UNIVERSITAS INDONESIA TAKE HOME EXAM UTS MATA KULIAH

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
TAKE HOME EXAM UTS
MATA KULIAH SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Telaah Hasil Perkembangan Teknologi Informasi
OLEH:
Catharina Dwiana Wijayanti
1006748476
PROGRAM MAGISTER KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
KOLABORASI--INTEGRASI KEPERAWATAN, FARMASI DAN
INFORMASI TEKNOLOGI DALAM IMPLEMENTASI
BARCODE MEDICATION ADMINISTRATION SYSTEM
Abstract
Kesalahan pemberian obat menjadi perhatian berbagai Institusi. Agency for
Healthcare Research and Quality memperkirakan sebanyak 7.000 orang meninggal
pertahun karena kesalahan pemberian obat. Penyebab kesalahan obat 19% kesalahan
dosis dan 7% potensial menyebabkan dampak sangat berat. Implementasi barcode
medication administration system, menjadi upaya utama dalam meningkatkan
keselamatan pasien dan penurunan angka kesalahan pemberian obat. Kolaborasi
dengan bagian teknologi informasi, keperawatan dan farmasi untuk mendisain,
membangun dan mengimplementasikan sistem adalah sangat penting. Proses
kolaborasi digambarkan dalam 3 pendekatan yang saling tergantung untuk
menciptakan stabilitas dan daya dukung. Kolaborasi diperlukan diseluruh tingkatan
dalam memandu proses pelaksanaan baik dari pengguna yang bekerja langsung
dengan teknologi ini dan keterlibatan pemilik organisasi untuk berpartisipasi aktif
dalam proses. Sehingga disimpulkan bahwa kolaborasi, komunikasi yang baik dan tim
kerja merupakan hal utama perbaikan organisasi dalam meningkatkan keselamatan
pasien.
Kata Kunci: barcode, farmasi,
informasi teknologi,
kesalahan pemberian obat,
kolaborasi, perawat, farmasi, IT
PENDAHULUAN
Kesalahan pemberian obat di tatanan rumah sakit memberikan dampak langsung yang
besar terhadap keselamatan pasien dan mutu pelayanan. Leape (1995) etc
memperkirakan bahwa kejadian kesalahan pemberian obat 19% disebabkan oleh
kesalahan dosis dan 7% dari kesalahan tersebut menyebabkan dampak yang sangat
berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan pemberian obat terjadi pada
beberapa tahapan sebagai berikut: 39% saat dokter menginstruksikan obat, 12% saat
obat ditulis ulang di daftar obat, 11% selama proses pengobatan, dan 38% saat saat
perawat memberikan obat. Untuk memelihara mutu pelayanan pasien, salah satunya
adalah meminimalkan kejadian kesalahan pemberian obat, menurunkan biaya dan
meningkatkan keselamatan pasien. Untuk itu mulai dikerjakan solusi teknologi
informasi
untuk
meningkatkan
mengimplementasikan
Barcode
proses
tatacara
Medication
pemberian
Administration
obat
dengan
System.
Bagian
keperawatan dan farmasi akan menjadi partner aktif pada saat implementasi sistem
barcode. Hal ini didasari bahwa keperawatan adalah “pemilik” catatan pengobatan
pasien, sedangkan farmasi bertanggungjawab terhadap informasi pesanan obat pasien.
Tinjauan literatur ini berfokus pada sistem kolaborasi bagian farmasi, teknologi
informasi dan keperawatan dalam penerapan teknologi system barcode medication
administration untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta
fase-fase proses perubahan budaya organisasi dalam alur kerja, proses desain,
implementasi dan integrasi barcode medication administration system.
KAJIAN LITERATUR
Teknologi Barcode
Solusi teknologi informasi untuk meningkatkan proses tatacara pemberian obat dan
mengurangi kejadian kesalahan pemberian obat adalah dengan Barcode Medication
Administration System. Teknologi barcode secara otomatis akan melakukan cek 5
benar pada saat perawat melaukan scan tanda pengenal, dan mengidentifikasi tanda
pengenal pasien (gelang pengenal) untuk mengakses profil pengobatan pasien dan
