hubungan penggunaan peranti dengar dan bising mesin terhadap

advertisement
HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR
DAN BISING MESIN TERHADAP FUNGSI
PENDENGARAN PADA SISWA SMK X DI
TANGERANG SELATAN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Isna Akmalia
NIM: 1113103000053
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulilahirabbil’alamin, puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,
hingga kepada umatnya sampai akhir zaman.
Penelitian ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan
di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang selalu mengingatkan
penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
4. dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membimbing penulis baik
dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat
terselesaikan.
5. dr. Marita Fadhilah, Ph.D selaku Pembimbing II yang terus memberikan
bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian.
6. Dr. Iting Shofwati, ST., MKKK selaku PJ Laboratorium K3 yang telah
memberikan izin penggunaan alat serta Mbak Anis selaku laboran Kesling dan
v
Kak Ami selaku laboran K3, telah membantu penulis dalam penggunaan alat
laboratorium.
7. Kedua orang tua, IPDA H. Arsyad S.Pdi dan Hj. Royanih S.Ag,M.MPd yang
selalu memberikan doa, nasihat, dan kasih sayang, serta pengorbanan yang
penuh keikhlasan dan keridhaan yang menjadikan kelancaran dalam setiap
langkah hidup penulis. Serta kepada adik – adik penulis, Nazmia Baladini dan
Gina Qadaria serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk
menggapai cita – cita.
8. Riski Bastanta Ginting, yang terus mengingatkan, menemani dan memberikan
semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
9. Febianza Mawaddah Putri, Zaima Dzatul Ilma, dan M. Iqbal Khusni temanteman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama,
menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama
dalam
menyelesaikan penelitian ini.
10. Hazrina Julia, Salsabila Firdausi, Arwinda Tanti M, dan Tiara Bayyina, terima
kasih atas bantuan, do’a, semangat, motivasi, keceriaan, dan canda tawa yang
diberikan.
11. Seluruh mahasiswa PSKPD 2013 yang selalu memberikan semangat dan
motivasi.
12. Maria dan Saepulloh, selaku audiolog pada pemeriksaan audiometri, Yudi,
selaku wali kelas di SMK 2 tangsel, dan segenap civitas SMK 2 Tangsel yang
telah memberikan izin atas penggunaan sarana dan prasarana di lokasi pada
penelitian ini.
13. Seluruh percontoh yang telah bersedia menjadi sampel penelitian sehingga
penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini.
14. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung
maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil
laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.
vi
Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan ridho dari
Allah SWT, Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ciputat, 18 Oktober 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Isna Akmalia. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan
Penggunaan Peranti Dengar dan Bising Mesin terhadap Fungsi Pendengaran
pada Siswa SMK X di Tangerang Selatan. 2016.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh peranti dengar (PD) terhadap fungsi
pendengaran pada siswa SMK. Metode : Penelitian ini menggunakan desain
penelitian cross sectional yang terdiri dari 48 percontoh, 22 orang dari pengguna
PD berisiko dan 26 orang dari pengguna PD tidak berisiko. Seluruh percontoh
mengisi kuesioner perilaku penggunaan PD, dan dilakukan pemeriksaan otoskop,
pemeriksaan dosis bising, serta pengukuran ambang dengar dengan audiometri
nada murni oleh audiolog. Hasil : Penggunaan PD tidak berhubungan bermakna
secara statistik dengan kejadian takik, dilihat dari nilai p=0,674. Takik pada
pengguna PD berisiko sebesar 9,1% di telinga kanan dan sebesar 4,5% di telinga
kiri sedangkan pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8% pada telinga kanan
dan sebesar 11,5% pada telinga kiri. Gangguan dengar pada pengguna PD
berisiko sebesar 0% sedangakan pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8%.
Simpulan : Penggunaan PD tidak berhubungan dengan fungsi pendengaran pada
siswa SMK X di Tangerang Selatan.
Kata kunci: Peranti Dengar (PD), gangguan pendengaran akibat bising, takik,
gangguan dengar, siswa SMK, bising mesin
ABSTRACT
Isna Akmalia. Medical Profession and Education Study Program. Corelation
Between The Use of Listening Device and Machine Noise to Hearing
Function on X pre-vocational School in South Tangerang. 2016.
