KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH

advertisement
KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA
BALITA PUSKESMAS KETAHUN BENGKULU UTARA
Nurhasanah
Stikes Bhakti Husada Bengkulu
Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422
Email : [email protected]
ABSTRACT
Fever in babies and young children is one of those cases that can not be ignored.
Handling of fever in children with non-pharmacological (physical therapy) can be
done with warm compresses. The research problem is there are still many children
who have not experienced a drop in body temperature. The purpose of this study was
to determine the influence of a warm compress to decrease body temperature in
febrile infants in the inpatient unit Ketahun Care Health Center in 2014.
The research design used in this study is the Pre Exsperimental Design. The samples
in this study were taken using total sampling with a sample of 17 children. Data were
taken pre-test prior to warm compresses and post test taken after completion of warm
compresses. The data obtained, processed and analyzed using univariate and
bivariate analysis using T test
The results showed that the mean temperature in febrile patients before a warm
compress for 39,150C. The mean body temperature of febrile patients do warm
compresses after 15 minutes of 37.280C and statistical tests show the value (p =
0.000), which means that there is the influence of a warm compress to decrease body
temperature in febrile infants in the inpatient unit Ketahun Care Health Center in
2014.
We hope this research can be input in an effort to improve service and management
of health problems in patients with febrile particularly warm compresses make a
standard operating procedure (SOP) in lowering the body temperature of a toddler.
Keywords: Warm Compress, Febris
PENDAHULUAN
musim peralihan, baik dari musim
kemarau ke penghujan maupun
sebaliknya. Terjadinya perubahan
cuaca
tersebut
mempengaruhi
perubahan kondisi kesehatan. Kondisi
anak dari sehat menjadi sakit
mengakibatkan tubuh bereaksi untuk
Menjaga kesehatan menjadi
perhatian khusus, terlebih pada saat
pergantian musim yang umumnya
disertai
dengan
berkembangnya
berbagai penyakit. Berbagai penyakit
itu biasanya makin mewabah pada
8
meningkatkan suhu yang biasa disebut
demam (febris) (Mohamad, 2012).
Demam merupakan istilah umum
apabila suhu tubuh sangat tinggi, ada
beberapa beberapa istilah lain yang
sering digunakan adalah pireksia atau
febris. Demam diartikan sebagai
peningkatan suhu tubuh lebih dari
38oC, pengukuran di rectal. Demam
dikenal juga sebagai manifestasi
penting terjadinya infeksi (Rudolph,
2006).
Demam pada anak merupakan
hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua mulai di ruang praktek
dokter sampai ke unit gawat darurat
(UGD) anak, meliputi 10-30% dari
jumlah kunjungan (Kania, 2007).
Sebagian besar demam berhubungan
dengan infeksi yang dapat berupa
infeksi lokal atau sistemik paling
sering demam di berhubungan dengan
infeksi
kurang
lebih
29-52%
sedangkan diikuti penyakit vaskular
kolagen
15%,
neoplasma
7%,
inflamasi usus besar 4%, dan penyakit
lainnya 12%. Gejala demam dapat
dipastikan dari pemeriksaan suhu
tubuh yang lebih tinggi dari rentang
normal. Dikatakan demam, apabila
pada pengukuran suhu rektal >38oC
(100,4oF) atau suhu oral >37,8oC atau
suhu aksila >37,2oC (99oF). Sedangkan
pada bayi berumur kurang dari 3
bulan, dikatakan demam apabila suhu
rektal > 38oC dan pada bayi usia lebih
dari 3 bulan apabila suhu aksila dan
oral lebih dari 38,3oC (Susanti, 2012).
Suhu tubuh manusia cenderung
berfluktuasi setiap saat. Untuk
mempertahankan suhu tubuh manusia
dalam keadaan konstan, diperlukan
regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh
manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang
diperankan oleh pusat pengaturan suhu
di
hipotalamus.
