ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM FISIOLOGIS
DENGAN RUPTUR PERINEUM DI RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR
MOJOKERTO
Desi Wahyuni
SUBJECT :
Ruptur Perineum, Nyeri Perineum, Asuhan Keperawatan
DESCRIPTION :
Ruptur perineum merupakan perdarahan dalam keadaan dimana placenta
telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, sehingga dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dan perlukaan jalan lahir.Banyak ibu nifas mengalami
nyeri pada daerah perineum dan vulva selama beberapa minggu, terutama apabila
terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi pada persalinan. Tujuan studi kasus
ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada ibu post partum fisiologis
dengan ruptur perineum.
Desain penelitian ini adalah studi kasus, dengan jumlah partisipan 2 orang
pada ibu post partum fisiologis dengan ruptur perineum di RSUD Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto. Penelitian dilaksanakan padatanggal 09 Juni
2016 sampai 17 Juni 2016 di RSUD Prof. Dr. Soekandar kabupaten Mojokerto.
Uji keabsahan menggunakan triangulasi data. Analisa data dilakukan dengan
membandingkan antara fakta dan teori selanjutnya dituangkan dalam bentuk
opini, penyajian data dalam bentuk narasi dan tabel.
Hasil penelitian yang didapatkan dari 2 responden, perbedaan antara
partisipan 1 dan 2. Partisipan 1 mengalami ruptur perineum meskipun klien 1
seorang wanita multipara karena tidak mampu berhenti mengedan, dan klien 2
adalah wanita primipara yang mengalami ruptur perineum karena faktor janin
yaitu BB bayi besar. Seharusnya, wanita yang multipara tidak akan mengalami
ruptur perineum apabila mampu mengedan dengan baik. Antara klien 1 dan klien
2 memiliki perbedaan yaitu, pada klien 1 saat dilakukan 1x implementasi mampu
mengurangi skala nyeri yaitu dari skala 8 menjadi skala 1,klien 2 saat dilakukan
1x implementasi hanya berkurang dari skala 8 menjadi skala 4.
Hendaknya seorang wanita yang akan melahirkan mengikuti prosedur yang
disarankan oleh bidan atau perawat pelaksana agar tidak terjadi ruptur perineum,
membersihkan luka perineum dengan teratur dan segera mengganti pembalut
apabila sudah penuh agar tidak timbul masalah lain.
ABSTRACT :
Rupture perineum is bleeding in a state where the placenta was born
complete and uterine contractions well, so it can be ascertained that the bleeding
came from the pain in the wound of the perineum. Many post partum mothers
experience pain in the area of perineum and vulva for several weeks, especially if
there is tissue or episiotomy in the parturition, the purpose of the care study was
to implement nursing care in physiological post partum mother with rupture
perineum mothers.
This research design was a case study, the number of clients was 2 persons
at physiological post partum mothers with rupture of the perineum in RSUD Prof.
Dr. Soekandar in Mojokerto. Research was conducted on 09 June 2016 to 17 June
2016 in RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto. Test the validity using
triangulation data. Data analysis was done by comparing between fact and theory
then poured in the form of opinions, presentation of data in narrative form and
table.
Results of the study were obtained from the two respondents, the differences
between client 1 and 2. Client 1 experienced ruptured perineum though clients 1
was multiparous woman but it was. Because she was being unable to stop
pushing, and the client 2 was primiparous woman who suffered a ruptured
perineum because fetal factors that big baby. Supposedly, multiparous women will
not experience ruptured perineum if able to push well. Between client 1 and client
2 had a difference that was, that on the client 1 during the implementation once
that was able to reduce the pain scale from scale 8 to scale 1, on the client 2
during the implementation once only reduced from 8 to 4 scale.
It is expected that a woman who will give birth should follow the procedurs
recommended by midwives or nurses in order to avoid rupture of the perineum,
clean the wound of ruptured perineum regularly and immediately replace the
pads when they are full to avoid other problems arise.