Objective : To investigate the effect of personal listening device (PLD) on
hearing function in pre-vocational student. Methods : This cross sectional study
was carried out among 48 students who eligible for participation, which consists
of 22 PLD users at risk and 26 regular PLD users. All participants filled out
questionnaires of PLD usage behavior, completed otoscope examination, noise
dosage examination, and performed pure tone audiometry by audiologist. Result :
The use of PLD was not significantly corelated with acoustic notches, based on
p=0,674. Acoustic notches on right ear in PLD users at risk is 9,1% and on the left
ear is 4,5% whereas acoustic notches on right ear in regular PLD users is 3,8%
and on the left ear is 11,5%. Hearing disfunction in PLD users at risk is 0%
whereas in regular PLD users is 3,8%. Conclusion : The use of PLD was not
corelated with hearing function on pre-vocational students in South Tangerang.
Key words : Personal Listening Device (PLD), noise induced hearing loss,
acoustic notch, hearing disfunction, vocational students, machine noise
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ..ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. .iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. .iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ..v
ABSTRAK ........................................................................................................... ....viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... .ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ....xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ....xiv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ .1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. ...1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... ...3
1.3 Hipotesis ........................................................................................................... ...3
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ ...3
1.4.1 Tujuan Umum .......................................................................................... .3
1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... .3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. .4
1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................. .4
1.5.2 Bagi Subjek Penelitian ............................................................................ .4
1.5.3 Bagi Masyarakat ...................................................................................... .4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... .. 5
2.1 Landasan Teori ................................................................................................. ...5
2.1.1 Anatomi dan Histologi Telinga ............................................................... .5
2.1.2 Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran................................................... 11
2.1.3 Bunyi ......................................................................................................... 13
2.1.3.1 Jenis-Jenis Bunyi berdasarkan Frekuensi................................ ..14
2.1.3.2 Intensitas Bunyi dan Skala Desibel ......................................... ..14
2.1.4 Gangguan Pendengaran ......................................................................... ..15
2.1.5 Gangguan Pendengaran Akbiat Bising ................................................ ..15
2.1.5.1 Pengaruh Kebisingan pada Pendengaran ................................... 18
2.1.5.2 Penggolongan Gangguan Pendengaran Akibat Bising.............. 19
2.1.5.3 Patogenesis Gangguan Pendengaran Akbiat Bising .................. 20
2.1.6 Pengukuran Bising.................................................................................... 21
2.1.6.1 Langkah-Langkah untuk Mengukur Bising ............................... 22
2.1.6.2 Cara Kalibrasi SLM ..................................................................... 24
2.1.7 Alat Pelindung Telinga............................................................................. 24
2.1.7.1 Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga ............................................25
ix
2.1.8 Pemeriksaan Audiometri .......................................................................... 29
2.1.8.1 Prosedur Tes Audiometri Nada Murni ....................................... 30
2.1.8.2 Interpretasi Hasil Pengukuran Audiometri ................................ 31
2.1.9 Jenis-Jenis Peranti Dengar ....................................................................... 32
2.2 Kerangka Teori .................................................................................................... 35
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................................ 36
2.4 Definisi Operasional ........................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 40
3.1 Desain Penelitian ................................................................................................. 40
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 40
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................... 40
3.3.1 Populasi dan Sampel yang Diteliti........................................................... 40
3.3.1.1 Populasi Target ............................................................................ 40
3.3.1.2 Populasi Terjangkau .................................................................... 40
3.3.1.3 Sampel .......................................................................................... 40
3.3.2 Jumlah Sampel .......................................................................................... 41
3.3.3 Cara Pemilihan Sampel ............................................................................ 41
3.3.4 Kriteria Sampel ...................................................................................... ..42
3.3.4.1 Kriteria Inklusi ............................................................................. 42
3.3.4.2 Kriteria Eksklusi .......................................................................... 42
3.4 Alat dan Bahan Pengumpulan Data ................................................................... 42
3.5 Cara Kerja Penelitian .......................................................................................... 43
3.6 Alur Penelitian..................................................................................................... 45
3.7 Manajemen Data ................................................................................................. 45
3.7.1 Pengumpulan Data................................................................................. ..45
3.7.2 Pengolahan Data ....................................................................................... 46