Apabila
pusat
temperatur hipotalamus mendeteksi
suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh
akan melakukan mekanisme umpan
balik. Mekanisme umpan balik ini
terjadi bila suhu inti tubuh telah
melewati batas toleransi tubuh untuk
mempertahankan suhu, yang disebut
titik tetap (set point). Titik tetap tubuh
dipertahankan agar suhu tubuh inti
konstan pada 37°C. Apabila suhu
tubuh meningkat lebih dari titik tetap,
hipotalamus akan merangsang untuk
melakukan serangkaian mekanisme
untuk mempertahankan suhu dengan
cara menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas
sehingga suhu kembali pada titik tetap
(Tamsuri, 2007).
Demam pada bayi dan anak
balita merupakan salah satu kasus
yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Peningkatan suhu tubuh pada balita
dapat berpengaruh terhadap fisiologis
organ
tubuh
lainya,
karena
peningkatan suhu tubuh yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan dehidrasi,
letargi, penurunan nafsu makan
sehingga asupan gizi berkurang
termasuk kejang yang mengancam
kelangsungan hidupnya. Maka dari itu
dibutuhkan perlakuan dan penanganan
tersendiri yang sangat jauh berbeda
bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Perlakuan dan penanganan
yang salah, lambat, dan tidak tepat
akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan tubuh
balita, bahkan dapat membahayakan
keselamatan jiwanya (Rukiyah, 2012)
2
Secara definitif terdapat dua
tindakan untuk menurunkan suhu
tubuh pada klien dengan febris, yaitu
dengan terapi farmakologis dan terapi
fisik. Pemberian obat antipiretik
merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat
berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan
kardiopulmonal
kronis,
kelainan
metabolik, penyakit neurologis dan
pada anak yang berisiko kejang
demam (Kania, 2010).
Dalam penatalaksanaan demam
pada anak dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu dengan farmakologis dan
nonfarmakologis.
Intervensi
farmakologis yang paling efektif
adalah penggunaan antipiretik untuk
menurunkan set point. Antipiretik ini
bekerja
dengan
mempengaruhi
termoregulator pada sistem saraf pusat
(SSP) dan dengan menghambat kerja
prostaglandin secara perifer (Wong,
2008)
Penanganan demam pada anak
dengan nonfarmakologis (terapi fisik)
dapat dilakukan dengan kompres
hangat. Kompres hangat adalah
tindakan dengan menggunakan kain
atau handuk yang telah dicelupkan
pada air hangat, yang ditempelkan
pada bagian tubuh tertentu sehingga
dapat memberikan rasa nyaman dan
menurunkan suhu tubuh. Tindakan
kompres hangat merupakan tindakan
yang cukup efektif dalam menurunkan
demam. Oleh karena itu, sebaiknya
penggunaan antipiretik tidak diberikan
secara otomatis pada setiap keadaan
demam (Mohamad, 2012).
Pemberian kompres hangat pada
aksila sebagai daerah dengan letak
pembuluh darah besar merupakan
upaya memberikan rangasangan pada
area preoptik hipotalamus agar
menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat
yang dibawa oleh darah ini menuju
hipotalamus akan merangsang area
preoptik mengakibatkan pengeluaran
sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini
akan
menyebabkan
terjadinya
pengeluaran panas tubuh yang lebih
banyak melalui dua mekanisme yaitu
dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter dan Perry, 2005).
Hasil penelitian Djuwariyah
(2010), di Ruang Kanthil Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas diketahui
bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum diberikan kompres air hangat
adalah 38,39 terjadi penurunan setelah
diberikan kompres air hangat yaitu
menjadi 37,68 (dengan selisih sebesar
0,71). Selain itu juga bahwa rata-rata
suhu tubuh anak sebelum diberikan
kompres plester adalah 38,14, terjadi
penurunan suhu sesudah diberikan
kompres plester menjadi 38,01
(dengan selisih 0,13). Hasil ini
menunjukkan bahwa penurunan suhu
tubuh dengan menggunakan cara
kompres
hangat
lebih
efektif
dibandingkan dengan kompres plester.
