41 Lampiran 1 Teknik nekropsi hewan kecil 1. Hewan yang telah

advertisement
41
Lampiran 1
Teknik nekropsi hewan kecil
1. Hewan yang telah mati, setelah keadaan luarnya sudah diamati lubang
kumlah kemudian diletakkan dengan bagian dorsal menempel di atas meja
nekropsi. Lipatan ketiak disayat hingga persendian di axilla dan scapula
terlepas. Lipatan paha disayat hingga os femur pada persendian coxo-femoral
terlepas dari acetabulumnya.
2. Keadaan subkutis diperiksa dengan menguakkan jaringan ikat longgar
subkutis ke arah kanan dan kiri tubuh. Keadaan yang diamati antara lain
kelembaban,
perlemakan,
keadaan
limfoglandula
perifer
(lgl.
Submandibularis, lgl. Prescapularis, lgl. Axillaris, lgl. Poplitea), pada
perubahan warna dan ukuran dan adanya eksudasi.
3. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan cara otot perut digunting pada
linea alba kemudian pada batas costae ke arah kanan dan kiri. Pemeriksaan
tekanan negatif rongga dada dilakukan dengan cara melubangi otot
intercostalis dengan tusukan pisau. Diafragma digunting di dekat
perlekatannya dengan costae. Costae dipotong pada perbatasan tulang rawan
dan tulang keras. Setelah pembukaan rongga abdomen maka diperiksa bagian
situs viserum untuk melihat adanya cairan, perubahan posisi organ, valvulus,
perlekatan organ antara usus dengan usus atau usus dengan peritoneum.
Selain itu periksa juga keadaan situs viserum rongga dada apakah terdapat
akumulasi cairan, perubahan posisi organ, hernia diafragmatika, perlekatan
organ antara pleura costalis atau pleura pulmonum dengan perikardium. Jika
ada cairan dan jumlahnya cukup banyak diukur.
4. Alat tubuh rongga dada dikeluarkan dengan menyayat otot yang bertaut pada
os Mandibula hingga lidah dapat ditarik ke arah ventral. Lidah bersama
dengan esofagus dan trachea diangkat lalu sayat alat penggantung sehingga
paru-paru dan jantung bisa dikeluarkan dari rongga dada. Perbatasan esofagus
dan lambung dipotong setelah sebelumnya dilakukan ikatan ganda. Jantung
dan pembuluh darah (aorta serta a. pulmonum) dipisahkan dari pertautannya
dengan paru-paru. Laring, trakhea, dan bronchus diperiksa dengan
menggunting bagian tersebut pada bagian dimana cincin tulang rawan terbuka
lalu pengguntingannya dilanjutkan hingga cabang-cabang bronkhus.
Pengamatan PA dilakukan terhadap isi lumen dan keadaan mukosa.
5. Paru-paru diperiksa dengan menginspeksi adanya perubahan warna,
penggembungan, pengempisan, ada atau tidaknya bungkul. Palpasi
selanjutnya dilakukan untuk memeriksa kepadatan konsistensi, adanya
krepitasi yang berlebihan, dan dapat terabanya bungkul ataupun pasir padat
pada permukaan organ. Insisi dapat dilakukan pada bagian yang diduga berisi
darah, cairan berbusa, nanah, ataupun benda asing. Paru-paru juga diuji apung
apakah akan tenggelam atau tidak untuk memeriksa kejadian pneumonia.
6. Sebelum jantung diperiksa, keadaan perikardium dan epikardium dilihat
keadaannya. Jantung diperiksa dengan menyayat ventrikel jantung pada
dinding sejajar sulcus longitudinalis kanan dan kiri. Selain itu inspeksi
dilakukan untuk melihat adanya perubahan warna pada perikardium,
epikardium, miokardium, dan endokardium. Perubahan bentuk diamati
apabila terdapat kemungkinan adanya chicken fat clot, penebalan atau
42
penipisan dinding jantung dan juga penebalan pada katup bikuspidalis,
trikuspidalis, dan semilunaris. Palpasi pada daerah dinding jantung untuk
memastikan dinding tersebut melembek atau mengeras. Insisi perlu dilakukan
untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada dinding ventrikel.
7. Saluran pencernaan diperiksa mulai dari rongga mulut untuk melihat keadaan
gigi, gusi, dan mukosa pipi. Pemeriksaan dilanjutkan ke esofagus, lambung,
dan usus terhadap lumen dan keadaan mukosanya. Lambung sebelumnya
digunting terlebih dahulu pada kurvatura mayor sedangkan usus sebelumnya
digunting terlebih dahulu di dekat alat penggantungnya. Penyumbatan pada
saluran empedu mungkin dapat terjadi, untuk memeriksanya dilakukan
penekanan pada kantung empedu dan muara saluran empedu pada duodenum
lalu diamati.
8. Hati diperiksa secara inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna, pola
lobulasi yang jelas serta perubahan bentuk. Palpasi dilakukan selanjutnya
apabila ditemukan kemungkinan adanya perubahan konsistensi pada organ
tersebut. Selain itu insisi juga dilakukan untuk melihat adanya perubahan
warna pada bidang sayatan dan pengeluaran darah setelah dilakukan
penyayatan. Sedangkan pankreas diperiksa dengan cara inspeksi untuk
melihat adanya perubahan warna dan bentuk lalu dipalpasi untuk memeriksa
adanya perubahan konsistensi serta insisi dilakukan untuk melihat adanya
perubahan warna pada bidang sayatan.
