bab ii tinjauan teoritis - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pengantar
Tinjauan ini dibagi menjadi lima bagian:
a. Kajian mengenai teori kreativitas yang mencakup teori kreativitas secara
keseluruhan,
pengembangan
kreativitas
pada
anak,
pengembangangan
kreativitas usia dewasa, tahap proses pemikiran kreatif, dan segala hal yang
berhubungan dengan kreatif dan kreativitas secara psikologis.
b. Kajian mengenai teori-teori pembelajaran desain
c. Kajian mengenai teori pengajaran desain interior
d. Kajian mengenai teori psikologi arsitektur yang berhubungan dengan penelitian.
e. Kajian mengenai hasil-hasil penelitian terhadap aspek-aspek dalam ruang yang
dapat menstimulasi indra (sehingga dapat merangsang otak dan pikiran untuk
bekerja secara lebih kreatif)
2.1 KREATIVITAS
2.1.1Konsep Kreativitas
Kreativitas adalah alat utama untuk mengembangkan inovasi. Kreativitas berasal dari
kata Inggris : To create→ creative→ creativity
To create1 dalam Bahasa Indonesia berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang
berbeda (bentuk, susunan, gayanya) dengan yang biasa dikenal orang banyak. Kreativitas
adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta.
Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18 seiring
dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu gelombang
peradaban yang muncul bersamaan dengan Abad Pencerahan dan dilatarbelakangi masa
Renaissans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat dibuat lebih “mandiri”
dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah konsep tentang
kreativitas diterapkan untuk pertama kalinya pada manusia.
1
Cre-ate:1. to cause to come into existence; bring into being; make; originate; esp.,to make or design
(something requiring art, skill, invention, etc.) 2. to bring about; give rise to; cause (new industries vreate new
jobs). 3. to invest with new rank, function, etc. 4. to be the first to portray (a particular role in play) (Webster’s
New World Dictionary, 1988: 325)
30
Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan
antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik seperti Abraham
Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang menggunakan semua
bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan
atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah
seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi
sepenuhnya, berpikiran demokratis, dan sebagainya. Menurut Maslow (1968) aktualisasi
diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang ada pada semua
manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat, atau terpendam dalam
proses pembudayaan.
Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan
untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan
menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua
kemampuan organisme. Clark Moustakis (1967), psikolog humanistik lain yang
terkemuka, menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan
mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri
sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. Hal ini sudah dibuktikan dengan beberapa
penelitian bahwa aktualisasi diri dan kreativitas saling berkaitan dan berkorelasi.
Maslow membedakan antara ’kreativitas aktualisasi diri’ dan ’kreativitas talenta
khusus’. Orang-orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta
kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang
lainnya. Orang-orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri
yang baik, tetapi mungkin juga tidak. Sejarah cukup banyak menunjukkan adanya orangorang yang unggul kreatif, tetapi neurotis, seperti Vincent Van Gogh, Edgar Allan Poe,
dan mungkin juga Beethoven dan Mozart. Sedangkan orang-orang kreatif yang mampu
mengaktualisasikan diri adalah sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan
cenderung menghadapi semua aspek kehidupannya secara fleksibel dan kreatif. Tetapi
belum tentu mereka memiliki talenta kreatif yang menonjol dalam salah satu bidang
khusus, misalnya seni atau sains.
Implikasi dari pembedaan antara kreativitas aktualisasi diri dan kreativitas talenta
khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri-ciri afektif dari kreativitas- ciri-ciri
kepribadian , sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif. Kreativitas adalah
suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia. Hidup kreatif berarti
mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri
31
secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru,
mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah
kemanusiaan.
Banyak program kreativitas yang berhasil bertujuan a) meningkatkan kesadaran
kreativitas, b) memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru, c)
mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif, d)
melatih kemampuan kreatif secara umum. Program seperti ini membantu siswa
memahami kreativitas dan menggunakan pendekatan yang kreatif terhadap masalahmasalah pribadi, akademis, dan profesional.
Saat ini kreativitas telah menjadi sebuah studi yang dikembangkan dalam disiplin
ilmu psikologi. Bagian dari ilmu psikologi yang memfokuskan diri pada pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan para pendukung dalam proses artistik (seniman,
pengamat, kritikus) adalah psikologi seni.
Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas sebagai
proses adalah kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkian solusi pada persoalan
tertentu (Vecchio,1995). Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang
bersifat imajinatif, tidak konvensional, estetis, fleksibel, integrasi informasi dan proses
sejenis (Sprinthall dan Sprinthall, 1990), atau setiap tindakan, gagasan atau produk yang
mengubah domain yang ada atau domain yang baru (Csikzentmihalyi,1996).
Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu
yang baru, dari pada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari
buku. Kreativitas berkaitan dengan apa yang dikembangkan (Nunnally,1964). Kreativitas
bukanlah ciri kepribadian, tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk
yang kreatif (Woolfok,1993).
Model kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas mempunyai
komponen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berpikir kreatif
menyangkut kemampuan melakukan operasi kognitif yang berbeda, yaitu fluency,
flexibility, originally dan elaboration (Khatena, 1992).
Selain itu beberapa penulis menunjukkan ciri kreatif, antara lain Csikzentmihalyi
(1996), Vecchio (1995) dan Semiawan (1990). Sebagai teori, kreativitas ditemukan oleh
Gowan yang membedakan antara kreativitas personal dan kreativitas kultural (Barbara
Clark, 1983). Sedangkan teori Roweton, mengklasifikasi kreativitas menjadi 6 (enam)
yaitu: Definitional, Behavioristic, Dispositional, Humanistic, Psychoanalytic dan
operational (Khatena, 1992). Sedangkan kreativitas menurut Baron dan Donn (1989)
32
merupakan konsep terpadu yang terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting.
Akhirnya Treffinger (1980) menyatakan bahwa kreativitas berkembang secara bertahap :
fungsi divergen, proses pemikiran serta perasaan yang majemuk dan terlibat pada
tantangan yang nyata.
Karena kompleksitas dari konsep kreativitas seperti yang telah dijelaskan di atas,
maka sepertinya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau
dari berbagai aspek, yang meskipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.
Rhodes (1961) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas,
menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi
(person), proses, dan produk. Kreativitas dapat juga ditinjau dari kondisi pribadi dan
lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Rhodes menyebut
keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai ” Four P’s of Creativity: Person,
Process, Press, Product”. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari
empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi kreatif yang
melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari
lingkungan, menghasilkan produk kreatif.
2.1.2 Pengertian kreativitas berdasarkan empat P menurut para pakar:
a. Definisi pribadi
Menurut Hullbeck (1945) ”Creative action is an imposing of one’s own whole
personality on the environment in an unique and characteristic way”. Tindakan kreatif
muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.
Definisi ini jelas menekankan segi pribadi.
Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam ”three-facet model of
creativity” oleh Sternberg (1988), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas
antara tiga atribut psikologis yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi.
Secara bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang
melatarbelakangi individu yang kreatif.
Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan,
perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan
keputusan, dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum.
Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari
keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan
33
caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang menulis,
merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti pengarang, saintis, artis,
arsitek atau desainer.
Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi ciri-ciri seperti fleksibilitas, toleransi
terhadap kedwiartian (keambiguan), dorongan untuk berprestasi dan mendapat
pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan resiko yang
moderat.
Sternberg dan Lubart (1992,1996) juga mengemukakan teori tentang investasi dalam
kreativitas. Mereka mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif diperlukan investasi dalam
kemampuan seseorang dan kekuatan dalam gagasan-gagasan baru dan berkualitas tinggi,
dan untuk menjadi seseorang yang kreatif, seseorang tersebut harus dapat menjadi seperti
investor yang baik, “ membeli dengan harga rendah dan menjual dengan harga tinggi”.
Hal ini berarti bahwa orang yang kreatif harus memformulasikan gagasan-gagasan yang
dikeluarkan agar gagasan-gagasan tersebut bersifat terbaru, mutakhir, tetapi juga
berpotensi untuk diterima oleh masyarakat luas.
Selain itu, definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Abraham Maslowseorang ahli psikologis- juga berfokus kepada definisi pribadi, kreativitas merupakan
sebuah wujud nyata dari aktualisasi diri manusia. Di mana aktualisasi diri adalah
kebutuhan yang memiliki tingkatan tertinggi dari lima kebutuhan manusia ( fisiologis,
keamanan, cinta, rasa memiliki dan dihargai, dan aktualisasi diri).
Ketika tingkat yang lebih rendah telah terpenuhi, motivasi untuk memenuhi
kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi menjadi aktif. Pada prinsipnya, makin sulit untuk
berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Sangat sedikit
orang yang benar-benar mencapai tingkat aktualisasi diri, bagi sebagian lain merupakan
proses seumur hidup. Lalu ketika kita telah merasa butuh aktualisasi diri itu artinya kita
telah menjadi manusia.
b. Definisi proses
Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang kreativitas yang
pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu:
...the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements,
something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these
deficiencies; 3) evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising
and retesting them; and finally 5) communicating the results.
34
Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan
masalah sampai dengan menyampaikan hasil.
Definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Primadi Tabrani dalam
bukunya “ Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar”
juga berfokus pada definisi proses.
Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani-dosen yang mengajar di FSRD-ITB, Universitas
Trisakti, dan Universitas Pasundan- mengatakan bahwa kreativitas adalah salah satu
kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain, hingga sebagai
keseluruhan dapat mengintegrasikan stimuli-luar (yang melandanya dari luar sekarang)
dengan stimuli dalam (yang telah dimiliki sebelumnya-memori) hingga tercipta suatu
kebulatan baru.
Kreativitas merupakan salah satu dari tiga kemampuan utama yang dimiliki oleh
manusia, yaitu: kemampuan fisik, kemampuan kreatif, dan kemampuan rasio.
Kemampuan kreatif tidak dapat berdiri sendiri, tetapi bekerja sama dengan kemampuan
fisik dan perasaan, kemampuan rasio dan imajinasi.
Kreativitas adalah kelebihan manusia dari binatang dan mesin atau komputer.
Kreativitas bukan hanya milik anak, genius, penemu, atau seniman. Setiap manusia
memiliki kreativitas seperti juga setiap manusia memiliki kemampuan rasio dan fisik,
hanya berbeda mutu dan perimbangannya. Jika kemampuan rasio dan fisik sudah
mundur, dapat kita tingkatkan. Tetapi tidak demikian dengan kemampuan kreatif.
Kemampuan kreatif jika telah mundur, akan sulit meningkatkannya kembali. Kehilangan
kreativitas akan menurunkan kualitas intuisi (intuisi terdapat pada ujung/ puncak limas
citra manusia) hingga manusia menjadi seperti robot, kehilangan rasio akan menurunkan
kualitas intuisi hingga manusia menjadi pelamun yang tak pernah mampu memasuki
dunia realita, sedangkan kehilangan fisik berarti manusianya mati.
Kreativitas berbeda dengan konsep IQ, bakat, dan skill. IQ lebih merupakan ukuran
tingkat rasio seseorang dan bukan tingkat kecerdasan seseorang. Bakat menunjukkan
spesialisasi atau keahlian yang cocok bagi seseorang. Sedangkan skill merupakan bagian
dari kemampuan fisik (keterampilan motorik) yang berhubungan dengan bakat.
c. Definisi produk
Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinalitas seperti definisi
dari Barron (1969) yang menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk
menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962) yang
menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk membuat kombinasi35
kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa
tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Unsur-unsurnya bisa saja
sudah ada lama sebelumnya. Contoh: kursi dan roda sudah ada selama berabad-abad,
tetapi gagasan pertama untuk menggabung kursi dan roda menjadi kursi roda merupakan
gagasan yang kreatif. Definisi Haefele menekankan pula bahwa suatu produk kreatif
tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai bermakna.
Rogers (dalam Vernon, 1982) mengemukakan kriteria untuk produk kreatif, adalah:
1. Produk itu harus nyata (observable)
2. Produk itu harus baru
3. Produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Selain itu terdapat definisi kretivitas menurut Robert W. Olson yang juga berfokus
kepada definisi produk. Menurut Robert W. Olson, kreativitas adalah kemampuan untuk
mencipta/berkreasi. Sedangkan oleh segelintir orang kreativitas dianggap sebagai suatu
kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru atau wawasan yang segar.
Menurut Robert W.Olson, dari semua makhluk yang ada di dunia hanya manusia yang
dikaruniai akal untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih berbudaya,
merencanakan kehidupannya dan melahirkan gagasan kreatif. Dan dengan akal tersebut
manusia memiliki kemampuan self-determination, menentukan pilihannya sendiri
dengan pertimbangan tanggung-jawab. Sedangkan hambatan yang seringkali dihadapi
untuk
menjadi
kreatif
adalah:
kebiasaan,
keterbatasan
waktu
dan
energi,
ketidakmampuan mengenali masalah, takut gagal, kritik orang lain, puas diri, tidak
berpendirian dan kesulitan memusatkan konsentrasi.
Pengertian kreativitas yang juga berfokus pada produk kreatif adalah definisi
kreativitas menurut Howard Gardner (1998) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah, menciptakan sesuatu yang berbeda (baru dan
unik) dari orang lain pada umumnya. Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk
menemukan masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang lain dan juga
mampu untuk mencari solusi dari masalah tersebut.
Sedangkan pengertian kreativitas menurut Tony Buzan (di dalam bukunya ”Buku
Pintar Mind Map”) -pengarang buku terlaris tentang How to Mind Map, Mind Map for
Kids, Mind Map at Work dan juga merupakan konsultan bagi perusahaan-perusahaan
multinasional (di antaranya adalah Microsoft, Boeing, HSBC, dll), pemerintahan, bidang
36
pendidikan, dll- bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir dengan cara baru-menjadi
orisinal. Pemikiran kreatif termasuk:
1. Kefasihan.
Adalah seberapa cepat dan sebarapa mudah seseorang dalam melepaskan ide-ide baru
yang kreatif.
2. Fleksibilitas.
Adalah
kemampuan
seseorang
melihat
sesuatu
dari
sudut
pandang
lain,
mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang yang berlawanan, mengambil konsepkonsep lama dan mengaturnya kembali dalam cara baru, dan membalikkan ide-ide
yang sudah ada. Hal ini juga termasuk kemampuan seseorang menggunakan semua
indra dalam menciptakan ide-ide baru.
3. Orisinalitas.
Orisinalitas merupakan inti dari semua pemikiran kreatif, dan mewakili kemampuan
seseorang menghasilkan ide-ide yang unik, tidak biasa, “eksentrik” (yang secara
harfiah berarti “menjauh dari pusat”). Meskipun banyak orang menganggap orang
seperti ini sebagai “tidak terkendali”, sebenarnya yang benar justru sebaliknya.
Karena orisinalitas seringkali merupakan hasil dari sejumlah besar energi intelektual
yang diarahkan, dan pada umumnya menunjukkan kemampuan konsentrasi tinggi.
Demikian pula pengertian kreativitas menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam
bukunya “Creativity”, Flow and The Psychology of Discovery and Invention” yang
berfokus pada definisi produk bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang
membuat perubahan pada bidang/ sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat
perubahan bentuk pada bidang/ sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru.
d. Definisi lingkungan pendorong (press)
Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas menekankan
faktor ”press” atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan
dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal
dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (dalam Vernon, 1982) merujuk
pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai ” the
initiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence of
thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai
37
imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak
berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan
kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.
Masyarakatlah yang menentukan apa dan siapa yang dapat disebut kreatif. Di dalam
sejarah banyak contoh seniman yang dalam zamannya tidak dihargai sebagai kreatif,
bahkan ada yang dianggap sebagai berbahaya. Mozart dan Van Gogh meninggal dalam
keadaan miskin. Seperti juga di dalam bidang-bidang keilmuan lainnya, pemberian
atribut kreativitas merupakan proses sosial, yang seperti halnya dengan seni, bisa relatif,
keliru, atau bahkan menjadi terbalik dengan perubahan jaman. Yang dulu bermakna
menjadi tidak dihargai lagi, atau yang dulu tidak mendapat penghargaan, sekarang
disanjung-sanjung.
2.1.3 Penjelasan Umum Tentang Kreativitas
Kreativitas merupakan proses perubahan genetik yang merupakan hasil dari evolusi
biologis, di mana terdapat variasi acak pada sel-sel kromosom manusia, di bawah ambang
sadar manusia. Perubahan ini menyebabkan perbedaan karakteristik pada seorang anak,
dan jika ciri atau sifat ini mengalami kemajuan atau perkembangan daripada apa yang
telah ada sebelumnya maka hal itu akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk
dapat diteruskan kepada keturunan dari anak tersebut nantinya. Tetapi hampir semua
perkembangan ciri atau sifat yang terjadi tidak berkembang lebih jauh dan hal ini
kemudian menghilang pada generasi-generasi berikutnya. Tetapi meskipun begitu, hal ini
tetap merupakan hal yang berharga untuk evolusi biologis. Kreativitas lebih mudah untuk
ditingkatkan dengan cara melakukan perubahan pada lingkungan dibandingkan dengan
membuat seseorang untuk berpikir lebih kreatif. Kreativitas tidak dapat muncul begitu
saja seperti sebuah cahaya di kegelapan, tetapi muncul melalui bertahun-tahun kerja
keras. Perbedaan antar manusia seperti perbedaan bahasa, ekspresi artistik, pemahaman
tentang ilmu pengetahuan, teknologi adalah nilai-nilai individual yang didapat melalui
pembelajaran. Dan tanpa kreativitas, susunan genetik manusia akan sama dengan
simpanse.
Kreativitas meliputi jangkauan yang luas karena terdiri dari banyak kesatuan-kesatuan
yang berbeda-beda. Karena itu kreativitas lalu dibedakan dalam tiga fenomena yang
berbeda:
1. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang mengekspresikan gagasan/ ide yang tidak
biasa, yang tertarik dan terstimulasi pada sesuatu, dan seseorang yang terlihat luar
38
biasa cemerlang, seperti misalnya seseorang yang memiliki banyak minat dan juga
kecepatan dalam berpikir. Orang seperti ini bisa saja disebut kreatif. Tetapi jika
mereka telah menyumbangkan sesuatu yang berarti dan bersifat permanen, maka
orang-orang ini lebih tepat disebut brilian daripada disebut kreatif.
2. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang berpengalaman dalam menciptakan
sesuatu yang baru dan asli lahir dari pemikirannya sendiri (original). Nilai-nilai
“kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan kreativitas. Orang-orang seperti
ini memiliki persepsi yang baru, memiliki pendapat yang berwawasan, seseorang
yang memiliki kemungkinan untuk melakukan penemuan penting. Orang-orang ini
dapat disebut sebagai kreatif secara pribadi. Melalui serangkaian penelitian, Morgan
(1953) menyatakan bahwa faktor universal bagi kreativitas adalah kebaruan (novelty),
dan kebaruan membutuhkan keaslian (originality). Arasteh2 membuat peryataan
mengenai kreativitas: “…creativity is a vision and actualization of that vision. This
vision is a unit; it is complete and pregnant. Just as night gives birth to day, the seed
to a plant, an ovum to a child, so too creative vision gives birth indefinitely and its
actualization produces scientific, artistic or religious forms”
Sternberg dan Lubert (1995) menyatakan bahwa kebaruan harus dilengkapi
dengan kelayakan (appropriateness) apakah aktivitas tersebut dapat dianggap kreatif.
Kebaruan dapat merupakan perpaduan dari dua atau lebih benda atau pemikiran.
Sebagai contoh: Damien Hirst adalah seorang seniman kontroversial yang memotongmotong binatang, namun banyak orang tidak menganggapnya kreatif meskipun ia
menampilkan sesuatu yang baru dan orisinal. Banyak orang tidak mengenali faktor
kelayakan dalam karyanya dan menganggapnya tidak bermanfaat serta gagal.
3. Kreativitas menunjuk pada individual seperti Leonardo, Edison, Picasso, atau
Einstein, yang melakukan perubahan pada kebudayaan manusia dalam aspek-aspek
yang penting. Mereka adalah orang-orang yang kreatif tanpa batasan tertentu.
Banyak yang tertukar antara kreativitas dengan talenta atau bakat. Talenta berbeda
dengan kreativitas dalam hal kemampuan mengerjakan sesuatu dengan sangat baik yang
merupakan bawaan sejak lahir. Ada kemungkinan bahwa orang berbakat dipengaruhi
secara genetik untuk menunjukkan kemampuan yang tidak dimiliki setiap orang dalam
satu atau lebih lingkup (seni). Misalnya anak yang dilahirkan dengan bakat musik
2
Arasteh, A.R. & Arasteh, J.D. Creativity in Human Development, John Wiley & Sons, New York, 1976,
hlm.140
39
mungkin memiliki kemampuan sempurna atau nyaris sempurna untuk membedakan nada.
Atau anak yang lahir dengan bakat seni rupa mungkin memiliki kelebihan dalam
imajinasi, kemampuan untuk mengingat adegan visual dalam setiap detil, dan lain-lain.
Anak-anak yang sadar bahwa mereka memiliki bakat mungkin memberi reaksi dengan
membangun struktur kepribadian yang kuat, mandiri, dan bermotivasi tinggi. Bisa
dikatakan bahwa Michael Jordan adalah seorang atlet yang berbakat, atau Mozart adalah
musisi yang berbakat, tanpa menyebut bahwa mereka juga kreatif. Terdapat contoh yang
dilakukan Profesor Csikszentmihalyi bahwa banyak orang yang memiliki bakat dalam
matematika atau musik tetapi sebagian besar dapat dikatakan kreatif tanpa
memperlihatkan bakat yang luar biasa. Tetapi bakat juga merupakan sesuatu yang bersifat
relatif, sehingga untuk membandingkan orang yang “rata-rata” dengan orang yang kreatif
adalah bakat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa bakat dan kreativitas meskipun
memiliki
pengertian
yang
berbeda
tetapi
merupakan
suatu
kesatuan
karena
keberadaannya saling melengkapi.
Di dalam definisi USOE tentang keberbakatan dikatakan bahwa anak berbakat adalah
mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu
mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.
Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/ atau
pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan
sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. lalu
muncul beberapa implikasi dari definisi ini bagi identifikasi dan pengembangan anak
berbakat yaitu:
1.
Bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum
terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul.
Hal ini berarti bahwa anak berbakat yang ”underachiever” (yaitu yang belum
berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul) juga diidentifikasi sebagai
anak berbakat.
2.
Tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan
khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan
UU No.2 Pasal 24 Ayat (1).
Konsepsi lain tentang keberbakatan yang digunakan dalam identifikasi siswa berbakat di
Indonesia adalah ”Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan-kawan (1981) yang
menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan
adalah keterkaitan antara:
40
-
Kemampuan umum di atas rata-rata.
-
Kreativitas.
-
Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) cukup tinggi.
Riset tentang individu kreatif/ produktif menunjukkan secara konsisten bahwa orangorang yang mendapat pengakuan karena prestasi dan kontribusi mereka yang unik
memiliki tiga hal tersebut di atas yaitu: kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas,
dan pengikatan diri terhadap tugas. Yang penting diperhatikan adalah bahwa memiliki
salah satu kelompok ciri-ciri, misalnya intelegensi yang tinggi, belum mencerminkan
keberbakatan. Setiap poin dalam ketiga kelompok ciri-ciri itu sama-sama menentukan
keberbakatan. Berikut ini akan dibahas masing-masing cluster ciri-ciri tersebut:
a. Kemampuan di Atas Rata-Rata (Intelegensi)
Salah satu kesalahan dalam identifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya
kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes prestasi belajar yang
menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Bahkan Terman (1959)
yang dalam penelitiannya terhadap anak berbakat hanya menggunakan kriteria inteligen,
dalam tulisan-tulisannya kemudian mengakui bahwa intelegensi tinggi tidak sinonim
dengan keberbakatan. Wallach (1976) pun menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi
pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/ produktif.
b. Kreativitas
Kelompok ciri kedua yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah kreativitas sebagai
kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk
memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah,
atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur
yang sudah ada sebelumnya.
c. Pengikatan Diri Terhadap Tugas
Kelompok ciri ketiga yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah pengikatan diri
terhadap tugas sebagai bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun
dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami bermacam-macam rintangan atau
hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena ia telah
mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri (merupakan motivasi
intrinsik).
41
Gambar 2.1: Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan
Sumber: Prof. Dr. Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. (Jakarta:
PT. Rineka Cipta), hlm. 26.
Perbedaan antara konsep ”berbakat” antara definisi USOE dengan konsepsi Renzulli
(1981) adalah dalam hal motivasi- task commitment (pengikatan diri terhadap tugas)
sebagai ciri afektif yang penting pada orang berbakat.
Hal lain yang sering tertukar dengan kreativitas adalah jenius. Hal ini berbeda tetapi
saling melengkapi. Mungkin kita berpikir bahwa orang yang jenius adalah seseorang yang
brilian dan juga kreatif dalam waktu bersamaan. Tetapi tentu saja seseorang dapat
merubah kebudayaan dalam aspek yang penting tanpa harus menjadi jenius. Tetapi
meskipun begitu, hubungan antara intelegensi dengan kreativitas amat erat hubungannya,
karena kreativitas dipengaruhi oleh intelegensi. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian
Utami Munandar (1977) bahwa berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan
yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).
Kreativitas dapat diamati melalui tiga komponen utama:
1. Daerah (domain). Domain yang terdiri dari sejumlah peraturan simbolis dan
prosedur. Matematika adalah bidang (domain) seperti halnya aljabar, teori angka, dan
lain-lain. Domain adalah sekumpulan yang biasanya kita sebut sebagai budaya atau
pengetahuan simbolis yang merupakan bagian dari masyarakat yang khusus, atau
bagian dari kehidupan manusia keseluruhan.
42
2. Bidang (field). Bidang (field) yang termasuk semua individual yang berlaku sebagai
penjaga pintu dari domain. Ini adalah pekerjaan mereka untuk memutuskan gagasangagasan baru atau produk yang akan dimasukkan ke dalam domain. Dalam seni
visual, bidang (field) terdiri dari guru-guru seni, kurator museum, kolektor benda seni,
kritikus, yayasan administrasi dan agen pemerintahan yang semuanya berhubungan
dengan budaya dalam masyarakat. Ini adalah bidang yang menyeleksi karya-karya
seni apa yang pantas untuk diterima, dilindungi, dipertahankan, dan diingat.
Teori yang mendukung gagasan Profesor Csikszentmihalyi ini adalah teori Skinner
tentang seniman. Ia berpendapat bahwa kreasi artistik adalah suatu perilaku yang bisa
dilihat (bukan seperti teori Freud yang mengatakan bahwa kreasi artistik adalah
kekuatan bawah sadar), dan merupakan penguatan dari lingkungan.
