TEORI PLATE TECTONICS DAN PENGAPLIKASIANNYA Disusun Oleh : Ahmad Fajar Muharam (072.16.006) Teknik Geologi Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta 2019 PLATE TECTONICS Bumi terdiri dari beberapa bagian yaitu barisfer, calcosfer, lithosfer dan atmosfer. Litosfer atau kerak bumi adalah lapisan paling keras yang mengandung materi-materi yang kaku. Karena memiliki materi yang kaku sehinga mempunyai posisi yang sangat rapat, pergerakan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan benturan, menjauh, atau menggesek. Pergerakanpergerakan litosfer ini dipelajari di dalam Teori Tektonik Lempeng. Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng tektonik. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempengan. Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak-pergerakan lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi. Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara, juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi Teori Tektonika Lempeng (Plate Tectonics) adalah teori yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Teori Tektonik Lempeng pertama kali dikemukakan oleh dua orang ahli Geofisika dari Inggris, Dan McKenzie dan Robert L. Parker. Mereka mengemukakan teori ini pada tahun 1967 setelah menyempurnakan teori-teori yang ditemuknan ahli-ahli sebelumnya. Salah satunya adalah Teori Uniformitas dari Charless Lyell yang dikemukakan pada tahun 1830, teori ini menerangkan bahwa permukaan bumi tidak mengalami perubahan secara lempeng, tetapi hanya mengalami perubahan pada permukaannya karena proses-proses klimatologis seperti hujan, angin, atau perubahan suhu. Kemunculan teori ini berawal dari Teori Arus Benua (Continental Drift) yang dikemukakan oleh Meteorologis Alfred Wegener (1912) dalam bukunya, The Origins of Continents and Oceans, yang menyatakan bahwa dahulu seluruh benua yang ada sekarang saling menempel dan membentuk suatu benua besar yang oleh Wegener disebut Pangea (dalam bahasa Inggris disebut all earth), Pangea kemudian pecah dan pecahannya merambat ke posisi seperti yang ada sekarang. Rambatan tersebut membentuk palung-palung besar yang membentuk samudra-samudra yang ada sekarang. Teori yang mendukung Teori Tektonik Lempeng yang selanjutnya adalah Teori Arus Konveksi (Convection Current Theory) yang dikemukakan oleh Vening Meinesz-Hery Hess. Dalam sumber nomor tiga teori tersebut menerangkan bahwa perpecahan benua dan pergerakan lempeng litosfer bumi diakibatkan oleh pergerakan yang dipicu oleh adanya arus konveksi yang berasal dari dalam astenosfer bumi. Arus tersebut muncul karena adanya peluruhan unsur radioakif Uranium menjadi Timbal yang menghasilkan energi, gradient geotermis, serangan benda asing, dan simpanan panas pada saat bumi terbentuk. Teori ketiga yang mendukung kemunculan Teori Tektonik Lempeng adalah teori Sea Floor Growth (1963). Teori ini adalah teori yang menerangkan terbentuknya punggungan memanjang di sekitar dasar samudra. PENGAPLIKASIAN Gambar 1. Rekonstruksi lempeng tektonik di Indonesia (Hall, 1995) Batas lempeng secara luas digambarkan oleh zona gempa kegempaan aktif (Isacks & others, 1968, dalam Hamilton, 1979). Zona-zona sempit mengikuti pusat-pusat pemekaran samudra, patahan-patahan strike-slip, dan zona Beniof ; zona-zona luas terdapat di wilayahwilayah melange di atas lempeng yang menunjam, dan di bagian benua tersebar luas. Selain zona gempa aktif, pada kontak antara dua lempeng tersebut dapat terbentuk zonasi-zonasi lain yang memiliki aspek manfaat dan aspek kendala dengan ciri-cirinya yang khas (Zakaria, 2004). Zonasi-zonasi akibat gejala tumbukan lempeng-lempeng dalam kerak bumi tersebut berupa: 1. Zonasi Gempa : Zona seismik yang aktif digunakan untuk iden-tifikasi batas-batas plate. . 2. Zonasi Vulkanisme: Gunungapi (vulcano) banyak muncul di se-kitar sabuk seismik yang aktif (the active seismic belt) dari bumi. Munculnya gunungapi dapat di-gunakan untuk identifikasi batas-batas plate. 