determinan nilai perusahaan

advertisement
DETERMINAN NILAI PERUSAHAAN
PANCAWATI HARDININGSIH
Universitas STIKUBANK Semarang
ABSTRACT
To attain shareholders’ wealth reflected in the share price, company can conduct monetary
policy, such as dividend, investment and leverage policy. These policies will reduce agency conflict.
The high level of agency conflict can decrease the company value. This condition can be minimized by
controlling mechanism that can be paralleled to the related necessities.
The increasing of dividend, issuing of loan, and increasing of ownership structure are several
ways to reduce agency cost, therefore it is expected to increase the company’s value.
The data based from publication of financial statement on Indonesian Capital Market
Directory period 2004 until 2007. The research object are Manufacturing Company which is listed on
Indonesian Stock Exchange (IDX) in this period. The sampling method used purposive sampling with
characteristic. The hypothesis analysis in this research used Multiple Linear Regression.
The results showed that managerial ownership had positive influence to firm size but not
significant (p=0,851), institutional ownership had negative influence to firm size and significant
(p=0,042), leverage policy had positive influence to firm size and significant (p=0,020), dividend
policy had positive influence to firm size but not significant (p=0,253), investment policy had leverage
policy had positive influence to firm size and significant (p=0,000),and size which is the control
variable had positive influence to firm size but not significant (p=0,677).
Key Words : managerial ownership, institutional ownership, leverage policy, dividend policy,
investment policy, firm size, firm value
PENDAHULUAN
Tujuan
perusahaan
menurut
pandangan manajemen keuangan, pada
dasarnya
adalah
mengoptimalkan
nilai
perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan
menggambarkan semakin sejahtera pula
shareholdernya. Nilai perusahaan akan
tercermin dari harga sahamnya (Fama, 1978;
Wright & Ferris, 1997; dan Walker, 2000
dalam Hasnawati, 2005). Jadi semakin tinggi
nilai perusahaan maka semakin besar
kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik
perusahaan. Wright dan Ferris (1997) dalam
Hasnawati (2005) menyatakan bahwa harga
saham merupakan pencerminan kemampuan
unit bisnis menghasilkan keuntungan yang
telah menggunakan sumber daya perusahaan
secar efisien. Dengan demikian semakin tinggi
keuntungan perusahaan semakin tinggi nilai
perusahaan. Tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui pelaksanaan fungsi manajemen
keuangan dengan hati-hati dan tepat,
mengingat setiap keputusan keuangan yang
diambil akan mempengaruhi keputusan
keuangan lainnya yang berdampak terhadap
nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).
Dalam
mewujudkan
kesejahteraan shareholder yang tercermin dari
harga saham yang terbentuk di pasar modal,
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
beberapa alternatif kebijakan dapat dilakukan
guna memperoleh simpati dari pelaku pasar.
Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan diantaranya adalah dengan
melakukan kebijakan keuangan, seperti
kebijakan dividen, kebijakan investasi dan
kebijakan leverage. Untuk mencapai tujuan
perusahaan tersebut, banyak shareholder
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
manajer
perusahaan.
Dalam
proses
pendelegasian wewenang ini, sering dijumpai
beberapa persoalan yang berhubungan
dengan konflik diantara shareholder (pemilik)
dan para pelaksana (manajer). Konflik
tersebut terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan
antara
manajer
dengan
shareholder atau dalam teori keuangan
disebut dengan konflik keagenan (agency
conflict), dimana manajer berfungsi sebagai
agent dan shareholder sebagai principal.
Para pemegang saham eksternal
berusaha untuk mengawasi manajer dalam
menentukan kebijakan dan mengupayakan
agar manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan para pemegang saham. Demikian
juga dengan para kreditur, mereka ingin
melindungi dana yang telah ditanamkan
kedalam perusahaan (Jensen dan Meckling,
1976).
231
Konflik
kepentingan
antara
manajer dengan pemegang saham dapat
diminumkan
dengan
suatu
mekanisme
pengawasan yang dapat mensejajarkan
kepentingan-kepentingan
yang
terkait
tersebut. Salah satu faktor penghambat yang
paling mencolok dalam pelaksanaan fungsi
pengawasan yang sering terjadi pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah
begitu kuatnya pengaruh pemegang saham
pengendali yang seringkali bersifat dualisme
dengan
menjabat
sebagai
manajemen
perusahaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
dengan adanya dualisme kepemilikan dan
kepemimpinan tersebut, fungsi pengawasan
yang seharusnya dilakukan oleh Dewan
Komisaris menjadi mandul, demikian juga
sebaliknya, direksi menjadi begitu dominan
sehingga fungsi kemudi, pedal, gas, dan rem
dalam perusahaan menjadi tidak harmonis
(Daniri, 2006: 129).
Biaya
yang
ditimbulkan
atau
dikeluarkan untuk mengatasi konflik keagenan
disebut dengan biaya keagenan (agency cost).
Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan
bahwa biaya kegenan merupakan biaya yang
tidak dapat dihindari dalam mekanisme
hubungan antara agent dengan principal.
Copeland
dan
Weston
(1988)
menyatakan bahwa beban biaya keagenan
yang terjadi dari sisi pemegang saham
(agency cost of equity) dapat dikurangi
dengan “mengundang” pihak ketiga sering
disebut dengan bondholders dan atau
debtholders. Debtholders tersebut akan
menimbulkan suatu kebijakan baru yaitu
adanya kebijakan leverage (utang). Seiring
dengan adanya peningkatan struktur leverage
maka muncullah agency cost of debt. Semakin
tinggi proporsi leverage, maka resiko
kebangkrutan akan meningkat sehingga
debtholders memerlukan tambahan return
untuk menutupi tambahan resiko yang terjadi.
Agency
Problem
menurut
beberapa peneliti dapat dipengaruhi oleh
struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial
dan kepemilikan institusional).
Struktur
kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya
mampu mempengaruhi jalannya perusahaan
yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja
perusahaan
dalam
mencapai
tujuan
perusahaan
yaitu
maksimalisasi
nilai
perusahaan. Hal ini dapat disebabkan kerena
adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi
dan Pawestri, 2006). Beberapa penelitian
terdahulu
telah
membuktikan
bahwa
peningkatan kepemilikan manajerial dapat
232
digunakan sebagai cara untuk mengurangi
konflik keagenan (Crutchley dan Hansen,
1989; Jensen, Solberg, dan Zorn, 1992 dalam
Almilia dan Silvy, 2006).
Adanya permasalahan keagenan
yang memicu timbulnya biaya keagenan
(agency cost) antara manajer dengan pemilik
merupakan suatu kondisi yang sangat
kompleks dan rumit dan sangat sulit untuk
diminimalkan.
Salah
satu
cara
untuk
mengontrol biaya tersebut adalah dengan
menerbitkan
utang.
Kebijakan
utang
merupakan suatu mekanisme yang dapat
digunakan oleh manajer untuk memberikan
gambaran kepada para pemegang saham
eksternal tentang usaha yang dilakukan oleh
para manajer dalam rangka melaksanakan
tujuan perusahaan. Sebagai suatu mekanisme
kontrol, kebijakan utang akan menurunkan
biaya
keagenan
ekuitas
tetapi
akan
meningkatkan
biaya
keagenan
utang
(Megginson, 1997: 335).
Demikian juga dengan adanya
kebijakan dividen yang diterapkan dalam
perusahaan. Kebijakan dividen tersebut
ditunjukkan dengan adanya
pembagian
dividen sebagai return yang diharapkan oleh
para
shareholder.
Peningkatan
dividen
diharapkan dapat menurunkan biaya keagenan
yang muncul akibat adanya hubungan antara
manajer dan pemegang saham. Dividen yang
besar akan menyebabkan rasio laba yang
ditahan dalam periode yang bersangkutan
akan menjadi kecil, sehingga perusahaan
dalam rangka menjalankan strategi bisnisnya
membutuhkan tambahan dana dari sumber
eksternal,
seperti
emisi
saham
baru.
Penambahan dana melalui penerbitan saham
baru menyebabkan kinerja dari manajer
dimonitor oleh bursa dan penyedia dana baru.
Pengawasan kinerja menyebabkan manajer
bertindak
sesuai
dengan
kepentingan
pemegang saham sehingga mengurangi biaya
yang berkaitan dengan emisi saham baru
(Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Almilia
dan Silvy, 2006). Dalam konsep signaling
theory, hal ini akan menjadi suatu sinyal
positif dari manajemen yang digunakan untuk
memberikan gambaran tentang masa depan
suatu
perusahaan
berdasarkan
tingkat
profitabilitas yang terbentuk, dan secara
langsung akan meningkatkan nilai dari
perusahaan
yang
diindikasikan
dengan
semakin meningkatnya harga saham di pasar.