3. Manusia individual. Kreativitas terjadi ketika seseorang dengan menggunakan
simbol-simbol yang ditetapkan di dalam domain (seperti desain, musik, teknik, bisnis,
matematika, dan lain-lain) memiliki sebuah gagasan baru atau melihat sebuah pola
baru dan ketika kebaruan ini terpilih oleh bidang (field) untuk masuk ke dalam
domain yang relevan. Generasi yang berikutnya akan menghadapi kebaruan yang
telah ada dan jika mereka kreatif mereka akan melakukan perubahan lebih jauh
terhadap kebaruan yang telah ada tersebut. Adakalanya kreativitas memunculkan
domain yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, seperti Galileo
yang memulai eksperimen tentang fisika/ ilmu alam atau Freud yang memulai
psikoanalisis di luar domain yang telah ada yaitu neuropatologi. Tetapi jika Galileo
atau Freud tidak dapat mengumpulkan pengikut-pengikut mereka yang juga
mendukung gagasan mereka, maka gagasan mereka tidak akan mendapat banyak
pengaruh atau tidak berpengaruh sama sekali.
Menurut Sternberg dan Lubart (1992), ilmu pengetahuan adalah salah satu dari enam
sumber yang dibutuhkan oleh kreativitas. Lima hal lain yang menjadi sumber kreativitas
adalah: kecerdasan, cara berpikir (misalnya: menerima tantangan, menggunakan cara
berpikir makro daripada mikro dalam melihat suatu masalah), karakteristik seseorang
(contoh: berani mengambil resiko dan berniat untuk mengatasi rintangan), motivasi, dan
lingkungan yang mendukung.
Keegan (1996) juga mendukung peryataan Sternberg dan Lubart bahwa ilmu
pengetahuan adalah amat penting. Ia mengilustrasikan hal ini dengan karya Charles
Darwin yang mempelajari sekumpulan ilmu pengetahuan tentang sejarah tentang alam
43
sebelum ia mengajukan teorinya kepada dunia. Keegan juga menemukan bahwa motivasi
(dalam hal ini tujuan) adalah hal yang sangat penting untuk usaha menuju kreatif,
ditambah dengan pengaruh dari keterlibatan emosi-kecintaan seseorang terhadap apa
yang dia kerjakan.
2.1.4 Pembentukan Kreativitas
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kreativitas adalah proses perubahan
genetik yang merupakan evolusi biologis dan terjadi di bawah ambang sadar manusia.
Selain itu dikatakan bahwa tanpa kreativitas susunan genetik manusia akan sama dengan
simpanse. Hal ini berati bahwa setiap manusia memiliki kemampuan kreatif dan pada
setiap orang kemampuan kreatif itu memiliki perimbangan yang berbeda-beda.
Kita sering melihat bahwa terdapat perbedaan antara orang-orang kebanyakan dengan
orang-orang yang memiliki kreativitas menonjol. Sepertinya orang-orang kebanyakan ini
tidak memiliki kreativitas jika dibandingkan dengan orang-orang yang menonjol dalam
bidangnya masing-masing tersebut. Padahal hal ini sama sekali salah. Pada orang-orang
kebanyakan, kemampuan kreatif yang mereka miliki tidak digali, dilatih, dikembangkan
dan dipelihara. Kesadaran dan ketertarikan mereka pada suatu bidang tertentu tidak
diasah juga tidak ditumbuhkan rasa keingintahuan mereka akan sesuatu. Bagi orangorang seperti ini, kehidupan benar-benar berjalan secara datar dan hambar.
Lain halnya yang terjadi dengan orang-orang yang terlihat menonjol di bidangnya
(baik seniman, ilmuwan, dan bidang-bidang profesi lainnya). Kemampuan kreatif yang
mereka miliki digali bahkan kadang terjadi secara tidak sengaja pada saat mereka kanakkanak atau bahkan dewasa. Mulai munculnya kemampuan kreatif ini adalah ketika
seseorang memiliki ketertarikan akan sesuatu. Dengan rasa tertarik itu akan muncul
keingintahuan tentang hal tersebut. Rasa ingin tahu ini terus dipelihara sehingga semakin
mereka mendalami bidang tersebut mereka akan lebih baik dan semakin baik lagi dalam
bidang yang mereka geluti tersebut. Karena mereka semakin lama semakin baik dalam
bidangnya maka mereka akan semakin menikmati dalam mengerjakan apa yang mereka
lakukan dan akhirnya mereka menjadi menonjol dan sukses dalam bidangnya tersebut.
Hal ini akan membuat kita melihat mereka sebagai orang yang kreatif.
Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa kreativitas yang pada dasarnya dimiliki
oleh setiap manusia (terjadi di bawah ambang sadar manusia) tidak dapat begitu saja
muncul ke permukaan dan membuat orang tersebut secara instan menjadi hebat dan
44
menonjol di bidangnya. Pembentukan kreativitas membutuhkan proses yang panjang dan
usaha yang keras.
2.1.4.1 Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif
Terdapat teori yang tentang pembentukan pribadi kreatif, yaitu teori psikoanalisis dan
teori humanistik:
a. Teori Psikoanalisis
Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil
mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif
dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis,
yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak
disadari bercampur menjadi pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif
mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.
1. Teori Freud
Menurut beberapa pakar psikologi kemampuan kreatif merupakan ciri
kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan.
Sigmund Freud (1856- 1939) adalah tokoh utama yang menganut
pandangan ini.
2. Teori Kris
Teori Kris menjelaskan bahwa jika seseorang mampu untuk ”regress” ke
kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam
pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak
disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke
alam kesadaran. Teori ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah
mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran
tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita tidak pernah seperti anak lagi.
Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam
pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dengan
masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka
mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif
untuk ”regress in the service of the ego”.
3. Teori Jung
45
Carl Jung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan
peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran
yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi.
b. Teori Humanistik
Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil
dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama
hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.
1. Teori Maslow
Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori
humanistik, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata
sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu,
kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi
berkembang sebagai proses pematangan.
Hirarki kebutuhan menurut Maslow:
Jenis Kebutuhan
Tingkat
Kebutuhan
1. Kebutuhan
faal
yang
diperlukan
untuk Deficiency
Rendah
mempertahankan hidup seperti air, makanan,
minuman, udara, zat asam.
2. Kebutuhan keamanan. Sebagai manusia, kita Deficiency
perlu merasa bebas dari ancaman terhadap
hidup kita, seperti kebutuhan akan keakraban,
keteraturan, dan mempunyai rumah tempat
tinggal.
3. Kebutuhan akan belonging dan cinta. Semua Deficiency
orang
ingin
merasakan
bahwa
mereka
tergolong pada sesuatu dan bahwa paling tidak
satu orang mencintai/ menyayanginya.
46
4. Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri. Deficiency
Kita perlu merasa bahwa kita berharga dan
mampu, dan bahwa masyarakat menghargai
sumbangan kita terhadapnya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan Being
pengembangan dan perwujudan potensi kita
sepenuhnya,
termasuk
imajinasi
dan
kreativitas.
6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan untuk memberi Being
Tinggi
sumbangan bermakna untuk kemanusiaan.
Hasrat untuk memahami dunia sekeliling kita
dan tujuan hidup. Kebutuhan ini berada pada
tingkat sangat tinggi dan hanya sedikit orang
yang
mengalaminya
(misalnya
Albert
Einstein).
Tabel 2.1 Hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Urutan dari hirarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat
mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan
pertama disebut kebutuhan ”deficiency” karena mungkin dapat dipuaskan
sampai tidak dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita
dapat makan sepuasnya sehingga kebutuhan itu terpenuhi. Dua kebutuhan
pada tingkat tertinggi (aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan ”being”,
karena jika dipupuk kebutuhan itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya
keberadaan kita. Contohnya, belajar memahami dan menghargai desain
meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak tentang desain. Proses
perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.
2. Teori Rogers
Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah:
47
a. keterbukaan terhadap pengalaman
b. kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang
(internal locus of evaluation)
c. Kemampuan untuk bereksperimen, untuk ”bermain” dengan konsepkonsep.
Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatan psikologisnya
sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya
kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga
merupakan dorongan dari dalam untuk berkreasi (internal press).
Kedua aliran teori di atas (aliran psikoanalisis dan teori humanistik) amat
berbeda dalam penjelasan pribadi kreatif. Keduanya mempunyai maknanya
tersendiri. Penekanan teori psikoanalisis pada alam pikiran tidak sadar dan
timbulnya kreativitas sebagai kompensasi dari masa anak yang sulit dapat
menjelaskan kehidupan banyak tokoh-tokoh yang produktif.
Sedangkan teori humanistik lebih menekankan pada kesehatan psikologis yang
memungkinkan seseorang mengatasi masalah kehidupan. Aliran humanistik
melihat kreativitas sebagai lebih sadar, kognitif, dan intensional daripada teori
psikoanalisis. Konsep humanistik adalah bahwa kreativitas dilahirkan karena
dorongan utnuk mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tertinggi dalam
hidup dan bukan sebagai pertahanan terhadap neurosis.
2.1.4.2.Ciri Pribadi Kreatif
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan
menyukai kegemaran dan aktivitas kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup
mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi
dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan
sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu
menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Mereka pun tidak takut untuk
membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak
disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat
kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan
membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas
Edison dikatakan bahwa dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih
48
dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi
seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ” Genius is 1% inspiration and 99%
perspiration”.
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi
dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan
dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin
timbul dan implikasinya.
Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak
pada orang kreatif, demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang
baru dan mengasyikkan misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajaki
kota atau tempat baru.
Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat
melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain
dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme,
kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta
makna atau arti keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukkan
perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas,
dan masalah lain yang dapat mereka amati di dalam masyarakat.
Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal
yang rumit dan misterius. Misalnya kecenderungan untuk percaya pada yang
paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra keenam atau kejadian
mistik.
Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua
orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup
besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater.
Individual yang kreatif memiliki energi fisik yang hebat, tetapi mereka
terkadang pendiam. Mereka dapat bekerja dalam waktu yang lama, dengan
konsentrasi yang mengagumkan dan penuh antusias. Tetapi mereka juga banyak
beristirahat. Ritme aktivitasnya tidak ditentukan oleh waktu atau tanggal, dan lainlain, tetapi ditentukan oleh mereka sendiri dan melalui percobaan dan kegagalan
untuk mencapai tujuan mereka. Dan salah satu manifestasi dari energi fisik mereka
adalah seksualitas.
49
Individual kreatif cenderung cerdas, dan juga naif dalam waktu yang
bersamaan. Seseorang yang IQ nya tinggi, belum tentu kreatif. Tetapi untuk menjadi
kreatif, dibutuhkan kecerdasan. Tetapi seberapa cerdas mereka, itu juga masih sebuah
pertanyaan. Selain itu, individual kreatif merupakan kombinasi antara kejenakaan dan
disiplin, tanggung jawab dan ketidaktanggungjawaban.
Ciri kreatif lainnya adalah bahwa individual kreatif memiliki fantasi dan
imajinasi di satu sisi, dan di sisi lain adalah kenyataan. Albert Einstein mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan dan seni adalah bentuk paling hebat dalam membuat
manusia melarikan diri dari kenyataan karena ilmu pengetahuan dan seni dapat
membuat manusia berimajinasi. Dan karena imajinasi ini maka individual kreatif
dapat menciptakan suatu kebaruan. Individual kreatif juga memiliki kecenderungan
antara sikap peduli pada sekitar dan sikap tidak peduli pada sekitar (extrovert dan
introvert secara bersamaan).
Individual kreatif rendah hati dan sombong di waktu yang bersamaan.
Kadang-kadang dari luar mungkin terlihat sombong dan arogan, tetapi hal itu untuk
menutupi rasa malu yang ada di dalam dirinya.
Dalam semua kebudayaan, pria tumbuh menjadi bersifat “maskulin”, bersikap
acuh tak acuh, sedangkan wanita bersifat “feminin” dan bersikap peduli. Tetapi
berdasarkan hasil tes kemaskulinan/ kefeminiman, menunjukkan bahwa gadis yang
kreatif dan berbakat lebih dominan dan bersifat keras, sedangkan anak lelaki yang
kreatif dan berbakat lebih sensitif dan kurang agresif dibandingkan dengan lelaki
sebayanya.
Secara umum, individual yang kreatif berpikir lebih cenderung memberontak
dan bebas. Orang-orang biasa umumnya seperti bermain dalam “area aman”,
sedangkan individual kreatif bermain di “area yang belum terbayangkan sebelumnya”
sehingga mereka dapat membuat inovasi dan terobosan terbaru. Hampir semua orangorang kreatif sangat bergairah terhadap pekerjaan mereka, dan mereka dapat menjadi
sangat objektif tentang itu. Gairah ini penting untuk menjadikan pekerjaan tetap
menarik bagi mereka, dan sikap yang objektif dibutuhkan agar pekerjaan dapat
berjalan dengan sangat baik dan memiliki kredibilitas.
Dan terakhir, individual yang kreatif seringkali memperlihatkan sikap yang
terbuka dan sensitif. Rasa sensitif yang besar ini menjadikan mereka seringkali sakit
hati karena merasa terabaikan atau menyebabkan kegelisahan.
50
Ada juga karakteristik dari siswa kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu,
penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat membuat pengajar menjadi
pusing. Anak yang kreatif bisa juga bersifat tidak kooperatif, egosentris, terlalu
asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional,
menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut
membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi
dan pengarahan.
Penelitian pertama tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan tahun
1977 oleh Prof. Dr. Utami Munandar dengan membandingkan pendapat tiga
kelompok, yaitu kelompok psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yan
digunakan adalah adaptasi dari Torrance yaitu Ideal Pupil Checklist yang terdiri atas
60 ciri melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok
orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif.
Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan
sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut:
berani dalam pendirian/ keyakinan, keingintahuan, mandiri dalam berpikir dan
mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan pekerjaannya, intuituf, ulet,
tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukkan
bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari
anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.
Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar
psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:
1. Imajinatif
2. Mempunyai prakarsa
3. Mempunyai minat luas
4. Mandiri dalam berpikir
5. Keingintahuan yang besar
6. Senang berpetualang
7. Penuh energi
8. Percaya diri
9. Bersedia mengambil resiko
10. Berani dalam pendirian dan keyakinan
51
Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan
oleh guru:
1. Penuh energi
2. Mempunyai prakarsa
3. Percaya diri
4. Sopan
5. Rajin
6. Melaksanakan pekerjaan pada waktunya
7. Sehat
8. Berani dalam berpendapat
9. Mempunyai ingatan baik
10. Ulet
Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi
yang kreatif menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada
siswa. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana iklim pendidikan di Indonesia
menunjang pengembangan kreativitas peserta didik.
2.1.4.3. Hubungan Antara Kreativitas dengan Usia
Banyak kontroversi tentang hubungan antara usia dan kreativitas. Ketika topik
ini untuk pertama kalinya dipelajari, ditemukan bahwa kreativitas mencapai
puncaknya dalam tiga dekade awal dalam kehidupan (misalnya 0-30 an tahun), dan
kurang dari 10 persen kontribusi yang hebat berasal dari individu-individu yang
berusia lebih dari 60 tahun.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, kontribusi tetap mengalir lancar meskipun
pada usia antara 30-60 tahun, tetapi berbeda halnya dengan bidang seni. Terdapat
perbedaan yang menurun dalam hal kontribusi dalam bidang seni setelah usia 60
tahun. Tetapi produktivitas mereka tetap tidak mengalami penurunan dalam kedua
bidang tersebut, dan semakin meningkat saat bertambahnya usia. Tetapi hal ini
menjadi perdebatan karena ternyata terdapat orang-orang yang justru memberikan
karya terbaiknya saat mereka berusia tua. Contohnya adalah Linus Pauling yang pada
usia 91 tahun mengatakan bahwa ia telah menerbitkan dua kali lebih banyak makalah
pada saat usianya antara 70 sampai 90 tahun dibandingkan saat periode 20 tahun masa
awal karirnya.
52
Penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas yang
dihasilkan semakin meningkat dan bertahan seiring berjalannya waktu, dan banyak
dari karya-karya yang luar biasa dari seseorang dilakukan ketika tahun-tahun
belakangan karirnya. Contohnya: Giuseppe Verdi menulis Falstaff ketika ia berusia
80 tahun, dan opera tersebut termasuk karyanya yang paling sukses dari semua yang
pernah ia tulis sebelumnya; Benjamin Franklin menemukan lensa bifokal ketika ia
berusia 78 tahun, Frank Llyod Wright menyelesaikan karyanya yaitu Museum
Guggenheim yang merupakan salah satu karya masterpieces-nya pada saat ia berusia
91 tahun, dan Michelangelo melukis fresko di kapel Pauline di Vatikan saat berusia
89 tahun. Jadi, meskipun banyak hal dalam hidup akan mencapai puncaknya pada usia
20-an tahun, tetapi kemampuan untuk kreatif dan memberikan kontribusi yang berarti
pada suatu bidang memiliki kemungkinan untuk meningkat di tahun-tahun
belakangan.
Individual kreatif yang menjadi responden dari penelitian mengatakan bahwa
mereka tidak merasakan sebuah perbedaan saat mereka berusia 50 dan 70 tahun, atau
60 dan 80 tahun. Mereka merasakan bahwa kemampuan mereka untuk berkarya tidak
mengalami hambatan, tujuan mereka akan selalu sama seperti saat-saat awal mereka
memulai semua itu berpuluh-puluh tahun yang lalu, dan kuantitas juga kualitas
mereka hanya berubah sedkit dari tahun-tahun sebelumnya. Meskipun kesehatan dan
juga keadaan fisik mereka yang semakin mengalami keterbatasan karena usia, tetapi
mereka tetap memiliki kekuatan kreatif di balik segala keterbatasan yang timbul
karena usia tersebut.
Hal yang mengejutkan justru muncul karena berdasarkan penelitian, jumlah
jawaban yang positif dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jawaban yang
negatif tentang tahun-tahun belakangan individu-individu kreatif yang usianya sudah
tua.
Dari penelitian tersebut maka dapat dibuat kesimpulan bahwa kreativitas tidak
menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Justru mungkin saja karya-karya terbaik
dihasilkan bahkan pada saat seseorang beranjak tua karena ternyata kematangan
kreativitas tidak terjadi pada usia-usia tertentu, tetapi terus berkembang sejalan
dengan cara seseorang memelihara dan mengembangkan kemampuan kreatifnya.
Karena penelitian tersebut, maka kreativitas tidak hanya menetap pada lima
tahun pertama dari kehidupan seperti yang disebutkan dalam teori psikoanalisis, tetapi
53
kreativitas adalah suatu kemampuan sadar yang dapat diasah, dipelihara, dan
dikembangkan seperti yang disebutkan dalam teori humanistik.
2.1.4.4. Kekuatan Ego (Ego Strength)3
Dalam pandangan umum, para jenius terbesar di bidang seni adalah orang
yang secara emosional tidak stabil, bahkan mungkin sedikit “gila”. Orang-orang
berpikir tentang Van Gogh, yang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di
rumah sakit jiwa, atau Dostoevsky, yang menjadi korban serangan epilepsi yang
datang tiba-tiba. Tetapi pandangan seperti ini hanya memiliki sedikit kebanaran
karena kenyataannya dalam banyak penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-an di
Institute for Personality Assesment and Research di Berkeley, menunjukkan hal yang
bertentangan. Menurut penelitian ini, seniman yang paling kreatif umumnya tidak
menderita neurosis (gangguan jiwa) atau kegelisahan. Sebaliknya, mereka memiliki
ego yang sangat kuat dan tingkat kemandirian yang tinggi.
Donald MacKinnon dari Universitas California melakukan sejumlah penelitian
yang ditujukan terutama kepada profesi arsitek (1961, 1962, 1965). Objek
penelitiannya terbagi dalam tiga kelompok: para arsitek yang dinominasikan oleh
profesor arsitektur sebagai yang paling kreatif di bidangnya, para arsitek yang dipilih
karena ia bekerja sama dengan salah seorang arsitek kreatif tersebut sedikitnya dua
tahun, dan para arsitek yang dipilih secara acak dari daftar anggota (directory of
architects).
Kepada ketiga kelompok tersebut diajukan sejumlah tes kepribadian berupa
daftar kepribadian atau tipologi yang harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak
setuju”. Daftar kepribadian tersebut menunjukkan bahwa setiap kelompok
menunjukkan kumpulan sifat yang berbeda. Arsitek dengan kreativitas tinggi
memperlihatkan keinginan yang kuat, percaya diri, kemampuan untuk memimpin, dan
individualistis (self-centered). Sebagai contoh, dibandingkan dengan kelompok
lainnya mereka lebih menyetujui pernyataan seperti, “Saya pikir saya akan menikmati
memiliki kekuasaan terhadap orang lain”, atau, “Saya memiliki bakat alami untuk
mempengaruhi orang.” Mereka tidak peduli dengan kesan yang ditimbulkannya pada
orang lain.
3
Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm. 23-26.
54
Kebalikannya, para arsitek yang biasa, menunjukkan dominasi dan
kemandirian yang sangat kurang. Ciri-ciri kepribadian yang mereka tunjukkan jauh
lebih mudah diterima dan konvensional, seperti kerja sama, rasa hormat, sosialisasi,
tanggung jawab, dan pengendalian diri (self control). Sebagai contoh, mereka lebih
suka untuk setuju dengan pernyataan: “Saya tidak pernah mencoba sesuatu yang
berbahaya hanya untuk merasakan ketegangan” (ukuran untuk tanggung jawab),
tetapi tidak setuju dengan,”Orangtua saya tidak pernah sungguh-sungguh memahami
saya” (ukuran untuk sosialisasi).
Mereka yang berada di kelompok antara, yang tidak sangat kreatif namun
pernah bekerja beberapa waktu bersama dengan para arsitek kreatif, meraih nilai
kepribadian menengah dibandingkan dua kelompok lainnya. Mereka menunjukkan
rasa percaya diri dan dominasi yang agak kurang dibandingkan arsitek kreatif, tetapi
tetap lebih dibandingkan kelompok yang biasa. Mereka menunjukkan konflik
tertinggi dalam konflik emosi. Sebagai contoh: mereka menunjukkan hasrat untuk
mengontrol sekaligus dikontrol, dan hasrat untuk mandiri sekaligus keinginan untuk
dilibatkan dalam kegiatan yang lainnya. Dan mereka menunjukkan tingkat kecemasan
tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Meskipun mereka tidak dikatakan neurotik
(terganggu jiwanya), mereka lebih menampakkan kecenderungan tersebut, seperti
konflik dan kecemasan, dibandingkan arsitek kreatif atau yang biasa-biasa saja.
Tipologi kepribadian seperti di atas sesuai dengan teori kreativitas Otto Rank
(1945). Hal pokok dari pemilahan Rank tentang kepribadian kreatif dan tidak kreatif
adalah konsep tentang keinginan dan rasa bersalah (will and guilty).
Anak-anak pertama-tama menghayati keinginan orangtuanya. Selanjutnya
timbul keinginannya sendiri atau keinginan tandingan (counterwill) mulai timbul, dan
hal ini sering bertentangan dengan keinginan orangtua. Konflik tertentu menakibatkan
rasa bersalah dan dipecahkan dalam satu dari tiga cara, yang menentukan karakternya
di masa depan.
Solusi pertama bagi anak tersebut adalah dengan benar-benar menyesuaikan
keinginannya dengan keinginan orangtua. Sekali anak menyatukan keinginannya
dengan keinginan orangtua maka tidak ada lagi konflik dan tidak ada lagi rasa
bersalah. Anak-anak yang mengambil solusi seperti itu akan menjadi orang dewasa
yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Beberapa mengalami konflik kecil dan
juga tidak benar-benar kreatif. Inilah ciri orang dewasa yang umum.
55
Bila anak menolak menyesuaikan keinginannya dengan orangtuanya, dua
kemungkinan terbuka baginya. Mereka dapat separo menolak keinginan orangtuanya.
Karena pemberontakannya hanya sebagian, mereka tidak sepenuhnya mencapai
kemandirian serta meninggalkan perasaan bersalah dan rendah diri. Orang seperti ini,
meskipun penuh konflik dan menderita gangguan emosi, tetapi lebih kreatif daripada
orang yang benar-benar menyesuaikan diri, tepatnya karena memiliki beberapa
pencapaian ukuran kemandirian. Kemungkinan kedua bagi anak yang menolak untuk
menyesuaikan diri adalah melibatkan pendirian yang penuh kemandirian. Orang yang
menegakkan gagasan-gagasan kemandirian dan keinginannya sendiri mencapai
tingkat perkembangan tertinggi. Inilah orang yang kreatif, seniman, orang yang
berkeinginan kuat.
Dengan otonomi dan kekuatan egonya, arsitek kreatif sesuai dengan deskripsi
Rank tentang orang kreatif. Kepribadian para arsitek tersebut menunjukkan bahwa
mungkin ada hubungan antara otonomi dan kreativitas. Riwayat hidup dari arsitek
kreatif memberikan dukungan lebih jauh bagi pandangan Rank. Para arsitek kreatif
melaporkan bahwa orangtua mereka memperlihatkan penghargaan yang luar biasa
pada mereka di usia dini, menghadiahi mereka dengan kebebasan yang tak biasa dan
mengharapkan agar mereka mandiri. Kemandirian ini didukung oleh kurangnya
kedekatan yang kuat antara orangtua dan anak.
Penelitian di atas bisa disimpulkan bahwa orang yang kreatif adalah mereka
yang ambisius dan memiliki keinginan yang kuat, mandiri, dan tidak konvensional.
2.1.4.5. Cara Berpikir yang Tidak Biasa (Atypical Thinking)4
Seni, menurut anggapan umum, terutama merupakan aktivitas emosional.
Proses kreasi lebih melibatkan perasaan daripada pemikiran; seniman tidak berpikir,
mereka hanya merasakan. Kepercayaan umum bahwa seni terutama lebih bersifat
emosional daripada aktivitas rasional didukung oleh pandangan Freudian tentang
seniman yang didominasi oleh dorongan naluri di balik kontrol rasionalnya. Akan
tetapi berkat pengaruh para pemikir seperti Nelson Goodman (1968), Susanne Langer
(1942), dan Rudolf Arnheim (1962, 1969, 1972, 1974), muncul pandangan yang lebih
rasional tentang seni.
4
Ibid, hlm.28-31.
56
Para psikolog mendefinisikan kreativitas sebagai suatu keterlibatan bentuk
pemikiran
khusus,
dan
telah
melaksanakan
sejumlah
percobaan
untuk
mengungkapkan kerja orang kreatif. Salah satu percobaan dilakukan oleh Profesor
Joy P.Guilford (1967) dari Universitas California Selatan. Dengan mengembangkan
“Tes Kreativitas”, Guilford mencoba menunjukkan bahwa kreativitas bukanlah
penyatuan keterampilan tetapi lebih merupakan sekumpulan komponen kemampuan
yang berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut tidak
mempunyai satu jawaban yang tepat. Sejumlah pertanyaan menuntut subjek untuk
memberikan persamaan dari kata yang diberikan; untuk memberikan kata-kata yang
diawali huruf tertentu; untuk menyebutkan berbagai kegunaan barang biasa, seperti
misalnya batu bata; atau untuk membayangkan akibat-akibat dari peristiwa yang tak
terbayangkan seperti misalnya kemungkinan yang terjadi bila semua orang menjadi
tuli. Makin banyak jawaban yang diberikan, dan lebih bervariasi serta tidak biasa
tanggapannya, makin tinggi skor yang dicapai.
