imunisasi efektif cegah difteri - Kementerian Kesehatan Republik

advertisement
19-07-2017
1/3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Artikel ini diambil dari : www.kemkes.go.id
IMUNISASI EFEKTIF CEGAH DIFTERI
Tanggal Publikasi : THU, 11 FEB 2016 03:38:50, Dibaca : 283 Kali
Tidak ada upaya yang lebih efektif
dalam mencegah terjadinya difteri
selain pemberian imunisasi. Hal ini
terbukti, baik di dalam maupun di luar
negeri. Di negara maju dengan status
gizi dan hygiene yang tinggi,
imunisasi tetap diberikan dalam
upaya menjaga kekebalan tubuh
khususnya terhadap difteri. Di
Indonesia yang daerah cakupan
imunisasinya tinggi, tidak ada laporan
kasus difteri. Sementara untuk
daerah yang pernah terjadi wabah
difteri dan dilakukan outbreak
response immunization (ORI), terbukti
efektif memutus rantai penularan.
Oleh karena itu imunisasi DPT
sebanyak 3 dosis pada bayi ditambah
dengan imunisasi lanjutan pada
Batita dan murid Sekolah Dasar dapat memberikan kekebalan terhadap penyakit ini.
Imunisasi lengkap dapat melindungi anak dari wabah, kecacatan dan kematian. Imunisasi tidak membutuhkan biaya besar, bahkan di Posyandu anak-anak
mendapatkan imunisasi secara gratis. Ada lima (5) jenis imunisasi yang diberikan secara gratis di Posyandu, yang terdiri dari imunisasi Hepatitis B, BCG, Polio,
DPT-HIB, serta campak. Semua jenis vaksin ini harus diberikan secara lengkap sebelum anak berusia 1 tahun diikuti dengan imunisasi lanjutan pada Batita dan
Anak Usia Sekolah.
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2/3
19-07-2017
Penyebaran kasus difteri di Indonesia pada tahun 2016 terjadi 6 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat yaitu di Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab Bogor, Kota
Bekasi, Cimahi dan Kab. Indramayu. Jumlah kasus seluruhnya sampai dengan tanggal 10 Februari sebanyak 14 kasus, 2 diantaranya meninggal dunia.
Berdasarkan hasil surveilans, didapatkan data bahwa seluruh penderita difteri tidak diimunisasi karena adanya penolakan dari orangtua. Kasus yang ditemukan di
Jawa Barat ini terjadi pada anak usia 3-14 tahun. Meski demikian, orang dewasa juga tetap perlu waspada karena difteri bisa terjadi pada orang dewasa yang
tidak memiliki kekebalan terhadap difteri.
Di Indonesia, penyakit difteri mulai muncul kembali sekitar tahun 2003 di Bangkalan, Jawa Timur kemudian menyebar ke hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Timur, sehingga ditetapkan oleh Gubernur sebagai KLB pada tahun 2011. Pada tahun berikutnya didapat laporan kasus difteri pada beberapa provinsi seperti
Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Pada tahun 2014 Kota Padang juga melaporkan adanya kasus difteri dan dinyatakan sebagai KLB,
kasus tersebut menyebar ke kabupaten Padang Pariaman dan Solok.
Kasus difteri ini masih terjadi karena masih ditemukan daerah kantong yang cakupan imunisasinya rendah akibat adanya penolakan terhadap imunisasi,
rendahnya partisipasi masyarakat, serta letak geografis yang sulit. Untuk menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri, Kemenkes dan Dinas Kesehatan
setempat telah memberikan pengobatan pada penderita dan memberikan obat (profilaksis) pada kontak erat dan carrier (orang yang mengandung kuman tapi
tidak memiliki gejala klinis difteri); melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) dan Sub PIN difteri dengan memberikan vaksin DPT-HB untuk usia 2 bulan
– < 3 tahun, DT untuk usia 3 7 tahun dan Td untuk anak usia > 7 tahun dan pemberian profilaksis untuk kontak erat dengan penderita; menguatkan imunisasi
dasar pada bayi dan imunisasi lanjutan pada Batita dan anak sekolah dasar; mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah; serta
memperbaiki manajemen pengelolaan dan sarana penyimpanan vaksin untuk menjaga mutu vaksin
Difteri adalah suatu penyakit yang ditandai dengan demam disertai adanya pseudomembran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring,
tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Salah satu komplikasi penyakit difteri adalah bila toksin masuk ke peredaran darah dan ke otot jantung
sehingga menyebabkan kelumpuhan otot jantung bahkan kematian. Toksin ini hanya bisa dihentikan dengan pemberian Anti Difteri Serum pada penderita.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes
melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021)52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- 2 -
Printed @ 19-07-2017 10:07
19-07-2017
3/3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP. 196110201988031013
3
Download