memverifikasi nama obat, pasien, dosis, waktu dan cara pemberian yang tepat.
Pengecekan ini dilakukan untuk satu kali pemberian obat, disamping tempat tidur
pasien, sebelum obat diberikan. Proses kerja penggunaan barcode medication
administration system meliputi: (1) scan tanda pengenal agar dapat mengakses sistem
barcode, (2) mengambil obat di area penyimpanan, (3) cek label obat sesuai dengan
BCMA, (4) scan medication barcode, (5) scan tanda pengenal pasien dipergelangan
tangan, (6) memberikan obat, (7) dokumentasi. Seluruh proses tergambar dalam alur
kerja yang diilustrasikan di gambar 1 dan contoh tampilan di layar komputer
diilustrasikan di gambar 2.
Gambar 1. Alur Kerja Barcode Medication Administration System
Gambar 2. Tampilan Barcode Medication Administration System di Layar Komputer
Kolaborasi Multidisiplin
Kolaborasi merupakan suatu proses dimana seluruh bagian dapat melihat dari aspek
yang berbeda terhadap suatu masalah dan mengeksplorasi perbedaan dan mencari
solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Kekuatan dari dukungan diperlukan untuk
kesuksesan implementasi barcode medication administration system yang meliputi
bagian farmasi, teknologi informasi dan keperawatan, dimana saling ketergantungan
satu dengan yang lain untuk memelihara keseimbangan hubungan dan daya dukung.
Untuk melancarkan langkah-langkah
komunikasi maka dibentuk “desain tim
kolaborasi” yang terdiri dari direktur farmasi, manajer keperawatan, koordinator
klinik, perawat pendidik, perawat yang menguasai teknologi informasi, personil
penerimaan pasien dan perwakilan dari bagian informasi teknologi.
Proses Perubahan Budaya Organisasi Pada Penerapan BCMA
Menurut Kurt Lewin dalam proses adaptasi model perubahan ada tiga fase yaitu
unfreezing, moving, dan refreezing pada saat proses alur kerja, membuat desain,
implementasi dan integrasi barcode medication administration system.
1. Fase Unfreezing
Pada fase unfreezing konsentrasi utama adalah pada pemilihan vendor, lokasi
pemeriksaan, demonstrasi dan menginformasikan kebagian keperawatan. Satu hal
yang memudahkan untuk membangun dukungan dan mencegah terjadinya
penolakan terhadap implementasi barcode medication administration system
adalah melalui pendidikan dan melibatkan pengguna dalam pengambilan
keputusan. Uji coba alat merupakan satu hal penting dalam pemilihan dan
implemetasi barcode system. Alat di samping tempat tidur pasien digunakan untuk
menscan barcode pada tanda pengenal perawat, tanda pengenal pasien dan obat.
Dilakukan pilot project lima kartu yang berbeda dan lebih dari 500 evaluasi
dilakukan untuk mobilitas, stabilitas, kegunaan dan kemudahan penggunaan. Maka
dipilihlah portable bedside laptop computer on wheels (COW), alat ini
memungkinkan untuk melakukan proses scanning di samping tempat tidur pasien.
Selain itu dilengkapi dengan rak penyimpanan alat-alat yang diperlukan untuk
pemberian obat seperti mangkok, penggerus obat, kapas alcohol, kassa dan
pembalut. Portable COW didorong masuk ke kamar pasien dan diletakkan
disamping temapat tidur sehingga memungkinkan pasien untuk melihat ke layar
computer. Komputer dilengkapi wireless network card yang memfasilitasi
informasi terbaru yang terkoneksi dengan system wireless rumah sakit. Perawat
dapat mengakses langsung database informasi obat online rumah sakit ssat
mendapatkan pertanyaan pasien tentang obat yang baru atau yang tidak biasa
diberikan serta mencetak informasi tersebut untuk diberikan kepada pasien.
apabila perawat puas dengan hasil kerja alat maka penurunan angka kesalahan
harus dicapai.
2. Fase Moving / re-design
Pada fase moving, dilakukan redesign produk dengan melibatkan staf dalam hal
penampilan layar komputer sesuai dengan kebutuhan unit masing-masing selama