Istilah
divergent
thinking
(pemikiran
menyebar)
digunakan
untuk
menerangkan proses berpikir dari mereka yang mencapai skor tinggi. Cara berpikir
menyebar dicirikan oleh tiga komponen terpisah: fluency/ kelancaran/ kemampuan
untuk menghasilkan banyak gagasan (diukur dari jumlah tanggapan yang dihasilkan);
fleksibilitas/
kelenturan/
kemampuan
untuk
menggunakan
bermacam-macam
pendekatan dalam mengatasi persoalan (diukur dari keragaman tanggapan); dan
orisinalitas/ keaslian/ kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli (diukur
dari kebaruan tanggapan). Cara berpikir menyebar berlawanan dengan convergent
thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang berorientasi ke arah
pengetahuan, solusi yang benar.
Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk
mencari jalan keluar dari suatu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan
untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif.
Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan
yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli.
Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar
dan kreativitas. Contoh: Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan
bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor
tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi MacKinnon (1961)
menemukan tidak ada hubungan antara cara berpikir menyebar dan kreativitas pada
57
para arsitek, dan Jacob Getzels dan Profesor Csikszentmihalyi (1976) menemukan
hubungan negatif antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang
sebagai seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan
kreativitas dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang
digunakan untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha
kreatif.
Para peneliti pada Institute for Personality Assessment yang menemukan
bahwa orang kreatif memberi tanggapan yang tidak biasa dalam tes asosiasi kata,
menyimpulkan bahwa orang kreatif terutama pandai dalam merasakan hubungan baru.
Sarnoff Mednick (1962) melakukan pengujian yang disebut “Remote Associates Test”
di mana subjek menerima sejumlah kata dari kategori yang berbeda, seperti rat, blue,
dan cottage, dan diminta untuk memikirkan sesuatu yang menghubungkan ketiganya,
seperti cheese. Orang yang ukuran lain dinilai kreatif mendapat nilai lebih tinggi
dalam tes ini daripada orang yang dinilai tidak kreatif. Mereka bereaksi dengan cepat,
menghasilkan lebih banyak hubungan (asosiasi), dan hubungan tersebut lebih
beragam dan tidak biasa. Penemuan ini mendukung pandangan bahwa inti kreativitas
melibatkan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang tidak biasa.
Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian,
berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya
melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus
mampu menyejajarkan dan menggabungkan elemen-elemen yang biasanya dianggap
sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang kreatif berbeda dari
orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan suatu kesamaan pada
saat orang biasa hanya melihat perbedaan.
Penemuan bahwa orang-orang kreatif berpikir dengan cara yang tidak biasa
tidak berarti bahwa mereka “lebih cerdas” dibandingkan orang-orang biasa. Tetapi
walaupun kreativitas mungkin hadir tanpa kecerdasan tinggi, tingkat kecerdasan
tertentu mungkin dibutuhkan bila seseorang ingin memperoleh pengakuan dalam
dunia seni yang penuh persaingan.
2.1.4.6. Penemuan Masalah (Discovering Problems)5
5
Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm.32-34
58
Sebagian besar ukuran tradisional untuk kreativitas, sebagaimana halna
kecerdasan, menilai kemampuan individu untuk memecahkan masalah. Tetapi,
walaupun pemecahan masalah penting dalam bidang seni, keahlian yang terkait pun
lebih utama; kemampuan untuk menemukan masalah. Mungkin seniman yang paling
kreatif tidak sekadar cakap dalam menyelesaikan masalah tetapi juga mampu
menemukan masalah-masalah yang menantang. Dengan asumsi ini maka Getzel dan
Csikszentmihalyi berhipotesis bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang selalu
mencari stimulus atau rangsang untuk mencapai kesempurnaan, dan menurut mereka
orang seperti inilah yang termotivasi untuk mencari dan menemukan masalah untuk
diselesaikan.
Untuk membuktikan hipotesis ini, keduanya mengadakan percobaan terhadap
sekelompok siswa sekolah seni. Para siswa diberi sekumpulan benda dan diminta
untuk memilih beberapa di antaranya, kemudian menyusunnya sesuai dengan
keinginan masing-masing dan hasilnya digunakan sebagai model untuk gambar still
life. Yang diamati dalam percobaan ini adalah mana yang lebih banyak keberhasilan
dan kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, terutama tingkat eksplorasi penyusunan
objek-objek yang mereka miliki dan pengembangan saat menggambar ketika model
dipindahkan ke atas kertas. Hasil gambar akan dinilai berdasarkan tiga komponen
penilaian, yaitu: faktor kemampuan teknik, faktor keaslian atau orisinalitas, dan faktor
estetisnya.
Hasilnya, ternyata yang berhasil membuat karya paling orisinal dan bernilai
estetis paling tinggi adalah mereka yang terus mengeksplorasi penyusunan benda
sampai menemukan sebuah masalah desain yang menarik dan menantang bagi
mereka. Mereka yang hasil karyanya tidak terlalu orisinal dan estetis adalah mereka
yang lebih pasif, hanya sekadar menerima persoalan apa adanya dan tidak
dieksplorasi lagi, serta tidak berusaha untuk menemukan pemecahan lain yang
memungkinkan. Mereka hanya menyusun benda dengan ukuran atau cara
konvensional yang sudah ada (simetris atau asimetris). Satu hal yang menarik dari
hasil percobaan ini adalah tidak diketemukannya hubungan antara kemauan untuk
terus mencari sesuatu yang baru (menemukan masalah) dengan kemampuan teknis
yang minim.
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari percobaan tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa seorang seniman tidak hanya termotivasi oleh keinginan untuk
59
memecahkan sebuah masalah, tetapi juga seringkali didorong oleh keinginan untuk
menemukan masalah baru untuk dipecahkan.
Kesimpulan
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah
pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak
konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah :
(1) memiliki daya imajinasi yang kuat, (2) memiliki banyak inisiatif, (3) memiliki energi
besar, (4) orientasi jangka panjang, (5) memiliki sikap tegas, (6) memiliki minat luas, (7)
mempunyai sifat ingin tahu, (8) berani mengambil resiko, (9) berani berpendapat, dan
(10) memiliki rasa percaya diri.
2.1.5. Mengembangkan Kreativitas
Sejarah menunjukkan bahwa gagasan kreatif adalah hasil usaha yang gigih dan
peningkatan yang mantap. Meskipun untuk menjadi kreatif diperlukan kecerdasan, tetapi
kreativitas tidak memerlukan intelegensi yang besar (jenius). Terdapat riset yang
menunjukkan bahwa orang yang paling kreatif dalam profesi apa pun tidak lebih pintar
dibandingkan koleganya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya tahu bagaimana
cara mendapatkan gagasan, memilih gagasan yang baik, dan bagaimana cara
menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan ini mungkin mengesankan dan mengejutkan
kolega mereka, tetapi tidak bagi pekerja yang kreatif karena mereka tahu bahwa itu
adalah hasil dari imajinasi yang terfokus, kerja giat, dan peningkatan yang mantap.
Keuntungan yang terdapat dalam indera manusia tidak terlalu berpengaruh di dalam
kreativitas yang terjadi. Contohnya: Beethoven mengalami ketulian ketika dia menggubah
karya-karyanya yang terbaik dan terkenal. Tetapi meskipun begitu, keuntungan yang
didapat dari indera manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan akan ketertarikan
pada suatu domain yang menjadi syarat penting bagi kreativitas.
Tanpa kecukupan akan keingintahuan, pengaruh, dan ketertarikan akan sesuatu yang
mereka suka dan mereka kerjakan, maka akan sulit untuk membuat suatu masalah
60
menjadi menarik. Perhatian yang dilakukan terus menerus terhadap sesuatu adalah suatu
keuntungan yang amat besar dalam menciptakan suatu kebaruan atau penemuan baru.
Tanpa ada ketertarikan terhadap sesuatu maka kreativitas akan sulit berkembang apalagi
untuk menekan individual menjadi lebih kreatif. Seseorang akan selalu membutuhkan
akses kepada domain. Memang hal ini juga berkaitan dengan keberuntungan seseorang
dalam hal keluarga yang mendukung, sekolah yang berkualitas baik, mentor, pengajar.
Semua hal ini merupakan faktor pendukung yang amat berpengaruh terhadap
perkembangan seseorang. Mereka yang dapat memberikan kepada anak-anak mereka
lingkungan yang penuh dengan buku-buku menarik, percakapan yang dapat
menstimulasi, pendidikan yang baik dan berkualitas, pengajar, pendidik, koneksi yang
baik, dan banyak lagi, maka akan dapat mengembangkan anak-anak mereka dengan lebih
baik. Seseorang juga membutuhkan akses kepada bidang (field). Akses kepada bidang ini
juga sama pentingnya dengan akses kepada domain. Beberapa orang, dengan amat
disayangkan, berpendidikan tetapi mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang
lain selama masa-masa perkembangan karir mereka. Seseorang yang tidak dikenal dan
tidak disadari keberadaannya maka akan sangat sulit mendapat kesempatan untuk
mengerjakan sesuatu yang akan dilihat sebagai hal yang kreatif. Seperti seseorang yang
tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mendapat informasi terbaru,
kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan jika dia
mengerjakan sesuatu penemuan yang baru, maka kebaruan ini akan diabaikan atau
dianggap tidak ada.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga seni, berada di universitas yang tepat
menjadi sangat penting. Seperti misalnya pelukis yang berada di New York akan
mendapatkan kesempatan menjadi seseorang yang dianggap kreatif karena di New York
terdapat banyak galeri-galeri yang terkenal dan juga tempat di mana para kolektor bendabenda seni berada. Hal ini menjadi suatu keuntungan dan faktor yang sangat penting bagi
pelukis tersebut untuk diakui dan diingat oleh masyarakat. Lain halnya jika pelukis
tersebut berada di kota-kota kecil lain yang tidak memiliki potensi untuk seni. Pelukis
tersebut akan tidak diakui, dilupakan, dan lain-lain kecuali jika dia telah mendapat
pengakuan dari New York sebagai salah satu pusat seni yang diakui masyarakat.
61
2.1.5.1. Kreativitas Anak dan Perkembangannya6
Ketika seorang anak dengan bangga memperlihatkan gambar yang dibuatnya setiap
ada waktu senggang, apakah kita dapat menduga bahwa anak ini kreatif? Seorang anak
yang cerdas, dengan keingintahuannya yang besar, dan dia selalu mengambil resiko
(padahal kita tidak mengharapkannya demikian), akan terlihat dengan jelas motivasi dan
emosionalnya. Tetapi hal ini belum cukup untuk disebut kreatif karena kreatif
membutuhkan sumber yang amat penting yaitu ilmu pengetahuan.
Keegan (1996) mengatakan bahwa anak-anak tentu saja memiliki kemampuan untuk
menerima sekumpulan ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan hal ini: seorang anak dapat
memberitahu kita tidak hanya nama-nama dari dinosaurus-dinosaurus yang berbeda,
tetapi juga dalam periode kapan mereka hidup, penyebab kepunahan mereka, dan di mana
kawah akibat meteorit terbentuk.
Di sisi lain, Albert (1996) dan Runco (1996) mengatakan bahwa tidak hanya ilmu
pengetahuan dari subjek saja yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan sebuah ilmu
pengetahuan yang dapat menilai dan mengevaluasi kekuatan kreatif anak tersebut. Runco
menambahkan hal ini karena anak-anak seringkali tidak dapat membedakan antara
kenyataan dan fantasi. Mereka tidak dapat menjadi benar-benar kreatif sampai mereka
mencapai tahap pra-remaja.
Menurut Russ (1996), meskipun anak-anak tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan
atau teknik, tetapi mereka dapat memiliki gagasan-gagasan yang baru dan baik dalam hal
menciptakan sesuatu yang baru yang sesuai dengan usia dan perkembangan mereka. Dan
mereka seringkali menggunakan tindakan kreatif dan pemecahan masalah secara kreatif.
Bermain terutama berfantasi, atau berperilaku berpura-pura, memberi kesempatan kepada
anak untuk mempraktekkan kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking)
yang berperan penting di masa depan bagi mereka untuk menciptakan sesuatu yang hebat
(Russ 1996).
Vygotsky mengatakan bahwa bermain adalah fasilitas untuk kreativitas dan
memperlihatkan kreativitas sebagai proses perkembangan:” Permainan anak bukan
ingatan masa lalu yang sederhana, tetapi sebuah kreativitas yang dikombinasikan dengan
pengaruh dan konstruksi bentuk dari realitas yang baru yang merupakan kebutuhan setiap
anak”.
6
E. Mavis Hetherington & Ross D. Parke, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint, Mc.Graw-Hill
Companies, New York, 2003. hlm. 454-455.
62
Mendukung Vygotsky, Russ mengatakan bahwa anak-anak yang bermain
mengembangkan imajinasi kombinasi, kemampuan untuk mengkombinasikan elemenelemen dari pengalaman kepada situasi yang baru dengan tingkah laku yang juga baru,
dan kemampuan ini adalah bagian dari kreativitas artistik dan ilmu pengetahuan.
Tahap-tahap perkembangan kreativitas anak dalam bidang seni
•
Tahap awal menulis (saat tulisan masih berantakan). Sekitar usia 2-4 tahun.
-
Anak-anak merasa kagum dengan kemampuan mereka membuat coretan-coretan.
Mereka hanya menyadari bahwa mereka dapat berinteraksi dan mempengaruhi
lingkungannya.
-
Banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan kemampuan motorik.
-
Anak-anak memulai menggambar bulat, lalu kotak, dan bentuk-bentuk geometris
lainnya.
-
Anak-anak mencoba untuk mereka ulang dunianya sendiri. Mereka mungkin akan
menginginkan memberi nama pada bagian-bagian dalam gambar yang mereka buat.
•
Tahap pre-skematik. Sekitar usia 7 tahun.
-
Mencoba untuk menggambarkan manusia atau objek. Gambar mereka telah dapat
dikenali bentuknya oleh orang dewasa yang melihatnya.
-
Anak-anak memperlihatkan keterpesonaan pada variasi warna.
-
Terdapat hubungan yang jelas antara objek-objek yang berlainan yang terdapat dalam
gambarnya.
-
Perasaan diterima oleh guru dan teman-teman penting untuknya.
-
Mudah untuk merasa kecil hati dan kelelahan.
-
Anak-anak bersifat aktif, antusias dalam belajar, dan memusatkan segala sesuatu
pada diri sendiri (self-centered).
-
Berimajinasi tinggi tetapi terfokus pada satu ide di satu waktu.
-
Mencari banyak jalan untuk dapat memperlihatkan ide mereka.
•
Tahap skematis. Sekitar usia 7-9 tahun.
-
Penggunaan simbol meningkat seperti salib untuk gereja, dan warna-warna gelap
untuk menggambarkan malam hari.
-
Self-centered berkurang.
63
-
Masih belum memiliki kesadaran yang jelas akan lingkungan mereka.
-
Koordinasi mata dan tangan serta motorik meningkat.
-
Perhatian akan sesuatu meningkat.
-
Kemampuan humor berkembang.
-
Anak-anak bermain secara terpisah oleh gender.
-
Karakteristik khusus akan terlihat pada objek atau orang yang digambar (misalnya
ibunya mempunyai rambut ikal dan memakai kacamata, maka hal ini akan tampak
pada gambarnya tentang ibunya).
•
Tahap realistis. Sekitar usia 9-12 tahun.
-
Mudah terpengaruh oleh kawan-kawan sebayanya.
-
Penggunaan simbol meningkat dan terdapat banyak detil dalam gambarnya.
-
Perbedaan individual berkembang.
-
Mengembangkan seperangkat nilai-nilai.
-
Ingin mengerjakan segala sesuatu dengan “benar”.
•
Tahap pseudo-naturalis. Sekitar usia 12-14 tahun.
-
Anak-anak menjadi sangat kritis terhadap karya yang mereka buat.
-
Ingin terlihat seperti “orang dewasa”
-
Periode puncak di mana perbadaan individual terlihat dalam banyak hal seperti fisik,
mental, emosional, dan lingkungan sosial.
-
Seni menjadi mata pelajaran pilihan di sekolah.
-
Periode untuk mempertinggi kesadaran akan diri sendiri. Karena pada masa ini, anakanak membutuhkan penegasan dari teman-teman sebayanya di mana hal ini justru
dapat membuat kemampuan kreatif mereka terhambat.
Tetapi pada kenyataannya, sekolah formal cenderung untuk memfokuskan
pendidikan umum, untuk melewati tes dan ujian, naik kelas, dan akhirnya anak
tersebut sampai di universitas. Menurut Albert (1996), periode pertengahan masa
kanak-kanak sampai masa pra-remaja ketika tanda-tanda kreativitas mulai menghilang
karena anak-anak dikonsentrasikan dan dikontrol dalam hal kemampuan belajar.
Kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) tidak populer di kelaskelas.
64
Russ (1996) mengatakan bahwa mengembangkan program yang dapat
membantu anak-anak belajar bermain akan menjadi investasi yang bagus untuk masa
depan yang kreatif bagi anak-anak kita.
Ericsson dan Charness (1994) juga menemukan bahwa individual yang amat
berbakat seringkali tidak disebut demikian ketika mereka berusia kanak-kanak, dan
malahan seringkali digambarkan dengan individu yang paling ingin tahu, dan juga
individu yang paling senang dan bahagia. Seperti yang telah dikatakan oleh Russ,
memutuskan bagaimana untuk meningkatkan kreativitas, dan bagaimana untuk
menghubungkan hal itu dengan kemampuan sosial dan nilai-nilai sosial, merupakan
tujuan yang penting dalam masyarakat kita.
Prof. Dr. Conny Semiawan (dalam seminar “ Kiat Menggali Potensi Anak:
Kompromi Antara Ambisi Orangtua Vs Kapasitas Anak”) mengatakan bahwa cara
guru mengajar dan mendidik siswanya dengan mengabaikan perkembangan imajinasi
dan kreativitas anak justru telah membuat "gembok" dalam otak belahan kanan anakanak. Gembok itu harus segera dibuka sehingga perkembangan otak kanan anak
Indonesia bisa seimbang dengan otak kirinya. Cara untuk membuka gembok itu antara
lain dengan memberikan latihan kepada anak lewat kegiatan pengamatan, interpretasi,
ramalan, dan eksperimen atau penerapan teori.
Ia lalu memberi contoh sikap guru yang mengunci kreativitas dan imajinasi
anak. Mereka memberi soal yang punya lebih dari satu jawaban, tetapi ketika siswa
memberi jawaban tak sama dengan keinginan guru, jawaban itu dianggap salah.
Padahal, fungsi belahan otak kanan adalah berpikir divergen yang menuntut lebih dari
satu jawaban benar terhadap masalah multidimensial. Sementara belahan otak kiri
lebih banyak merespons hal bersifat linear, logis dan teratur.
Pola mengajar dan mendidik seperti itu harus berubah dengan lebih banyak
mengajak anak mengamati untuk membuat perbandingan, interpretasi untuk
menemukan maksud dan hubungannya, serta menyarankan kemungkinan alternatif
penemuan jawaban serta kesimpulan. Kegiatan lain, ramalan untuk melatih penalaran
dari pengamatan dan menyimpulan dari pengamatan dan interpretasi, sedangkan
eksperimen untuk melatih perencanaan pengamatan dari penerapan teori sampai
menguraikan kesimpulannya. Diingatkan pula agar orangtua tak menjejali anak
dengan bermacam les atau memaksakan masuk kelas akselerasi sehingga mereka
kehilangan masa bermainnya.
65
Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik):
a. Motivasi untuk Kreativitas
Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan
potensinya, untuk mewujudkan dirinya (seperti teori humanistik Abraham Maslow)
dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua
kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika
individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya
menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan ada pada setiap orang
dan bersifat internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi
yang tepat untuk diekspresikan.
b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk
tumbuh. Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi
keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang
konstruktif.
1. Keamanan psikologis
Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan:
a. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan
keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan
kepada anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku
atau prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan
kreativitas anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana
keamanan.
b. Mengusahakan suasana yag di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau
setidaknya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam). Evaluasi
selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan
pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak
dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa
kebebasan.
c. Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati). Mengenal
dan ikut menghayati perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya,
66
tindakan-tindakannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap
menerimanya, hal ini betul-betul memberi rasa keamanan.
Dalam keadaan seperti ini, ”real self” dimungkinkan untuk timbul, untuk
diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Inilah pada dasarnya yang disebut dengan memupuk
kreativitas.
2. Kebebasan psikologis
Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak
untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaanperasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam
berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada di dalam dirinya.
2.1.5.1.1. Teori Persimpangan Kreativitas (Creativity Intersection)
Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu dilatih
dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi
kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama
orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan keterampilan
kreatif anak, serta menyediakan sarana prasarana.
Di samping perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu juga
ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus
tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri.
Keberhasilan kreatif adalah persimpangan antara keterampilan anak dalam
bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan
motivasi intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin. Motivasi intrinsik seperti
yang telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam, berbeda
dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan.
Motivasi intrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:
1. Jika anak mempunya keinginan dan prakarsa sendiri melakukan suatu kegiatan.
2. Jika anak senang melakukan kegiatan itu tanpa disuruh.
3. Jika anak mengalami kepuasan dengan melakukan kegiatan itu, atau
4. Keuntungan materiil tidak menjadi alasan untuk menggambar
67
Motivasi ekstrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:
1. Jika anak menggambar karena didorong atau disuruh orang tua dan guru.
2. Jika anak menginginkan penghargaan untuk karyanya.
3. Jika tanpa dorongan atau penghargaan, anak tidak senang melakukan kegiatan itu,
atau
4. Jika anak menggambar terutama karena mencari keuntungan materiil atau
finansial.
2.1.5.1.2. Karakteristik Keluarga yang Kreatif
1. Faktor Genetis Versus Lingkungan
Terdapat penelitian psikologi yang dilakukan oleh Dacey pada tahun
1989 di Inggris yaitu dengan memilih beberapa keluarga. Dalam
keluarga-keluarga dipilih karena salah seorang dari orang tua dinilai
sangat kreatif, lebih dari separuh anak mereka juga di atas rata-rata
dalam kreativitas. Pada keluarga yang dipilih karena sekolah menunjuk
anak remajanya sebagai sangat kreatif, hanya sepertiga dari orang tua
di atas rata-rata dalam prestasi kreatif. Meskipun hasil ini belum tuntas
memecahkan
masalah
”nature
versus
nuture”,
namun
jelas
menunjukkan peranan faktor lingkungan seperti cara asuhan orang tua
dan iklim keluarga.
2. Aturan Perilaku
Orang tua dari remaja kreatif tidak banyak menentukan aturan perilaku
dalam keluarga. Kelompok orang tua ini rata-rata hanya menentukan
kurang dari satu aturan seperti jumlah jam belajar, waktu tidur, dan
aturan untuk kegiatan lain. Kelompok keluarga yang tidak kreatif
menerapkan rata-rata enam aturan perilaku. Namun, orang tua dari
remaja kreatif tidak ”permissive” dalam cara asuhan. Mereka
menentukan dan meneladankan (model) seperangkat nilai yang jelas
dan mendorong anak-anak mereka untuk menentukan perilaku apa
yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kebanyakan dari orang tua ini
68
tidak mengalami masakah dengan penerapan disiplin di dalam
keluarga.
3. Humor
Bercanda, berolok-olok, dan memperdayakan sebagai lelucon, biasa
terjadi pada keluarga kreatif. Anggota keluarga sering saling
memberikan nama atau julukan lucu, dan menggunakan kosakata yang
hanya dapat dimengerti oleh mereka. Rasa humor menduduki
peringkat yang jauh lebih tinggi daripada ciri seperti ’mempunyai IQ
tinggi’.
4. Ciri-ciri Menonjol Lainnya
Berentangan dengan pendapat streotipe, anak-anak kreatif melihat
dirinya mudah bergaul dengan orang lain dan menilai tinggi ciri ini.
Mereka memandang dirinya ’berbeda’ dan mengatakan mempunyai
pikiran ini pada usia dini (biasanya sebelum usia 6 tahun). Kebanyakan
melihat hal ini sebagai aset, sebagai sesuatu yang positif. Dalam
penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua dari remaja kreatif
setuju bahwa ciri-ciri seperti ’menonjol dalam ciri-ciri karakter seperti
kejujuran dan dapat diandalkan’ paling tepat menggambarkan anakanak mereka, diikuti oleh ciri ’paling mampu melihat hal-hal dengan
cara baru dan menemukan gagasan baru’. Orang tua memberi
peringkat paling rendah terhadap ciri-ciri ’penampilan baik’ dan
’sehat’.
Kebanyakan memberi nilai sedang terhadap ciri-ciri ’mencapai nilai
tertinggi’ dan memiliki ’IQ tertinggi’. Keadaan internal seperti
imajinasi dan kejujuran mendapat penghargaan jauh lebih tinggi
daripada ciri-ciri seperti angka dan kesehatan.
5. Perumahan
Kebanyakan dari keluarga kreatif menempati rumah yang jauh berbeda
dengan rumah-rumah orang lain. Ada yang modern, ada yang berlokasi
di dalam hutan, misalnya ada yang antik, ada yang perabotnya tidak
konvensional. Rumah-rumah tersebut di dalamnya didekorasi dengan
koleksi yang langka, seperti teko teh dari Turki. Atau di dalam salah
69
satu rumah, satu ruangan disediakan untuk 47 burung yang langka.
Kebanyakan dari keluarga kreatif tersebut taraf sosial-ekonominya
tergolong menengah atau menengah-tinggi.
6. Pengakuan dan Penguatan pada Usia Dini
Orang tua dalm penelitian ini diminta menyatakan pada usia berapa
mereka pertama kali menduga bahwa anak mereka memiliki
kemampuan yang luar biasa dan apa yang membuat mereka berpikir
demikian. Kebanyakan melihat dengan memperhatikan tanda-tanda
seperti pola pikiran khusus atau kemampuan memecahkan masalah
yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Meskipun sedikit
yang bermaksud memupuk ciri-ciri ini pada anak mereka, kebanyakan
pernyataan bahwa mereka tergugah dan berusaha untuk mendorong
kecenderungan ini. Biasanya mereka memberi banyak kesempatan (les,
peralatan, kontak, situasi) yang mengembangkan ciri-ciri ini. Tanpa
kecuali, mereka senang menemukan bahwa anak mereka menunjukkan
tanda-tanda memiliki kreativitas tinggi. Kebanyakan anak mengatakan
mereka merasakan mendapat dorongan kuat dari orang tua mereka.