Penelitian
yang
mengkaitkan
antara kepemilikan manajerial dengan nilai
perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
diantara peneliti. Taswan dan Soliha (2002)
menemukan hubungan yang positif dan
signifikan antara kepemilikan manajerial dan
nilai perusahaan. Demikian juga dengan hasil
penelitian Christiawan dan Tarigan (2007),
Wahyudi dan Pawestri (2006), dan Fuerst dan
Kang (2000) dalam Wahyudi dan Pawestri
(2006) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara
kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan.
Sedangkan hasil penelitian yang berbeda
dikemukakan oleh Sujoko dan Soebiantoro
(2007), Lasfer dan Faccio (1999) dalam
Christiawan dan Tarigan (2007) yang
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
nilai perusahaan. Penelitian mengenai struktur
kepemilikan dan keputusan keuangan pernah
dilakukan oleh Crutchley (1999) yang
menunjukkan
bahwa
terdapat
empat
keputusan yang saling berkaitan yaitu antara
keputusan leverage, devidend payout ratio,
insider ownership, dan institutional ownership.
Mahadwartha (2003) menemukan bahwa
terdapat hubungan interdependensi antara
leverage dan kebijakan dividen dengan
kepemilikan manajerial, dan secara signifikan
mendukung teori keagenan. Crutchley dan
Hansen (1989) dalam Mahadwartha (2003)
menemukan dukungan yang kuat bahwa
kepemilikan
manajerial
mempengaruhi
beberapa variabel perusahaan secara spesifik,
dan
dalam
jangka
panjang
akan
mempengaruhi
kebijakan
dividen
dan
leverage.
Jensen, Solberg dan Zorn (1992)
dalam
Mahadwartha
(2003)
menguji
hubungan antara kepemilikan manajerial dan
kebijakan keuangan (dividen dan leverage)
dan menemukan bahwa
kepemilikan
manajerial mempunyai pengaruh positif
terhadap kebijakan keuangan, tetapi kebijakan
keuangan berpengaruh negatif terhadap
kepemilikan manajerial. Fama dan French
(1998) menyatakan bahwa optimalisasi nilai
perusahaan
yang
merupakan
tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan
fungsi manajemen keuangan, dimana satu
keputusan keuangan yang diambil akan
mempengaruhi keputusan keuangan lainnya
dan berdampak pada nilai perusahaan.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh
Hasnawati (2005) yang menemukan bahwa
keputusan investasi, keputusan pendanaan,
dan
kebijakan
dividen
secara
parsial
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Kebijakan
dividen
secara
langsung
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
mempengaruhi nilai perusahaan dan secara
tidak
langsung
keputusan
investasi
mempengaruhi nilai perusahaan melalui
kebijakan dividen dan keputusan pendanaan.
Hasil temuan ini tidak didukung oleh Sudarma
(2003) dalam Sujoko dan Soebiantoro (2007)
yang mengemukakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan, dan kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
nilai perusahaan. Sujoko dan Soebiantoro
(2007) menemukan hasil yang kontradiktif
terhadap hasil penemuan Hasnawati (2005),
dan Wahyudi dan Pawestri (2006) yang
menyatakan
bahwa
kebijakan
leverage
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan.
Penelitian ini ingin memperbaiki
keterbatasan penelitian yang telah dilakukan
oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) dengan
memperbanyak
anggota
sampel
dan
menambahkan
variabel
kontrol
ukuran
perusahaan (size) kedalam model penelitian..
Pengambilan variabel ukuran perusahaan ini
didasari dari beberapa penelitian lain yang
menunjukkan hubungan terhadap struktur
kepemilikan
dan
kebijakan
keuangan.
Sejumlah studi telah mengemukakan bahwa
ukuran
perusahaan
akan
berpengaruh
terhadap kebijakan leverage yang diambil oleh
perusahaan.
Kajian Teori
Perspektif Teori Keagenan (Agency
Theory)
Dalam
agency
theory,mengatur
hubungan pemegang saham digambarkan
sebagai hubungan antara agent dengan
principal, dimana manajer sebagai agent dan
shareholder sebagai principal. Agent diberikan
mandat oleh shareholder (principal) untuk
menjalankan
bisnis
demi
kepentingan
principal. Anthony dan Govindarajan (2003)
mengatakan bahwa hubungan agensi terjadi
apabila satu pihak sebagai principal sepakat
memakai
pihak
lain
(agent)
untuk
melaksanakan beberapa jasa dan dalam
melakukannya principal membuat keputusan
otoritas bagi agent. Di dalam perusahaan,
pemegang saham adalah principal dan para
manajer (CEO atau CFO) adalah agen mereka.
Suatu ancaman bagi pemegang saham
jika manajer bertindak untuk kepentingan
sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang
saham. Dalam kondisi ini masing-masing pihak
memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah
yang menjadi masalah dasar dalam agency
233
theory, yaitu adanya konflik kepentingan.
Teori keagenan lebih menekankan
pada penentuan pengaturan kontrak yang
efisien dalam hubungan antara pemilik dengan
agent. Kontrak yang efisien adalah kontrak
yang jelas untuk masing-masing pihak yang
berisi tetang hak dan kewajiban sehingga
dapat meminimumkan timbulnya konflik
keagenan.
Masalah Keagenan (Agency Problem)
Menurut Jensen (1986), agency
problem timbul karena seseorang cenderung
untuk mementingkan dirinya sendiri dan
munculnya konflik ketika kepentingan tersebut
bertemu dalam suatu aktivitas bersama.
Konflik akan menciptakan masalah (agency
cost), sehingga masing-masing pihak akan
berusaha untuk mengurangi timbulnya agency
cost ini. Selain terdapat konflik eksternal,
adapula konflik internal didalam diri agent
maupun principal sendiri karena pada
dasarnya orang cenderung tidak konsisten.
Agency costs ini mencakup biaya untuk
pengawasan oleh pemegang saham; biaya
yang dikeluarkan oleh manajemen untuk
menghasilkan laporan yang transparan,
termasuk biaya audit yang independen dan
pengendalian internal; serta biaya yang
disebabkan
karena
menurunnya
nilai
kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk
bonding expenditures yang diberikan kepada
manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai
manfaat
untuk
tujuan
menyelaraskan
kepentingan manajemen dengan pemegang
saham.
Terdapat tiga masalah utama dalam
kaitannya dengan agensi, antara lain adalah
masalah kontrol pemegang saham kepada
manajer, biaya yang menyertai hubungan
agensi, dan menghindari dan meminimalisasi
biaya agensi.
Perspektif Asimetri Informasi
Anthony dan Govindarajan (2003)
menyatakan bahwa kondisi informasi yang
asimetrik adalah suatu kondisi apabila pemilik
tidak mempunyai informasi yang cukup
mengenai kinerja agent (manajer) sehingga
atasan tidak dapat menentukan kontribusi
bawahan terhadap hasil aktual perusahaan.
Asymetric
information
atau
ketidaksamaan informasi menurut Brigham
dan Houston (1999; 35) adalah situasi di
mana manajer memiliki informasi yang
berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek
perusahaan daripada yang dimiliki investor.
234
Asimetri informasi ini terjadi karena pihak
manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak daripada para pemodal.
Adanya pemisahan antara fungsi
kepemilikan dengan fungsi kontrol ini memicu
adanya asimetri informasi, dimana informasi
yang dimiliki oleh shareholder tidak seimbang
dengan informasi yang dimiliki oleh pengelola
atau manajer. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan manajer terlibat langsung dalam
kegiatan operasional perusahaan, sehingga
lebih mengetahui mengenai kondisi riil dari
perusahaan tersebut jika dibandingkan dengan
shareholder.
Struktur Kepemilikan
Persentase
kepemilikan
ditentukan oleh besarnya persentase jumlah
saham
terhadap
keseluruhan
saham
perusahaan. seseorang yang memiliki saham
suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai
pemilik
perusahaan
walaupun
jumlah
sahamnya hanya beberapa lembar.
Husnan
(2001)
mengemukakan
adanya tiga tipe kepemilikan perusahaan dan
permasalahan tentang hubungan keagenan
yang terjadi pada perusahaan di Indonesia
yaitu antara lain:
a. Perusahaan yang kepemilikannya sangat
menyebar (dispersed ownership)
b. Perusahaan
yang
kepemilikannya
terkonsentrasi (Closely Held)
c. Perusahaan yang merupakan BUMN
Classens et al. (1996) dalam Wardhani
(2006) melakukan penelitian terhadap struktur
kepemilikan
di
Republik
Ceko.
Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa nilai suatu
perusahaan akan lebih tinggi apabila
perusahaan tersebut dimiliki oleh lembaga
keuangan yang disponsori oleh bank. Karena
akan menjalankan fungsi monitoringnya
dengan lebih baik dan investor percaya bahwa
bank tidak akan melakukan ekspropriasi atas
aset perusahaan disamping juga perusahaan
akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana
dari bank tersebut.
Dalam penelitian
selanjutnya, Classens et al. (1999) dalam
Wardhani
(2006)
menyatakan
bahwa
kepimilikan oleh bank akan menurunkan
kemungkinan perusahaan untuk mengalami
kebangkrutan. Apabila struktur kepemilikan
perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau
dewan komisarisnya, maka dewan tersebut
justru akan melakukan tindakan ekspropriasi
yang menguntungkannya secara pribadi,
karena keputusan yang diambil oleh direksi
akan lebih cenderung untuk menguntungkan
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
dirinya dan secara keseluruhan akan
merugikan perusahaan sehingga kemungkinan
nilai perusahaan akan cenderung mengalami
penurunan.
Komposisi kepemilikan saham
memiliki dampak yang penting pada sistem
kendali perusahaan. Banyaknya jumlah non
eksekutif pada dewan direksi dan fungsi
terpisah dari CEO dan pimpinan perusahaan
dapat meningkatkan perputaran direktur
pelaksana pada perusahaan yang memiliki
kinerja buruk (Soepriyatno; 2004: 8). Di
Indonesia, kebanyakan perusahaan emiten di
Indonesia, memiliki pemegang saham dalam
bentuk institusi bisnis seperti Perseroan
Terbatas
yang
terkadang
merupakan
representasi dari pendiri perusahan.
Nilai Perusahaan
Nilai buku dapat digunakan
sebagai batas aman untuk mengukur nilai
perusahaan yang akan digunakan untuk
keperluan investasi. Konsep yang paling
representatif
untuk
menentukan
nilai
perusahaan adalah pendekatan nilai intrinsik.
Akan tetapi pendekatan dengan menggunakan
nilai intrinsik ini akan sangat sulit dalam
memperkirakannya, sebab untuk menentukan
nilai intrinsik membutuhkan kemampuan
mengidentifikasi variabel-variabel signifikan
yang
menentukan
keuntungan
suatu
perusahaan.
Variabel
tersebut
berbeda
karakteristiknya antara satu perusahaan
dengan perusahaan yang lain, selain itu
penentuan nilai intrinsik juga memerlukan
kemampuan memprediksi arah kecenderungan
yang akan terjadi di kemudian hari
(Christiawan dan Tarigan, 2007).
Secara logika, dalam beberapa
kemungkinan, manajer dapat melakukan
tindakan diluar kepentingan perusahaan dan
cenderung untuk memenuhi kepentingannya
sendiri, dan pada akhirnya nilai perusahaan
tidak akan maksimal. Manajer mungkin akan
melakukan
tindakan
yang
akan
menguntungkan dirinya sendiri atau bertindak
diluar orientasi pekerjaan dan menggunakan
beberapa fasilitas perusahaan yang diberikan
kepadanya untuk kepentingan pribadi. Untuk
itulah maka dirasa perlu untuk menerapkan
pengukuran nilai perusahaan berdasarkan
manajemen, yaitu berusaha untuk memotivasi
para eksekutif dan manajer yang lain untuk
bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang telah
ditetapkan (Brigham dan Daves; 2004: 351).
Shleifer dan Vishny (1997) dalam Halomoan
dan Djakman (2000) menemukan bahwa
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
kepemilikan institusional berpengaruh secara
positif terhadap kepemilikan manajerial.
Kepemilikan institusional secara mayoritas
akan mengurangi kemungkinan perusahaan
untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan
keinginan manajer untuk memperbesar
kepemilikan pada perusahaan.
Analisis Struktur Modal Perusahaan dan
Kebijakan Leverage
Keputusan pendanaan perusahaan
menyangkut keputusan tentang bentuk dan
komposisi pendanaan yang akan dipergunakan
dalam perusahaan. Menurut Barclay et, al.
(1998)
dalam
Hasnawati
(2005)
mengemukakan bahwa penentuan kebijakan
pendanaan terkait dengan masalah cash flow
perusahaan.
Terdapat beberapa faktor yang
pada
umumnya
dipertimbangkan
oleh
perusahaan ketika mengambil keputusan
mengenai struktur modal (Brigham dan
Houston, 2001: 39). Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah: Stabilitas penjualan,
Struktur aktiva, Leverage operasi, Tingkat
pertumbuhan,
Profitabilitas,
Pajak,
Pengendalian, Sikap manajemen, Sikap
pemberi pinjaman dan lembaga penilai
peringkat, Kondisi pasar, Kondisi internal
perusahaan, dan Fleksibilitas keuangan
Pendekatan Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan
apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, kalau
keputusan investasi dan kebijakan dividen
dipegang konstan. Dengan kata lain,
seandainya perusahaan mengganti sebagian
modal
sendiri
dengan
hutang
(atau
sebaliknya), apakah harga saham akan
berubah, apabila perusahaan tidak merubah
keputusan-keputusan keuangan lainnya. Dapat
diartikan juga bahwa jika perubahan struktur
modal tidak merubah nilai perusahaan, maka
berarti bahwa tidak ada struktur modal yang
terbaik. Akan tetapi jika dengan merubah
struktur modal ternyata nilai perusahaan
berubah, maka akan diperoleh struktur modal
yang terbaik. Struktur modal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga
saham, adalah struktur modal yang terbaik
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002: 293).
Rencana investasi yang telah
dibuat oleh perusahaan, dapat membentuk
struktur modal yang dapat meminimumkan
biaya modal sehingga dapat memaksimumkan
usaha dalam mencapai salah satu tujuan
235
perusahaan
yaitu
kesejahteraan
para
pemegang saham. Dalam penelitian ini, teori
yang digunakan untuk menjelaskan kebijakan
hutang perusahaan adalah free cash flow
hypothesis.
Digunakannya
teori
ini
dikarenakan free cash flow mengaitkan antara
konflik keagenan dalam pendistribusiannya.
Pendapat Jensen (1986) menyatakan bahwa
perusahaan dengan free cash flow yang
mempunyai skala besar cenderung akan
mempunyai level hutang yang lebih tinggi
khususnya ketika perusahaan mempunyai set
kesempatan investasi (Investment Opportunity
Set: IOS) yang rendah.
Dalam perspektif free cash flow
hypothesis, adanya konflik keagenan dapat
terdeteksi, hal ini dikarenakan free cash flow
mengindikasikan
timbulnya
konflik
kepentingan antara pemegang saham dan
manajer. Konflik ini terjadi karena para
pemegang saham berkeinginan agar sisa dana
tersebut dibagikan untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Sedangkan bagi para
manajer, sisa dana tersebut diharapkan agar
dapat digunakan untuk berinvestasi pada
proyek-proyek yang menguntungkan karena
pada masa yang akan datang akan menambah
insentif bagi para manajer. Meskipun teori
pecking order dianggap dapat menjelaskan
beberapa aspek dalam teori pendanaan
perusahaan, namun pecking order theory tidak
mempertimbangkan
timbulnya
konflik
keagenan.
Pendekatan Teori Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen menyangkut tentang
masalah penggunaan laba yang menjadi hak
para pemegang saham. Pada dasarnya, laba
tersebut bisa dibagikan sebagai dividen atau
ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan
dan Pudjiastuti, 2002: 333). Laba tersebut
kemudian dapat direinvestasikan dalam aktiva
operasi, digunakan untuk membeli sekuritas,
digunakan untuk melunasi hutang perusahaan,
dan atau dibagikan kepada para pemegang
saham (Brigham dan Houston, 2001: 66).
Permasalahan mengenai kebijakan
dividen yang dilakukan oleh perusahaan
kadang menjadi nampak rumit karena adanya
alternatif pendanaan dari luar. Dengan
demikian dimungkinkan membagi laba sebagai
dividen, dan pada saat yang sama
menerbitkan saham baru. Ataukah lebih baik
tidak membagi dividen dan juga tidak
menerbitkan saham baru?, apakah cara
semacam ini akan memberikan dampak yang
berbeda bagi pemegang saham?, dan masalah
236
lain yang mungkin timbul adalah bahwa
perusahaan bisa membagikan dividen bukan
dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk
saham atau lebih sering disebut dengan stock
dividend. Demikian juga perusahan bisa
membagikan dana ke pemegang saham
dengan cara membeli kembali (sebagian)
saham (dikenal sebagai repurchase stocks).