Keywords : rupture perineum, perineal pain, and nursing care
Contributor
Date
Type Material
Identifier
Right
Summary
: 1. Vonny Nurmalya Megawati M.Kep
2. Sulis Diana M.Kes
: 28 Agustus 2016
: Studi Kasus
:: Open Document
:-
LATAR BELAKANG
Post partum adalah masa setelah melahirkan janin yang disebut juga
masa nifas (peurperium) (Suherni, 2009 dalam Hayu et.al, 2013). Perdarahan
jalan lahir paling banyak karena ruptur pada jalan lahir, baik karena ruptur
spontan maupun ruptur yang disengaja (episiotomi) (Vicky, 2006 dalam Lestari
et.al, 2012). Episiotomi adalah insisi yang dibuat pada dasar panggul saat
kelahiran bayi untuk memperluas orifisium vagina (Winson, 2008).
Menurut Rejeki dan Ernawati (2010) dalam Nammu (2014) kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, 50% kematian masa nifas, dan
hampir dari 90% pada proses persalinan banyak yang mengalami robekan
perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi.Sebanyak 85% dari perempuan
yang melahirkan pervaginam akan mengalami trauma pada perineum dan 312% akan mengenai otot sfingter ani. Robekan pada otot sfingter ani akan
menyebabkan gangguan pada otot-otot dasar panggul (Aryasatiani, 2013 dalam
Mujab et.al, 2014). Data dari RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
menyatakan bahwa selama tahun 2015 jumlah orang melahirkaan sebanyak
850 orang, dengan kelahiran fisiologis sebanyak 373 orang, dan kelahiran
patologis sebanyak 477 orang. Jadi, persentasi dari ibu post partum fisiologis
yaitu 43,89% dari kelahiran patologis yaitu 56,11%.
Jaringan lunak dan struktur disekitar perineum akan mengalami
kerusakan pada setiap persalinan. Kerusakan biasanya lebih nyata pada wanita
primipara karena jaringan pada primipara lebih padat dan lebih mudah robek
dari pada wanita multipara (Bobak dan Lowdermilk, 2005 dalam Savitri et.al,
2014). Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun
episiotomi. Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus atas
indikasi antara lain yaitu bayi besar,perineum kaku, persalinan dengan kelainan
letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum karena
apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi di atas, maka menyebabkan
peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih
berat (Prawirohardjo, 2009 dalam Savitri et.al, 2014). Pada umumnya, robekan
jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang
semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap (Prawirohardjo, 2008 dalam Mujab et.al, 2014). Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan paska persalinan.
Robekan dapat terjadi bersama dengan atonia uteri, perdarahan paska
persalinan dengan uterus yang berkontraksi dengan baik, biasanya disebabkan
oleh robekan serviks, vagina, dan perineum(Saifudin, 2002 dalam I’anah et.al
2013).
Penyembuhan luka perineum merupakan bagian penting yang harus
diperhatikan dalam perawatan masa nifas, jika hal ini diabaikan maka akan
menyebabkan infeksi, timbulnya berbagai macam komplikasi yang lain hingga
mengancam kematian (Suwiyoga, 2004 dalam I’anah et.al 2013). Perawatan
luka perineum yang kurang tepat akan mengakibatkan peradangan atau infeksi
(Prawiroharjo, 2008 dalam I’anah et.al2013). Perawatan ibu pada luka
perineum membutuhkan penanganan yang serius agar terhindar dari infeksi dan
proses penyembuhan luka berjalan cepat. Perawatan pada masa nifas misalnya
dengan cara ibu post partum dianjurkan melakukan perawatan perineum dan
menganti pembalut setiap mandi, setelah BAK dan BAB. Ibu nifas juga perlu
diajarkan cara cebok yang benar supaya bakteri yang ada pada anus tidak
dibawa ke perineum. Faktor gizi juga perlu diperbaiki. Ibu nifas harus
mengkonsumsi makanan mengandung protein. Karena protein dibutuhkan
untuk penggantian jaringan sehingga mempengaruhi proses penyembuhan luka
perineum. Selain itu ibu harus banyak minum cairan (dianjurkan untuk minum
minimal 8 gelas perhari). Bila terjadi infeksi yang berat perlu dirawat di
Rumah Sakit supaya mendapatkan terapi yang sesuai dan untuk
menyelamatkan jiwa penderita (Varney, 2005).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang “Asuhan keperawatan pada ibu post partum fisiologis dengan ruptur
perineum”.