7. Gaya Hidup Orang Tua
Kebanyakan orang tua dari keluarga kreatif dapat menceritakan salah
satu aspek dari kehidupan mereka yang tidak biasa. Misalnya:
kebanyakan ibu mempunyai pekerjaan yang jarang dilakukan wanita
seperti menjadi pengacara, ahli bedah, atau seniman, misalnya. Praktis
semua orang tua mempunyai minat yang dikembangkan di samping
pekerjaan mereka, dan kebanyakan dari minat ini luar biasa. Pada
cukup banyak keluarga, anak mempunyai minat yang sama seperti
orang tua.
8. Trauma
Anak kreatif lebih banyak mengalami trauma daripada anak biasa;
peristiwa yang menyebabkan kesedihan, kemarahan, atau keduanya,
dan amat menganggu kehidupan anak. Orang tua dari remaja kreatif
mengingat dua dari sembilan peristiwa traumatis yang dialami,
70
dibandingkan hanya satu sampai tiga pada keluarga yang tidak
dianggap kreatif.
9. Dampak dari Sekolah
Baik anak maupun orang tua dalam studi tersebut semua sepakat
bahwa hanya sedikit sekolah yang mempunyai dampak terhadap
pengembangan kreativitas anak.
10. Bekerja Keras
Subjek dari studi tersebut setuju dengan ungkapan Thomas Edison,
bahwa kreativitas itu “one part inspiration and 99 parts perspiration”.
Kreativitas itu hanya sedikit sekali merupakan hasil ilham, tetapi jauh
lebih banyak merupakan hasil kerja keras. Hampir tanpa kecuali
mereka mengatakan bahwa mereka bekerja jauh lebih keras daripada
teman sekolah mereka dan telah melakukan demikian sejak saat masuk
sekolah. Hal ini juga berlaku untuk macam-macam pekerjaan dan
jabatan, termasuk pekerjaan rumah dan tugas dalam keluarga.
11. Dominasi Lateral
Beberapa teoretikus berpendapat bahwa kekidalan lebih banyak
ditemukan pada pribadi-pribadi kreatif, karena merupakan petunjuk
bahwa mereka lebih dikuasai oleh belahan otak kanan. Belahan otak
kiri lebih dilihat sebagai bagian yang ‘logis’ sedangkan belahan otak
kanan sebagai bagian yang ‘intuitif’. Meskipun situasinya tidak begitu
sederhana, tetapi studi ini cukup mendukung teori tersebut. Pada
populasi umum, 5-10 persen adalah kidal (left-handed). Dalam studi
ini dari mereka yang nilai kreativitasnya rendah 8 persen kidal,
sedangkan 20 persen dari mereka yang kreativitasnya dinilai tinggi
adalah kidal.
12. Perbedaan Jenis Kelamin
Meskipun dalam studi ini ayah mencapai skor lebih tinggi daripada ibu
hampir dalam semua kategori, gender dari sampel remaja tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dalam nilai kreativitas. Hal ini
71
kemungkinan besar disebabkan oleh persepsi yang berubah mengenai
peran gender wanita, yang lebih mendorong produktivitas perempuan
daripada di masa lalu.
Dalam studi Dacey yang dilakukan, kedua orang tua sepakat bahwa
hampir dua kali banyaknya dari remaja kreatif mempunyai rasa
identifikasi yang kuat dengan ibu mereka. Dari data wawancara
tersebut, nyata bahwa remaja meniru keberhasilan ayah tetapi lebih
mengandalkan pada ibu untuk mendapat dorongan. Yang menarik
adalah pendapat Ikeda dari Jepang pada tahun 1979 bahwa ibu
mempunyai
peranan
utama
dalam
pengembangan
kreativitas
keluarganya. Menurut Ikeda, kehidupan kreatif ibu secara alamiah
akan tertanam dalam pikiran anak-anaknya, menjadi bagian yang hidup
dari pemikiran mereka.
13. Jumlah Koleksi
Makin tinggi kreativitas remaja, makin banyak jumlah koleksi mereka.
Koleksi ini tidak biasa (lazim) pada umur mereka.
Dari studi yang dilakukan Dacey di atas, terlihat perbedaan yang nyata
yang ditemukan antara keluarga yang kreativitasnya tinggi dan rendah, cukup
menjadi petunjuk kuat bahwa keluarga merupakan kekuatan yang penting, dan
merupakan sumber pertama dan yang paling utama dalam pengembangan
kemampuan kreatif anak.
2.1.5.1.3. Hubungan antara Latar Belakang Keluarga dan Kinerja Anak
Pada tahun 1977, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta
untuk melihat hubungan antara beberapa perubah lingkungan keluarga dan kinerja
anak, termasuk intelegensi kreativitas dan prestasi belajar. Beberapa kesimpulan
dari studi tersebut adalah:
Pada umumnya tampak bahwa makin tinggi tingkat pendidikan orang tua,
makin baik prestasi anak. Jika membandingkan prestasi anak yang ayahnya
berpendidikan SLTA atau lebih tinggi dengan prestasi anak yang pendidikan
ayahnya lebih rendah dari SLTA, maka pada tingkat SD tampak perbedaan yang
nyata dalam skor kreativitas, intelegensi, daya ingat, dan prestasi sekolah. Tetapi
72
pada tingkat SLTP perbedaannya hanya bermakna dalam prestasi sekolah. Yang
menarik adalah bahwa pendidikan ibu lebih jelas dan positif hubungannya dengan
prestasi anak, daripada pendidikan ayah. Di SD maupun SLTP kelompok anak
yang pendidikan ibunya SLTA ke atas skornya nyata lebih tinggi pada kreativitas,
intelegensi, dan prestasi sekolah, daripada kelompok anak yang pendidikan ibunya
lebih rendah dari SLTA.
Pada tingkat SD kecenderungannya adalah bahwa perhatian dan
pengawasan orang tua terhadap pekerjaan rumah anak menunjukkan hubungan
yang positif dengan kinerja anak, tetapi pada tingkat SLTP, anak tidak
memerlukan pengawasan orang tua untuk berprestasi baik. Bahkan tampak
kecenderungan bahwa antara pengawasan yang ketat dan kinerja anak ada
hubungan yang terbalik.
Sejauh mana keluarga mampu menyediakan fasilitas tertentu untuk anak
(seperti langganan surat kabar, televisi, dan buku bacaan) menunjukkan hubungan
yang positif dengan tingkat kinerja anak.
Mengenai kegiatan senggang, ternyata bahwa membaca, bercakap-cakap,
dan bermain mempunyai dampak lebih positif terhadap skor kreativitas daripada
mendengarkan radio, melihat televisi, dan membantu orang tua dengan pekerjaan
rumah tangga.
Sehubungan dengan sikap orang tua dalam pendidikan, data menunjukkan
bahwa perhatian menunjukkan hubungan yang positif dengan kinerja kreatif
seorang anak, akan tetapi bahwa pendekatan otoriter mempunyai dampak yang
sebaliknya terhadap kinerja anak.
Terlalu banyak ikut campur dari pihak orang tua, misalnya terhadap cara
berbicara anak, minat anak terhadap membaca, dalam menentukan peraturan di
rumah, tidak menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi pada kreativitas.
Hasil-hasil dari studi tersebut pada umumnya memperkuat teori-teori di
mana kreativitas dikonsepsikan sebagai bertentangan dengan sifat otoriter
(Gowan, 1967), bahwa kreativitas merupakan manifestasi dari aktualisasi diri
individu yang berfungsi sepenuhnya (teori Abraham Maslow dalam hirarki
kebutuhan manusia). Selain itu juga bahwa kreativitas dapat berkembang dalam
suasana non-otoriter, yang memungkinkan individu untuk berpikir dan
menyatakan diri secara bebas, dan di mana sumber dari pertimbangan evaluatif
adalah internal (Rogers, dalam Vernon, 1982).
73
2.1.5.1.4.. Sebuah Hasil Studi tentang Keluarga Anak Berbakat di Indonesia
Pada tahun 1982, Prof. Dr. Utami Munandar melakukan studi di Jakarta
untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan keluarga anak berbakat bila
dibandingkan dengan keluarga anak yang mempunyai taraf kecerdasan rata-rata.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa orang tua anak berbakat mempunyai tingkat
pendidikan, jabatan profesional, dan penghasilan yang lebih tinggi. Lebih banyak
dari mereka yang mempunyai hobi membaca, walaupun secara umum kebiasaan
membaca semua orang tua belum tinggi. Taraf aspirasi orang tua anak berbakat
sehubungan dengan pendidikan anak lebih tinggi. Jumlah anak dalam keluarga
lebih kecil dan persentasi anak berbakat yang termasuk anak sulung lebih tinggi.
Gambaran keluarga anak berbakat ini menunjukkan kecenderungan yang sama
sebagaimana dikemukakan para ahli berdasarkan penelitian di luar negeri.
Sehubungan dengan ciri-ciri anak yang menurut orang tua perlu
dikembangkan, dalam penelitian tersebut nyata bahwa orang tua anak berbakat
lebih mementingkan ciri ”ketekunan” dan ”inisiatif” dibandingkan orang tua
kelompok anak dengan kecerdasan rata-rata. Inisiatif memang merupakan ciri
anak berbakat.
Dibandingkan orang tua anak berbakat, orang tua anak dengan IQ rata-rata
lebih mementingkan ciri ”kepatuhan” pada anak. Anak berbakat tidak banyak
dituntut orang tua untuk mengerjakan tugas-tugas di rumah dibandingkan dengan
anak IQ rata-rata, sehingga mereka lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal
yang mereka senangi.
Sebuah contoh kasus mengembangkan kreativitas anak di rumah:
Jason, anak laki-laki yang baru berumur 12 tahun, berhasil mendapat
penghargaan dari yayasan untuk perhimpunan dramatik karena mengarang drama
televisi Tender Places pada tahun 1985. Amabile (1989) yang mengemukakan
kasus ini ingin tahu bagaimana seorang anak yang sebelumnya tidak pernah
menulis lakon, dapat mencipta karya yang begitu kreatif. Oleh karena itu, ia
tinggal sehari bersama keluarga Jason.
Jason adalah seorang anak yang rasa ingin tahunya sangat besar dan
mempunyai motivasi tinggi untuk mendapat pengalaman melakukan hal-hal baru.
Ia senang membaca buku komik, dan kemudian juga menulis buku komik. Dari
keinginan ini timbul minat untuk mencoba drama televisi. Pada suatu hari ibunya
74
menunjukkan pengumuman kepada Jason dan saudara-saudaranya tentang kontes
menulis drama bagi remaja serta menanyakan apakah ada yang ingin mencoba
menulis, dan Jason menyatakan berminat, karena merupakan pengalaman yang
baik dan menyenangkan baginya.
Kompetisi seperti kontes dapat merusak motivasi intrinsik dan kreativitas.
Tetapi Jason dan ibunya dalam hal ini tidak mementingkan aspek kompetisinya
dan lebih melihat kontes itu sebagai kesempatan yang memberi tantangan dan
petualangan.
Pengalaman Jason di masa kecilnya mempersiapkan dia dengan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menulis lakon. Ia mengikuti
sekolah dengan program yang banyak melatih anak untuk menulis. Di samping
itu, ia main di panggung dan di acara televisi untuk anak, dan belajar bagaimana
naskah disusun dan dibaca. Namun, lingkungan rumah dan keluarga Jason
sepertinya lebih berperan terhadap perkembangan kreativitasnya daripada
pengaruh-pengaruh dari luar. Orang tua Jason bercerai ketika ia berumur enam
tahun. Ia sekarang tinggal bersama ibunya, saudaranya, ayah tiri, dan dua saudara
tiri, kecuali itu di rumah banyak hewan piaraan. Falsafah ibu Jason dalam
mengasuh anak adalah untuk tidak menggunakan banyak tekanan terhadap anakanak. Meskipun senang dengan keberhasilan anaknya, ibu tidak mendorongnya
untuk meraih penghargaan yang lebih besar lagi. Ia memberikan banyak
kebebasan kepada anaknya untuk berimajinasi dan melakukan kegiatan kreatif.
Namun, ia juga mengharapkan anak menaati prinsip-prinsip tertentu dalam
perilaku mereka. Mereka boleh bebas selama mereka tidak mengganggu
kebebasan orang lain. Dalam hal ini penting untuk menentukan batas-batas
terhadap perilaku anak.
Di rumah, anak tidak mendapat banyak tekanan, tetapi pasti di sekolah ada
banyak tekanan. Jika menghadapi guru yang menerapkan aturan-aturan ketat
dengan ancaman hukuman, orang tua melakukan dua hal. Pertama, anak dibantu
untuk menerima situasi ini dan menyesuaikan diri. Anak harus belajar bahwa
orang memang berbeda-beda dan bahwa ia harus belajar hidup dengan mereka.
Mungkin suatu hari ia mempunyai atasan seperti itu juga. Kedua adalah dengan
menghibur anak, bersama melakukan sesuatu yang menyenangkan jika anak baru
mendapat teguran atau hukuman di sekolah.
75
Ibu menjadi model maupun sumber bagi Jason dalam kegiatannya menulis
lakon. Dia sendiri pernah menulis sejumlah lakon dan melibatkan anak-anaknya
dalam bermain peran. Yang penting di sini bukan fakta bahwa ibu menulis lakon,
tetapi ia menunjukkan kepada anak bahwa kegiatan apa pun menuntut dedikasi.
”Yang penting adalah bahwa mereka melihat saya bekerja keras dan
menyelesaikannya!”. Secara konkret ia juga membantu Jason dengan mengajarnya
bagaimana menulis lakon. Setelah Jason mengambil keputusan untuk menulis
lakon dan setelah menulis konsep pertama, Jason meminta umpan balik dari
ibunya, yang selalu diberikan, bukan mengenai apa yang harus ditulisnya, tetapi
apakah yang telah ditulisnya kedengarannya bagus atau tidak. Ibu gemar
membaca buku, dan sejak awal melatih membaca buku kepada anak, atau
membaca bersama anak. Di dalam rumah banyak sekali buku-buku.
Ibu juga selalu menawarkan pengalaman-pengalaman baru kepada anak.
Ketika mereka masih kanak-kanak, ia melibatkan mereka dalam membuat cerita
atau nyanyian. Anggota keluarga itu sering bersama-sama melakukan kegiatan,
seperti membuat teka-teki silang. Kata ibu ” Saya tidak pernah menyuruh anak
untuk menggambar atau melukis, saya hanya menyediakan peralatan untuk
melukis seperti cat, kuas, kanvas, dan mereka menggunakannya”. Rumah mereka
memang merangsang untuk bersibuk diri secara kreatif, penuh objek-objek yang
membantu dalam melakukan kegiatan kreatif, seperti ada beberapa mesin tik,
komputer, piano, foto-foto di mana-mana, macam-macam permainan, dan banyak
objek yang tidak lazim yang merangsang imajinasi: karya-karya anak dipajang di
mana-mana. Lukisan yang dibuat salah seorang saudara Jason ketika ia duduk di
kelas satu SD, suatu karangan yang ditulis saudara lain mengenai ”Bagaimana
menjadi anak baik” yang penuh humor.
Anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang merangsang dan tidak
konvensional, akan belajar menikmati keragaman, keterbukaan dan orisinalitas.
Kesempatan dan kebebasan untuk melakukan macam-macam kegiatan, selalu
memberikan anak pengalaman-pengalaman baru. Ibu Jason menganggap penting
untuk
mencari
keindahan
dalam
segala
sesuatu;
untuk
mendorong
mengungkapkan perasaan. Ia melihat setiap anak mempunyai kekuatan dan
kelemahannya, keunikannya. Menerima dan menghargai keunikan anak itu
merupakan langkah awal dalam mengembangkan kreativitas anak.
76
Dari kasus Jason di atas, kita dapat melihat contoh nyata dari penerapan 4P
(Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk) dalam mengembangkan kreativitas
anak. Pertama, Jason dalam perilakunya menampilkan ciri-ciri pribadi kreatif.
Ibunya menghargai keunikan pribadi Jason dan mendorong minat dan prakarsa
Jason dalam menulis lakon, tanpa memberikan tekanan kepada anak, tetapi
membebaskannya untuk menjajaki dan mencoba kegiatan-kegiatan kreatif.
Demikian ia membantu tumbuhnya motivasi intrinsik (dorongan dalam diri anak)
yang kuat pada anak. Berperan sebagai model dan narasumber, ibu menunjukkan
kepada anak bahwa apa pun yang dipilih untuk dilakukan, harus dikerjakan
dengan baik sampai selesai. Dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana
yang beragam, ia memudahkan proses bersibuk diri secara kreatif dan kemudian ia
menunjukkan bahwa ia menghargai produk-produk kreativitas anaknya, dengan
memajang karya-karya tersebut di dalam rumah, hal mana akan memotivasi anak
untuk melakukan kegiatan kreatif.
Ibu Jason memberi pesan kepada orang yang ingin memupuk kreativitas
anak:
Bermainlah dengan anak-anakmu, berhentilah memberi petunjuk. Ikutilah mereka.
Biarkan mereka menceritakan kepada Anda mengenai objek-objek dan kejadiankejadian, daripada Anda yang selalu menceritakannya, karena anak dapat melihat
sesuatu dengan cara yang sama sekali berbeda, kadang-kadang aneh tetapi
kadang-kadang amat bagus.
2.1.5.1.5.Dampak Sikap Orang Tua terhadap Kreativitas Anak
1. Beberapa Faktor Penentu
Sudah lebih dari 30 tahun pakar psikologis menemukan bahwa sikap dan
nilai orang tua berkaitan erat dengan kreativitas anak. Beberapa faktor yang
menentuka menurut Amabile adalah:
a. Kebebasan
Orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan pada anak cenderung
mempunyai anak kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi
anak, dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak
terlalu cemas mengenai anak mereka.
77
b. Respek
Anak yang kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati mereka
sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan
anak. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk
berani melakukan sesuatu yang orisinal.
c. Kedekatan emosional yang sedang
Kreativitas
anak
dapat
dihambat
dengan
suasana
emosional
yang
mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi
keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan
kreativitas anak, mungkin karena kurang memberikan kebebasan kepada anak
untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau
minat. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogianya
tidak menjadi terlalu tergantung kepada orang tua.
d. Prestasi, bukan angka
Orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak; mereka mendorong anak
untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik.
Tetapi mereka tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau nilai
tinggi atau mencapai peringkat tertinggi. Bagi mereka mencapai angka
tertinggi kurang penting dibandingkan mempunyai imajinasi dan kejujuran.
e. Orang tua aktif dan mandiri
Bagaimana sikap orang tua terhadap diri sendiri amat penting, karena orang
tua menjadi model utama bagi anak. Orang tua anak yang kreatif merasa aman
dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak
terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan
mempunyai banyak minat, baik di dalam maupun di luar rumah.
f. Menghargai kreativitas
Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk
melakukan hal-hal yang kreatif. Seperti Charles Dickens, penulis buku cerita
anak yang terkenal, sering mengunjungi teater bersama ayahnya ketika ia
78
masih anak-anak; ayahnya sering bercerita kepadanya; dan pengasuh Charles
Dickens sering menceritakan cerita yang seram sebelum Charles tidur.
2. Orang Tua sebagai Model
Penelitian menunjukkan bahwa anak kreatif mengidentifikasi diri dengan
banyak orang dewasa dari dua jenis kelamin, dan bahwa komunikasi dengan
orang dewasa yang menarik, aktif, dan berprestasi dapat merangsang
kreativitas anak. Model yang paling penting ialah orang tua yang kreatif yang
memusatkan perhatian terhadap bidang minatnya, yang menunjukkan keahlian
dan disiplin diri dalam bekerja, semangat, dan motivasi intrinsik.
Penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan
kreativitas. Melalui bermain anak belajar, menghadapi tantangan, dan
menemukan minat-minat mereka. Anak yang menggunakan waktu untuk
bermain, cenderung lebih kreatif pada tugas-tugas yang mereka lakukan segera
sesudah itu daripada anak yang dari tugas satu langsung melakukan tugas lain.
Yang penting dalam bermain dengan anak adalah untuk menghindari
mengawasi terlalu banyak. Meskipun tampaknya anak mengalami kesulitan
melakukan
sesuatu,
ia
perlu
waktu
dan
ruang
untuk
mencoba
menyelesaikannya sendiri. Meskipun anak menggunakan alat permainan
dengan cara yang salah, biarkan anak menemukan sendiri cara yang tepat dan
mungkin baru untuk menggunakannya.
Orang tua sering merasa khawatir jika anak bermain fantasi. Bermain fantasi
adalah normal dan berguna, dapat membantu anak menghadapi beberapa
masalah psikologi dan dapat merangsang kreativitas. Anak perempuan
cenderung lebih realistis dalam tema bermain (misalnya main rumah-rumahan)
dan anak laki-laki cenderung menyukai permainan fantasi ( misalnya Batman).
Kreativitas anak akan berkembang jika baik orang dewasa maupun anak
mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif. Misalnya kebiasaan mempertanyakan
apa yang dilihat, mempunyai pandangan baru, menemukan cara lain untuk
melakukan sesuatu, dan bersibuk diri secara kreatif sebanyak mungkin.
3. Sikap Orang Tua yang Menunjang dan yang Tidak Menunjang Pengembangan
Kreatif Anak
79
Dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang
memupuk kreativitas adalah:
-
Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.
-
Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal.
-
Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.
-
Mendorong rasa ingin tahu anak untuk menjajaki dan mempertanyakan
banyak hal.
-
Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba
dilakukan, dan apa yang dihasilkan.
-
Menunjang dan mendorong kegiatan anak.
-
Menikmati keberadaannya bersama anak.
-
Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak.
-
Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, dan
-
Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.
Sedangkan sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas
anak, adalah:
-
Mengatakan kepada anak bahwa ia akan dihukum jika berbuat salah.
-
Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua.
-
Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua.
-
Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang
mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.
-
Anak tidak boleh berisik.
-
Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak.
-
Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas.
-
Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak.
-
Orang tua tidak sabar dengan anak.
-
Orang tua dan anak adu kekuasaan, dan
-
Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.
.1.5.1.6.
Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Kreativitas Anak
Bagi anak berbakat, guru hendaknya lebih berfungsi sebagai fasilitator belajar
daripada instruktur. Istilah fasilitator menunjukkan bahwa tanggung jawab akhir
untuk belajar haruslah pada anak dalam menemukan dirinya. Namun fasilitator
80
membantu dan memudahkan anak dalam proses pengembangan dan perwujudan
diri.
Mandell dan Fiscus (dikutip oleh Utami Munandar,2004) melaporkan hasil
penelitian bahwa siswa berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian,
atau kesebalan jika guru menekan mereka. Karakteristik guru yang penting dalam
pendidikan anak berbakat adalah:
1. Kompetensi dan minat untuk belajar.
2. Kemahiran dalam mengajar.
3. Adil dan tidak memihak.
4. Sikap kooperatif demokratis.
5. Fleksibilitas.
6. Rasa humor.
7. Menggunakan penghargaan dan pujian.
8. Minat luas.
9. Memberi perhatian terhadap masalah anak.
10. Penampilan dan sikap yang menarik.
Guru dapat melatih keterampilan bidang- pengetahuan dan keterampilan teknis
dalam bidang khusus seperti seni, bahasa, dll. Guru juga dapat mengajar
keterampilan kreatif tentang cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau
teknik-teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan ini
dapat diajarkan secara langsung, tetapi paling baik disampaikan melalui contoh.
Untuk motivasi intrinsik, guru dapat menjadi model dari motivasi intrinsik dengan
menggunakan secara bebas rasa ingin tahunya, minatnya, dan tantangan pribadi
untuk memecahkan suatu masalah atau melakukan suatu tugas. Mendorong
motivasi intrinsik adalah cara paling baik bagi guru (pengajar) untuk
mengembangkan kreativitas siswa. Cara yang paling penting untuk mendorong
motivasi intrinsik di sekolah adalah dengan membangun lingkungan kelas yang
bebas dari kendala-kendala yang merusak motivasi diri yaitu dengan
memungkinkan siswa untuk bisa diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas
(siswa tidak diawasi tetapi diarahkan).
.1.5.2.
Mengembangkan Kreativitas pada Usia Dewasa.
81
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk menjadi seseorang yang
dianggap kreatif membutuhkan bakat, latihan, dan juga keberuntungan. Karena tanpa
akses menuju domain, dan tanpa dukungan bidang yang bersangkutan (field),
seseorang akan sulit diakui kreatif. Meskipun begitu, kreativitas personal merupakan
hal yang lebih penting daripada sekadar pengakuan oleh masyarakat. Kreativitas
personal dapat dikembangkan dengan misalnya: membuat percobaan-percobaan
dengan lebih bersemangat, lebih dinikmati, lebih menghargai. Ketika kita hidup
secara kreatif, kebosanan dibuang dan setiap saat menjanjikan suatu penemuan yang
baru dan segar. Di luar faktor berguna atau tidaknya penemuan-penemuan ini untuk
dunia sekitar kita, hidup secara kreatif menghubungkan kita dengan proses evolusi.
Hampir semua saran dan anjuran yang diperoleh dari penelitian tentang hidup
secara kreatif dapat dilakukan oleh semua orang tanpa memperhatikan usia, gender,
dan kondisi sosial, selain itu juga terdapat beberapa langkah yang lebih tepat untuk
para orangtua atau orang dewasa lain yang ingin mengembangkan kondisi optimal
untuk meningkatkan kreativitas anak-anak.
Terdapat empat hal utama yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan potensi dalam
kreativitas:
1. Energi kreatif
Dalam memproses informasi, semua otak bekerja secara serupa satu sama lain.
Batasan berapa banyaknya informasi yang dapat diproses dalam satu waktu dan
seberapa cepat informasi tersebut dapat diproses juga hampir serupa antara otak
yang satu dengan otak yang lain. Pada prinsipnya, karena kecenderungan yang
sama antara kerja serebral otak maka hampir semua orang dapat bertukar pikiran
tentang ilmu pengetahuan yang sama dan juga memperlihatkan kerja mental yang
sama. Tetapi kita melihat betapa banyaknya perbedaan dalam cara berpikir orangorang dan bervariasinya apa yang mereka pikirkan.
Dalam upaya menggunakan energi untuk menjadi kreatif, hal yang paling
mendasar adalah perbedaan manusia dalam jumlah ketertarikan dan perhatiannya
terhadap kebaruan (novelty). Pada kenyataannya, ada sejumlah batasan berapa
banyak perhatian yang dapat diberikan seseorang dalam waktu bersamaan dan jika
kelangsungan hidup membutuhkan semua perhatian orang tersebut maka orang
tersebut tidak akan dapat menjadi seseorang yang kreatif.
82
Untuk memunculkan energi kreatif, kita perlu mengalihkan perhatian kita dari
hal-hal biasa yang dapat diperkirakan ke hal-hal yang benar-benar baru dengan
segala persoalannya tersendiri.
a. Rasa ingin tahu dan ketertarikan.