Dividend Signaling Theory
Dividend
signaling
theory
mendasari dugaan bahwa pengumuman
perubahan
cash
dividend
mempunyai
kandungan informasi yang mengakibatkan
munculnya reaksi harga saham. Teori ini
menjelaskan bahwa informasi tentang cash
dividend yang dibayarkan dianggap investor
sebagai sinyal prospek perusahaan di masa
mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan
terjadinya asymetric information antara
manajer dengan investor, sehingga para
investor menggunakan kebijakan dividen
sebagai sinyal tentang prospek perusahaan.
Apabila terjadi peningkatan dividen akan
dianggap sebagai sinyal positif yang berarti
perusahaan mempunyai prospek yang baik,
sehingga menimbulkan reaksi harga saham
yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan
dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif,
yang berarti perusahaan mempunyai prospek
yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan
reaksi harga saham yang negatif.
Kenaikan
dividen
seringkali
menyebabkan kenaikan harga saham yang
berarti bahwa nilai perusahaan meningkat,
sementara pemotongan dividen umumnya
menyebabkan penurunan harga saham yang
berarti penurunan nilai perusahaan. hal ini
menunjukkan
bahwa
investor
secara
keseluruhan lebih menyukai dividen daripada
keuntungan modal.
Baker dan Powell (1999) dalam
Apriani (2005) mengatakan bahwa asimetri
informasi memberi kesan bahwa manajer
kantor pusat mempunyai informasi melebihi
investor luar. Jika manajer memiliki informasi
yang tidak dipunyai oleh investor (seperti yang
diungkapkan oleh Myers dan Majluf, 1984),
maka manajer dapat menggunakan perubahan
dalam
dividen
sebagai
cara
untuk
menunjukkan sinyal informasi dan kemudian
menurunkan asimetri informasi. Kemudian
investor akan menggunakan pengumuman
dividen sebagai informasi untuk menilai saham
perusahaan.
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
Investment Opportunity Set (IOS)
Pertumbuhan perusahaan menurut
Smith dan Watts (1992) dalam Norpratiwi
(2004) dapat diproksikan dengan berbagai
macam kombinasi nilai set kesempatan
investasi (Investment Opportunity Set / IOS).
Esensi dari pertumbuhan suatu perusahaan
pada dasarnya adalah kesempatan investasi
yang dapat menghasilkan keuntungan (Chung
& Charoenwong, 1991 dalam Norpratiwi,
2004).
Menurut Myers (1977), perusahaan
adalah kombinasi antara nilai asset in place
dengan pilihan investasi di masa yang akan
datang. Pilihan investasi merupakan suatu
kesempatan untuk berkembang, namun
seringkali perusahaan tidak selalu dapat
melaksanakan semua kesempatan investasi di
masa mendatang.
Nilai kesempatan investasi (IOS)
merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan
perusahaan untuk membuat investasi di masa
mendatang. Secara umum dapat dikatakan
bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya
kesempatan atau peluang investasi bagi suatu
perusahaan, namun sangat tergantung pada
pilihan
expenditure
perusahaan
untuk
kepentingan di masa yang akan datang.
MOWN
INST
LEV
NP
DIVD
IOS
Gambar 1 :
Model Penelitian
Keterangan:
MOWN : Kepemilikan Manajerial
INST
: Kepemilikan Institusional
LEV
: Kebijakan Leverage
DIVD
: Kebijakan Dividen
SIZE
: Ukuran Perusahaan
NP
: Nilai Perusahaan
IOS
: Investment Opportunity Set
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
Kerangka pemikiran dan Hipotesis
Hubungan
Kepemilikan Manajerial
dengan Nilai Perusahaan
Menurut Jensen dan Meckling (1976),
peningkatan kepemilikan saham perusahaan
oleh manajemen atau kepemilikan manajerial
dapat menurunkan adanya agency cost dalam
perspektif teori keagenan karena dengan
kepemilikan
saham
manajerial
dapat
membantu penyatuan kepentingan antara
manajer dan pemegang saham. Hal ini akan
mensejajarkan
antara
kepentingan
manajemen
dengan
pemegang
saham.
Pensejajaran kepentingan antara manajemen
dengan pemegang saham tersebut menurut
Murphy (1985), Jensen dan Murphy (1990),
serta Smith dan Watts (1992) dalam Sukartha
(2007) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial merupakan program kebijakan
remunerasi
guna
mengurangi
masalah
keagenan. Manajer yang sekaligus sebagai
pemegang saham akan berusaha untuk
meningkatkan nilai perusahaan, karena
dengan meningkatnya nilai perusahaan yang
dicerminkan dari harga saham di pasar modal,
maka nilai kekayaannya sebagai individu
pemegang saham akan meningkat pula.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Taswan dan Soliha (2002) menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial (insider ownership)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Pendapat ini dikuatkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi
dan
Pawestri
(2006)
yang
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan.
Berdasarkan
penjelasan
mengenai
hubungan antara kepemilikan manajerial dan
nilai perusahaan yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
Hubungan Kepemilikan Institusional
dengan Nilai Perusahaan
Some dan Singh (1995), Allen dan
Philips (2000) dalam Faizal (2004) juga
menemukan
bahwa
kinerja
keuangan
perusahaan mengikuti pembelian saham oleh
outside block ownership. Cai et al. (2001)
dalam Faizal (2004) menemukan hubungan
yang berlawanan antara kinerja saham dengan
kepemilikan saham institusional. Perusahaan
dengan kepemilikan institusional yang besar
(lebih
dari
5
%)
mengindikasikan
237
kemampuannya untuk memonitor perusahaan.
Semakin besar kepemilikan institusional maka
semakin
efisien
pemanfaatan
aktiva
perusahaan.
dengan
demikian
proporsi
kepemilikan institusional bertindak sebagai
pencegahan terhadap pemborosan yang
dilakukan oleh manajemen. Nilai perusahaan
akan meningkat seiring dengan meningkatnya
produktivitas dari perusahaan. Peningkatan
produktivitas dari perusahaan dapat dilihat
dari kemampuan manajemen menghasilkan
profit yang tinggi sehingga dapat menjadi
sinyal
positif
bagi
pasar
dan
akan
meningkatkan harga saham.
Untuk menurunkan biaya keagenan
timbul dalam hubungan antara manajer
dengan pemilik, maka tingkat kepemilikan
institusional ditingkatkan, dengan harapan
setiap keputusan manajemen akan selalu
terkontrol dan sesuai dengan keinginan
pemilik.
Dengan
adanya
peningkatan
kepemilikan
institusional,
maka
akan
mendorong manajemen untuk meningkatkan
kinerjanya sehingga akan berdampak positif
terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan penjelasan mengenai
hubungan antara kepemilikan manajerial dan
nilai perusahaan yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
Hubungan Kebijakan Leverage dengan
Nilai Perusahaan
Jensen (1986) menyatakan bahwa
dengan
adanya
hutang,
maka
dapat
digunakan untuk mengendalikan free cash
flow secara berlebihan oleh manajemen,
dengan demikian menghindari investasi yang
sia-sia,
dan
akan
meningkatkan
nilai
perusahaan. Peningkatan rasio hutang suatu
perusahaan merupakan sinyal positif bagi para
investor dengan asumsi bahwa cash flow
perusahaan di masa yang akan datang akan
terjaga, dan adanya hutang juga menunjukkan
optimisme dari manajemen dalam melakukan
investasi, sehingga diharapkan bahwa di masa
yang akan datang prospek dari perusahaan
akan semakin cerah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Taswan dan Soliha (2002), Hasnawati (2005),
serta
Wahyudi
dan
Pawestri
(2006)
menyatakan bahwa keputusan pendanaan
(leverage) berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
238
Berdasarkan penjelasan mengenai
hubungan antara kebijakan leverage dan nilai
perusahaan yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3: Kebijakan leverage berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
Hubungan
Kebijakan Dividen dengan
Nilai Perusahaan
Miller dan Rock (1985) dalam
Hasnawati (2005) menyatakan bahwa dividen
yang tinggi merupakan sinyal positif untuk
meningkatkan
profitabilitas
perusahaan
dimasa yang akan datang. Peningkatan
dividen dilakukan untuk memperkuat posisi
perusahaan dalam mencari tambahan dana
yang dapat berasal dari pasar modal dan
perbankan. Dividen mengandung informasi
atau sebagai isyarat (sinyal) akan prospek
perusahaan (Roseff, 1982 dalam Wahyudi dan
Pawestri, 2006). Pendapat Roseff (1982)
dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Asquith dan Mullins (1983) dalam Wahyudi
dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa
pengumuman meningkatnya dividen telah
meningkatkan return saham, dan dapat
digunakan untuk menangkal isu-isu yang tidak
diharapkan oleh perusahaan di masa yang
akan datang. Sujoko dan Soebiantoro (2007)
mengemukakan bahwa dengan adanya
pembayaran dividen yang meningkat maka
akan menunjukkan prospek perusahaan
semakin bagus, kinerja manajer dianggap
telah sesuai dengan fungsi pokok manajer
yaitu sebagai agent bagi para pemegang
saham yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dari pemegang saham. Oleh
karena itu para investor akan merespon positif
dan harga saham di pasar sebagai indikator
nilai perusahaan akan meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hasnawati
(2005),
serta
Sujoko
dan
Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa
kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan
mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. Semakin
tinggi porsi pembagian dividen menurut
Dividend
Payout
Ratio
(DPR)
akan
memberikan sinyal positif yang dapat
mengakibatkan semakin meningkatkan nilai
perusahaan.