3.7.3 Analisis Data .......................................................................................... ..46
3.7.3.1 Analisis Data Univariat ............................................................ ..46
3.7.3.2 Analisis Data Bivariat .............................................................. ..47
3.7.4 Rencana Penyajian Data .......................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 48
4.1 Karakteristik Percontoh ................................................................................... ..49
4.1.1 Sebaran Karakter Bising Mesin ............................................................ ..51
4.2 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK
Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko .............................. 52
4.3 Hubungan Skor Perilaku Pengguna PD terhadap Kejadian Takik ................... 52
4.4 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 56
5.2 Saran .................................................................................................................... 56
x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 58
LAMPIRAN ............................................................................................................. 62
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Histologi Telinga Dalam .......................................................................... 10
Tabel 2.2 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan .................. 16
Tabel 2.3 Batas Paparan Kebisingan yang diizinkan menurut Occupational
Safety and Health Administration (OSHA)............................................. 17
Tabel 2.4 Tingkat Kebisingan Berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan
Hidup......................................................................................................... 18
Tabel 2.5 Definisi Operasional ................................................................................. 37
Tabel 4.1 Karakteristik Percontoh Berdasarkan Perilaku Pengguna PD ............... 49
Tabel 4.2 Karakteristik Bising Mesin ...................................................................... 51
Tabel 4.3 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK
Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko .................... 52
Tabel 4.4 Hubungan Perilaku Penggunaan PD terhadap Kejadian Takik ............. 53
Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Latar Belakang Maksimum yang Diperbolehkan
selama Pengujian Audiometri menurut ANSI S3.1-1991, OSHA
Tabel D-2 (1981), dan OSHA Tabel D-1 (1983) .................................... 55
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Telinga ................................................................................ 5
Gambar 2.2 Tulang Pendengaran .......................................................................... 6
Gambar 2.3 Sistem Kanal Telinga Dalam ............................................................ 8
Gambar 2.4 Innervasi Telinga Dalam ................................................................... 8
Gambar 2.5 Internal Koklea .................................................................................. 10
Gambar 2.6 Organ Corti ........................................................................................ 10
Gambar 2.7 Transmisi Suara dalam Telinga ........................................................ 11
Gambar 2.8 Gelombang Frekuensi di Regio Membran Basilar .......................... 12
Gambar 2.9 Potensial Koklea dan Distribusi Elektrolit ....................................... 13
Gambar 2.10 Jaras Aferen Audiotori .................................................................... 13
Gambar 2.11 SLM Krisbow KWD6-291 .............................................................. 21
Gambar 2.12 Formable .......................................................................................... 26
Gambar 2.13 Molded/Pre Molded Plug ................................................................ 26
Gambar 2.14 Tutorial Menggunakan Sumbat Telinga dengan Benar................. 27
Gambar 2.15 Ear Muff ........................................................................................... 28
Gambar 2.16 Helm ................................................................................................. 29
Gambar 2.17 Audiogram beserta Simbol-Simbol Audiometri ............................ 30
Gambar 2.18 Audiogram Tuli Konduktif ............................................................. 31
Gambar 2.19 Audiogram Tuli Sensorineural ....................................................... 32
Gambar 2.20 Audiogram Tuli Campuran ............................................................. 32
Gambar 2.21 Circumaural Headphone................................................................. 33
Gambar 2.22 Supraaural Headphone ................................................................... 33
Gambar 2.23 Earphone .......................................................................................... 33
Gambar 2.24 Canalphone ...................................................................................... 34
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden Subjek
Penelitian ............................................................................................. 62
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data ................. 68
Lampiran 3 Surat Izin Peminjaman Alat SLM......................................................... 69
Lampiran 4 Gambar Proses Penelitian ..................................................................... 70
Lampiran 5 Audiogram ............................................................................................. 72
Lampiran 6 Hasil Uji Statistik .................................................................................. 73
Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis ......................................................................... 74
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan peningkatan penggunaan teknologi mobile seperti telepon
seluler dan alat musik portabel, gangguan pendengaran kini muncul sebagai fokus
kesehatan masyarakat1, terutama pada anak-anak dan remaja. Tahun 2006, 1 dari
5 remaja berusia 12-19 tahun menderita gangguan pendengaran di Amerika.2
Kebanyakan dari kaum muda ini menderita gangguan pendengaran frekuensi
tinggi bilateral yang sering disebabkan oleh paparan kebisingan. 2 Data
menyebutkan 12,5% dari anak yang berusia 6-19 tahun atau sekitar 5,2 juta
terbukti mengalami peningkatan ambang pendengaran karena paparan kebisingan
(Niskar et al., 2001)3. Penggunaan peranti dengar (PD) pada remaja 15-18 tahun
umumnya dipasang pada volume maksimal4 yang memiliki rata-rata 105 desibel5.