lebih
dari
6
bulan
sebelum
implementasi.
Pertemuan
setiap
minggu
diselenggarakan untuk mendiskusikan rencana setiap modul atau bagian dari
sistem. Sangatlah penting melibatkan setiap orang untuk memahami keputusan
perubahan dalam proses pemberian obat dan tatacaranya. Perubahan kebijakan dan
isi modul pelatihan operasional prosedur bagi perawat sebelum implementasi
system barcode dengan harapan perawat menjadi terbiasa dengan teknologi
tersebut dan menampung harapan perawat terhadap carakerja sistem barcode.
Redesign bisa dilakukan setelah mendapat masukan sehingga penggunaan
teknologi menjadi lebih efisen dan lebih meningkatkan keselamatan pasien.
Bagian farmasi melakukan install system robotic untuk melakukan packaging obat
dengan barcode. Ini merupakan proyek besar yang melibatkan bagian farmasi
dengan bagian informasi teknologi. Kebutuhan bagian farmasi rumah sakit dalam
pelaksanaan barcode system adalah staf farmasi harus memiliki kemampuan
dengan akurasi tinggi untuk melakukan beberapa pekerjaan secara terus menerus,
harus memiliki system backup untuk mengantisipasi kegagalan system dan
kegagalan memverifikasi proses untuk menurunkan terjadinya kesalahan. Untuk
itu dibutuhkan pemahaman dari staf farmasi atas adanya perubahan alurkerja, cara
berinteraksi dengan perawat ruangan dan yang lebih penting mereka tidak dapat
menghapus kesalahan penulisan dengan penggunaan system yang baru.
Tanggungjawab staf farmasi akan tampak terlihat seperti juga perawat dalam hal
penulisan, verifikasi, pengambilan dan pengantaran obat.
Peran bagian teknologi informasi adalah mempersiapkan teknologi wireless local
area network (WLAN), yang diperlukan untuk memudahkan akses diseluruh area,
mendukung
aplikasi,
mempersiapkan
peralatan,
infrastruktur
dan
mengintegrasikan dengan alat yang lain di rumah sakit. Bgaian teknologi informasi
berperan penting dalam pemilihan hardware, mengatur cara kerja alat, dan proses
otomatis lainnya yang diperlukan.
3. Fase Refreezing / fase implementasi / fase integrasi
Fase refreezing merupakan tahapan terakhir dalam proses perubahan. Persiapan
implementasi meliputi membuat account user, menginstall seluruh software dan
hardware, melatih seluruh pengguna alat, dan membuat perbaikan dari system atas
masalah-masalah yang terjadi sebelum mulainya pelaksaaan program.
Selama implementasi, dilakukan pertemuan setiap bulan untuk mengevaluasi
proses pelaksanaan program, menggali masalah yang terjadi, dan mendapatkan
feedback dari pengguna.
KESIMPULAN
Teknologi dapat menyediakan suatu peralatan yang sangat berguna untuk
meningkatkan keselamatan dalam pemberian obat. Barcode medication administration
system merupakan suatu mekanisme yang aman dalam proses pemberian obat mulai
dari order obat sampai dengan obat dikonsumsi oleh pasien. Dimana dengan
penerapan teknologi ini dimungkinkansistem double cek secara elektronik tentang
lima benar pemberian obat sehingga dapat meniingkatkan keselamatan pasein secara
efektif. Selain itu kepuasan pengguna alat ini lambat laun meningkat. Kesalahan
pemberian obat masih terjadi tetapi dengan jenis kesalahan yang berbeda.
Proses kolaborasi multidisiplin diperlukan dimana seluruh bagian dapat melihat dari
aspek yang berbeda terhadap suatu masalah dan mengeksplorasi perbedaan dan
mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Kolaborasi dilakukan untuk
menjamin kesuksesan implementasi barcode medication administration system yang
meliputi bagian farmasi, teknologi informasi dan keperawatan, dimana saling
ketergantungan satu dengan yang lain untuk memelihara keseimbangan hubungan dan
daya dukung dalam pelaksanaan barcode medication administration system.
REKOMENDASI