Berdasarkan penjelasan mengenai
hubungan antara kebijakan leverage dan nilai
perusahaan yang telah dikemukakan diatas,
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H4: Kebijakan dividen berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
Hubungan Kebijakan Investasi dengan
Nilai Perusahaan
Investment Opportunity Set (IOS)
merupakan nilai perusahaan yang besarnya
tergantung
paa
pengeluaran-pengeluaran
yang ditetapkan manajemen di masa yang
akan datang, dimana pada saat ini merupakan
piliha-pilihan investasi yang diharapkan
perusahaan dapat memberikan return yang
lebih besar (Gaver & Gaver, 1993). Apabila
dilihat dari teori sinyal, terjadinya pengeluaran
untuk investasi oleh perusahaan akan
memberikan sinyal yang positif tentang
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan
datang, sehingga akan meningkatkan harga
saham yang merupakan indikator dari nilai
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh persepsi
dari para pelaku pasar modal yang melihat
bahwa dengan adanya pengeluaran untuk
investasi berarti menunjukkan keseriusan
manajemen
dalam
mengembangkan
perusahaan.
Dengan adanya kebijakan investasi
yang dilakukan oleh perusahaan, maka
diharapkan dalam jangka waktu tertentu
perusahaan akan mendapatkan return dari
hasil investasinya sehingga perusahaan akan
semakin tumbuh. Hal ini akan direspon positif
oleh pasar dan harga saham sebagai indikator
dari nilai perusahaan akan meningkat. Oleh
karena itu dengan meningkatnya kegiatan
investasi yang dilakukan oleh perusahaan
maka akan meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka
hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai
berikut:
H5 : Keputusan investasi berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2004
sampai dengan tahun 2007. Sample terpilih
sebanyak 132 perusahaan dengan teknik
metode purposive sampling.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang diperoleh dari
laporan keuangan tahunan periode 2003
sampai
dengan
tahun
2006
yang
dipublikasikan dalam Indonesian Capital
Market Directory (ICMD) 2004 - 2007.
Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
a. Tingkat Kepemilikan Manajerial (MOWN)
Kepemilikan
manajerial
merupakan
kepemilikan atas saham perusahaan yang
dimiliki
oleh
manajemen.
Tingkat
kepemilikan manajerial ini diukur dengan
membagi jumlah saham yang dimiliki oleh
pemegang saham pengendali dengan
jumlah saham yang beredar.
MOWN =
b. Tingkat Kepemilikan Institusional (INST)
Kepemilikan
institusional
merupakan
kepemilikan saham suatu perusahaan
yang dimiliki oleh pihak / institusi diluar
manajerial.
Kepemilikan
institusional
umumnya bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan (Faizal, 2004).
Kepemilikan institusional diukur dengan
membagi jumlah saham yang dimiliki oleh
institusi dengan jumlah saham yang
beredar.
INST =
c.
Kebijakan Leverage (LEV)
Kebijakan
leverage
atau
kebijakan
pendanaan sebagai kebijakan yang
dilakukan
oleh
manajemen
yang
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
mempunyai keterkaitan dengan komposisi
pendanaan yang dipilih sebagai keputusan
perusahaan. Kebijakan pendanaan dalam
penelitian ini menggunakan indikator Book
239
Debt to Equity Ratio (BDE), Book Debt to
Asset Ratio (BDA), Long Term Debt Equity
Ratio (LTDE), Market Debt Equity Ratio
(MDE).
Secara matematis, indikator
kebijakan pendanaan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1) Book Debt to Equity Ratio (BDE)
BDE =
2) Book Debt to Asset Ratio (BDA)
BDA =
3) Long Term Debt Equity Ratio (LTDE)
LTDE =
4) Market Debt Equity Ratio (MDE)
MDE =
d. Kebijakan Dividen (DIVD)
Kebijakan dividen sebagai kebijakan
perusahaan yang berhubungan dengan
penentuan
persentase
laba
bersih
perusahaan yang dibagikan sebagai
dividen
kepada
pemegang
saham
1)
(Ningrum, 2006). Kebijakan dividen dalam
penelitian ini menggunakan indikator
Dividend Yield (DY) dan Dividend Payout
Ratio (DPR). Secara matematis, indikator
kebijakan dividen dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Dividend Yield (DY)
DY =
2)
Dividend Payout Ratio (DPR)
DPR =
e.
1)
Kebijakan Investasi (IOS)
Keputusan investasi didefinisikan sebagai
kombinasi antara aktiva yang dimiliki dan
pilihan investasi di masa yang akan datang
(Ningrum, 2006). Alternatif proksi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Rasio Market to Book Value of Asset
(MVA/BVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar
pemikiran bahwa prospek pertumbuhan
perusahaan terefleksi dari harga saham
yang terbentuk. Pasar akan menilai
perusahaan yang sedang tumbuh lebih
besar dari nilai bukunya (Rokhayati, 2005;
Kallapur dan Trombley, 1999 dalam
Wahyudi
dan
Pawestri,
2006).
MVA/BVA=
240
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
2) Rasio Market to Book Value of Equity (MVE
/ BVE)
Rasio ini digunakan dengan dasar
pemikiran bahwa pasar menilai return dari
investasi perusahaan di masa depan lebih
besar dari return yang diharapkan dari
ekuitasnya (Smith dan Watts, 1992 dalam
Wahyudi dan Pawestri, 2006; Rokhayati,
2005).
MVE/BVE =
3) Rasio Price to Earning Ratio (PER)
Rasio ini digunakan dengan dasar bahwa
nilai ekuitas merupakan jumlah nilai
kapitalisasi laba yang dihasilkan dari
pengelolaan aset ditambah nilai sekarang
netto (Net Present Value / NPV) dari
pilihan investasi di masa yang akan
datang. PER menunjukkan perbandingan
antara harga penutupan saham dengan
laba per lembar saham (Brigham, 1999:
92). Semakin besar rasio PER maka
semakin
besar
pula
kemungkinan
perusahaan untuk tumbuh (Rokhayati,
2005).
PER =
4) Rasio Capital Expenditure to Book Value of
Asset (CAP / BVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar
pemikiran
bahwa
terdapat
aliran
tambahan modal saham perusahaan yang
dapat
digunakan
untuk
tambahan
investasi aktiva tetapnya (Rokhayati,
2005). Rasio ini juga menunjukkan adanya
potensi
pertumbuhan
perusahaan
(Kallapur dan Trombley, 1999 dalam
Wahyudi
dan
Pawestri,
2006).
CAP/BVA =
5) Rasio Capital Expenditure to market Value
of Asset (CAP / MVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar
pemikiran
bahwa
perusahaan
yang
tumbuh memiliki level aktivitas investasi
yang lebih tinggi jika disbanding dengan
perusahaan
yang
tidak
tumbuh
(Rokhayati, 2005; Kallapur dan Trombley,
1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006).
CAP / MVA =
6) Rasio Firm Value to Book Value of Gross
Property, Plant, and Equipment (VPPE).
Rasio ini
menunjukkan bahwa terjadi
investasi pada aktiva tetap yang produktif
sevagai asset in place (Rokhayati, 2005).
VPPE =
7) Rasio Current Assets to Net Sales (CAONS)
Digunakannya
rasio
ini
dengan
pertimbangan bahwa modal kerja atau
working capital dapat digunakan untuk
investasi perusahaan yang berasal dari
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
aset perusahaan. Dengan investasi pada
current asset akan mampu menghasilkan
penjualan sebesar net sales yang diterima
(Rokhayati, 2005).
241
CAONS =
2. Variabel Dependen
Nilai Perusahaan (NP) sebagai nilai
pasar, karena nilai perusahaan dapat
memberikan
kemakmuran
kepada
pemegang saham secara maksimum
apabila harga saham meningkat. Semakin
tinggi harga saham, maka semakin tinggi
tingkat kemakmuran dari pemegang
saham.