METODOLOGI
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus, dengan
jumlah partisipan 2 orang pada ibu post partum fisiologis dengan ruptur perineum
di RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto. Penelitian dilaksanakan
pada tanggal 09 Juni 2016 sampai 17 Juni 2016 di RSUD Prof. Dr. Soekandar
kabupaten Mojokerto. Uji keabsahan menggunakan triangulasi data. Analisa data
dilakukan dengan membandingkan antara fakta dan teori selanjutnya dituangkan
dalam bentuk opini, penyajian data dalam bentuk narasi dan tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Hasil pengkajian di dapatkan data pada klien 1 (Ny. Sr/29 tahun) data
yang muncul yaitu nyeri pada luka jahitannya, nyeri terasa seperti ditusuktusuk, skala nyeri 8, nyeri terasa saat berkemih dan saat berjalan, perdarahan
±300 cc, jumlah jahitan 2/4 pada perineum, adanya nyeri tekan pada luka
jahitan, tidak ada puss,luka jahitan masih basah,bau lokhea khas darah
menstruasi, dan rupture perineum derajat II mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Tidak ada hematoma,
kemerahan dan adanya nyeri tekan pada perineum. Data klien 2 (Ny. Il/22
tahun), data yang muncul yaitu nyeri pada luka jahitannya, nyeri terasa
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 8, nyeri terasa saat dibuat telentang,
perdarahan ±300 cc, jumlah jahitan 2/4 pada perineum, adanya nyeri tekan
pada luka jahitan, tidak ada puss, bau lokhea khas darah menstruasi, dan
rupture perineum derajat II mengenai mukosa vagina, komisura posterior,
kulit perineum, dan otot perineum, tidak ada hematoma, kemerahan dan
adanya nyeri tekan pada perineum.
Menurut teori banyak ibu nifas mengalami nyeri pada daerah perineum
dan vulva selama beberapa minggu, terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan atau episiotomi pada persalinan (Prawirohardjo, 2008 dalam I’anah,
2013). Jaringan lunak dan struktur disekitar perineum akan mengalami
kerusakan pada setiap persalinan. Kerusakan biasanya lebih nyata pada
wanita primipara karena jaringan pada primipara lebih padat dan lebih mudah
robek daripada wanita multipara (Bobak dan Lawdermilk, 2005 dalam Savitri
et.al, 2014). Penyebab rupture perineum diantaranya partus presipitatus yang
tidak dikendalikan dan tidak ditolong, pasien tidak mampu berhenti
mengejan, partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus
yang berlebihan, edema dan kerapuhan pada perineum, varikositas vulva yang
melemahkan jaringan perineum, arcus pubis sempit dengan pintu bawah
panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi kearah posterior,
peluasan episiotomi, bayi yang besar, posisi kepala yang abnormal, kelahiran
bokong, ekstraksi forceps yang sukar, dystocia bahu, dan anomali konginetal
seperti hydrocephalus (Oxorn, 2010). Perlukaan vulva sering dijumpai pada
waktu persalinan. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan
perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Tapi, jika robekan
agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robek terjadi pada pembuluh
darah didaerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan
penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan cutgut secara terputus
ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat disekitar ofisium uretra atau
diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan
dipasang dalu kateter (Wiknjosastro, 2010).