Saat dilakukan evaluasi kerja dengan melihat langsung disertai dengan
investigasi teknologi, tugas, organisasi, hubungan pasien, dan kondisi
lingkungan dalam upaya meningkatkan kerja staf.

Implementasi BCMA diperlukan ketelitian dan perhatian atas apa yang
dikerjakan. Jika memungkinkan dibentuk tim multidisiplin untuk mengevaluasi
kembali pelaksanaan agar mendapatkan data kualitatif maupun kuantitatif
terhadap pelaksanaan BCMA.

Evaluator dan tim implementasi harus menggunakan teknologi dari vendor
agar dapat mengevaluasi system hardware, software, pengguna, kebijakan, alur
kerja dan kebutuhan keselamatan pasien. Selain itu rumah sakit harus
memperlakukan control yang ketat.

Pastikan bahwa system BCMA didesain sesuai standar yang ditetapkan oleh
rumah sakit.

Negosiasi kontrak dengan vendor agar mendapatkan garansi maksimal
terhadap teknis kerja, alur kerja, pengguna dan keselamatan dan terutama
untuk menggaransi terjadinya masalah teknik.

Pengkajian
sebelum
pelaksanaan
untuk
mengidentifikasi
pengguna,
lingkungan, kebijakan, alur kerja, isu pasien. contohnya adalah:
o
Kaji karakteristik tampilan dari software, ukuran alat, lokasi informasi
software BCMA
o
Kaji isu lingkungan seperti area cakupan wireless, integrasi dengan
peralatan yang lain, penempatan COW
o
Kaji kebijakan yang diterapkan untuk melihat kembali penerapan
kebijakan yang baru terhadap tatacara pemberian obat dan kebijakan
apabila scanning tidak memungkinkan dilakukan.
o
Kaji kondisi pasien terutama untuk penempatan tanda pengenal di
pergelangan tangan bagi neonates karena tangannya masih terlalu keci
untuk penempatan tanda pengenal, anak-anak untuk kemungkinan
tertelan, dan pasien yang dibatasi kontak sosialnya.

Evaluasi terhadap proses pelaksanaan BCMA system harus dilaksanakan
secara terus menerus.
KEPUSTAKAAN
Fowler, susan B. et al (2009). Bar-Code Technology for Medication Administration:
Medication Errors and Nurse Satisfaction. American Association of Critical Care
Nurses. www. Proquest.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2011.
Foote, Sylvester and Coleman, John. (2008). Medication Administration: The
Implementation Process of Bar-Coding For Medication Administration to Enhance
Medication Safety. Nursing Economic. www.ebsco.com. Diakses tanggal 20 Oktober
2011.
Henry, Karen McBride et al (2007). A secondary care nursing perspective on
medication administration safety. JAN Original Research. Diakses di
www.proquest.com. Tanggal 20 Oktober 2011.
Henry,Karen McBride et al (2006) Medication administration errors: understanding
the issues. Diakses di www.proquest.com tanggal 20 oktober 2011.
Koppel, Ross, et al (2008). Workarounds to Barcode Medication Administration
Systems: Their Occurrences, Causes, and Threats to Patient Safety. American
Medical Informatics Association. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 6
November 2011.
Lynas, Katie (2010). A step forward for medication safety: Stakeholders agree to a
common standard for barcoding pharmaceuticals. www. Proquest.com. Diakses
tanggal 20 Oktober 2011.
Paoletti, Richard D, et al (2007). Using Bar-code Technology and Medication
Observation Methodology for Safer Medication Administration. American Journal of
Health-System Pharmacy. http://www.medscape.com. Diakses tanggal 6 November
2011.
Ronald, Schneider, et al (2008). Bar-Code Medication Administration: A Systems
Perspective. American Journal of Health-System Pharmacy.
http://www.medscape.com. Diakses tanggal 6 November 2011.
Ross, Joane. (2008). Collaboration—Integrating nursing, Pharmacy and
Information Technology into a Barcode Medication Administration System
Implementation. Connecting, Sharing, & Advancing Healthcare Informatics.
www.caringonline.org. Diakses tanggal 5 November 2011.
Ulanimo, Virginia M et al. (2007). Nurses perception Of causes of medication errors
and barriers to reporting. Diakses di www.proquest.com tanggal 20 oktober 2011.
Download