Nilai perusahaan dalam penelitian
ini diukur dengan menggunakan price
book
value (PBV) yang merupakan
perbandingan
antara
harga
pasar
penutupan dari saham perusahaan yang
bersangkutan pada akhir tahun dengan
nilai buku saham. Rasio ini mengukur nilai
yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan
sebagai sebuah perusahaan yang terus
tumbuh (Brigham, 1999: 92)
PBV =
3. Variabel Kontrol
Ukuran
perusahaan
(SIZE)
merupakan cerminan besar kecilnya
perusahaan yang nampak dalam total
aktiva (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
Ukuran
perusahaan
diukur
dengan
menggunakan log natural (Ln) of total
asset terhadap nilai total aktiva pada
neraca akhir tahun. Besarnya ukuran
perusahaan
dapat
mempengaruhi
kemudahan
perusahaan
dalam
memperoleh sumber pendanaan baik
eksternal maupun internal.
Analisis Data dan Uji Hipotesis
Dalam analisis data ini dilakukan
analisis faktor, teknik analisis data untuk
menentukan proxy yang lebih baik. Analisis
faktor dalam penelitian ini meliputi analisis
faktor untuk variabel Kebijakan Leverage
(LEV), Kebijakan Dividen (DIVD), dan
Kebijakan Investasi (IOS).
a. Analisis faktor untuk variabel Kebijakan
Leverage (LEV)
Indikator yang digunakan dalan Kebijakan
Leverage adalah Book Debt to Equity ratio
(BDE), Book Debt to Asset Ratio (BDA),
Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE),
dan Market Debt to Equity Ratio (MDE).
Dari
hasil
analisis
faktor
dengan
menggunakan
SPSS
for
Windows,
diperoleh hasil bahwa semua indikator
mempunyai nilai KMO dan MSA diatas 0,50
. Dengan demikian maka analisis
selanjutnya dapat dilakukan, dan diperoleh
wakil dari indikator-indikator dalam
kebijakan leverage yaitu regression factor
analysis leverage (factor leverage).
242
b. Analisis faktor untuk variabel Kebijakan
Dividen (DIVD)
Indikator yang digunakan dalam Kebijakan
Dividen adalah Dividend Yield (DY), dan
Dividend Pay Out Ratio (DPR). Dari hasil
analisis faktor dengan menggunakan SPSS
for Windows, diperoleh hasil bahwa semua
indikator mempunyai nilai KMO dan MSA
diatas 0,50. Dengan demikian maka
analisis selanjutnya dapat dilakukan, dan
diperoleh wakil dari indikator-indikator
dalam kebijakan dividen yaitu regression
factor analysis dividend (factor dividend).
c. Analisis faktor untuk Kebijakan Investasi
(IOS)
Indikator yang digunakan dalam Kebijakan
Investasi (IOS) adalah Market Value to
Book Value of Asset (MVA/BVA), Market
Value to Book Value of Equity (MVE/BE),
Price Earning Ratio (PER), Capital
Expenditure to Book value of Asset
(CAP/BVA), Capital Expenditure to Market
Value of Asset (CAP/MVA), Firm Value to
Book Value of Gross Property, Plant, and
Equipment (VPPE), Current Asset to Net
Sales (CAONS).
Dari analisis diperoleh hasil bahwa dari
semua
indikator
kecuali
CAP/MVA
mempunyai nilai KMO dan MSA diatas
0,50. Dengan demikian maka analisis
selanjutnya dapat dilakukan, dan diperoleh
wakil dari indikator-indikator dalam
kebijakan investasi (IOS) yaitu regression
factor analysis invest (factor invest).
1. Teknik Analisis Data dan Pengujian
Hipotesis
a. Uji Normalitas
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji statistik non parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Sig untuk
kurva normal (2-tailed) menunjukkan nilai
p = 0,333. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan
normal.
bahwa
data
berdistribusi
Tabel 1 :
HASIL UJI NORMALITAS
b. Pengujian Asumsi Klasik.
1). Uji Multikolonieritas
Uji multkolonieritas dilakukan
dengan menganalisis matrik
korelasi
antar
variabel
independen serta perhitungan
nilai toleransi (tolerance) dan
nilai Variance Inflation Factor
(VIF).
Tabel 2 :
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS
Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat
disimpulkan
bahwa
semua
variabel
independen tidak mempunyai nilai tolerance <
0,10 dan nilai VIF > 10, sehingga memenuhi
asumsi
bahwa
tidak
terjadi
gejala
multikolonieritas.
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
2). Uji Autokorelasi
Uji
autokorelasi
dilakukan
dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test)
yaitu dengan membandingkan nilai Durbin
Watson (DW)hitung dengan nilai DWtabel.
243
Tabel 3
HASIL UJI DURBIN-WATSON (DW test)
Uji heterocedasticity dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan uji Park.
Pengujian ini dilakukan dengan me-regres nilai
Log Natural (Ln) dari Unstandardized Residual
yang telah dikuadratkan sebagai variabel
dependen dengan variabel independen yang
diajukan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai
sebagai berikut:
Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bahwa
nilai dl = 1,665 dan du = 1,802. Oleh karena
itu nilai DWhitung lebih besar dari batas atas
(du) dan kurang dari 4 - du (4 - 1,802 =
2,198). Dari hasil tersebut, kesimpulan yang
dapat diambil adalah tidak terdapat gejala
autokorelasi baik positif maupun negatif.
3). Uji Heterocedasticity
Model regresi yang baik adalah yang
homocedasticity
atau
tidak
terjadi
heterocedasticity (Ghozali, 2006:105).
Tabel 4
HASIL PENGUJIAN HETEROCEDASTICITY DENGAN UJI PARK
Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak mengalami gejala
heterocedasticity. Oleh karena itu maka
pengujian selanjutnya dapat dilakukan.
c.
Pengujian Hipotesis
Dari hasil pengujian dengan menggunakan
analisis regresi diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
PBV = 1,471 + 0,115 MOWN – 0,112 INST + 0,038 Factor Leverage +
0,018 Factor Dividen + 0,835 Factor Invest + 0,004 SIZE + e
2). Uji signifikansi simultan (Uji F)
Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F lebih
besar daripada 4 (F = 457,528) pada derajat
kepercayaan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa
secara simultan terdapat pengaruh yang
signifikan antara kepemilikan manajerial
244
(MOWN), kepemilikan institusional (INST),
kebijakan leverage (LEV), kebijakan dividen
(DIVD), dan kebijakan investasi (IOS),
terhadap nilai perusahaan (PBV), seperti
nampak pada tabel berikut:
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
Tabel 5 :
HASIL UJI F
3). Uji keeratan hubungan (koefisien
determinasi)
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai
adjusted R square adalah sebesar 0,954 atau
95,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar
95,4% variabel dependen dipengaruhi oleh
variabel independen, seperti nampak pada
tabel berikut:
Tabel 6
NILAI KOEFISIEN DETERMINASI
4). Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan uji t yang telah dilakukan, hasil
yang diperoleh dapat direkapitulasikan dalam
tabel 2.
Hipotesis 1
Berdasarkan
hasil
perhitungan
diketahui nilai thitung = 0,188 atau lebih kecil
dari 2 dan tidak signifikan pada level
signifikansi 5% (p = 0,851). Dengan demikian
H1 ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh
yang
signifikan
kepemilikan
manajerial terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten
terhadap teori keagenan (agency theory) yang
dikemukakan oleh Meckling (1976) yang
menyatakan
bahwa
dengan
adanya
peningkatan kepemilikan saham perusahaan
oleh manajemen atau kepemilikan manajerial,
akan mengakibatkan para manajer merasakan
secara langsung manfaat dari keputusan yang
diambil, dan juga apabila ada kerugian yang
timbul akibat adanya keputusan yang salah,
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
maka manajer dapat merasakan akibatnya.
Hal ini dikarenakan budaya organisasi yang
berbeda antara negara-negara maju dengan
negara-negara berkembang. Keinginan untuk
bertindak secara opportunistic seiring dengan
semakin meningkatnya kepemilikan atas
perusahaan dan adanya asimetri informasi,
akan mengakibatkan manajer bertindak diluar
koridor yang telah ditetapkan dalam kontrak
antara principal dengan agent. Myers dan
Majluf (1984) mengatakan jika manajer
memiliki
informasi
yang
lebih
bila
dibandingkan dengan informasi yang dimiliki
oleh
shareholder, maka akan timbul
kecenderungan manajer akan bertindak tidak
sesuai dengan keinginan dan kepentingan dari
shareholder.