Berdasarkan ulasan diatas, data klien 1 dan klien 2 memiliki kesesuaian
dengan teori yaitu sama-sama muncul nyeri pada keluhan utamanya, saat
terjadi ruptur pada perineum langsung dilakukan tindakan penjahitan pada
lukanya, dan wanita primipara lebih beresiko terjadi ruptur perineum terbukti
terjadi pada saat dilapangan. Namun, ada yang tidak sesuai dengan teori
yaitu pada klien 1 yaitu meskipun klien merupakan wanita multipara tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi ruptur perineum, dikarenakan klien 1
tidak mampu berhenti mengedan.
2. Diagnosa keperawatan
Klien 1 dan 2 berdiagnosa sama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
trauma jaringan karena adanya rupture perineum.
Menurut teori pada ibu yang mengalami rupture pada perineumnya
akan muncul diagnose nyeri. Nyeri akut berhubungan dengan trauma atau
distensi jaringan, definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association For The Study of Pain) : awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (Nurarif, 2015).
Hal ini sesuai dengan konsep asuhan keperawatan pada ibu yang
mengalami rupture perineum, diagnosa yang muncul yaitu nyeri. Selain itu,
diagnosa juga ditegakkan berdasarkan keluhan yang paling utama dari
partisipan 1 dan partispan 2.
3. Intervensi
Klien 1 (Ny. Sr/29 tahun) dan klien 2 (Ny. Il/22 tahun) dilakukan
intervensi yang sama yaitu lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi, ajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri,
anjurkan klien untuk mengganti pembalut saat sudah terasa penuh,
kolaborasikan dengan tim dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil (Nurarif, 2015). Penelitin sebelumnya yang dilakukan oleh Sari
(2014) dalam penelitiannya menggnakan intervensi nafas dalam sebagai salah
intervensi menjaga kebersihan perineum dan mengganti pembalut ketika
penuh agar penyembuhan luka cepat dan tidak timbul nyeri lagi.
Semua rencana yang dibuat sesuai dengan teori dan keadaan klien,
rencana keperawatan ini terlebih dahulu adalah menetapkan prioritas masalah
yaitu nyeri pada perineum.
4. Implementasi
Klien 1 (Ny. Sr/29 tahun) dan 2 (Ny. Il/22 tahun) dilakukan tindakan
yang sama yaitu pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, ajarkan
relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri, anjurkan klien untuk
mengganti pembalut saat sudah terasa penuh, kolaborasikan dengan tim
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil. Implementasi yang
dilakukan disesuaikan dengan teori yang dikemukakan oleh Nurarif (2015).
Berdasarkan ulasan diatas, partisipan 1 dan partisipan 2 meskipun
dilakukan tindakan yang sama namun hasilnya berbeda, karena pada klien 1
sudah mempunyai pengalaman nyeri sebelumnya, jadi saat dilakukan
tindakan satu kali saja pertisipan 1 sudah mengatakan bahwa nyerinya mulai
berkurang bahkan hilang, nyeri partisipan 1 berkurang dari skala 8-1. Namun,
terdapat kendala pada saat melakukan implementasi, dikarenakan klien 1 (Ny.
Sr/29 tahun) kurang kooperatif.
5. Evaluasi
Klien 1 mengatakan pada hari ke dua nyeri sudah mulai berkurang dari
skala 8 menjadi 1 dan nyeri hilang saat hari ke lima, sedangkan klien 2
mengatakan pada hari ke dua nyeri berkurang dari skala 8 menjadi skala 4
dan nyeri baru hilang pada hari ke tujuh.
Menurut teori tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam diharapkan nyeri bekas jahitan dapat berkurang dari 10-0,
kriteria hasil mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan
tanda nyeri), dan mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, dan
mampu menjaga kebersihan perineum dengan cara memngganti pembalut
saat sudah penuh.
Berdasarkan ulasan diatas, partisipan 1 dan partisipan 2 terdapat
kesamaan, yaitu pada hari ke-5 nyeri sudah sama-sama hilang, namun
partisipan 1 nyeri lebih cepat berkurang bahkan hilang pada hari ke-2
walaupun klien tidak dilakukan terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri.
