah-lansia-diindonesia-mencapai-224-juta-jiwa JawaPos.com - Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) diperingati setiap 29 Mei. Pada peringatan HLUN tahun ini, tema yang diangkat ialah Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia. Di bidang kesehatan, sub tema yang diangkat yakni Lansia Sehat Mandiri Diwujudkan dari Keluarga Sehat. Melalui tema ini diharapkan, masyarakat kembali mengingat pesan bahwa sehat dimulai dari keluarga. Sementara menurut proyeksi BPS pada 2015, pada tahun ini diperkirakan jumlah lansia mencapai 24,7 juta jiwa atau 9,3 persen dari jumlah penduduk. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, meningkatnya jumlah lansia menjadi tantangan untuk mencapai target lansia yang sehat dan mandiri. Dengan demikian, keberadaan lansia tidak menjadi beban bagi masyarakat maupun negara. Justru kelompok ini menjadi aset sumber daya manusia yang potensial. Nila menambahkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, penyakit terbanyak yang diderita lansia yaitu hipertensi (57,6 persen). Selebihnya adalah arthritis, stroke dan beberapa penyakit lain. Menurutnya, penanganan penyakit tersebut tidak mudah.Sebab, penyakit lansia umumnya merupakan penyakit degeneratif, kronis, dan multidiagnosis. Dengan demikian, penanganannya membutuhkan waktu dan biaya tinggi, yang akan menjadi beban bagi masyarakat dan pemerintah, termasuk bagi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). "Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan lansia hendaknya lebih mengutamakan promotif dan preventif dengan dukungan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas di fasilitasfasilitas kesehatan," Nila, Jumat (11/5). Hingga 2017, ada 14 rumah sakit rujukan pemerintah yang tersebar di 12 provinsi yang telah memiliki pelayanan geriatric (untuk lansia) dengan tim terpadu. Kemudian, sebanyak 3.645 puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk lansia, ditambah 80.353 Posyandu Lansia (Posbindu).