Hal pertama untuk membuat hidup menjadi lebih kreatif adalah dengan
meningkatkan rasa ingin tahu dan ketertarikan, menaruh perhatian terhadap
sesuatu dan segala persoalannya. Untuk hal ini, anak-anak lebih memiliki
keuntungan karena keingintahuan dan ketertarikan mereka akan sesuatu lebih
besar daripada orang dewasa. Sejalan dengan pertambahan usia, hampir semua
orang kehilangan rasa ingin tahu terhadap sesuatu, perasaan terpesona akan variasi
dalam dunia kita sendiri. Tanpa keterpesonaan, hidup akan menjadi sebuah
rutinitas. Individual yang kreatif seperti anak-anak dalam hal keingintahuan
mereka dan hal ini terus berlangsung. Keingintahuan mereka tidak berakhir dan
kesukaan mereka terhadap sesuatu pun tidak berakhir meskipun mereka sudah tua.
Untuk meningkatkan keingintahuan dan ketertarikan, terdapat beberapa saran:
-Mencoba untuk selalu ingin mengetahui sesuatu setiap hari.
Hal-hal tersebut bisa saja apa yang kita dengar, kita lihat atau kita baca. Kita harus
menghentikan pikiran bahwa kita mengetahui segala sesuatu dan hal itu akan
berakhir begitu saja tanpa ada sesuatu yang bisa memancing rasa ingin tahu kita.
-Mencoba untuk selalu berhubungan sosial dengan orang lain
Dengan berhubungan sosial dengan orang lain, maka kita akan lebih banyak
mendengar tentang berbagai pengalaman mereka, saling bertukar pikiran tentang
segala sesuatu yang menarik minat kita. Hal ini akan menambah wawasan kita dan
juga pengetahuan kita.
-Menulis setiap pengalaman yang membuat kita terkesan dan tertarik.
Kita dapat menulis pengalaman-pengalaman yang membuat kita tertarik atau
terkesan. Tulisan-tulisan yang kita buat itu suatu saat dapat kita baca kembali dan
di situ mungkin terdapat indikasi tentang beberapa hal (domain) yang bisa kita
teliti lebih jauh.
-Jika seseorang mencetuskan suatu gagasan yang menarik, ikuti itu.
Sebenarnya banyak hal yang dapat menarik perhatian kita, seperti misalnya:
sebuah gagasan baru, sebuah lagu, dan lain-lain. Tetapi kita seringkali berpikir
83
bahwa hal itu bukan urusan kita dan kita karena kita bukan seorang pemikir, atau
seorang penyanyi misalnya. Pemikiran seperti ini salah karena dengan kita ingin
tahu dan belajar banyak hal maka kita akan tahu hal-hal apa yang sesuai dengan
kepribadian kita, potensi dalam diri kita.
b. Mengatur kehidupan sehari-hari
Kita menaruh perhatian dan konsentrasi ketika kita membutuhkannya seperti saat
kita berpakaian, saat mengemudikan mobil, dan bekerja. Tetapi ketika tidak ada
faktor luar yang menuntut kita untuk berkonsentrasi, maka pikiran kita akan
kehilangan fokus. Ketika hal ini terjadi, kekacauan mental akan mengambil-alih.
Pikiran yang tidak nyaman akan muncul, kelupaan menjadi hal yang sering terjadi,
dan hal ini akan membuat kita menjadi depresi. Tetapi jika kita belajar untuk
menikmati energi kreatif yang kita miliki maka hal itu akan mengembangkan
kemampuan konsentrasi kita. Kita tidak hanya menghindarkan diri dari depresi,
tetapi juga meningkatkan kapasitas dalam diri kita sendiri.
- Bangun pagi dengan sebuah tujuan spesifik yang ingin dicapai hari itu.
Individual kreatif tidak seharusnya mengulur-ulur waktu untuk bangun dari
tidurnya, mereka justru ingin memulai hari yang baru setiap hari. Mereka
percaya bahwa ada sesuatu yang berarti dan berguna untuk dilakukan setiap
harinya dan mereka bersemangat untuk memulainya. Kebiasaan seperti ini harus
kita tumbuhkan dalam diri kita dan dimulai dari tujuan-tujuan yang sederhana
dan perlahan-lahan meningkat ke tujuan yang lebih kompleks.
- Jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, maka kita akan menikmatinya.
Semakin banyak pekerjaan yang kita lakukan dengan baik dan memuaskan, akan
semakin baik penghargaan kita terhadap apa yang kita lakukan.
- Untuk tetap menikmati sesuatu, kita perlu meningkatkan kompleksitasnya.
Kita tidak dapat menikmati aktivitas yang sama berulang-kali karena kita akan
menjadi bosan karenanya. Tetapi dengan kompleksitas yang semakin baru dan
beragam, maka kita akan menemukan kesempatan baru di dalamnya.
c.
Kebiasaan yang ditanamkan
84
Setelah energi kreatif muncul, maka hal itu harus kita pelihara dan kembangkan
dengan cara membebaskan pikiran, berani menerima tantangan dan resikonya.
Individu yang kreatif sekilas tampak memiliki energi yang lebih daripada orangorang “biasa”, padahal sebenarnya mereka miliki energi dan disiplin yang sama
dengan orang-orang “biasa”. Hanya saja bedanya, mereka mengembangkan dan
memelihara kebiasaan disiplin dan energi yang mereka miliki sehingga membuat
mereka menjadi individu yang lebih kreatif daripada orang-orang lainnya.
-Membuat jadwal.
Seringkali kita terjebak dalam rutinitas seperti jadwal kerja atau sekolah, waktu
makan, tenggat waktu pekerjaan, dan lain-lain. Semua ini membelenggu kita dan
pikiran kita karena sebenarnya belum tentu jadwal tersebut sesuai dengan saat-saat
di mana energi kreatif kita berada pada puncaknya. Setiap orang memiliki
kebiasaan yang berbeda dalam hal waktu di mana mereka dapat mengeluarkan
energi kreatif mereka. Mungkin ada yang terbiasa di pagi hari atau larut malam.
Tetapi meskpun begitu, kita tidak dapat begitu saja keluar dari rutinitas kita
sehari-hari. Karena itu hal yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi jadwal
yang kita ikuti setiap hari apakah sesuai dan cocok dengan ritme kehidupan kita,
seperti waktu makan, minum, tidur, yang terbaik untuk kita. Setelah itu kita dapat
mengetahui apa yang kurang sesuai dan cocok dari jadwal tersebut. Kita dapat
mengaturnya sehingga menjadi sesuai dengan kita karena ternyata waktu memang
lebih fleksibel daripada yang kita pikirkan.
-Meluangkan waktu untuk refleksi dan relaksasi.
Banyak orang, khususnya mereka yang sukses dalam pekerjaan, merasa tidak
nyaman, gelisah ketika mereka tidak memiliki kesibukan. Kesibukan yang
konstan memang disarankan dan lebih baik dibandingkan tidak ada kesibukan dan
hanya menyesali diri sendiri. Tetapi kesibukan yang terus-menerus bukan suatu
saran yang baik untuk menjadi kreatif. Stres dan monoton juga bukan hal yang
baik untuk kreativitas karena otak membutuhkan istirahat untuk bisa digunakan
berpikir kreatif.
-Membentuk lingkungan kita sendiri.
Lingkungan
juga
berpengaruh
terhadap
kreativitas
kita.
Setiap
orang
membutuhkan lingkungan yang berbeda untuk memunculkan ide kreatif mereka.
Seperti misalnya, ada seseorang yang lebih menyukai pantai dan merasa ide
85
kreatifnya muncul ketika terhanyut dalam suasana pantai, atau misalnya seseorang
yang lebih menyukai suasana pegunungan, dan lain-lain.
-Menemukan apa yang kita suka dan kita benci.
Bagi individual yang kreatif, emosi memegang peranan yang besar dalam hidup
mereka. Mereka amat sensitif dan mudah merasa sakit hati, bosan, untuk merasa
bahagia, merasa tertarik, dan lain-lain. Karena itu penting bagi seseorang untuk
dapat mengenal dirinya sendiri dan emosinya sehingga dapat lebih meningkatkan
energi kreatif saat emosi mereka memungkinkan untuk itu.
-Memulai dengan mengerjakan sesuatu yang kita suka lebih banyak dibandingkan
apa yang kita benci.
Kita dapat menganalisis diri kita dan pola hidup kita di dalam catatan atau buku
harian kita. Hal ini akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan minat juga
ketidaksukaan kita akan sesuatu hal. Dengan mengerjakan hal-hal yang menjadi
minat kita, maka kita akan secara tidak langsung menghindarkan diri dari stres.
Sedangkan untuk hal-hal yang tidak kita sukai, kita dapat menambahkan sesuatu
yang menarik sehingga hal-hal yang tidak kita sukai itu menjadi menarik minat
kita.
Untuk
dapat
terus
menjadi
kreatif,
diperlukan
teknik-teknik
untuk
mengorganisasikan waktu, tempat dan juga aktivitas yang kita lakukan sehingga
bermanfaat untuk kita.
Faktor internal
Kita sering berpikir apakah mungkin membentuk ulang kepribadian untuk
membuatnya menjadi lebih kreatif? Sulit bagi orang dewasa untuk mengubah
kepribadian. Banyak dari kebiasaan yang membentuk kepribadian berdasarkan
pada temperamen, atau kekhususan genetik yang membuat seseorang menjadi
pemalu, atau agresif, dan lain-lain. Meskipun sulit, tetapi mengubah kepribadian
bukan hal yang tidak mungkin.
a. Mengembangkan kekurangan kita.
Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan. Dengan kekurangan
yang kita miliki, kita tidak harus menjadi terhambat untuk maju dan
berkembang.
Banyak
hal
yang
dapat
kita
lakukan
untuk
mengembangkannya asalkan kita memiliki kemauan dan tekad untuk
86
mengembangkannya. Dan tidak menjadi sesuatu yang mustahil jika suatu
saat kekurangan kita itu akan menjadi kelebihan kita. Berikut ini ada
contoh orang yang memiliki kekurangan tetapi menjadikan kekurangan itu
suatu kelebihan:
Richard Branson bukan murid cemerlang ketika bersekolah, ia
menderita disleksia parah dan berjuang keras selama menempuh
pendidikan akademisnya, ia merasa malu akan kekurangannya dalam
membaca sehingga menghabiskan berjam-jam menghafal setiap kata dari
teks bila ia tahu ia harus membaca di depan umum. Nilai tingkat
kecerdasannya rendah dan bagi guru-gurunya ia jelas bukan siswa pandai.
Bagaimana Richard Branson beranjak dari posisi yang tidak menjanjikan
semasa kanak-kanak menjadi seorang otak besar di belakang 150
perusahaan yang membawa nama Virgin, dengan kekayaan pribadi yang
diperkirakan sekitar tiga miliar poundsterling?
Yang gagal diukur tes kecerdasan (IQ) adalah ambisinya yang
menyala-nyala, yang mndorongnya menemukan jalan keluar kreatif
terlepas dari apa pun masalahnya, dan untuk tekun bertahan ketika orang
lain telah menyerah jauh sebelumnya. Tes-tes itu juga tidak pernah
mengenali kemampuannya mambagi visi dan impiannya kepada orang
lain, dan meleburkan impian mereka dengan impiannya.
Sebagai remaja, Richard Branson menjadi semakin frustasi (seperti
semua orang kreatif lainnya) karena kekakuan aturan sekolah. Tindakan
pemberontakan kreatif pertamanya adalah memulai koran siswanya
sendiri.
Cara orisinal yang digunakan Branson untuk mengarahkan korannya
adalah ia tidak memfokuskannya pada sekolah, tetapi memutuskan
mengambil pandangan yang sebaliknya dan berfokus pada siswa. Daripada
koran standar yang membosankan, Richard menginginkan korannya penuh
warna dan semarak, yang menarik bagi setiap orang, dan terutama
perusahaan-perusahaan besar yang akan membeli iklannya.
Branson memutuskan tampil beda dengan bukan saja mengundang
siswa wartawan, tetapi juga mengundang bintang musik rock, selebriti
film, “nama-nama” kreatif, dan bintang olahraga untuk menyumbang
artikel.
87
Mulai saat itu, Branson mengembangkan ide orisinalnya, memulai
perusahaan-perusahaan
baru,
menciptakan
produk-produk
baru,
memunculkan ide-ide baru, dan terus menarik bagi impian orang lain.
Perusahaan penerbangannya, Virgin Airlines, adalah contoh sempurna
kreativitas. Bukannya ikut-ikutan memotong harga tiket dan mengurangi
layanan, ia justru memutuskan membalik pemikiran normal, dengan
mempertahankan harga tiket tetapi menambah layanan, yang termasuk ideide yang sangat orisinal seperti pesan-pesan selama penerbangan, ek krim
dan film, shower, sarana olahraga, dan kamar tidur pribadi.
b. Berpikir secara terbuka dan kritis.
Individual kreatif mengintegrasikan cara berpikir yang terbuka dan
mau menerima, dan sisi lain memfokuskan diri dan bekerja keras. Mereka
membiarkan pikiran mereka berkelana untuk mencari kemungkinankemungkinan baru, hubungan baru, pola baru, dan secara bersamaan
mereka juga mengevaluasi secara kritis setiap kebaruan yang mereka
temukan,
melupakan
mengkonsentrasikan
segala
pikiran
sesuatu
mereka
yang
untuk
bersifat
palsu,
lalu
mengembangkan
dan
menyadari kemungkinan-kemungkinan yang paling menjanjikan.
2. Mengaplikasikan energi kreatif
Meskipun motivasi, kebiasaan, dan kepribadian yang mendukung pemikiran
kreatif telah ada, tetapi untuk lebih membuat energi kreatif berkembang dan lebih
bebas juga diperlukan untuk mengetahui cara-cara:
a. Memecahkan masalah.
Individual kreatif memecahkan masalah dengan melihat dari sudut-sudut
pandang yang berbeda. Tidak hanya dari sudut pandang seperti orangorang pada umumnya. Dan mereka memiliki alternatif-alternatif solusi
yang orang “biasa” tidak memilikinya.
b. Cara berpikir menyebar (divergent thinking).
Cara berpikir menyebar ini didukung oleh Tony Buzan melalui metode
berpikir Mind Map. Mind Map adalah cara mencatat yang menggunakan
88
bahasa gambar untuk menyusun, mengembangkan, dan mengingat pikiran
kita, dan secara harfiah “memetakan” pikiran kita.
Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting daripada
pengetahuan karena imajinasi tidak terbatas. Dalam bahasa gambar yang
digunakan dalam Mind Map, kita akan berpikir secara diagramatis dan
skematis.
Selama ini, proses belajar pada pendidikan di Indonesia (khususnya)
adalah menganggap bahwa anak didik adalah suatu tabularasa, kertas putih
yang dapat diisi oleh para pendidik dengan apa pun yang dikehendaki
masyarakat bagi anak didik tersebut. Sehingga kegiatan belajar adalah
menjadi:
guru
memberi
dan
murid
menerima.
Karena
terlalu
mementingkan segi komunikasi-luar dari proses belajar, segi komunikasidalam menjadi terabaikan. Dari segi komunikasi-dalam, secara teori,
kelemahan teori proses belajar masa lalu tersebut adalah karena volume
memori manusia terbatas sehingga suatu saat akan penuh. Setelah
menempuh pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMU, dan akhirnya
perguruan tinggi, maka saat di perguruan tinggi mungkin mulai terasa
penuhnya otak. Dan bila otak sudah penuh, untuk bisa diisi kembali harus
ada yang dibuang. Tetapi masalahnya, yang dibuang masih harus ditempuh
ujiannya, sehingga kita terpaksa bersusah payah belajar kembali. Tetapi
hal ini berarti ada pelajaran lain yang terpaksa dibuang dan lingkaran tak
berujung berulang kembali. Oleh sebab itu, mata kuliah favorit adalah
yang model paket, yang boleh dilupakan setelah lulus. Akibat tak
langsungnya adalah membuat kita berpikir apa gunanya belajar tekun jauhjauh sebelum ujian sebab tak lama kemudian sudah lupa lagi. Maka tak
mengherankan bila kemudian terjadi penurunan mutu perguruan tinggi
khususnya, pendidikan umumnya, karena mahasiswa mendapat kesulitan
untuk mengakumulasikan (mengumpulkan), apalagi mengintegrasikan
pengetahuan yang telah diperolehnya. 7
Banyaknya kasus seperti di atas yang juga terjadi dalam kehidupan
manusia sehari-hari. Pikiran kita berubah menjadi terbetuk secara sektoral
dan berpikir secara memusat (konvergen). Semua informasi tersusun
7
Tabrani, Primadi. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar.ITB.2000. hlm.36-37.
89
secara acak dan berantakan. Dan karena itu maka harus ada yang dibuang
jika otak mulai terasa penuh supaya bisa diisi kembali.
Lalu muncullah metode Mind Map. Metode ini adalah metode yang
merupakan hak paten dari The Buzan Organization yang telah digunakan
di banyak perusahaan terkemuka dunia seperti Microsoft, Boeing, HSBC,
Oracle, General Motors.
Menurut Michael Michalko dalam bukunya “Cracking Creativity”
terdapat banyak kegunaan dari metode Mind Map diantaranya adalah:
metode ini akan mengaktikan seluruh otak, membereskan akal dari
kekusutan mental, memungkinkan kita berfokus pada pokok bahasan,
membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang
saling terpisah (individual kreatif akan menemukan hubungan-hubungan
dalam hal-hal yang menurut orang “biasa” tidak ada hubungannya),
memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian,
memungkinkan kita mengelompokkan konsep, dan lain-lain.
2.1.5.3. Strategi 4P Dalam Pengembangan Kreativitas
Kreativitas : Pribadi, Pendorong, Proses, Produk (4P)
Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk
mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan
dalam kadar yang berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan adalah
bahwa bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
1. Pribadi
Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif adalah yang mencerminkan
orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah
dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.
Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan
bakat-bakat siswanya (jangan mengharapkan semua melakukan yang sama).
Pendidik hendaknya membantu siswa menemukan bakat-bakatnya dan
menghargainya. Dengan dihargainya bakat-bakat ini dan ditingkatkan sejak
dini, maka pada saat masa kuliah, siswa dapat meneruskan ”sifat dan
kebiasaan” kreatifnya.
90
2. Pendorong
Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan
dari lingkungannya ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri
(motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu.
Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi
dapat pula terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Di dalam
keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan maupun di dalam
masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku
kreatif individu atau kelompok individu.
3. Proses
Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan
untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak
untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu
mengusahakan sarana prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting
ialah memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara
kreatif, tentu saja dengan persyaratan tidak merugikan orang lain atau
lingkungan. Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri secara kreatif
tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkannya produk-produk
kreatif yang bermakna. Hal itu akan datang dengan sendirinya dalam iklim
yang menunjang, menerima, dan menghargai. Perlu pula diingat bahwa
kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga tidak ada peluang untuk
kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang monotn, tidak menunjang siswa
untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif.
4. Produk
Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif
yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh
mana keduanya mendorong (press) seseorang untuk melibatkan dirinya dalam
proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri
pribadi kreatif, dan dengan dorongan (internal maupun eksternal) untuk
bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif yang bermakna
dengan sendirinya akan timbul.
91
2.1.5.4. Kerja Otak
Area terpenting otak yang perlu dipahami dalam mengenali kekuatan otak adalah
serebrum, atau yang sering disebut sebagai otak “kiri dan kanan”. Serebrum
mengendalikan semua ingatan utama dan keterampilan pembelajaran yang kita
andalkan untuk membuat diri kita cemerlang.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Profesor Roger Sperry dan timnya
melakukan beberapa percobaan yang luar biasa pada korteks serebral bersamaan
dengan Profesor Robert Ornstein. (Kelak Profesor Sperry menerima hadiah Nobel
untuk karyanya ini). Mereka meminta para mahasiswa untuk melakukan berbagai
tugas mental seperti melamun, menghitung, membaca, menggambar, berbicara,
menulis, memberi warna berbagai bentuk, dan mendengarkan musik, sementara
mereka mengukur gelombang otak mereka. Hasilnya, bahwa pada umumnya korteks
serebral membagi tugas ke dalam dua kategori utama: tugas otak kiri dan tugas otak
kanan. Tugas otak kanan antara lain: irama, kesadaran ruang, imajinasi, melamun,
warna, dimensi, dan tugas-tugas yang membutuhkan kesadaran holistik atau
gambaran keseluruhan. Tugas-tugas otak kiri termasuk: kata-kata, logika, angka,
urutan, daftar, dan analisis.
Gambar keterampilan otak kiri dan kanan:
Gambar 2.2 Gambar keterampilan otak kiri dan kanan
Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.
92
Juga menjadi tampak bahwa orang-orang yang telah dilatih dalam
keterampilan-keterampilan yang lebih mengandalkan salah satu “sisi” otak,
melanjutkannya dengan membentuk kebiasaan-kebiasaan dominan yang lebih
memilih kegiatan yang dikendalikan sisi otak tersebut. Terlebih lagi, mereka bahka
menggambarkan dirinya dengan istilah-istilah dari sisi otak ini. Istilah-istilah populer
yang meliputi kegiatan belahan kiri otak adalah “akademik”, “intelektual”, dan
“bisnis”, sementara “artistik”, “kreatif”, dan “naluriah” untuk kegiatan belahan kanan
otak.
Kajian lanjutan mengungkapkan bahwa kekuatan dan kelemahan yang
berkelanjutan dari keterampilan kortikal pada setiap orang lebih merupakan fungsi
kebiasaan daripada desain dasar otak. Bila seseorang yang memiliki kelemahan pada
area tertentu dilatih oleh pakar, keterampilan dan kekuatan mereka pada area tersebut
akan meningkat, dan hebatnya lagi, kinerja mereka di area-area lain ikut menguat.
Misalnya, jika seseorang yang lemah dalam keterampilan menggambar dilatih
menggambar dan melukis, maka kinerja akademisnya akan meningkat secara
keseluruhan, terutama pada bidang-bidang seperti geometri di mana persepsi dan
imajinasi berperan penting.
Contoh lain adalah keterampilan yang dimiliki otak kanan yaitu melamun,
yang sangat penting bagi ketahanan hidup otak. Melamun memberi istirahat yang
diperlukan kepada bagian-bagian otak yang telah melakukan pekerjaan analitis dan
pengulangan, melatih pemikiran proyektif dan imajinatif, dan memberi kita
kesempatan untuk mengintegrasikan dan mencipta. Kebanyakan jenius besar
menggunakan lamunan yang diarahkan untuk membantu mereka memecahkan
masalah, menghasilkan ide, dan mencapai tujuan.
Sayangnya, sistem pendidikan modern memiliki kecenderungan untuk lebih
memilih keterampilan-keterampilan “otak kiri” seperti: matematika, bahasa, dan ilmu
pengetahuan daripada seni, musik, dan pengajaran keterampilan berpikir, terutama
keterampilan berpikir secara kreatif. Ketika hanya berfokus pada setengah bagian
otak, sistem pendidikan kita hanya menciptakan orang-orang yang setengah pintar. Ini
disebabkan karena otak bekerja menurut dua prinsip penting: sinergi dan
pengulangan. Jika kita hanya mengandalkan salah satu sisi otak dan melalaikan sisi
lainnya, kita mengurangi potensi keseluruhan otak secara drastis.
Cara mendorong kreativitas kita menurut metode Mind Map
93
Untuk membebaskan potensi kreatif kita perlu menumbuhkan suatu lingkungan
pemikiran bagi otak yang akan membebaskan cara pikir sinergisnya. Seperti yang
telah disebutkan di atas, bahwa otak tidak berpikir secara linier atau berurutan seperti
komputer, tetapi berpencar ke luar dan “meledak” seperti yang terdapat di gambar di
bawah ini.
Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan “meledak”.
Gambar 2.3 Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan ”meledak”
Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.
Pemikiran kreatif melibatkan penggunaan seluruh keterampilan mental otak
kiri dan kanan, termasuk:
Belahan Otak Kiri
Belahan Otak Kanan
Kata-kata
Irama
Logika
Kesadaran ruang
Angka
Dimensi
Urutan
Imajinasi
Linieritas
Melamun
Analisis
Warna
Daftar
Kesadaran holistik (gestalt)
Tabel 2.2 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Buku Pintar Mind Map
Sumber: Buzan, Tony. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia. 2006.
94
Belahan Otak Kiri
Belahan Otak Kanan
Intelek
Intuisi
Konvergen
Divergen
Intelektual
Emosional
Rasional
Metaforik, intuitif
Verbal
Non-verbal
Horisontal
Vertikal
Konkret
Abstrak
Realistik
Impulsif
Diarahkan
Bebas
Diferensial
Eksistensial
Sekuensial
Multipel
Historikal
Tanpa batas waktu
Analitis
Sintetis, holistik
Eksplisit
Implisit
Objektif
Subjektif
Suksesif
Simultan
Tabel 2.3 Belahan otak kanan dan kiri dikutip dari Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat
ditulis oleh Prof. Dr. Utami.
Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta
Sistem pendidikan cenderung berfokus pada keterampilan otak kiri dan kurang
menekankan keterampilan otak kanan, yang langsung berdampak pada kemampuan
berpikir kita secara kreatif. Metode Mind Map melibatkan setiap aspek dari korteks
kiri dan kanan, dan karenanya merupakan alat pikir yang melibatkan seluruh bagian
otak. Metode ini dapat diandalkan untuk membantu kita berpikir secara ekspansif
(divergent thinking), menemukan asosiasi pada hal-hal baru, sehingga kita bisa
berpikir secara kreatif.
2.1.5.5.. Kreativitas dan Ingatan
Untuk menjadi kreatif, kita perlu membebaskan imajinasi dan mendorong otak untuk
membuat asosiasi-asosiasi yang baru dan lebih kuat di antara ide-ide yang sudah ada
dan ide-ide yang baru dimunculkan. Ketika kita mengembangkan keterampilan kreatif
95
kita, kita bukan hanya memperbaiki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang
inovatif dan jalan keluar yang mengilhami, tetapi keterampilan kreatif yang kuat juga
akan meningkatkan kemampuan kita untuk mengingat segala sesuatu. Hal ini karena
kreativitas dan ingatan adalah dua proses mental yang persis sama yaitu mereka
mencapai titik terbaik ketika kita menggunakan imajinasi dan asosiasi.
2.5.1.6. Produktivitas Kreatif
Kelancaran dalam pemikiran kreatif mengacu pada jumlah ide yang bisa kita ciptakan,
dan kecepatan menciptakannya. Ketika kuantitas dan kecepatan ide menaik, kualitas
keseluruhan ide juga menaik. Hal ini membalikkan dugaan kita sebelumnya yang
berpikir bahwa semakin cepat kita menghasilkan ide atau gagasan, maka kualitasnya
akan semakin menurun.
Mungkin akan terdapat banyak ide yang kurang cemerlang sewaktu kita berusaha
berpikir secara kreatif dan meningkatkan kecepatan berpikir kreatif kita. Tetapi dari
ide yang kurang cemerlang itu akan memungkinkan untuk munculnya ide yang
cemerlang, melalui pengembangan ide ataupun memilih yang terbaik dari ide-ide
yang sudah dikeluarkan tersebut.