Berdasarkan pengumpulan data
awal
penelitian
di
Puskesmas
Perawatan Ketahun di dapatkan data
penelitian bahwa jumlah pasien pada
tahun 2011 sebanyak 359 orang
dengan jumlah pasien febris balita
sebanyak 122 balita, tahun 2012
sebanyak 496 orang dengan jumlah
pasien febris balita sebanyak 144
balita dan pada tahun 2013 sebanyak
487 dengan jumlah pasien febris balita
3
sebanyak 198 balita (Medical Record
Puskesmas Ketahun, 2014 ).
Berdasarkan latar belakang yang
di uraikan diatas peneliti berkeinginan
melakukan penelitian dengan judul
“Kompres
Hangat
Terhadap
Penurunan Suhu Puskesmas Ketahun
tahun 2014”
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien balita febris
pada tahun 2013 sebanyak 198 orang.
Sampel dalam penelitian ini
diambil berdasarkan jumlah pasien
balita yang mengalami febris dengan
minimal sampel diambil dari estimasi
rata-rata jumlah responden setiap
bulan pada tahun 2013 yaitu 17 balita.
Analisis univariat dilakukan
untuk melihat distribusi nilai rata-rata
pada kelompok sebelum dilakukan
pelakuan kompres hangat dan sesudah
dilakukan pelakuan kompres hangat.
Analisis bivariat merupakan
analisa data yang dilakukan terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan
atau berkorelasi. Pada analisa ini
digunakan uji statistic uji T
dikarenakan bahwa data berdistribusi
normal (Sibagariang, 2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
desain penelitian Pre Exsperimental
Design dengan bentuk rancangan One
Group
Pretest-Postest.
Dengan
observasi
dilakukan
sebelum
exsperimen (O1) disebut pre-test, dan
observasi sesudah exsperimen (O2)
disebut post-test (Hidayat, 2012).
Pelaksanaan
penelitian
ini
dilakukan di puskesmas perawatan
ketahun kab bengkulu utara dan
pengumpulan data dalam penelitian ini
dilaksanakan pada 13 juni s.d 13 juli
2014.
HASIL
Tabel 1
Rata-rata perbedaan suhu tubuh
sebelum dan sesudah dilakukan perawatan
Variabel
Mean
Std.
Devisiasi
Suhu Tubuh Pretes
Suhu
Tubuh
Pergantian
Kompres Hangat
Selama 15 Menit
1.87
0.53
Std. Error
T
Mean
Hitung
0.13
4
14.62
df
P.
value
16
0.000
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat
diketahui rata-rata penurunan suhu
tubuh pasien febris setelah dilakukan
kompres hangat selama 15 menit
sebesar 1,870C. Hasil analisis uji t
didapatkan nilai p=0,000 lebih kecil
dari pada nilai alpha 0,05 artinya
kompres hangat efektif terhadap
penurunan suhu tubuh pada balita
febris.
setelah dilakukan kompres hangat 10
menit
mempunyai
efektifitas
menurunkan suhu tubuh sebesar 10C
dan setelah dilakukan kompres hangat
selama 15 menit sebesar 1,870C. Hasil
analisis uji t didapatkan nilai p=0,000
lebih kecil dari pada nilai alpha 0,05
artinya kompres hangat efektif
terhadap penurunan suhu tubuh pada
balita febris.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Mohamad tahun
2012 di Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
yang menunjukkan bahwa bahwa nilai
rata-rata suhu tubuh responden
sebelum perlakuan sebesar 38,4 ±
0,70C.
Sedangkan
suhu
tubuh
responden setelah perlakuan sebesar
37,7 ± 1,00C. Hasil penelitian ini juga
menyimpulkan
bahwa
tindakan
kompres
hangat
efektif
dalam
menurunkan demam pada pasien
thypoid
abdominalis
di
ruang
G1(anak) Lt.2 RSUD. Prof. Dr. Hi.
Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Widjaja (2007), di
Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum
Daerah Banyumas diketahui bahwa
rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum diberikan kompres air hangat
adalah 38,39 terjadi penurunan setelah
diberikan kompres air hangat yaitu
menjadi 37,68 (dengan selisih sebesar
0,71). Selain itu juga bahwa rata-rata
suhu tubuh anak sebelum diberikan
kompres plester adalah 38,14, terjadi
penurunan suhu sesudah diberikan
kompres plester menjadi 38,01
(dengan selisih 0,13). Hasil ini
menunjukkan bahwa penurunan suhu
tubuh dengan menggunakan cara
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa rata-rata suhu tubuh pada
pasien sebelum dilakukan kompres
hangat sebesar 39,15, rata-rata suhu
tubuh pasien setelah dilakukan
kompres hangat 5 menit pertama
sebesar 38,83, rata-rata suhu tubuh
pasien febris stelah dilakukan kompres
hangat 5 menit ke 2 sebesar 38.14 dan
rata-rata suhu tubuh pasien febris
stelah dilakukan kompres hangat 5
menit ke 3 sebesar 37.28.
Hasil analisis univariat rata-rata
suhu tubuh pada pasien febris sebelum
dilakukan kompres hangat sebesar
39,15, rata-rata suhu tubuh pasien
febris stelah dilakukan kompres hangat
5 menit pertama sebesar 38,83, ratarata suhu tubuh pasien febris stelah
dilakukan kompres hangat 5 menit ke
2 sebesar 38.14 dan rata-rata suhu
tubuh pasien febris stelah dilakukan
kompres hangat 5 menit ke 3 sebesar
37.28.
Berdasarkan analisis bivariat
diketahuai bahwa rata-rata penurunan
suhu tubuh pasien febris setelah
pemberian kompres hangat pada 5
menit pertama mempunyai efektifitas
menurunkan suhu tubuh sebesar 0,30C,
5
kompres
hangat
lebih
efektif
dibandingkan dengan kompres plester.
Hasil penelitian sesuai teori yang
dikemukakan oleh Potter dan Perry,
(2005), yang mengatakan pemberian
kompres hangat pada aksila sebagai
daerah dengan letak pembuluh darah
besar merupakan upaya memberikan
rangasangan pada area preoptik
hipotalamus agar menurunkan suhu
tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh
darah ini menuju hipotalamus akan
merangsang
area
preoptik
mengakibatkan pengeluaran sinyal
oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluaran
panas tubuh yang lebih banyak melalui
dua
mekanisme
yaitu
dilatasi
pembuluh
darah
perifer
dan
berkeringat.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan yang dikemukakan Susanti,
(2012) yang mengatakan bahwa
kompres hangat pada kulit dapat
menghambat shivering dan dampak
metabolik yang ditimbulkannya. Selain
itu, kompres hangat juga menginduksi
vasodilatasi
perifer,
sehingga
meningkatkan pengeluaran panas
tubuh. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa bahwa pemberian
terapi demam kombinasi antara
antipiretik dan kompres hangat lebih
efektif dibandingkan antipiretik saja,
selain itu juga mengurangi rasa tidak
nyaman akibat gejala demam yang
dirasakan. Pemakaian antipiretik dan
kompres hangat memiliki proses yang
tidak berlawanan dalam menurunkan
temperatur tubuh. Oleh karena itu,
pemakaian
kombinasi
keduanya
dianjurkan pada tatalaksana demam.
Berdasarkan hasil penelitian dan
beberapa teori yang telah dikemukakan
dapat disimpulkan bahwa pemberian
tindakan kompres hangat efektif dalam
menurunkan
suhu
tubuh
padaresponden, hal ini dapat terjadi
karena kompres hangat menginduksi
vasodilatasi perifer dan kelenjar
keringat akan menyekresi keringat
yang menguap dari kulit untuk
meningkatkan
kehilangan
panas
sehingga dapat terjadi penurunan suhu
tubuh dan tindakan kompres hangat ini
juga merupakan bagian dari tindakan
mandiri perawat yang termasuk aman
dan tidak memiliki efek samping
dalam penatalaksanaannya. Sehingga
diharapkan kepada perawat dapat
menerapkan tindakan mandirinya
sebelum
dilakukan
tindakan
kolaborasi dengan tim medis.