Hal ini terjadi karena pengalaman nyeri yang sudah pernah dialami oleh klien
1, jadi klien mampu menanggapi nyerinya. Sedangkan, pada klien 2 saat
dilakukan implementasi hanya berkurang dari skala 8 menjadi skala 4,
walaupun klien 2 mendapat terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri.
Perbedaan antara klien 1 dan klien 2 yaitu pada klien 1 meskipun seorang
wanita multipara masih mengalami rupture karena kurangnya manajemen
mengedan yang baik.
Kesimpulan
Data hasil pengkajian tanda dan gejala serta keluhan utama dari ruptur
perineum klien 1 dan klien 2 sama. Bedanya pada partispan 1 meskipun wanita
multipara namun masih mengalami ruptur perineum, sedangkan pada klien 2
terjadi ruptur. Hal ini bisa dikarenakan partisipan 2 adalah seorang wanita
primipara.
Partisipan 1 dan 2 memiliki masalah keperawatan yang sama yaitu nyeri
akut berhubungan dengan trauma jaringan karena adanya rutur perineum.
Awal perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 sama.Tindakan hari
pertama pada pasien 1 dan 2 sama. Pada hari kedua implementasi dirubah, karena
pada saat dirumah klien tidak mendapat terapi farmakologis lagi, dikarenakan
dirumah tidak dilakukan injeksi
Hasil perawatan antara partisipan 1 berbeda dengan partisipan 2. Pada
partisipan 1 masalah nyeri akut berhubungan trauma jaringan karena adanya
ruptur perineum teratasi pada hari ke-1 sudah berkurang nyerinya dari skala 8
menjadi skala 1. Sedangkan pada klien 2 hari ke-1 nyerinya masih skala 8 menjadi
skala 4. Hal ini terjadi karena tingkat pengalaman nyeri antara ke-2 partisipan
berbeda.
Rekomendasi
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif
tindakan untuk mengurangi nyeri pada saat terjadi ruptur perineum, mengajarkan
klien cara mengedan yang baik agar tidak terjadi ruptur perineum, agar bagi klien
seorang multipara tidak terjadi ruptur perineum lagi.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini untuk
mengembangkan penelitian ini misalnya dengan mengkombinasikan antara
penelitian ini dengan judul yang baru, selain itu diiharapkan melakukan upaya
promosi kesehatan seperti penyuluhan tentang langkah-langkah mengeran yang
baik, dan pemijatan perineum.
Daftar Pustaka
Hayu, Rini, L, A. R. 2013. hubungan antara status nutrisi pada ibu nifas dengan
penyembuhan luka perineum di wilayah kerja puskesmas cukir kabupaten
jombang., (hal. 17). Jombang.
I’anah, Siti, T. M. 2013. Hubungan antara Pengetahuan Ibu Nifas tentang
Personal Hygine pada Luka Perineum dengan Penyembuhan Luka Fase
Proliferasi di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. 157158.
Lestari, Titik, S. W. 2012. keadaan perineum lama kala II dengan posisi dorsal
recumbent dan litotomi pada ibu bersalin. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan ,
132.
Mujab, Saeful, R. P. 2014. Pengaruh Tehnik Meneran Terhadap Laserasi Jalan
Lahir. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 2-3.
Nammu, L. 2014. Pemenuhan Nutrisi Terhadap Penyembuhan Luka Perineum
Pada Asuhan Keperawatan Ny. G dengan Post Partum Spontan di Ruang
Kenanga RSUD Karanganyar.,(hal.1). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kusuma Husada Surakarta.
Savitri, Wewet, E. E. 2014. Pengaruh Pemijatan Perineum pada Primigravida
terhadap Kejadian Ruptur Perineum saat Persalinan di Bidan Praktek
Mandiri di Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Andalas , 84.
Varney, Helen, J. M. 2005. Buku Ajar Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Winson. 2008. Kamus Kebidanan Bergambar.Jakarta.buku kedokteran EGC.
Alamat Correspondensi :
- Email
:[email protected]
- No. HP
: 08978500577
- Alamat
: Ds. Gunung Malang Utara, Suboh, Situbondo
Download