3. Zonasi Magmatisme: Magmatisme berkaitan erat dengan kontak dua buah lempeng dari kerak bumi. Retakan-retakan akan terbentuk sebagai hasil deformasi gaya-gaya yang bekerja . Retakan-retakan yang dalam merupakan daerah lemah sebagai jalan aliran magma ke permukaan bumi. Gambar 2. Zonasi vulkanisme, magmatisme dan mineralisasi (simbol bulatan). 4. Tanda segitiga adalah gunung api yang aktif. 5. Zonasi Mineralisasi : Akibat munculnya gejala magmatisme. 6. Zonasi Endapan Hidrokarbon: Daerah akumulasi minyakbumi & batubara. 7. Zonasi Gerakan Tanah : Pada dae-rah tumbukan dua lempeng struk-tur geologi banyak berkembang dan merupakan daerah yang le-mah karena mempunyai aspek kebencanaan bagi pengembangan wilayah/lahan. Gambar 3. Zonasi gempa dan gerakan tanah (garis abu-abu dan hitam) Teori tektonik lempeng mampu menerangkan asal usul keberadaan magmatisma, tektonik aktif baik di darat maupun di laut secara sistimatis dan teratur. Hamilton (1989) meng-ungkapan, berdasarkan integrasi data geofisika dan geologi permukaan maupun bawah laut seperti: peta batimetri (Mammerickx et al., 1976), sifat thermal (Anderson et al., 1978), gempa, dan peta tektonik skematik (Hayes & Taylor, 1978), struktur kerak (Hayes et al., 1978), isopach sedimen (Mrozowski & Hayes, 1978), free-air gravity (Watts et al., 1978), anomali-anomali magnetik (Weissel & Hayes, 1978), dan pergerakan lempeng-lempeng regional (Hamilton, 1978; Tapponnier et al., 1982) dari berbagai sistem di wilayah Indonesia yang merekam interaksi antara tiga lempeng besar dan lempeng-lempeng yang lebih kecil, maka tektonik di Indonesia menyediakan data dan berbagai contoh dari produk dan pro-ses pertemuan lempeng jenis konvergen. Gugusan kepulauan Indonesia me-rupakan pertemuan lempeng Pasifik dan lempeng Australia (di bagian timur), serta Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia (di bagian barat). Hadirnya lempeng besar beserta lempeng yang lebih kecil (Lempeng Caroline dan Lempeng Laut Filipina) menyebabkan tatanan tektonik kepulauan Indonesia menjadi rumit, menurut Katili (1980), konsep Tektonik Lempeng yang telah di-terapkan di busur kepulauan Indo-nesia oleh beberapa peneliti seperti Hatherton & Dickinson, 1969 ; Fitch, 1970 ; Fitch & Molnar, 1970 ; Hamilton. 1970, 1971, 1972, dan Katili, 1971, terbukti telah men-jelaskan berbagai fenomena geologi dan geofisika serta mempermudah dalam memahami Indonesia, dan juga digunakan untuk memprediksi penyebaran dan umur batuan. Selain itu dalam merencanakan suatu wilayah, perlu dikaji sumber daya yang ada di wilayah tersebut, dengan mengetahui Teori Tektonik Lempeng, perencana dapat mengetahui karakteristik lempeng suatu wilayah. Dengan mengetahui karakteristiknya, perencana dapat dengan mudah menentukan dengan mudah sumber daya yang akan dikembangkan atau pola pengembangan ruang wilayah sehingga Rencana Tata Ruang Wilayah yang disusun akan sesuai dengan keadaan wilayah tersebut. Misalnya, wilayah yang diketahui dekat dengan daerah penunjaman lempeng seperti bagian selatan Pulau Jawa, jalur gunung Api Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara tidak cocok dibuat permukiman vertikal karena jika terjadi gempa efek kerusakannya akan sangat parah. Atau bila kebutuhan akan permukiman vertikal ini mendesak perencanaan untuk sistem pemulihan wilayah bisa segera disusun. DAFTAR PUSTAKA Zakaria, Zulfialdi. 2007. Aplikasi Tektonik Lempeng Dalam Sumber Daya Mineral, Energi, dan Kewilayahan. Bandung. Jurusan Geologi. Universitas Diponegoro https://www.academia.edu/8185999/Teori_Tektonik_Lempeng_Plate_Tectonic_Theories_?auto= download http://geografiana2006.blogspot.com/2011/10/teori-tektonik-lempeng-plate-tectonics.html http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/195901011989011YAKUB_MALIK/HANDOUT_TEKTONIK_LEMPENG.pdf