Pada penelitian ini, responden
yang dijadikan sampel yaitu pasien
yang sudah mendapat terapi antipiretik
sehingga
efektifitas
pemberian
kompres hangat sehingga hasil
penelitian ini dapat digambarkan
sebagai suatu kolaborasi antara
pemberian kompres hangat dengan
pemberian antipertik. Pada penelitian
ini peneliti tidak membandingkan
antara efektifitas pemberian kompes
hangat dengan pemberian antipiretik
karena sangat sulit bagi peneliti
menemukan responden yang dirawat
tanpa pemberian antipiretik terlebih
dahulu dan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
pemberian
antipiretik yang dibarengi dengan
pemberian kompres hangat sangat
efektif dalam menurunkan suhu tubuh.
6
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Pengaruh
kompres
hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada
balita febris di ruang rawat inap
puskesmas perawatan ketahun tahun
2014 adalah ada pengaruh kompres
hangat
terhadap penurunan suhu
tubuh pada balita (p=0,000).
Hidayat. 2012. Asuhan Neonatus Bayi
Dan Anak Balita. Jakarta: EGC
Djuwariyah. 2010. Kompres hangat
dan penurunan suhu tubuh di
RSUD Banyumas.
Medical Record. Puskesmas Ketahun.
2012.
Mohamad, 2012. Efektifitas Kompres
Hangat Dalam Menurunkan
Demam Pada Pasien Thypoid
Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo. Staf Dosen
Jurusan
Keperawatan
Politeknik
Kesehatan
Kemenkes: Gorontalo.
Potter, & Perry 2005 . Buku ajar
fundamental keperawatan :
konsep, proses, dan praktik.
EGC: Jakarta
Rudolph. 2006. Buku Ajar Pediatri.
EGC. Jakarta
SARAN
Kepada
pihak
puskesmas,
diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan dalam upaya
peningkatan
pelayanan
dan
penatalaksanaan masalah kesehatan
pada pasien febris khususnya dengan
menjadikan kompres hangat suatu
standar operasional prosedur (SOP)
dalam menurunkan suhu tubuh balita
yang mengalami demam secara non
farmakologis dan kepada perawat
diharapkan
dapat
menerapkan
pemberian kompres hangat kepada
setiap pasien febris. selain itu, juga
dapat
memberikan
pendidikan
kesehatan serta leaflet kepada pasien
tentang penanganan pertama pada
anggota keluarga yang mengalami
demam dirumah. Kepada pasien
diharapkan dapat melakukan tindakan
kompres hangat saat mengalami
demam baik pada balitanya maupun
keluarga yang lainya sebagai upaya
penanganan
pertama
sebelum
mendapat pengobatan medis.
Rukiyah. 2012. Asuhan Neonatus Bayi
Dan Anak Balita. Trans Info
Media: Jakarta.
Sibagariang dkk, 2010. Buku Saku
Metodologi Penelitian Untuk
Mahasiswa
Diploma
Kesehatan. Trans Info Media:
Jakarta.
Susanti, 2012. Efektifitas Kompres
Dingin Dan Hangat Pada
Penatalaksanaan
Demam.
Fakultas Sains dan Teknologi,
UIN Maliki Malang
Tamsuri, A. 2007. Tanda-Tanda Vital:
Suhu Tubuh. EGC: Jakarta.
Widjaja. 2007. Mencegah dan
mengatasi demam pada balita.
Kawan Pustaka: Jakarta
Wong, 2009. Buku ajar keperawatan
pediatrik. EGC : Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Kania. 2010. Penatalaksanaan Demam
Pada Anak Disampaikan pada
acara
Siang
Klinik
Penanganan Kejang Pada
Anak : Bandung.
7
Download