9. Limpa diperiksa secara inspeksi untuk melihat perubahan warna, bentuk, dan
keadaan pada tiap tepi organ beserta kapsulanya. Palpasi pada limpa
dilakukan untuk memeriksa adanya perubahan konsistensi yang terjadi. Insisi
dilakukan sejajar dengan hilus. Permukaan bidang sayatan diusap untuk
melihat adakah pulpa merah yang terikut.
10. Organ urinari diperiksa dengan mengenali posisi ureter yang menghubungkan
ginjal dengan vesika urinaria. Pengeluaran uretra dilakukan dengan
menggergaji os pubis di sebelah kanan dan kiri dari symphisis pelvis. Ginjal
diperiksa secara inspeksi untuk melihat perubahan warna sesudah kapsula
dibuka dan bentuk permukaannya. Palpasi pada ginjal dilakukan untuk
memeriksa adanya perubahan konsistensi yang terjadi. Insisi dilakukan untuk
melihat perubahan warna dan batas pada korteks dan medulla serta
memeriksa adanya batu ginjal pada pyelum. Sedangkan untuk vesika urinaria
dilakukan pemeriksaan adakah penyumbatan uretra dengan menekannya lalu
diamati pengeluaran urin melalui uretra. Dinding vesika digunting lalu
dilakukan pengamatan terhadap isi dan permukaan mukosa. Pemeriksaan
ureter dan uretra dilakukan jika ditemukan adanya indikasi penyumbatan pada
saluran tersebut.
11. Rongga otak dibuka dengan membersihkan tulang tengkorak dari otot dan
kulit yang melekat. Tulang tengkorak digergaji dengan pola garis melingkar
tepat di belakang mata, di atas telinga, dan menuju lumen occipitale. Tulang
yang telah digergaji dicungkil dengan menggunakan pahat dan palu.
43
Pembuatan sediaan histopatologi
1. Dehidrasi
Organ yang telah berada dalam kaset jaringan dimasukkan ke dalam
ruang kedap udara mesin tissue processor untuk dilakukan dehidrasi,
penjernihan (clearing) dan infiltrasi jaringan oleh paraffin (infiltring).
Dehidrasi dilakukan bertahap dengan menggunakan alkohol dengan
konsentrasi bertingkat, dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol
absolut II, setelah itu dilakukan proses penjernihan (clearing) dengan
memasukkan sediaan ke dalam xylol, dua kali.
2. Infiltrasi parafin
Jaringan diinfiltrasi dalam parafin Histoplast® dengan merendamnya
dalam parafin cair sebanyak tiga kali ulangan.
3. Perendaman (Embedding) dan pencetakan (Block)
Sediaan yang telah diinfiltrasi oleh parafin (infiltring) ditanam dalam
cetakan yang telah berisi parafin cair setengah volume dinding cetakan, setelah
mulai membeku parafin cair ditambahkan lagi hingga cetakan penuh. Proses
dilakukan di mesin tissue embedding console Sakura®. Proses ini sebaiknya
dilakukan dekat sumber panas agar parafin tidak cepat membeku. Sediaan
tersebut diatur letaknya kemudian diberi label lalu dibekukan dalam
refrigerator untuk memudahkan dalam pemotongan.
4. Pemotongan
Jaringan dipotong setebal 5-6 µm menggunakan mikrotom Spencer®
dan hasil potongan diletakkan di atas air hangat untuk mencegah terjadinya
lipatan akibat pemotongan, sediaan dilekatkan di atas gelas objek, kemudian
dikeringkan dalam inkubator.
5. Pewarnaan HE
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) termasuk dalam jenis pewarnaan
ganda (double staning) karena menggunakan dua jenis zat warna. Pada
pewarnaan ganda, umumnya pewarnaan yang digunakan satu bersifat asam dan
yang lain bersifat basa. Paduan sifat tersebut menyebabkan bagian-bagian yang
bersifat asidofilik dan basofilik dapat ditonjolkan, sehingga inti yang bersifat
asam akan berwarna bitu karena berikatan dengan hematoxillin yang bersifat
basa, dan sitoplasma yang bersifat basa akan berwarna merah karena berikatan
dengan eosin yang bersifat asam. Tujuan pewarnaan ganda agar terlihat kontras
antara bagian yang bersifat asidofilik dan basofilik, sehingga pengamatan
bagian tertentu dapat lebih cepat dan jelas terlihat.
Setelah proses pewarnaan selesai, sediaan dikeringkan kemudian
dilakukan mounting yang merupakan proses penutupan preparat dengan cover
glass yaitu dengan cara meneteskan Canada Balsam sebanyak 1-2 tetes pada
bagian yang ada jaringannya, lalu preparat ditutup dengan cover glass dan
selanjutnya dapat dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop
(Humason 1972).
6. Pemeriksaan histopatologi
Preparat yang telah dibuat kemudian diamati di bawah mikroskop
cahaya untuk melihat perubahan pada sel ataupun organ. Lesi yang ditemukan
dianalisa secara deskriptif dan patogenesa.
44
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 27 Maret 1991. Penulis merupakan putra
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan S. Toto Budhy Warsito dan Nurhayati
Aziz. Penulis mengenyam pendidikan formal di SD Negeri 06 Cipinang Muara
Jakarta (2002), SMP Negeri 255 Jakarta (2005), dan SMA Negeri 12 Jakarta
(2008).
Tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Selama
menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO)
Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA), Komunitas Seni
STERIL, menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Patologi Sistemik II pada
tahun 2012, serta menjadi panitia pada beberapa kegiatan di lingkungan kampus.
Download