Hipotesis 2
Berdasarkan
hasil
perhitungan
diketahui nilai thitung = -2,052 atau lebih besar
dari 2 dalam nilai absolut dan signifikan pada
level signifikansi 5% (p = 0,042). Dengan
245
demikian H2 terbukti, yang berarti bahwa
kepemilikan
institusional
berpengaruh
signifikan negatif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian
ini
mendukung
hasil
penelitian dari Sujoko dan Soebiantoro (2007)
yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
negatif dan signifikan kepemilikan institusional
terhadap nilai perusahaan. Semakin besar
porsi kepemilikan institusi terhadap sebuah
entitas, maka akan menurunkan nilai dari
perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten
dengan hasil penelitian yang dikemukakan
oleh Swandari (2003), Wahyudi dan Pawestri
(2006), dan tidak konsisten terhadap konsep
teori
keagenan.
Hal
ini
dikarenakan
karakteristik
perusahaan
di
Indonesia
mempunyai pola struktur kepemilikan yang
lebih terkonsentrasi (closely held) sehingga
pendiri perusahaan juga dapat menempati
posisi dalam dewan direksi atau komisaris,
sehingga banyak perusahaan di Indonesia
mempunyai hubungan yang erat antara
pemilik dengan dewan direksi atau dewan
komisaris. Menurut penelitian dari The Asian
Development Bank Institute, perusahaan di
Indonesia hanya 6% yang memiliki struktur
kepemilikan yang tersebar dan tidak ada
controlling shareholders. Dengan kata lain,
perusahaan di Indonesia lebih bersifat owner
controlled firms (Husnan, 2001). Dikarenakan
manajer diangkat dan diberhentikan oleh
pemegang saham mayoritas, maka mereka
akan berusaha menunjukkan kinerja mereka
dengan
mengesampingkan
kemungkinan
akibat yang ditimbulkan. Hal ini akan
merugikan perusahaan dalam jangka panjang.
Hipotesis 3
Berdasarkan
hasil
perhitungan
diketahui nilai thitung = 2,351 atau lebih besar
dari 2 dan signifikan pada level signifikansi 5%
(p = 0,020). Dengan demikian H3 terbukti,
yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan positif kebijakan leverage terhadap
nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan
hasil penelitian yang dikemukakan oleh
Taswan dan Soliha (2002), Hasnawati (2005),
serta Wahyudi dan Pawestri (2006) yang
menyatakan
bahwa
kebijakan
leverage
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hal ini konsisten dengan
pendapat Modigliani dan Miller pada tahun
1963 yang menyatakan bahwa jika ada pajak
penghasilan perusahaan maka penggunaan
hutang akan meningkatkan nilai perusahaan
karena biaya bunga hutang adalah biaya yang
246
pembayaran
pajak
(tax
Dengan
adanya
pengurangan pembayaran pajak maka EAT
(Earning After Tax) akan semakin meningkat
dan dapat meningkatkan nilai perusahaan
karena laba akan meningkat. Hasil penelitian
ini juga mendukung penelitian Wahidahwati
(2001) yang mengemukakan bahwa salah satu
alternatif untuk menurunkan adanya agency
cost yang timbul karena adanya konflik
keagenan adalah dengan meningkatkan
pendanaan dengan utang.
mengurangi
deductable
expenses).
Hipotesis 4
Berdasarkan
hasil
perhitungan
diketahui nilai thitung = 1,149 atau lebih kecil
dari 2 dan tidak signifikan pada level
signifikansi 5% (p = 0,253). Dengan demikian
H4 ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten
dengan hasil penelitian Hasnawati (2005)
serta Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang
menyatakan bahwa kebijakan dividen yang
dilakukan perusahaan mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. Hasil penelitian ini juga tidak
mendukung teori dividend signaling yang
dikemukakan oleh Bhattacharya (1979) yang
mendasari dugaan bahwa pengumuman
perubahan
cash
dividend
mempunyai
kandungan informasi yang mengakibatkan
munculnya reaksi harga saham. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan pada dasarnya kebijakan
dividen
tidak
selalu
relevan
dengan
peningkatan nilai perusahaan. Husnan dan
Pudjiastuti (2002: 336) menjelaskan bahwa
sebenarnya keputusan investasilah yang akan
meningkatkan atau menurunkan harga saham
yang
berhubungan
dengan
nilai
dari
perusahaan, yaitu apakah investasi yang
dilakukan akan memberikan NPV yang positif.
Syarat perusahaan dapat membagi dividen
adalah menghasilkan laba, sedangkan laba
perusahaan diperoleh dari aktivitas operasi
perusahaan yang berawal dari keputusan
investasi (keputusan untuk menahan laba dan
keputusan
untuk
menginvestasikannya
kembali).
Hipotesis 5
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai
thitung = 50,902 atau lebih besar dari 2 dan
signifikan pada level signifikansi 5% (p =
0,000). Dengan demikian H5 terbukti, yang
berarti bahwa terdapat pengaruh yang
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
signifikan kebijakan investasi (IOS) terhadap
nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan
hasil penelitian yang dikemukakan oleh
Hasnawati (2005) serta Wahyudi dan Pawestri
(2006) yang mengemukakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara kebijakan investasi
terhadap
nilai
perusahaan.
Dengan
berdasarkan pada teori sinyal, semakin
meningkatnya investasi yang dilakukan oleh
perusahaan, maka menggambarkan suatu
pilihan manajemen untuk terus berkembang,
dan merupakan proyeksi dari prospek
perusahaan di masa yang akan datang,
sehingga hal ini akan meningkatkan nilai
perusahaan.
ini akan dapat meningkatkan resiko terjadinya
kebangkrutan bagi perusahaan apabila tidak
disertai dengan tingkat profitabilitas yang baik.
Demikian juga hubungannya dengan
nilai perusahaan yang menggunakan proksi
PBV yang membandingkan antara harga pasar
penutupan dari saham perusahaan yang
bersangkutan pada akhir tahun dengan nilai
buku saham. Nilai PBV akan semakin
meningkat apabila harga saham yang
terbentuk
juga
meningkat,
sedangkan
menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 336)
keputusan
untuk
menahan
laba
dan
menginvestasikan dana tersebut
menjadi
faktor utama dalam meningkatkan harga
saham.
Uji variabel control
Variabel kontrol yang berfungsi untuk
memperjelas adanya pengaruh
variabel
independen terhadap variabel dependen Untuk
menguji konsistensi dari variabel ukuran
perusahaan (size) yang digunakan sebagai
variabel kontrol dalam menjelaskan pengaruh
variabel
independen
terhadap
variabel
dependen. Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui nilai thitung = 0,417 atau lebih kecil
dari 2 dan tidak signifikan pada level
signifikansi 5% (p = 0,677). Dengan demikian
variabel size belum dapat dikategorikan
sebagai variabel kontrol dalam hubungan
antara variabel independen dan variabel
dependen .
Hasil penelitian ini tidak konsisten
dengan hasil penelitian Taswan dan Soliha
(2002), Soepriyatno dan Suwarti (2004), serta
Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan
mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan. Semakin besar
ukuran suatu perusahaan maka akan
mempermudah perusahaan tersebut untuk
memperoleh sumber pendanaan baik dari
internal maupun dari eksternal bahkan
perusahaan dengan skala besar dapat
memperoleh economics of scale.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel ukuran perusahaan (size)
belum dapat menjadi variabel kontrol dalam
menjelaskan
hubungan
antara
variabel
independen terhadap variabel dependen. Hal
ini didasari pada nilai koefisen hubungan yang
positif tetapi tidak signifikan dalam taraf
signifikansi 5%. Ukuran perusahaan yang
semakin meningkat apabila dilihat dari total
aktiva perusahaan, mencerminkan bahwa
tingkat leverage juga semakin meningkat. Hal
Simpulan
1. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti
bahwa semakin meningkatnya kepemilikan
saham suatu perusahaan oleh manajerial
tidak mengakibatkan meningkatnya nilai
perusahaan.
2. Kepemilikan
institusional
signifikan
berpengaruh
negatif
terhadap
nilai
perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin
meningkatnya
kepemilikan
saham
perusahaan oleh institusi maka akan
mengakibatkan nilai perusahaan akan
semakin menurun.
3. Kebijakan leverage signifikan berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi tingkat
leverage yang terbentuk, maka akan
menyebabkan nilai perusahaan juga akan
semakin meningkat.
4. Kebijakan dividen tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Hal ini
menunjukkan
bahwa
semakin
meningkatnya nilai dividen yang dibagikan
kepada shareholders tidak mempengaruhi
nilai perusahaan.
5. Kebijakan investasi (IOS) signifikan
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin
meningkatnya tingkat investasi yang
dilakukan oleh perusahaan, maka nilai
perusahaan yang terbentuk juga akan
semakin meningkat.