Contoh metode Mind Map:
96
Gambar 2.4 Gambar Mind Map
97
c. Memilih suatu domain khusus.
Setiap individu kreatif memilih sebuah domain khusus yang menurutnya
sesuai dan cocok untuk dirinya. Selain itu karena individu tersebut tertarik
kepada domain tertentu. Karena ketertarikannya ini, maka individu kreatif
tersebut akan berkembang di dalam domain tersebut dan membuatnya
menghasilkan suatu karya yang kemudian dianggap sebagai karya yang
kreatif oleh bidang tertentu (field).
2.1.6.
Tahapan-tahapan Proses Kreasi
Secara garis besar teori-teori tentang proses kreasi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Teori yang mendasarkan pada inspirasi, aspek ketidaksadaran (unconscious). Di sini
kreativitas dipandang sebagai suatu peristiwa tak sadar, yang tidak dapat diprediksi.
Kreativitas dianggap berkorelasi dengan inspirasi atau ilham.
Contoh: Mozart-komponis, Louis Pasteur-ahli kimia dan mikrobiologi Perancis,
Gauss-ahli matematika dari Jerman, Wagner-komponis.
b. Teori yang mendasarkan pada kehendak atau kemauan sadar (conscious) yang kuat.
Dalam teori ini kreativitas dianggap berdasar pada pola perilaku yang disadari, dapat
dilatih atau direkayasa, dan dapat ditumbuhkan.
Contoh: para ilmuwan seperti Thomas Edison, Alfred Nobel, Albert Einstein, pelukis
Delacroix, penulis Edgar Allan Poe, komedian Charlie Chaplin.
Sehingga ada dua kecenderungan dalam proses berpikir kreatif, yaitu:
1. Proses berpikir kreatif tak sadar.
2. Proses berpikir kreatif sadar.
Ada yang berpendapat bahwa proses berpikir kreatif itu tidak sadar seperti
misalnya Max Ernst, pelukis surealis, yang menyatakan bahwa dalam menciptakan
sebuah karya ia merasa seperti seorang penonton yang mengamati kelahiran dari
karyanya. Hal ini diumpamakannya seperti melihat proses kelahiran bayi, di mana
hanya sedikit kesadaran yang terlibat. Tetapi berbeda dengan pendapat Edgar Allan
Poe, seorang penulis, yang mengatakan bahwa proses kreasi sepenuhnya sadar, dapat
diperhitungkan dan rasional. Sebagian besar seniman dan ilmuwan berpendapat lain
98
lagi. Bahwa menurut mereka proses berpikir mereka terdapat di antara kedua hal
tersebut, misalnya: setelah mereka melakukan berbagai usaha dan percobaan, hingga
pada suatu saat ketika mereka tidak dapat menemukan penyelesaian masalah.
Kemudian mereka mencoba untuk mengalihkan pikiran mereka dari hal-hal tersebut,
dan pada saat itulah tiba-tiba muncul bibit-bibit penyelesaian dari masalah mereka itu.
Meskipun begitu, inspirasi yang tiba-tiba muncul itu masih merupakan awal dari
sebuah karya, yang harus diikuti dengan usaha sadar untuk menciptakan karya akhir
dari inspirasi tersebut.
Jadi ada dua hal yang dapat diambil dari proses kreasi ini, yaitu:
1. Sebuah inspirasi harus diikuti dengan kerja keras untuk menghasilkan sebuah
karya.
2. Sebuah kerja keras dapat memunculkan inspirasi.
a.Wallas8 mengemukakan bahwa proses kreasi melibatkan empat tahap berurutan, yaitu:
1. Preparation (tahap persiapan atau masukan).
Tahap ini adalah tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan
untuk memecahkan suatu masalah. Dengan bekal bahan pengetahuan
maupun
pengalaman,
individu
mengalami
bermacam-macam
kemungkinan, penyelesaian masalah. Di sini belum ada arah yang pasti/
tetap, akan tetapi alam pikirannya mengeksplorasi macam-macam
alternatif. Pada tahap ini pemikiran divergen dan pemikiran kreatif sangat
penting.
2. Incubation (tahap pengeraman).
Tahap ini adalah tahap ketika individu seakan-akan melepaskan diri untuk
sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak sedang
memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeraminya” dalam alam
pra-sadar. Seperti dilaporkan dari analisa biografi maupun laporan tokohtokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses
timbulnya inspirasi. Mereka melaporkan bahwa inspirasi yang merupakan
titik awal dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah prasadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh.
8
Wallas, G. Stages in the Creative Process, dalam Rothenherg, A. & Hausman, C.R. (eds) The Creativity
Question, Duke University Press, USA, 1978.
99
Contoh: A.E. Housman, seorang penyair Inggris, yang mendapat ide ketika
sedang berjalan-jalan dan minum the.
3. Illumination (tahap ilham atau inspirasi).
Tahap ini adalah tahap timbulnya insight atau Aha-Erlebnis, saat
timbulnya inspirasi atau gagasan baru beserta proses-proses psikologis
yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi/gagasan baru.
Contoh: A.E. Housman mendapatkan dua bait puisinya ketika melintasi
Hampstead Heath, antara Spaniard’s Inn dan jalan kecil menuju Temple
Fortune, Inggris.
4. Verification (tahap pembuktian atau pengujian).
Tahap ini disebut juga tahap evaluasi adalah tahap ketika ide atau kreasi
baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran
yang kritis dan konvergen. Dengan kata lain, proses divergensi (pemikiran
kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Pemikiran
dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif. Akseptasi total
harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran yang logis.
Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh
pengujian terhadap realitas (reality-testing).
Contoh: Willem de Kooning, seorang pelukis abstrak, membuat sebuah
lukisan yang menghabiskan waktu dua tahun dan beratus-ratus kali
perbaikan. Setiap kali melukis, ia akan merenungi karyanya. Jika belum
puas, ia lalu menggantinya dengan kanvas baru dan membuat
perbaikannya.
Dukungan teori terhadap pandangan Wallas dimunculkan dari hasil kerja
psikoanalitik Ernst Kris (1952) dan Lawrence Kubie (1958). Menurut Kris, suatu
kerja kreatif melibatkan suatu fase inspirasi yang diikuti oleh suatu periode elaborasi.
Masing-masing tahap memiliki kegiatan mental dan tingkat kesadaran yang berbeda.
100
TEORI KRIS
INSPIRATION
ELABORATION
↓
↓
Primary process
thought
thought
↓
↓
Preconscious
↓
THE ARTIST →
Secondary process
Conscious/Logical
↓
regression in the
service of the ego
conciously works out the ideas
supplied by the workings of the
preconscious.
Tahap inspirasi atau ilham dipandu oleh proses berpikir primer (primary
process thought), sebuah tipe berpikir yang menurut Freud merupakan pemikiran
yang tidak rasional, kacau-balau, toleran terhadap kontradiksi dan sesuatu yang tidak
logis. Freud percaya bahwa pemikiran tersebut berlandaskan pada mimpi, fantasi, atau
halusinasi, di mana semua ketentuan ruang dan waktu dilanggar. Menurut pandangan
Freud, proses berpikir primer terletak di alam bawah-sadar/ tak sadar (unconscious).
Tetapi menurut revisi Kris terhadap psikoanalitis, proses berpikir primer terletak pada
ambang-sadar (preconscious), satu tingkat yang lebih dekat ke permukaan (alam
sadar) daripada teori bawah-sadar Freud.
Menurut Kris, ketika berada di tahap ilham, seniman sementara mundur ke
alam ambang-sadar, tingkat proses berpikir primer. Tahap ini berkaitan dengan tahap
inkubasi (pengeraman) yang digambarkan oleh Wallas. Kemunduran yang
dihubungkan dengan cara berpikir kreatif ini digambarkan sebagai “kemunduran
dalam ego” (regression in the service of the ego), untuk membedakannya dengan
kemunduran berpikir pada kasus-kasus gangguan mental. Dalam kasus cara berpikir
psikotik (gila/orang gila), individu mundur ke proses berpikir primer dan tidak dapat
kembali pada cara berpikir yang logis dan teratur. Bagaimanapun, untuk seniman,
kemunduran ini bersifat sementara dan ego yang sadar tetap memegang kendali
penuh.
101
Toleransi terhadap kontradiksi yang dimungkinkan oleh kemunduran ke arah
proses berpikir primer, meningkatkan kemungkinan munculnya kombinasi baru dari
ide-ide dan citra (images), suatu proses utama dalam kreativitas. Tahap kemunduran
ini diikuti oleh tahap pengerjaan (elaboration) karya melalui proses berpikir sekunder
(secondary process thought) yang logis dan sadar, suatu tahap yang berhubungan
dengan tahap pengujian (verification) menurut Wallas. Pada tahap ini seniman bekerja
secara sadar, mengeluarkan gagasan-gagasan yang dihasilkan dari ambang-sadar
sebelumnya.
3. Dessoir membagi proses kreasi dalam empat tahap, yaitu:
1. Kondisi awal seniman yang secara samar-samar mengalami pencerahan.
2. Tahap kejelasan konsepsi.
3. Perwujudan konsep dalam sketsa.
4. Penyelesaian karya.
4. John Livingstone Lowes membagi proses kreasi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Proses mengisi sumur, atau mengisi pikiran dengan material dan
pengalaman.
2. Visi mendadak mendahului sugesti.
3. Penyelesaian karya: menerjemahkan visi menjadi bentuk nyata.
5. Max Schoen membagi proses kreasi dalam dua tahap, yaitu:
1. Pengembaraan (adventure)
•
Persiapan
•
Elaborasi (mencari alternatif)
2. pendapatan (discovery)
•
Iluminasi
•
Pelaksanaan
6. Menurut Calvin Taylor ada lima tingkat kreativitas yang diringkasnya dari hasil
analisis terhadap sekitar 100 definisi tentang kreativitas, yaitu:
1.Tingkat Ekspresif
Esensi kreativitas ini adalah ekspresi yang biasanya
102
bebas dari keahlian dan keaslian. Jenis hasil
kretivitas ini kurang penting. Tampak bahwa yang
membedakan individu-individu yang berbakat pada
kelancaran
tingkat kreativitas ini adalah dua sifat: spontanitas
dan kebebasan
2. Tingkat Produktif
Individu-individu beralih dari tingkat kreativitas
ekspresif ke tingkat produktif apabila keahlian
mereka
berkembang
sehingga
mereka
bisa
menghasilkan karya-karya yang purna. Suatu hasil
karya menjadi bersifat kreatif apabila individu
kelancaran
sampai pada pencapaian tertentu. Atas dasar hal ini
maka
hasil
kreativitas
diharapkan
tidak
mendapatkan inspirasinya dari karya individu lain.
3. Tingkat Inventif
Tingkat kreativitas ini tidak menuntut keahlian atau
intuisi. Sebaliknya ia memerlukan keluwesan dalam
memahami hubungan-hubungan baru yang tidak
keluwesan
biasa antara komponen-komponen terpisah yang
telah ada sebelumnya.
4. Tingkat Inovatif
Tingkat kreativitas ini memerlukan kemampuan
konseptualisasi abstrak kuat yang terdapat pada
waktu prinsip-prinsip yang utama dipahami secara
keluwesan
cukup, sehingga mempermudah bagi individu
kreatif untuk memperbaiki dan mengubahnya.
5. Tingkat Emergentif
Tingkat ini merupakan bentuk kreativitas tertinggi.
Hal ini mencakup konseptualisasi suatu prinsip
keahlian
yang benar-benar baru dalam kebanyakan tingkat,
dan yang paling abstrak.
Tabel 2.4 Proses kreasi menurut Calvin Taylor
103
7. Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani9 terdapat delapan tahap ide yang mecakup
tingkat kesiagaan, tingkat proses kreasi, dan tingkat proses emosi, yaitu:
1.
Tingkat 1- Persiapan
Dapat dibagi dalam dua aspek. Yang pertama adalah aspek luar seperti
suasana khas yang dibutuhkan (misalnya: udara terbuka, kamar tertutup, kicau
burung, gemuruh ombak, desah angin, dan lain-lain). Yang kedua adalah
aspek dalam seperti imajinasi, konsentrasi, perenungan, meditasi, dan lainlain. Aspek-aspek ini berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, pada
orang yang sama pun perimbangan dan kombinasinya bisa berubah sebab
tingkat persiapan ini berada di antara ambang tak sadar dan ambang sadar.
2.
Tingkat 2- Pengumpulan bahan
Ketika pada tingkat 1 kita “menyetel” diri agar dapat menangkap getaran
alam dan kalbu, maka pada tingkat 2 getaran mulai masuk, getaran kalbu
mulai terasa, dan keduanya serempak melanda kita, baik muncul sendiri atau
sengaja kita cari.
Pada mereka yang terlalu rasional, berarti lebih condong ke kesadaran,
imajinasi-terikatnya segera mentransfer sejumlah memori menjadi berbagai
image sebagai bahan pembanding bagi image sensasi-persepsi yang datang
dari luar. Tergantung pada kefanatikan rasionya, sensor ini dapat menjadi praduga dan justru memiskinkan proses pengumpulan bahan karena bahan yang
dikumpulkan hanya yang telah dikenal saja dan stimuli yang masuk segera
dikotak-kotakkan dalam kategori masing-masing.
Pada mereka yang kuat kreativitasnya, proses lebih antara tak sadar dan
ambang sadar, imajinasi bebasnya tidak membentuk sensor yang berpraduga
tetapi menstransfer sejumlah memori, tidak ke dalam image konkret atau
image abstrak, tetapi ke dalam pra-image. Sehingga proses pengumpulan
bahan diperkaya dengan berbagai kemungkinan baru.
3.
Tingkat 3- Empati menuju pra ide
Pada tingkat ini telah terdapat hubungan tertentu antara stimuli luar dan
stimuli dalam. Mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, atau secara
kebetulan terkadang tidak memerlukan tingkat kreasi 1 dan 2, tetapi langsung
ke tingkat 3. Pada mereka yang terlalu rasional, tingkat 3 ini merupakan proses
9
Tabrani, Primadi. Proses Kreasi; Apresiasi; Belajar, Penerbit ITB, Bandung, 2000, hlm. 25.
104
yang hambar, ilham-empatinya tidak tercetus, pra-ide yang dicapai hanya
bersifat objektif, rasional, logis.
4.
Tingkat 4- Pengeraman pra ide
Tingkat proses kreasi 4 ini dapat berlangsung cepat atau lambat, terkadang
sampai bertahun-tahun. Di tingkat ini jabaran kemampuan kreatif dan rasio
dalam daerah ciri-umum akan menghasilkan apa yang disebut merenung dan
vision, kemudian menangkap ilham-penetasan dalam renungan tersebut hingga
tercipta ide yang matang.
5.
Tingkat 5- Penetasan ide
Biasanya tingkat 5 ini berlangsung sangat cepat dan berbagai ide peralihan
berintegrasi menjadi ide yang matang.
Pada mereka yang terlalu rasional akan mengakibatkan penyempitan pra-ide
karena berbagai ide yang terlalu rasional. Pada mereka yang hidup intuisinya,
kuat kreativitasnya, seluruh tingkat kreasi 3 sampai 5 melebur menjadi satu
proses. Mereka tidak menyempitkan pra-ide. Peleburan tingkat kreasi 3
sampai 5 bekerja dengan semua jenis image yang dimiliki (pra-image10, image
konkret11, dan image abstrak12). Pada tingkat 5 ini bermunculan berbagai
ilham yang mencapai puncaknya pada tahap penetasan, bukan hanya tercipta
satu kreasi tetapi terdapat dua atau lebih. Karena itu, mereka yang hidup
intuisinya, kuat kreativitasnya terkadang dapat mencetuskan berbagai ide
cemerlang yang berbeda dengan pra-ide itu sendiri, atau menciptakan
beberapa ide yang saling mencetuskan secara simultan atau berantai.
6.
Tingkat 6- Aspek luar pelaksanaan
Pada mereka yang idenya kurang kuat, setelah tercetus ide, maka peralihan
tidak langsung ke tingkat kreasi 5, tetapi ke tingkat 6 lebih dulu. Aspek-luar
pelaksanaan ini tampak dari perlibatan diri dengan sengaja melalui berbagai
usaha seperti trial and error, eksperimen, pendekatan dengan berbagai sistem,
pengurangan, perbaikan, dan sebagainya. Tingkat kreasi 6 biasanya memakan
waktu lama. Mereka yang pelaksanaannya lebih kuat daripada ide, maka di
tingkat kreasi 6 proses pelaksanaannya lebih menonjol daripada proses idenya.
7.
Tingkat 7- Aspek integral pelaksanaan
10
Pra image adalah image yang kabur, samar, tak jelas bentuknya, tetapi ikut membantu kita dalam proses
berpikir.
11
Image konkret adalah image yang jelas bentuknya.
12
Image abstrak adalah image konkret yang telah menjadi bahasa.
105
Pada mereka yang hidup intuisinya, kuat kreativitasnya, kuat ide dan
pelaksanaannya, maka tingkat kreasi 6 tidak mereka perlukan. Mereka telah
terlatih dan memiliki skill pelaksanaan, telah menguasai teknik hingga dapat
melaksanakan setiap hasil proses ide.
8.
Tingkat 8-Tingkat kreasi tertinggi
Tingkat ini merupakan integrasi dari pelaksanaan dan ide. Tingkat ini dimiliki
oleh setiap orang dan “ketinggian” yang dapat dicapai seseorang tergantung
pada kadar kreativitas dan perimbangan kemampuan fisik-kreatif-rasio yang
dimiliki masing-masing.
Rudolf Arnheim, seorang ahli psikologi Gestalt, mengemukakan teorinya
tentang kreativitas berdasarkan hasil penelitiannya terhadap proses penciptaan lukisan
Guernica karya Picasso, pada tahun 1962. Ia berpendapat bahwa dalam berkreasi,
seniman berjuang untuk memecahkan masalah dengan mengerahkan seluruh
kesadaran dan kemampuan intelektual yang mereka miliki. Menurut Arnheim,
kreativitas membutuhkan lebih dari sekadar kecepatan berpikir untuk menerima
berbagai kombinasi baru. Selama seniman berkreasi, ia memiliki suatu tujuan dalam
pikirannya. Tujuan ini merupakan pandangan seniman tersebut mengenai hasil yang
ingin dicapainya dengan melibatkan kerja keras. Proses kreasi diarahkan sepenuhnya
oleh seniman.
Dari sekian banyak teori tentang proses kreasi yang diuraikan, belum terdapat
teori tentang proses kreasi yang penjelasannya lengkap dan menekankan pada proses
kreasi dalam bidang desain (seni). Karena itu berikut ini akan diuraikan tentang teori
proses kreasi menurut Geoffrey Petty dalam bukunya How To Be Better at Creativity.
Menurut Geoffrey Petty, terdapat 6 tahap dalam proses kreasi yaitu tahap inspirasi,
klarifikasi, distilasi, perspirasi, evaluasi, dan inkubasi. Setiap tahap ini dilakukan
beberapa kali, tidak berurutan, dan kadang-kadang dalam waktu yang sangat pendek.
1. Inspirasi
Tahap ini adalah tahap penelitian dan yang ditekankan adalah membangkitkan
gagasan sebanyak-banyaknya. Proses yang tanpa penghalang (kritik), spontanitas,
eksperimentasi, intuisi, dan ambil resiko. Orang-orang kreatif menemukan gagasan
bagus mereka di antara tumpukan besar gagasan-gagasan yang buruk.
106
Dalam bidang seni kreatif, tahap inspirasi sering dilakukan dengan mencari
perasaan mendalam yang memiliki kaitan dengan pokok permasalahan. Dalam
menemukan respons personal ini, bisa ditemukan suara individual dan orisinal. Pada
tahap ini dibutuhkan improvisasi. Improvisasi adalah eksplorasi yang mengalir bebas
yang paling baik dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan antusias. Improvisasi
adalah mencari gagasan tanpa kritik dan penuh eksperimen. Dalam bidang seni dan
desain, improvisasi dapat berupa menerawang dan membuat sketsa. Gagasan hampir
tidak pernah dapat masuk ke kepala kita begitu saja tanpa diundang, kitalah yang
harus keluar mencarinya karena itu amat dibutuhkan eksperimen sebagai bagian dari
pencarian inspirasi.
2. Klarifikasi
Tahap ini adalah tahap yang bertujuan untuk mengklarifikasi maksud atau
tujuan suatu pekerjaan dan yang menjadi penekanan dalam tahap ini adalah fokus
pada sasaran.
Dalam pekerjaan kreatif, di saat kita sedang mengatasi kesulitan yang rumit,
kita mudah kehilangan rasa memiliki arah. Jadi sewaktu-waktu kita perlu melepaskan
diri dari hambatan ini dan bertanya ”apa yang sesungguhnya ingin kita lakukan?”.
Jika kita terhenti di tengah-tengah sebuah proyek, daripada mencari-cari
alternatif, kita perlu mengklarifikasi tujuan kita dan ingin ke mana kita sesungguhnya.
Klarifikasi mengeluarkan kita dari ”kubangan lumpur” tetapi klarifikasi juga
diperlukan ketika seorang desainer harus memilih di antara dua atau lebih pendekatan
yang sama-sama menarik. Keputusan semacam itu memerlukan rasa adanya tujuan
yang jelas.
3. Distilasi
Tahap ini adalah tahap untuk memeriksa gagasan yang telah dihasilkan dan
mencoba untuk menentukan pekerjaan yang akan dikerjakan. Gagasan terbaik dipilih
untuk pengembangan lebih lanjut, atau dikombinasikan menjadi gagasan yang lebih
baik.
Distilasi adalah tahap berpikir kritis terhadap diri sendiri. Tahap yang
memerlukan analisis dan penilaian dengan kepala dingin, bukan spontanitas yang
biasanya membingungkan. Tetapi kita tidak perlu begitu kritis karena itu akan
menghalangi produktivitas. Gagasan yang kita miliki baru berupa gagasan dan
107
bukannya solusi lengkap. Ke mana gagasan tersebut akan membawa kitalah yang
berarti, bukan gagasan itu sendiri.
4. Perspirasi
Tahap ini adalah tahap di mana kita mengerjakan gagasan terbaik yang kita miliki
dengan tekun. Kita terlibat dalam usaha gigih menuju sasaran, dan kita biasanya akan
terlibat dalam tahap inspirasi, distilasi, dan klarifikasi lebih lanjut.
5. Inkubasi
Tahap inkubasi ini bisa berlangsung di mana saja, bisa saja terjadi saat kemacetan lalu
lintas, di kamar mandi, dan lain-lain. Inkubasi bermanfaat setelah tahap inspirasi atau
perspirasi, atau jika sebuah masalah telah ditemui. Herannya, orang-orang kreatif mau
bersabar dan tidak beraturan, dan senang membiarkan gagasan yang setengah matang,
hal-hal yang tidak terurus, dan ketidakkonsistenan terjadi dalam bawah sadar mereka
sampai ”sesuatu muncul”. Khususnya pada tahap inkubasi ini, istirahat dapat
digunakan sebagai selingan untuk memulai kembali kreativitas. Setelah berpikir
intens tentang pemecahan masalah, kita harus menyempatkan pikiran untuk
beristirahat sejenak dan membiarkan pikiran menjadi netral untuk sejenak. Cara
beristirahat ini bisa dengan berjalan-jalan, duduk dekat air yang mengalir, dengan
melihat tembok yang berwarna netral, langit-langit, atau melihat ke jendela.
Seringkali ide-ide yang terbaik muncul pada tahap inkubasi ini.
6. Evaluasi
Dalam tahap evaluasi, kita memeriksa kekuatan dan kelemahan pekerjaan kita.
Kemudian kita perlu mempertimbangkan bagaimana pekerjaan itu dapat ditingkatkan,
dengan menghilangkan kelemahan dan memanfaatkan kekuatannya. Kemudian
mungkin terdapat kebutuhan akan adanya tahap perspirasi lain untuk merespons
saran-saran secara positif untuk peningkatan. Tahap perspirasi dan evaluasi sering
silih berganti membentuk sebuah siklus.
Salah satu kesulitan utama orang kreatif adalah bahwa tahap yang berbeda memerlukan sikap
pemikiran yang sangat berbeda pula dan bahkan berlawanan, yang masing-masing sulit
dipertahankan tanpa upaya yang sungguh-sungguh.
108
Tahap proses kreatif
Sikap pemikiran yang dibutuhkan
Untuk dapat menghasilkan gagasan sebanyakbanyaknya, kita harus benar-benar memiliki
Inspirasi
ketertarikan, tanpa rasa takut dan bebas, spontan,
ambil resiko, senang, tidak mempermasalahkan
pekerjaan yang memusingkan, intuitif dan
berimprovisasi.
Pada tahap ini dibutuhkan pemikiran yang
Klarifikasi
strategis, tidak terburu-buru, logis dan berpikiran
jernih, dan tidak mengajukan pertanyaan yang
sulit.
Untuk memperbaiki kerja yang lebih awal kita
harus berpikir kritis, positif, dan mau belajar: kritis
terhadap diri sendiri, tetapi positif dalam hal visi
Evaluasi
bagaimana seharusnya pekerjaan itu dan
kemampuan kita untuk melakukannya. Kita harus
melihat kelemahan sebagai peluang untuk
memperbaiki dan untuk belajar.
Untuk memilih gagasan terbaik dari tahap
Distilasi
inspirasi, kita perlu berpikir positif, strategis, dan
berani: bisa memutuskan, tetapi optimis ke mana
setiap gagasan akan membawa kita.
Kita harus mengharap kesulitan dan percaya
Inkubasi
kepada diri sendiri untuk mendapatkan sebuah
jalan dan tidak panik dalam mengambil solusi yang
lemah.
109
Supaya gagasan kita menjadi padat berisi kita
harus kritis, antusias, dan responsif. Bepikir positif
Perspirasi
dan berpendirian, berkomitmen tinggi dan
berperan, dan siap merespons secara positif setiap
kekurangan.
Tabel 2.5 Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty
Dalam setiap tahap proses kreatif, terdapat sikap pemikiran yang berbeda-beda dan bahkan
hampir saling berlawanan sehingga diperlukan banyak fleksibilitas. Dalam tahap inspirasi,
kita tidak boleh berpikir kritis, ambil resiko, dan subjektif, tetapi dalam tahap klarifikasi kita
harus berpikir kritis, berhati-hati dan objektif. Jika kita menggunakan sikap pemikiran yang
tidak sesuai, kita akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan banyak gagasan orisinal.
Tahap proses kreatif menurut Geoffrey Petty ini yang digunakan sebagai dasar dalam
penelitian.
2.1.7. Teori Tentang Produk Kreatif
Pada pribadi kreatif jika memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang
atau lingkungan yang memberi kesempatan/ peluang untuk bersibuk diri secara kreatif maka
diprediksikan bahwa produk kreativitasnya akan muncul.
Cropley (1994) menunjukkan hubungan antara tahap-tahap proses kreatif dan produk
yang dicapai. Ia menekankan bahwa perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri
psikologis yang berinteraksi sebagai berikut: sebagai hasil dari berpikir konvergen atau
intelegensi (memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan), manusia memiliki
seperangkat unsur-unsur mental. Jika dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan
(pemecahan masalah dalam arti yang luas), individu mengerjakan dan menggabung unsurunsur mental sampai timbul ”konfigurasi”. Konfigurasi ini dapat berupa gagasan, model,
tindakan, bentuk, cara menyusun kata, melodi.
Pemikir divergen mampu menggabung unsur-unsur dengan cara-cara yang tidak lazim
dan tidak diduga (kreatif). Namun konstruksi konfigurasi tidak hanya memerlukan berpikir
konvergen dan divergen saja, tetapi juga motivasi (misalnya dorongan untuk menghasilkan
solusi yang lebih baik), karakteristik pribadi yang sesuai (misalnya keterbukaan terhadap
pembaruan), unsur-unsur sosial (ketersediaan untuk tidak mengikuti saja), dan keterampilan
komunikasi. Proses ini disertai perasaan dan emosi, yang dapat menunjang atau menghambat.
110
Sejumlah peneliti akhir-akhir ini bersibuk diri dengan masalah penelitian produk
(Amabile 1982) terutama yang menyangkut konsep tingkat penemuan (inventivlevel) sebagai
kajian integral dari hukum paten di Amerika Serikat.
a. Hukum paten dalam penilaian produk penemuan
Hukum paten AS mempertimbangkan unsur-unsur berikut dalam memberikan hak
paten kepada investor, yaitu:
1) Kegiatan intelektual yang bermutu mendahului penemuan/ rekaan.
2) Gagasannya jelas dalam mengatasi masalah/ kesulitan khusus.
3) Jumlah eksperimentasi yang dilakukan sebelum mencapai produk baru
dianggap penting.
4) Sejauh mana telah mengalami kegagalan.
5) Produk harus berguna dan merupakan kemajuan.
6) Produk terutama dinilai kreatif jika ada orang-orang dalam bidang kegiatan
tersebut sebelumnya menunjukkan keragu-raguan (skepticism) tentang
kemungkinan penemuan yang baru.
7) Produk harus memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Kegagalan memberikan nilai plus karena hal ini berkaitan dengan keyakinan dan
keuletan investor tersebut. Seperti Thomas Edison yang mengalami lebih dari 200 kali
kegagalan sebelum akhirnya ia berhasil dengan penemuannya. Demikian pula sikap
ketidakpercayaan dari orang seprofesi (nomer 6) yang tidak menggoyahkan tujuan
investor menggarisbawahi ketangguhan dan keseriusan investor mengenai apa yang
ingin dicipta. Patokan dari hukum paten ini cukup membantu tetapi tidak cukup
spesifik untuk penilaian secara ilmiah. Karena dibutuhkan perangkat kriteria yang
disetujui untuk menilai produk kreatif dan kemampuan kreatif.
b. Model dari Besemer dan Treffinger
Besemer dan Treffinger (1981) menyarankan bahwa produk kreatif dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. kebaruan (novelty), 2. pemecahan
(resolution), serta 3. kerincian (elaboration) dan sintesis.
Kebaruan menurut Besemer dan Treffinger adalah sejauh mana produk itu
baru dalam hal jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep
111
baru yang terlibat, dalam hal di dalam dan di luar lapangan/ bidang, dalam hal
dampak dari produk terhadap produk produk kreatif di masa depan.
Produk itu orisinal dalam arti sangat langka di antara produk-produk yang
dibuat oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama; juga
menimbulkan kejutan (surprising) sebelum memberikan penilaian orang tercengang
bahkan kaget; dan terakhir produk itu germinal (asal mula) dalam hal dapat
menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya.
Pemecahan (resolution) menyangkut derajat sejauh mana produk itu
memenuhi kebutuhan dari situasi bermasalah. Tiga kriteria dalam dimensi ini ialah
bahwa produk itu harus bermakna (valuable) menurut para pengamat, karena
memenuhi kebutuhan; logis; dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang
tertentu; dan berguna, karena dapat diterapkan secara praktis.
Elaborasi dan sintesis. Dimensi ini merujuk pada derajat/ sejauh mana produk
itu menggabung unsur-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang
canggih dan koheren (bertahan secara logis). Lima kriteria untuk menilai hal ini ialah:
produk itu harus organis, dalam arti mempunyai arti inti seputar mana produk itu
disusun; elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dari yang tampak; kompleks,
yaitu berbagai unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat dipahami, karena
tampil secara jelas dan menunjukkan keterampilan atau keahlian yang baik,
dikerjakan secara seksama.
Menurut Besemer dan Treffinger tidak perlu produk itu menonjol dalam
semua kriteria. Misalnya nilai cukup tinggi pada semua kriteria sebanding dengan
nilai sangat tinggi pada beberapa kriteria, dan rendah pada beberapa lainnya. Tabel di
bawah menunjukkan penilaian Dacey (1989) terhadap tingkat penemuan Graham Bell
yaitu telepon.
Kriteria
Tingkat
Orisinal
Tinggi
Kejutan
Tinggi
Germinal
Tinggi
Bermakna
Tinggi
Logis
Tinggi
Berguna
Tinggi
112
Organis
Tinggi
Elegan
Rendah
Majemuk
Rata-rata
Dapat dipahami
Tinggi
Keterampilan
Rendah
Tabel 2.6 Tingkat produk kreatif penemuan telepon Graham Bell
Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta
Terdapat masalah menyangkut dimensi”kebaruan”. Pertanyaannya ialah
apakah produk itu harus baru untuk seluruh masyarakat atau hanya bagi si pencipta.
Jika diterapkan pada anak, kemungkinan besar tidak ada karya anak yang dapat dinilai
kreatif. Namun, kebanyakan para pakar sependapat bahwa ”kebaruan” harus
dipertimbangkan dari sudut pengalaman si pencipta. Contohnya, lukisan anak jika
dinilai dengan kriteria orang dewasa, mungkin tidak termasuk kreatif karena sudah
pernah dibuat sebelumnya oleh orang lain. Tetapi ditinjau dari tingkat perkembangan
anak (misalnya baru usia pra-sekolah) dan baginya karya itu baru (ia belum pernah
membuat sebelumnya dan lukisannya tidak merupakan tiruan dari contoh) maka
produk anak itu termasuk kreatif. Lain halnya jika berbicara mengenai makna produk
yang memang harus dipertimbangkan dari makna sosialnya bagi kebudayaan di mana
produk itu dihasilkan.
2.2. Teori tentang Proses Pembelajaran Desain
Terdapat beberapa model pembelajaran desain menurut para peneliti di bidang
pendidikan desain:
1. Taksonomi Bloom.
Saat ini yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia dalam kurikulum reguler
adalah taksonomi Bloom yang mencakup enam tingkat pemikiran mulai dari yang
rendah sampai dengan yang tinggi. Namun dalam kenyataan proses pembelajaran
pada umumnya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman dan penerapan,
sedangkan proses pemikiran yang tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) jarang
dilatih. Untuk siswa berbakat justru proses pemikiran yang tinggi inilah yang dapat
113
merangsang dan menantang mereka untuk belajar, sesuai dengan potensi intelektual
dan bakat mereka. Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum berdiferensiasi untuk anak
berbakat.
Gambar 2.5 Taksonomi Bloom
114
Gambar 2.6 Proses pembelajaran desain Taksonomi Bloom
Sumber: Munandar, Prof.Dr.Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. 2004. Jakarta:PT.Rineka Cipta
Terdapat 6 tahap perilaku kognitif yaitu:
-
Pengetahuan
Menyangkut kemampuan siswa untuk mengingat.
-
Pemahaman
Kemampuan
untuk
mengingat
dan
menggunakan
informasi,
tanpa
perlu
menggunakannya dalam situasi baru atau berbeda. Menerjemahkan, menafsirkan,
menghubungkan dan memperhitungkan atau meramalkan kemungkinan termasuk
dalam keterampilan pemahaman.
-
Penerapan
115
Siswa mampu menggunakan informasi dengan cara baru atau dalam situasi baru.
Keterampilan ini lebih majemuk daripada keterampilan pemahaman karena siswa
tidak hanya perlu memahami informasi itu dalam konteks yang asli tetapi mampu
menggunakannya dengan cara baru atau berbeda.
-
Analisis
Meliputi kemampuan untuk memisahkan suatu bahan menjadi komponen-komponen
untuk melihat hubungan dari bagian-bagian kesesuaiannya. Ini sering disebut sebagai
awal dari keterampilan berpikir tingkat tinggi.
-
Sintesis
Kemampuan untuk menggabung bagian-bagian menjadi keseluruhan yang baru,
kegiatan mengembangkan, merancang, mencipta. Tahap ini berkenaan dengan
kreativitas siswa karena menuntut siswa untuk menggabung unsur-unsur informasi
atau materi menjadi struktur yang sebelumnya tidak diketahui.
-
Evaluasi
Meliputi kemampuan berpikir tinggi dan membuat pertimbangan atau penilaian untuk
membuat keputusan atas dasar internal (logika, ketepatan) atau eksternal
(membandingkan karya, teori atau prinsip dalam bidang tertentu).
2. Model Dialektikal
Model ini meliputi proses perkembangan sebuah ide atau produk dengan pemikiran
dan imajinasi yang dipikirkan di dalam kepala dan perilaku kognitif yang timbul.
116
Gambar 2.7 Proses pembelajaran desain model dialektikal
Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com
Terdapat tahap impresi yang tidak jelas atau kabur, lalu tahap spekulasi dan eksplorasi
yang diikuti dengan tindakan diskusi, gambar, sketsa, diagram, catatan, grafik, angka.
Lalu tahap berikutnya yang terjadi di dalam pemikiran adalah tahap klarifikasi dan
memutuskan
diikuti tindakan
membuat
model
untuk
memperkirakan
atau
menggambarkan kenyataan dan membuat prototipe atau menentukan solusi. Tahap
selanjutnya adalah tahap kritis dan penilaian (evaluasi) terhadap produk yang telah
selesai.
Model ini dikembangkan oleh Dr.Richard Kimbell dari Goldsmith College. Model ini
menekankan pentingnya kemampuan yang diasah dengan aktivitas mental yang
terjadi. Model yang disebutnya sebagai ”Interaksi Tangan dan Pikiran” ini
117
menggambarkan jalan pikiran seorang desainer dalam memunculkan ide-idenya dan
melakukan tindakan konkretnya yang mendukung evolusi desain dari mulai ide
sampai gambar ke prototipe dan akhirnya ke produk. Pada model ini terlihat bahwa
proses selalu maju dan sebuah produk terselesaikan, masalah datang dan berhasil
diselesaikan.
3. Model Lingkaran Desain
Gambar 2.8 Proses pembelajaran desain model lingkaran desain
Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com
-
Pada tahap brainstorm atau bertukar pikiran, desainer berpikir secara divergen atau
menyebar sehingga mereka tidak terkunci di dalam area yang sama terus menerus.
Mereka melakukan tukar pikiran dengan sebanyak mungkin ide tanpa mengkritik
118
atau mengevaluasi ide-ide tersebut dan mengesampingkan batasan-batasan seperti
biaya atau tenggat waktu ketika mengerjakan fase awal dari pengembangan ide.
-
Dalam tahap “research” atau penelitian, desainer seringkali menelusuri sejarah dari
suatu karya untuk melihat hal-hal apa yang telah dan belum dilakukan karya tersebut
pada masa lalu, mempelajari ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengetahui
bagaimana karya tersebut “bekerja”, mengobservasi orang-orang yang menggunakan
karya tersebut atau melakukan pertemuan dengan orang-orang tersebut.
-
Pada tahap menemukan/meninjau ulang masalah, desainer memulai pekerjaan
mereka dengan menemukan kebutuhan pengguna dan kemudian mencoba untuk
mengidentifikasinya. Mereka memulai dengan menulis deskripsi tentang hal-hal apa
yang dapat dilakukan-kriteria dengan memberi batasan-batasan. Daftar ini akan
ditinjau ulang kembali di lain waktu selama penyelesaian proyek desain secara
keseluruhan.
-
Tahap tes atau evaluasi. Setelah prototipe dibuat, desainer mengetes ide mereka.
Prorotipe ini dibandingkan dalam hal kriteria desain dan batasan-batasan pada daftar
deskripsi yang telah dibuat pada tahap menemukan masalah. Evaluasi yang
dihasilkan melalui tes pada prototipe ini dibutuhkan untuk meninjau ulang masalah
dan jika mungkin terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, ditambahkan, atau ide-ide
lain yang lebih baik.
-
Tahap melaksanakan. Pada tahap ini, dibuat prorotipe untuk mengetahui material
yang sesuai dan bagaimana mengerjakan karya dengan material tersebut (dalam
bidang desain interior tahap ini merupakan tahap mencoba mencocokkan material
dan teknis pembuatannya).
-
Pada tahap ini, setelah produk dibuat, hasilnya dievaluasi kembali dan dicocokkan
kembali dengan daftar deskripsi tentang kriteria yang dibutuhkan yang telah dibuat
pada tahap menemukan masalah. Hal ini dilakukan agar produk/ karya yang dibuat
tetap berpegang pada kerangka awal desain.
Ilustrasi di atas memperlihatkan beberapa tipe strategi desain. Poin standar yang
terjadi adalah dengan membaca dan mengerti spesifikasi dan batasan-batasan dari
tantangan desain yang ada, lalu diikuti dengan mencari ide dan kemudian bertukar
pikiran untuk mencari solusi-solusi dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
dilakukan. Ide-ide yang banyak tersebut kemudian disaring kembali dan yang
119
dianggap terbaik mendapat prioritas dan ditindaklanjuti. Prototipe yang dibuat
kemudian dievaluasi berdasarkan spesifikasi produk yang telah dibuat.
Pengalaman desainer menunjukkan bahwa terdapat arah berputar pada tahap-tahap
tersebut dalam pekerjaan mereka ketika mereka mendesain dengan banyak
pertimbangan yang terjadi sebelum desain final diselesaikan. Mula-mula desainer
mengembangkan sebuah ide, lalu mencoba membangun prototipe untuk mencoba ide
tersebut, dari percobaan tersebut terlihat hal-hal yang kurang atau yang perlu
ditambahkan, lalu perubahan dibuat dan mengevaluasi produk baru yang dihasilkan.
4. Desain Lingkaran Simetris
Gambar 2.9 Proses pembelajaran desain model lingkaran simetris
Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com
Model Lingkaran Desain Simetris ini dibuat oleh Nigel Cross yang merupakan
peneliti pertama dalam bidang penelitian tentang pembelajaran desain. Nigel Cross
adalah seorang editor dari jurnal ”Design Studies” dan mengajar di universitas
terbuka di Inggris.
120
Pada model ini terlihat dua tingkat deskripsi yaitu:
-
Lingkaran luar menunjukkan peninjauan terhadap masalah-masalah yang ada.
-
Lingkaran dalam menunjukkan strategi yang mungkin dapat digunakan dalam
pekerjaan ketika ditemukan masalah.
5. Model Desain Spiral
Lingkaran Pemecahan Masalah
Gambar 2.10 Proses pembelajaran desain model desain spiral
Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com
Model ini memperlihatkan proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain yang
lebih rumit dibandingkan Model Lingkaran Desain. Model ini menunjukkan bahwa
proses pemecahan masalah dan evolusi ide desain berbentuk spiral dan memiliki titik
temu pada solusi.
121
Gambar 2.11 Proses pembelajaran desain model desain spiral
Sumber: Design in the Classroom - GeorgiaTechResearch.com
Model ini menunjukkan penemuan solusi pada ujung-ujung berbeda pada setiap
pertimbangan yang berbeda.
Kesimpulan:
Dari sekian model yang telah diuraikan di atas, penulis memilih untuk menggunakan model
taksonomi Bloom dengan alasan:
1) Taksonomi Bloom merupakan taksonomi yang digunakan untuk meningkatkan
kreativitas dan juga merupakan taksonomi yang digunakan dalam proses belajar
desain.
2) Taksonomi Bloom merupakan model yang paling dikenal dan diterapkan di Indonesia
meskipun penerapannya belum optimal.
3) Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk pengembangan keterampilan berpikir
tingkat tinggi dalam kurikulum untuk anak berbakat. Penerapannya di dalam kelas
tidak membutuhkan banyak biaya atau perubahan dari material dan prosedur yang
sekarang.
4) Taksonomi Bloom digunakan sebagai cara untuk mengembangkan dan mengevaluasi
pertanyaan yang diajukan pendidik kepada siswa. Siswa memerlukan latihan dan
kesempatan untuk belajar berpikir dengan cara yang efektif.
122
2.3.
Pembelajaran dalam Desain Interior
2.3.1.Mata Kuliah Dalam Desain Interior, Aktivitas, dan Tempat Berlangsungnya
Kegiatan Perkuliahan
123
2.3.2. Pembelajaran Desain Interior di Studio Desain Interior
Aditjipto(1993) menyimpulkan bahwa ada dua konteks yang mempengaruhi
seseorang (mahasiswa) dalam mendesain:
1. Konteks ideologi
Konteks ideologi adalah hal-hal yang merupakan konsep pemikiran yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip, doktrin, teori-teori dan hal lain yang akhirnya
akan membentuk sebuah mental concepts terhadap sesuatu hal. Konteks ini akan
mempengaruhi apresiasi dan pemahaman seseorang akan suatu hal.
Pada dasarnya dalam desain interior, tidak ada perbedaan persepsi dalam
penciptaan bentuk antara orang yang satu dengan yang lainnya. Yang ada adalah
perbedaan dari prinsip-prinsip desain yang dianut (school of tought) dan metode
desain yang digunakan. Perbedaan-perbedaan ini dipengaruhi oleh karakter,
ideologi, latar belakang budaya, pelatihan profesional, dan cara berpikir.
2. Konteks fisik
124
Konteks fisik adalah hal-hal yang konkret yang dijumpai dalam proses
merancang, yang meliputi material, warna, ukuran, sistem struktur, dan lainnya.
Konteks ini berkaitan dengan ruang dalam (interior). Kesadaran akan adanya
parameter-parameter tersebut akan banyak membantu mehasiswa dalam
perancangan. Mahasiswa harus dapat memutuskan parameter apa yang akan
dipakai dalam merancang dan alasannya.
Pengetahuan tentang merancang sendiri, yakni memecahkan masalah (problem
solving) diajarkan setelah mahasiswa mengetahui masalahnya itu sendiri (problem
seeking). Walaupun masalah yang dihadapi adalah simulasi, tetapi mahasiswa
akan tetap belajar bagaimana mesalah tersebut dipecahkan.
Langkah desain interior memecahkan problem desain.
Desain memecahkan problem desain dengan alat/ tools atau medium, bahasa
visual dan metode dan pendekatan masalah tertentu melalui proses yang
dinamakan perancangan, demikian pula desain interior dalam memecahkan
problem desainnya. Tetapi sebelum problem tersebut dapat dipecahkan, proses
pemecahan ini harus diawali dengan tahap yang dinamakan programming atau
pemograman, yaitu: tahap awal desain di mana masalah desain untuk pertama kali
diidentifikasi, dirumuskan, dan dinyatakan.
1. Tahap Programming/ Pemprograman
Pada tahap ini desainer mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan
dari calon pengguna (user) gedung. Cara yang dilakukan untuk tugas ini
adalah dengan mengadakan riset yaitu dengan mempelajarinya melalui
literatur atau studi literatur, mengamati gedung-gedung dengan fungsi sejenis
atau observasi, menanyakan langsung kepada calon pengguna dengan cara
menyodorkan kuisioner atau dengan mewawancara langsung kepada calon
pengguna.
Setelah data terkumpul tahap selanjutnya adalah mengorganisir data tersebut
menjadi informasi yang merupakan data olahan dari data yang telah terkumpul
dari tahap sebelumnya. Setelah mengorganisir data, tahap selanjutnya adalah
menganalisis data. Pada tahap analisis ini, desain interior bertujuan untuk
dapat menyimpulkan masalahnya ke dalam beberapa hal seperti visi, misi,
budaya, citra, program kegiatan, fungsi dan jenis kegiatan, budaya, kebiasaan,
125
dan lain-lain. Dari temuan itu, desainer dapat menetapkan informasi dasar
yang bersifat konkrit, eksplisit, dan realistik.
Dari data yang telah diolah tersebut, desainer juga dapat menetapkan falsafah
desain dan konsep perancangan.
2. Tahap Perancangan
Pada tahap ini, desainer interior benar-benar terlibat dengan proses kreatif
karena desainer interior dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dapat
ditemukan solusinya melalui desain.
Di dalam studio desain interior, terjadi proses perancangan yang merupakan
tahap yang paling membutuhkan kreativitas. Karena itu penelitian yang
dilakukan memfokuskan pada tahap perancangan di studio desain interior.
Mengumpulkan data dan informas
Programming
Mengorganisir data
Menganalisis data
Designing
Tahap perancangan
Gambar 2.13 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain
Programming
Problem seeking
Designing
Problem solving
Gambar 2.14 Tahap desainer interior dalam memecahkan masalah dan mendesain
2.3.3. Persyaratan Standar Ruang Studio Desain Interior
126
„ Lingkungan sekitar ruangan tenang sehingga tidak mengganggu aktivitas belajar di
dalam ruang studio.
„ Ada sirkulasi udara yang cukup di dalam ruang studio.
„ Kamar mandi dan air minum sebaiknya diletakkan di dekat ruang studio.
„ Untuk mencegah tranmisi gaduh yang tidak diharapkan, maka ruang studio dan kamar
mandi harus memiliki dinding, lantai, maupun langit2 yang terpisah.
„ Desain ruang harus mempertimbangkan tingkat kegaduhan suara, area duduk, dan
finishing yang memiliki daya tahan yang baik.
„ Pencahayaan alami dan buatan harus baik.
„ Sirkulasi udara harus baik.
„ Ruang studio terdiri dari meja gambar.
„ Standar ukuran berdasarkan literatur:
127
Gambar 2.15 Standar ukuran berdasarkan ergonomi
2.4. Psikologi Arsitektur
2.4.1. Mengenai Psikologi Arsitektur
128
Psikologi Arsitektur termasuk ke dalam kelompok
Psikologi
Lingkungan (Environmental Psychology) yang mengembangkan teori-teori
tentang hubungan perilaku dengan lingkungan (Environment-behavior
relationship theories), mendalami perancangan lingkungan tempat tinggal dan
institusional (Residential and Institutional Environmental design), melakukan
observasi lingkungan-lingkungan kerja, belajar, dan rekreasi (Work, learning,
and leisure environments), mempelajari isu-isu psikologis dalam perencanaan
lingkungan (psychological issues in environmental planning) serta meneliti
pengaruh bising, cuaca, iklim, dan hubungannya denan perilaku manusia
(noise, weather, climate and behaviour). Hal yang terakhir ini juga sangat
terkait dengan disiplin ergonomi.
Penelitian tentang Psikologi Arsitektur dimulai kira-kira tahun 1950 di
Amerika dalam sebuah kampanye yang khusus diselenggarakan untuk
mengembangkan desain terbaik dan sesuai untuk rumah sakit jiwa. Arsitek
yang menangani pembangunan rumah sakit-rumah sakit ini lalu mencari ahliahli jiwa (psikolog) untuk mendapatkan informasi tentang kognisi serta
perilaku manusia dan perilaku sosialnya, terutama pasien rumah sakit jiwa,
karena pasien sakit jiwa tidak melulu identik dengan kegilaan tetapi juga
mereka yang hanya memerlukan konseling pribadi.
Kerja sama antara para arsitek dan para psikolog saat itu melahirkan
sebuah disiplin baru yang disebut Psikologi Arsitektur. Sebenarnya para
peneliti, baik dalam disiplin psikologi maupun arsitektur sudah banyak
menemukan ketidakcocokan antara manusia dan lingkungannya. Psikolog
mulai mencoba memecahkan masalah-masalah ini melalui pengembangan
perencanaan. Sebuah bidang kajian yang dimulai dengan meneliti warna dan
susunan tempat duduk di rumah sakit-rumah sakit jiwa, lalu mengadakan
observasi terhadap pengunjung di taman-taman nasional dan sampai kepada
mempelajari stres yang terasosiasi dengan pergerakan kota. Masalah yang
dipelajari berkembang sampai pada taman dan seni pertamanan, cara dan gaya
hidup komunitas sampai kepada lalu lintas. Hal ini dalam perkembangannya
melahirkan suatu disiplin dengan nama Psikologi Lingkungan.
Jadi saat ini Psikologi Lingkungan lebih dipahami sebagai studi
terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia yang ada di
dalamnya. Sedangkan Psikologi Lingkungan lebih kepada studi keseluruhan
129
lingkungan binaan/ fisikal lainnya (termasuk jalan, taman, tempat parkir, dan
sebagainya) dengan orientasi kepada pencarian pola perilaku komunal dan
kultural.
Banyak bidang studi yang terkait dengan Psikologi Arsitektur seperti
misalnya Ergonomi, Ekonomi Perkotaan, Desain Interior, dan Otomatisasi
Bangunan, tergantung dari tujuan penelitian yang dilakukan.
2.4.2. Teori Psikologi Arsitektur yang Berhubungan dengan Penelitian
(Sumber: Psikologi Arsitektur, Pengantar Kajian Lintas Disiplin-Deddy
Halim, Ph.D)
•
Pemakaian karpet dengan warna-warna berintensitas rendah, secara
psikologis bisa membawa suasana hangat dan menciptakan perasaan
rileks. Di samping itu karpet mampu meredam suara.
•
Musik bisa digunakan untuk menciptakan kenyamanan dan meredakan
rasa cemas.
•
Bentuk lain yang menjadi kebutuhan semua orang, yaitu ruang visual.
Ruang visual adalah tempat dalam jangkauan visual manusia yang
diperlukan untuk mengistirahatkan matanya demi memenuhi kebutuhan
privasi dengan membatasi wilayah yang ada di sekitar orang tersebut.
Kadangkala orang lebih memilih untuk tidak melihat orang lain, karena ia
membutuhkan privasi. Namun tidak berarti ia harus sendirian dalam ruang.
•
Rintangan visual (visual barrier) dapat dipakai untuk memberikan privasi
sebagai kompensasi personal.
•
Bentuk lain dari ruang fisik yang harus dipertimbangkan adalah ruang
persepsional. Ruang persepsional adalah ruang yang dipersepsikan melalui
indra manusia. Meskipun ruang yang dimiliki individu luas dan secara
fisik dapat mengakomodasi kebutuhan ruang visual, namun suara dapat
menganggu orang dan memberikan perasaan kurang nyaman. Bunyi yang
terlalu keras sering menyebabkan penyakit psikologis yang sangat buruk
seperti insomnia, gelisah, dan jantung berdebar, yang dapat merusak
auditory sense. Pada tingkat tertentu, hal ini dapat mengakibatkan
keresahan, kecemasan, stress, dan perasaan tidak aman pada manusia.
130
•
Kita tidak dapat memproses seluruh informasi dalam saluran indera kita.