6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran
perusahaan
tidak
dapat
mengontrol hubungan antara variabel
independen
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
kebijakan
leverage, kebijakan dividen, dan kebijakan
investasi terhadap variabel dependen nilai
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
247
perusahaan. Dengan demikian berarti
bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan
tidak berpengaruh terhadap hubungan
antara variabel independen terhadap
variabel dependen yang dirumuskan.
Implikasi
1. Review penelitian mendatang, hendaknya
perlu memperluas criteria penentuan
sampel, sehingga bisa memberikan
gambaran terbaru mengenai kondisi
perusahaan di Indonesia.
2. Obyek penelitian perlu diperluas dengan
mengamati
setiap
sektor
industri,
sehingga dapat memberikan hasil yang
berbeda .
3. Perlu menggunakan instrumen penelitian
yang lain, sehingga hasilnya lebih
bervariasi dan kemampuan mengukurnya
lebih baik.
4. Perlu menggunakan kebijakan keuangan
sebagai
variabel
intervening
dalam
mengkaji hubungan antara struktur
kepemilikan perusahaan dan kebijakan
keuangan terhadap nilai perusahaan. Hal
ini didasari pada hasil pengujian yang
belum dapat memberikan penjelasan yang
akurat bagaimana pengaruh struktur
kepemilikan dan kebijakan keuangan yang
diputuskan oleh manajemen terhadap nilai
perusahaan.
5. Penggunaan
variabel
kontrol
guna
memperjelas
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi nilai perusahaan bagi
penelitian selanjutnya hendaknya lebih
dikembangkan, bukan hanya berasal dari
internal
perusahaan
saja,
sehingga
mampu menjelaskan fenomena yang
terjadi secara lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica; Silvy, Meliza. 2006. Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage
Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan Teknik Analisis Multinomial Logit. Jurnal
Akuntansi dan Bisnis, Vol. 6, No. 1, Februari 2006.
Anthony, Robert N; Govindarajan, Vijay. 2003. Management Control System. Jakarta: Salemba
Empat.
Apriani, Lisa. 2005. Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kenaikan/Penurunan Dividen: Studi Empiris
Pada Perusahaan Utilitas Publik dan Perusahaan dalam Industri Tidak Diregulasi. Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) VIII, Solo, 15-16 September 2005.
Brigham, Eugene F; Daves, Phillip R. 2004. Intermediate Finance Management; 8th edition, New York:
South Western.
Brigham, Eugene F; Gapenski, LC. 1999. Intermediate Finance Management; 6th edition, the Dryden
Press, Harcourt Brace College Publishers.
Brigham, Eugene F; Joel, F Houston. 2001. Fundamentals of Financial Management 9th edition, New
York: Thomson South-Western.
Christianti, Ari. 2006. Penentuan Perilaku Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta: Hipotesis Static Trade Off atau Pecking Order Theory. Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Christiawan, Yulius Jogi; Tarigan, Josua. 2007. Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja,
dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 9, No. 1, Mei 2007.
Copeland, T.E; Weston, J.F. 1988. Financial Theory and Corporate Policy, 3rd edition, Addison-Wesley
Publishing Company.
Daniri, Mas Achmad. 2006. Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks
Indonesia; edisi kedua; PT. Ray Indonesia.
Darmawan, Komang. 2008. Top Performers di Tengah Badai. Working Paper Majalah Investor/X/179,
Mei 2008.
Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate Governance.
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII, Denpasar, Bali 2-3 Desember 2004.
Fama, Eugene F; French, Kenneth R. 1998. Taxes, Financing Decisions, and Firm Value. The Journal
of Finance, Vol. LIII, No. 3, June 1998.
248
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
Febrianto, Rahmat. 2004. The Effect of Ownership Concentration on The Earning Quality: Evidence
From Indonesian Company. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII Denpasar, Bali 2-3
Desember 2004.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics, 3rd International Edition, Mc Graw-Hill International.
Halomoan, Gina; Djakman, Chaerul D. 2000. Pengujian Pecking Order Hypothesis Pada Emiten di
Bursa Efek Jakarta Tahun 1994 dan 1995. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) III.
Hasnawati, Sri. 2005. Implikasi Keputusan Investasi, Pendanaan, dan Dividen terhadap Nilai
Perusahaan Publik di BEJ. Usahawan No. 09 Tahun XXXIV, September 2005.
Husnan, Suad. 2001. Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja
Perusahaan dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan
Multinasional. Journal of Accounting, Management, Economic Research hal 1-10.
Husnan, Suad; Pudjiastuti, Enny. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, ed. 3. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Jensen, Michael C. 1986. Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers.
American Economic Review, Vol. 76, No. 2, pp. 323-329, May 1986.
Jensen, Michael C; Meckling, William H. 1976. Theory Of The Firm: Managerial Behaviour, Agency
Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3 , pp. 305-360. North-Holland
Publishing Company.
Mahadwartha, Putu Anom. 2002. Interdependensi Antara Kebijakan Leverage dengan Kebijakan
Dividen: Perspektif Teori Keagenan. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi 2, No.
2, 6 April 2002.
Mahadwartha, Putu Anom. 2003. Predictability Power of Dividend Policy and Leverage Policy to
Managerial Ownership in Indonesia: An Agency Theory Perspective . Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, Vol. 18, No. 3, 2003.
Megginson, William L. 1997. Corporate Finance Theory. Massachusetts: Addison-Wesley.
Myers, Stewart C. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance, 39, (3), July 1984, pp. 572-592.
Myers, Stewart C; Majluf, Nicholas S. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When
Firms Have Information That Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics 13, pp.
187-221. North-Holland.
Ningrum, Nurika Samti Febriana. 2006. Analisis Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan
Pendanaan, dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur di BEJ. Tesis:
Program Magister Manajemen STIE STIKUBANK Semarang.
Pramastuti, Suluh. 2007. Analisis Kebijakan Dividen: Pengujian Dividend Signaling Theory dan Rent
Extraction Hypothesis. Thesis: Program Pasca Sarjana Jurusan Manajemen, Magister Sains
Ilmu-Ilmu Ekonomi, Universitas Gadjahmada Yogyakarta.
Putri, Imanda Firmantyas; Nasir, Mohammad. 2006. Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang, dan Kebijakan Dividen dalam
Perspektif Teori Keagenan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus
2006.
Riyanto, Prof. Dr. Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, edisi ke empat;
Yogyakarta: BPFE.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex
Media Computindo.
Sartono, A. 2001. Long Term Financing Decisional: Views and Practices of Financial Management of
Listed Publics Firms in Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada International Journal Business, 3,
pp. 35-40.
Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih)
249
Sekaran, Uma. 2001. Research Methods for Bussiness: A Skill Building Approach 3rd edition. New
York: John Wiley-Sons.
Soepriyatno, Budi. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran Perusahaan,
EBIT/Sales dan Total Debt/Total Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang Telah Go Publik dan
Tercatat di BEJ. Tesis: Program Magister Manajemen STIE STIKUBANK Semarang.
Soepriyatno, Budi; Suwarti, Titik. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran
Perusahaan, EBIT/Sales dan Total Debt/Total Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang Telah
Go Publik dan Tercatat di BEJ. Semarang: Telaah Manajemen vol. 1 ed. 3 STIE STIKUBANK.
Sritua, Arief. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI-Press
Sugiyono. 1992. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfa Beta.
Suharyadi; Purwanto SK. 2004. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba
Empat.
Sujoko; Soebiantoro, Ugy. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan
Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan: Studi Empirik Pada Perusahaan Manufaktur dan
Non Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9. No. 1,
Maret 2007: 41-48.
Sukartha, Made. 2007. Pengaruh Manajemen Laba, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan
Pada Kesejahteraan pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 10, No. 3, September 2007.
Swandari, Fifi. 2003. Pengaruh Perilaku Resiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank
di Indonesia: Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI,
Surabaya 16-17 Oktober 2003.
Tarjo. 2005. Analisa Free cash Flow dan Kepemilikan manajerial terhadap Kebijakan Utang Pada
Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 8, No. 1, Januari 2005.
Taswan; Soliha, Euis. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa
Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, September 2002.
Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Pada Kebijakan
Hutang Perusahaan: Sebuah Pespektive Theory Agency. Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
IV.
Wahidahwati. 2002. Kepemilikan Manajerial dan Agency Conflicts: Analisis Persamaan Simultan Non
Linier dari Kepemilikan Manajerial, Penerimaan Resiko ( Risk Taking), Kebijakan Utang dan
Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) V, Semarang, 5-6 September 2002.
Wahyudi, Untung; Pawestri, Hartini Prasetyaning. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai
Perusahaan dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami
Permasalahn Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Yujana, Lalu Hendry. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan, dan
Karakteristik Tata Kelola Korporasi Terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Kasus Pada
Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Akuntansi, Tahun XI/03, September 2007.
250
JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250
Download