Kita menyaring atau secara parsial memblok sebagian input yang masuk
ketika sedang membiarkan input lainnya masuk. Misalnya: ketika kita
berada dalam suatu pesta dan kita berdiri di antara dua grup yang secara
berkesinambungan membicarakan dua topik berbeda. Kita mungkin dapat
mengerti beberapa percakapan pada waktu bersamaan, hal ini biasa disebut
parallel processing. Tetapi kita akan menemukan bahwa kita lebih fokus
hanya pada salah satu dari dua percakapan tadi. Sangatlah sulit untuk
fokus kepada lebih dari satu input. Hal yang sering dilakukan adalah serial
processing, yaitu memusatkan perhatian/ fokus pada suatu input kemudian
berlanjut ke input lainnya. Atau mungkin kita bahkan tidak lagi mengikuti
dua percakapan, melainkan memilih untuk memfokuskan perhatian pada
satu percakapan saja. Atau kita mungkin akan mengalihkan perhatian pada
percakapan yang orang-orangnya bersuara keras.
•
Ruang sebagai kebutuhan manusia selain dilihat sebagai kebutuhan fisik
seperti tidur dan makan, kebutuhan akan ruang juga dapat dilihat sebagai
kebutuhan psikologis. Ini biasanya memiliki empat dimensi psikologis,
yaitu: kepemilikan ruang, personalisasi ruang, tingkat privasi ruang, dan
kontrol atas ruang. Dimensi-dimensi ini akan mempengaruhi pengaturan
spasial ruangan dari sudut pandang nilai. Kepemilikan atas ruang secara
verbal langsung dapat diketahui ketika kita menyebut suatu tempat itu
milik kita; personalisasi ruang menunjukkan kreativitas dalam mencirikan
suatu tempat sebagai milik kita; tingkat privasi ruang, suatu usaha untuk
memperoleh
waktu
bagi
diri
sendiri;
dan
kontrol
atas
ruang
mengindikasikan kemampuan untuk mengatur ruang.
•
Kepemilikan ruang. Semua makhluk hidup memiliki kebutuhan untuk
memiliki. Memiliki suatu barang adalah satu aspek kepemilikan dan
memiliki tempat untuk barang tersebut adalah aspek lain yang secara
integral saling berhubungan. Kita bisa memiliki aspek yang satu tanpa
yang lainnya misalnya jika bepergian dengan kopor, kita tidak memiliki
tempat untuk menyimpan milik kita, sebaliknya ketika pindah ke
apartemen kosong kita tidak punya perabotan. Kepuasan manusia tidak
terpenuhi dalam keadaan-keadaan seperti itu. Kita membutuhkan barang
131
untuk dimiliki dan tempat buat meletakannya, di mana keyakinan atas
amannya barang tersebut membuat diri kita merasa aman.
•
Personalisasi ruang. Melalui personalisasi, seseorang menciptakan
kesadaran bahwa daerah atau barang miliknya dihargai. Pengrusakan
daerah atau barang tersebut akan menimbulkan rasa permusuhan dari
pemiliknya. Personalisasi juga berarti memberi ”cap pribadi”, artinya
menjadikan sesuatu sebagai bagian dirinya, termasuk munculnya bentuk
kreativitas yang bisa tidak diterima masyarakat. Orang tak perlu
mempersonalisasi segala sesuatu, hanya apa yang dianggap miliknya saja.
Misalnya anak yang tinggal dalam lingkungan komunal (asrama, rumah
kos, dan sebagainya) tidak akan mempersonalisasi daerah-daerah yang
dipakai oleh semua penghuni, tetapi hanya mendekorasi ruangannya
sendiri secara individualis, menaruh obyek-obyek dengan menyolok
sehingga mengungkapkan dirinya. Dengan melihat ruangannya, orang
asing sudah bisa menceritakan sedikit kepribadiannya. Lukisan dan
presentasi diri adalah aspek penting dari ekspresi pribadi.
Personalisasi dapat menghasilkan rasa keterikatan pada sebuah tempat dan
meningkatkan perasaan nyaman ”seperti di rumah” (Becker dan Coniglio,
1975).
•
Secara fisik, orang membutuhkan besar ruang tertentu di sekitar mereka
untuk merasa aman. Jumlah dan bentuk ruang ini bervariasi, tergantung
pada individu dan aktivitasnya. Misalnya, seseorang yang sedang terlibat
dalam sebuah percakapan dengan seorang sahabat, dapat merasa cukup
nyaman dengan jarak 45 cm di antara mereka. Tetapi jarak ini dapat
menjadi tak tertahankan dalam sebuah pertemuan bisnis resmi dari 2
eksekutif perusahaan yang belum saling mengenal. Jarak yang dipilih oleh
seseorang dapat mempengaruhi mood aktivitasnya. Kurangnya ruang
personal menimbulkan perasaan ”salah tempat” dan secara psikologis
dapat menganggu emosi seseorang. Hewan mana pun, termasuk manusia,
memiliki sebuah tempat atau sesuatu yang dinamakan ”milik pribadi”
termasuk di dalamnya kebutuhan akan sebuah ruang, atau rootedness. Hal
ini melibatkan emosi seseorang pada sebuah tempat. Karena orang
memerlukan nilai emosional untuk sebuah obyek fisik.
132
•
Dalam skala kecil, semua orang memiliki sebuah gelembung ruang
personal, yang dapat kita definisikan sebagai sebuah wilayah yang
mengelilingi seseorang di mana orang lain tidak diharapkan masuk kecuali
diundang. Ukuran wilayah ini bervariasi, tergantung individu dan
kebudayaan. Kebudayaan tertentu menuntut ruang keliling yang besar,
sementara yang lain merada nyaman dengan ruang kecil saja. Tetapi
kebanyakan orang dapat menerima keberadaan orang lain yang berada
dekat dengan mereka selama mereka tidak saling berhadapan.
•
Ruang personal merupakan bulatan atau gelembung yang tak terlihat,
mengelilingi dan dibawa-bawa organisme, dan ada di antara dirinya dan
orang lain.
Mempertahankan ruang personal dan memperlihatkan perilaku teritorial
merupakan dua mekanisme untuk mencapai tingkat privasi yang
diinginkan guna menghindari stres yang tidak perlu.
Kita mempertahankan ruang personal antara diri kita dengan orang lain
untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Scott (1993) menyatakan
bahwa terlalu dekat jarak kita dengan orang lain akan menyebabkan kita
terlalu banyak dihujani oleh stimulan sosial ataupun fisikal. Kita
mempertahankan ruang personal untuk menghindari berbagai macam
penyebab stress yang diasosiasikan dengan jarak yang terlalu dekat. Ruang
personal harus dijaga untuk mencegah hilangnya kebebasan berperilaku
karena orang lain terlalu dekat dengan kita.
Invasi ruang personal akan menyebabkan situasi yang membuat stres.
Yerkes Dodson Law (1908) juga membuktikan bahwa invasi menurunkan
kinerja. Tetapi ini dipengaruhi dan tergantung pada kompleksitas tugas
yang dikerjakan. Pada pekerjaan yang tidak terlampau sulit, kinerja tidak
terlalu terlihat negatif. Tetapi pada pekerjaan yang lebih kompleks invasi
menjadi sedemikian berpengaruh pada kinerja. Evans dan Howard (1972)
serta Barefoot dan Kleck (1970) juga menemukan bahwa invasi terhadap
ruang personal dapat menurunkan kemampuan memproses informasi. Oleh
sebab itu pada saat belajar di perpustakaan ketika seseorang mendekati
kita, seringkali kita menjadi terganggu dan kualitas kerja menurun.
133
•
Berbeda dengan ruang personal yang sulit terlihat, dinamis mengikuti
subjek, berpusat pada orang dan mengatur jarak individu; teritorialitas
merupakan sesuatu yang terlihat, bersifat relatif menetap, tidak bergerak
mengikuti organisme, berpusat pada tempat dan mengatur orang yang akan
berinteraksi. Teritorialitas memiliki lima ciri yang menegaskan: 1) berruang, 2)dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh seorang individu atau
kelompok, 3)memuaskan beberapa kebutuhan/ motif, 4)ditandai baik
secara konkrit dan/ atau simbolik, 5)dipertahankan atau setidak-tidaknya
orang merasa tidak senang bila dimasuki/ dilanggar dengan cara apa pun
oleh orang asing. Selain itu, teritori pada umumnya lebih luas daripada
ruang personal; apakah kita sedang berada di dalam teritori milik kita
sendiri atau tidak, kita tetap mempertahankan dan menciptakan ruang
personal. Definisi teritori adalah ruang yang dikuasai/ dikendalikan oleh
individu/ kelompok dalam memuaskan motif/ kebutuhan dan ditandai
dengan konkrit/ simbolik serta dipertahankan.
Teritorialitas manusia diasosiasikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
lebih tinggi daripada kebutuhan teritorialitas binatang untuk bertahan
hidup, seperti misalnya citra diri (self-image) dan pengakuan diri.
Teritori pribadi dan personalisasi lingkungan menciptakan atmosfir sosial
dan dapat meningkatkan perasaan positif.
Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan:
Isolasi sosial
(Privasi yang didapat >
Privasi yang diinginkan)
Privasi yang
diinginkan
(ideal)
Mekanisme Kontrol
Interpersonal
-Personal Space
-Teritori
-Perilaku Verbal
-Perilaku non Verbal
Hasil
(Privasi yang didapat)
Optimum
(privasi yang didapat=
privasi yang diinginkan)
Kesesakan
(Privasi yang didapat <
Privasi yang diinginkan)
Gambar 2.16 Hubungan antara privasi, ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan
134
•
Tingkat privasi ruang. Kekurangan waktu untuk menyendiri akan
menimbulkan efek psikologis yang dapat memperbesar pelanggaran,
kejahatan, dan kepasifan. Punya waktu pribadi memberikan kita
kesempatan menemukan diri sendiri. Seringkali, jika kita merasa tidak
aman dengan diri kita sendiri, kita akan merasa kesulitan untuk merasa
aman dengan orang lain atau situasi luar diri kita. Privasi mengijinkan
orang untuk mencari jati diri masing-masing, untuk berkembang, dan
untuk menjadi diri sendiri.
•
Konsep privasi dengan ruang peronal dan perilaku teritorial sangat
berhubungan. Orang berjuang untuk mendapatkan tingkat privasi yang
sesuai untuk kegiatan yang mereka lakukan. Privasi mempunyai hubungan
dengan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mengendalikan
interaksi visual (penglihatan), auditif (pendengaran), dan olfaktori
(penciuman) dengan orang lain. Ada beberapa jenis privasi dan masingmasing memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda. Westin (1970)
membedakan empat jenis privasi, yaitu: solitude, keadaan bebas dari
pengamatan orang lain; intimacy, keadaan bersama orang lain tetapi bebas
dari dunia luar; anonimity, keadaan tidak dikenali bahkan dalam
keramaian; dan reserve, keadaan di mana seseorang membuat batasan
psikologis untuk mengendalikan gangguan yang tidak diinginkan. Altman
(1975) mendefinisikan privasi sebagai kontrol seleksi manusia untuk
mengakses kepentingan diri sendiri dan kelompok. Definisi ini mempunyai
dua elemen penting yaitu: pertama adalah privasi sebagai kemampuan
untuk memisahkan diri dari orang lain, dan kedua adanya ukuran-ukuran
fisik dari ruang untuk mendapatkan privasi.
Orang bisa menggunakan area kerja untuk meningkatkan privasi, tapi bisa
juga melakukan penyesuaian struktur partisi (pembatas ruang) dari ruang
interior. Selain secara visual, instruksi privasi juga dapat dicapai melalui
rintangan suara (auditory barrier).
Bilamana lingkungan fisik tidak menyediakan privasi, banyak masalah
akan muncul. Vinsel, dkk (1980) melakukan penelitian terhadap para
135
mahasiswa. Hasilnya menyatakan bahwa mahasiswa dropout akibat
kurangnya privasi.
Privasi merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan untuk
menciptakan kesenangan dan kebahagiaan.
•
Faktor dari besarnya ukuran ruang yang diperlukan untuk memenuhi
fungsi tersebut adalah situasi. Aktivitas dan hubungan tertentu menuntut
lebih banyak jarak untuk mendapatkan komunikasi yang sesuai dan
proteksi yang cukup. Zona yang dipakai tergantung dari hubungan kita
dengan orang lain dan aktivitas yang kita lakukan. Keempat zona tersebut
dipresentasikan dalam jarak-jarak fisik yang disebut juga sebagai jarak
proksemik (kedekatan), yaitu: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak
publik yang bervariasi dalam hal kualitas dan kuantitas stimulasi.
Hubungan dan Aktivitas yang sesuai
Jarak intim
(0-0.45m)
Jarak
pribadi
Kualitas Sensorik
Kontak intim (hubungan seksual, Peningkatan kewaspadaan input sensor,
kenyamanan kontak badan) dan sentuhan mengambil alih vokalisasi
olahraga fisik (gulat).
verbal sebagai bentuk komunikasi.
Kontak antara teman dekat, juga Input sensor sedikit lebih waspada
interaksi setiap hari dengan kenalan.
daripada jarak intim, pandangan normal
dan menyediakan feedback spesifik;
(0.45-1.2m)
komunikasi verbal ketimbang sentuhan.
Kontak yang tidak pribadi dan Input
Jarak sosial
kontak bisnis.
sensor
kurang
minimal;
spesifik
pandangan
ketimbang
jarak
pribadi; suara normal (audibel 6m)
(1.2-3.6m)
dipertahankan;
tidak
memungkinkan
sentuhan.
Jarak
Kontak formal antar individu (aktor, Tidak ada input sensor; tidak ada visual
publik
politikus) dengan publik.
spesifik.
(>3.6m)
Tabel 2.7 Jarak Proksemik
Keempat jarak yang diuraikan di atas dapat dibagi menjadi dua subfase
pada masing-masing jaraknya sebagai berikut:
-
Jarak Intim
136
9 Fase dekat (0-15cm): perlindungan dan kasih sayang, pandangan
tidak tajam, suara tidak perlu.
9 Fase jauh (15-45 cm): jarak sentuh, tidak layak di muka umum,
pandangan terdistorsi, bau tercium, suara rendah berbisik.
-
Jarak Pribadi
9 Fase dekat (0.45-0.75 m): mempengaruhi perasaan, pandangan
terganggu, fokus lelah, tekstur jelas.
9 Fase jauh (0.75-1.2 m): pembicaraan soal pribadi, pandangan baik,
suara jelas/ perlahan.
-
-
•
Jarak Sosial
9
Fase jauh (2.1-3.6 m): melihat diri, formalitas.
9
Fase dekat (1.2-2.1 m): dominasi dan kerja sama.
Jarak Publik
9
Fase jauh (>7.5 m): tokoh dengan massanya.
9
Fase dekat (3.6-7.5 m): belum saling kenal.
Kontrol atas ruang. Kontrol atas lingkungan adalah aspek untuk bertahan
hidup dan dibutuhkan untuk membentuk konsep diri dan kedewasaan
seseorang. Jika orang merasa kehilangan kontrol atas lingkungannya,
secara psikologis kemampuannya untuk berfungsi akan berkurang. Sebuah
tempat personal yang dapat kita pengaruhi dan dapat disebut sebagai milik
kita menjadi penting untuk pertumbuhan kita. Kehilangan kontrol atas
lingkungan dapat perlahan-lahan menurunkan ambisi dan rasa percaya diri.
2.5. Data-data Hasil Penelitian Tentang Aspek-aspek yang Dapat Mestimulasi Indra
Manusia
Menghasilkan ide yang lebih banyak (kreatif) dapat dicapai salah satunya dengan
memanfaatkan dan mengoptimalkan lima alat indera yang ada13, karena itu stimulasi
13
Kutipan dari Buku Psikologi Arsitektur; oleh Deddy Halim, Ph.D.
137
terhadap indera merupakan hal yang penting yang juga harus diperhatikan dalam
kaitannya dengan peningkatan kreativitas.
•
Berdasarkan artikel yang dari Majalah Edutopia pada bulan April 2007 yang
ditulis oleh Prakash Nair dan Randall Fielding mengemukakan bahwa
kenyamanan penting dalam meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam
proses belajar. Prakash Nair dan Randall Fielding merupakan pemilik dan arsitek
perusahaan Fielding Nair International.
Kenyamanan ini meliputi:
-
Tempat yang tidak gaduh. Karena gaduh dapat menganggu konsentrasi,
kejernihan pikiran, meningkatkan tekanan darah naik, dan mengakibatkan
timbulnya permasalahan dalam pembelajaran.
•
-
Kursi yang nyaman karena murid duduk di situ dalam waktu yang lama.
-
Kualitas udara di dalam ruang adalah kebutuhan pokok akan kenyamanan.
-
Temperatur yang nyaman (sekitar 20-22˚C dan kelembapan antara 30-70%)
Peneliti otak Marian Diamond, meneliti secara ekstensif terhadap pembelajaran
dan peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Penelitian ini dilakukan secara
metode eksperimen. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sel dendritik di dalam
otak bertumbuh seiring peningkatan dan perbaikan lingkungan belajar. Sehingga
peningkatan lingkungan belajar berdampak positif pada kemampuan belajar.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketika siswa tidak merasa nyaman secara
mental maupun fisikal, maka otak mereka akan terfokus pada kondisi tersebut
daripada terfokus terhadap belajar yang seharusnya mereka lakukan. Tetapi jika
lingkungan belajar membuat mereka merasa nyaman dan suasananya mendukung
untuk proses pembelajaran, maka otak siswa akan berkembang dan lebih mudah
dalam menerima informasi.
Bersantai juga merupakan hal yang penting karena menenangkan otak menuju
gelombang alpha (sekitar 9-11 siklus per detik). Gelombang ini sangat baik untuk
meningkatkan pembelajaran dan kreativitas. Bersantai ini dapat dilakukan dengan
bernapas dalam-dalam sekitar 5-10 menit untuk mengendurkan stres dari tubuh
dan pikiran. Dengan bernapas dalam-dalam maka akan meningkatkan jumlah
oksigen ke otak. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak untuk berpikir kreatif
karena oksigen yang dipasok ke otak secara tidak langsung mengontrol tingkat
138
neurotransmitter serotonin sehingga memunculkan relaksasi dan meningkatkan
intuisi.
•
Penelitian secara metode ekperimen yang dilakukan oleh Universitas Texas A&M
yang diketuai oleh Dr. Roger Ulrich pada lingkungan kerja menunjukkan bahwa
tanaman dan bunga membuat orang merasa senang, meningkatkan produktivitas
kerja, memperluas ide para karyawannya, meningkatkan kemampuan kreatif para
karyawannya dan juga meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan
masalah.
Selama penelitian ini yang dikondisikan di lingkungan kerja yang memiliki
tanaman dan bunga, baik pria maupun wanita menunjukkan peningkatan inovasi
dalam cara berpikir, peningkatan perluasan dalam mendapatkan ide dan solusi
yang original. Sampel pria yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan
peningkatan sebanyak 15% dalam mendapatkan lebih banyak ide. Ketika sampel
pria lebih memperluas perolehan ide mereka, sampel wanita menunjukkan
peningkatan kemampuan kreatif, solusi yang lebih fleksibel.
Hal ini menunjukkan pentingnya lingkungan alami dalam mempengaruhi
pembelajaran. Selain itu tanaman dan bunga juga mempengaruhi psikologi
manusia, stres dan kesehatan.
Dr. Ulrich merupakan peneliti tingkah laku dan direktur dari Center for Health
Systems and Design di Universitas Texas A&M di Texas. Dr Ulrich juga
merupakan profesor dalam bidang arsitektur pertamanan (landscape) dan diakui
secara
internasional
sebagai
ahli
dalam
bidang
pengaruh-pengaruh
lingkungan,perilaku, dan kesehatan manusia.
139
Gambar 2.17 Ruang kerja yang menggunakan dekorasi tanaman dan bunga
•
Penelitian secara metode eksperimental yang dilakukan oleh Boyatzis dan
Varghese pada tahun 1994 mengenai emosi anak-anak terhadap warna-warna
menemukan bahwa warna-warna terang menimbulkan emosi yang positif (seperti
senang, kuat) dan warna-warna gelap (seperti hitam, abu-abu) menimbulkan
emosi yang negatif (seperti sedih, marah). Penelitian juga dilakukan terhadap
warna-warna ”dingin” (seperti biru, hijau, ungu) dan warna-warna ”hangat”
(seperti merah, kuning, oranye). Penelitian ini menemukan bahwa warna-warna
dingin menimbulkan perasaan tenang dan istirahat, sedangkan warna-warna
hangat menimbulkan perilaku aktif dan menstimulasi.
•
Data-data yang diperoleh dari website perusahaan Herman Miller:
Tabel 2.8 Perbedaan antara ciri kelas tradisional dengan situasi pembelajaran studio
Tabel di atas adalah perbandingan antara ciri kelas tradisional dengan situasi
pembelajaran studio yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Estrella
Mountain Community College oleh perusahaan Herman Miller. Dari tabel di atas
dapat dilihat perbedaan yang nyata antara kondisi ruang belajar tradisional dengan
kondisi ruang belajar yang dibutuhkan oleh siswa. Dari penelitian tersebut juga
140
ditemukan bahwa kelas yang nyaman secara fisik dan psikologi dapat
meningkatkan fokus pikiran, memperkecil perasaan terganggu, menjernihkan
pikiran dari gangguan yang dapat menghalangi pekerjaan atau pembelajaran.
Sedangkan ketidaknyamanan membuat orang merasa terganggu.
Gambar 2.18 Piramida cara pembelajaran berdasarkan penelitian National Training
Laboratories
Penelitian yang dilakukan oleh National Training Laboratories menemukan bahwa
pengajaran dan pembelajaran secara aktif dan kolaboratif terbukti lebih efektif
karena itu tempat duduk dalam kelas sebaiknya dibuat berkelompok melingkar
agar menunjang pengajaran secara kinetik dan dinamis. Tempat duduk jangan
disusun secara berbaris dan tidak dapat dipindah-pindah karena susunan tempat
duduk berbaris menimbulkan kepasifan.
141
Gambar 2.19 Ruangan yang sama dengan furniture yang fleksibel dapat membuat berbagai konfigurasi yang
dibutuhkan sesuai dengan model pembelajaran yang dibutuhkan.
Gambar 2.20 Membagi ide menjadi sebuah proses yang interaktif
142
Gambar 2.21 Furniture yang fleksibel dan dukungan teknologi memudahkan siswa untuk belajar
•
Penelitian dengan metode riset dan survey yang dilakukan oleh Beth Schapiro &
Associates menunjukkan bahwa kelas (ruang belajar) yang didesain dengan baik
akan meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa. Sehingga dapat dikatakan
bahwa desain ruang belajar memberikan dampak yang penting terhadap
pembelajaran dan prestasi siswa. Selain itu, kelas yang nyaman seperti tempat
duduk dan area belajar yang nyaman, pencahayaan yang baik, suasana yang tenang
merupakan hal penting dalam meningkatkan pembelajaran dan prestasi siswa.
Suasana yang tenang dapat dipenuhi dengan membatasi kapasitas siswa 15-20 orang
per kelas.
Material lantai yang direkomendasikan untuk ruang belajar adalah karpet karena
karpet tidak licin sehingga mencegah terpeleset, memberi kenyamanan, menyerap
suara.
•
Pencahaayaan pada ruang studio sebaiknya dari pencahayaan alami karena
pencahayaan alami adalah cahaya berspektrum penuh sehingga dalam tahap
143
pengerjaan pewarnaan kita dapat konsisten. Hal ini mengharuskan studio memiliki
bukaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan alami secara merata.
Tetapi pencahayaan buatan juga dibutuhkan untuk mengantisipasi cuaca yang tidak
menentu. Pencahayaan buatan (baik lampu incandescent maupun fluorescent)
sebaiknya mendekati pencahayaan alami yaitu yang berspektrum penuh.
Pencahayaan alami memiliki ukuran 100CRI (Color Rendering Index) karena itu
pencahayaan buatan juga sebaiknya yang mendekati 100CRI (sekitar 91 CRI ke
atas).
•
Penelitian Dr. Gilian Hale menemukan bahwa aromatik dapat digunakan untuk
meningkatkan konsentrasi, mengendurkan stres, meningkatkan produktivitas dan
mood (seperti aromatik cedarwood, dan daun lemon). Sedangkan aromatik ekaliptus
dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas, mengatasi kebingungan, dan
kegelisahan.
Dr. Gilian Hale adalah peneliti berkebangsaan Inggris yang bergelut dalam bidang
alternatif aromaterapi.
•
Penelitian ekstensif dan eksperimen yang dilakukan oleh Chris Boyd Brewer
(diambil dari buku yang telah ditulisnya yang berjudul Music and Learning pada
tahun 1995) menemukan bahwa musik dapat membantu dalam proses belajar karena
musik dapat meningkatkan kreativitas, fokus, perhatian, daya ingat, menimbulkan
inspirasi dan motivasi, menimbulkan imajinasi, merubah gelombang otak (menjadi
gelombang alpha karena gelombang alpha meningkatkan intuisi dan menimbulkan
rasa santai), dan lain-lain.
Khususnya untuk meningkatkan kreativitas, telah dilakukan sebuah penelitian pada
kelas mengarang (menulis) dan terbukti bahwa siswa menulis dua kali lebih banyak
ketika ada musik dibanding dengan ketika tidak ada musik.
Dari penelitian tersebut dihasilkan jenis-jenis musik yang dapat digunakan untuk
menstimulasi siswa:
-
Musik yang dapat membangkitkan suasana menggembirakan seperti: Dance of the
Renaissance karya Richard Searles, Emerald Castles karya Richard Searles, Sun
Spirit karya Deuter, dan lain-lain.
144
-
Musik yang dapat digunakan untuk membuat pengguna terfokus dan berkonsentrasi
seperti: Relax with the Classics dari the Lind Institute, Velvet Dreams karya Daniel
Kobialka, Mozart and Baroque Music dari the Barzak Institute, dan lain-lain.
-
Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan energi dan produktivitas, seperti:
Earth Tribe Rhythms karya Brent Lewis, Hooked on Classics, Tunes for Trainers,
dan lain-lain.
-
Musik yang dapat digunakan untuk membangkitkan kreativitas, seperti: Pianoforte
karya Eric Daub, Oceans karya Christopher Peacock, Mozart Effect: Relax,
Daydream, and Draw, dan lain-lain.
-
Musik yang dapat membangkitkan suasana yang menyenangkan dan penyambutan,
seperti: Boundaries karya Scott Wilkie, Echoes of Incas karya Ventana al Sol, dan
lain-lain.
BAB III
METODE PENELITIAN DAN STUDI KASUS
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Rancangan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang
telah dikemukakan pada bab di depan, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif. Dalam kaitan dengan penelitian
ini, metode kuantitatif dan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan tentang metode
pembelajaran seperti apa, bagaimana fasilitas ruang pendidikan yang dapat
mengakomodasi metode pembelajaran, dan bagaimana desain ruang studio desain
interior yang dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa desain interior di
pendidikan tinggi (seni rupa dan) desain di Indonesia.
145
Download