World Health Organization (WHO) juga melaporkan anak-anak Amerika Utara
dapat menerima kebisingan di sekolah lebih tinggi dari pada pekerja pabrik yang
bekerja 8 jam (WHO, 1997).3
Paparan berulang dan lama terhadap suara ≥ 85 desibel dapat
menyebabkan gangguan pendengaran. Proses terjadinya gangguan pendengaran
akibat kebisingan adalah bertahap sehingga tidak disadari kapan fungsi
pendengaran mulai terganggu.5 Gangguan pendengaran akibat bising pada anak
berusia 16 tahun akan memperburuk hingga melemahkan fungsi pendengaran
dikehidupan mendatang meskipun terjadi secara bertahap. 3 Review dari Scientific
Committee on Emerging and Newly Identified Health Risks on Health Risks of
Personal Music Players (PMP) menyebutkan bahwa 5-10% pendengar beresiko
tinggi gangguan pendengaran permanen setelah selama 5 tahun atau lebih
mendapat paparan.6
Awal studi epidemiologi gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
bising mengeksplorasi adanya hubungan atau faktor risiko antara pekerjaan,
1
2
paparan tingkat kebisingan dan derajat gangguan pendengaran. 7 Survey terakhir
dari Multi Center Study (MCS) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan
salah satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan
pendengaran cukup tinggi, yakni 4,6 % sementara tiga negara lainnya yakni Sri
Lanka (8,8 %), Myanmar (8,4 %), dan India (6,3 %). Menurut studi tersebut
prevalensi angka 4,6 % cukup untuk menimbulkan masalah sosial di tengah
masyarakat akibat ganngguan pendengaran.8
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pendidikan yaitu perluasan
akses terhadap pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencanangkan
road map SMK 2006-2010 yang menargetkan rasio SMA:SMK = 50:50, dengan
7.000 SMK, 3,06 juta siswa, dan 217.000 guru pada tahun 2009/2010.
Pengembangan SMK ditempuh dengan melengkapi sekolah dengan fasilitas
perpustakaan, bengkel dan laboratorium untuk semua SMK (Joko Sutrisno, 2007:
33). Tantangan yang dihadapkan yaitu risiko gangguan pendengaran terhadap
bising yang berasal dari penggunaan alat-alat dan mesin. Salah satu aspek penting
bagi suatu SMK adalah aspek keselamatan dan kesehatan kerja bagi segenap
warga sekolah, baik itu guru, karyawan, siswa serta serta masyarakat sekitar
sekolah.9
Sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran yang optimal
diperlukan suatu analisis tentang kondisi bahaya yang ada. Diharapkan penelitian
ini mampu menjadi informasi awal untuk menyusun rencana pengelolaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai bagian penting manajemen
bengkel di SMK.9
Peneliti ingin mengetahui perbandingan fungsi pendengaran pada siswa
SMK pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap
fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan?
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi
pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi
pendengaran pada siswa SMK yang terpapar bising mesin.
1.4.2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran perilaku penggunaan PD, yakni lama penggunaan
PD, durasi penggunaan PD dalam satu hari, frekuensi penggunaan PD
dalam satu minggu, dan tingkat volume/dosis kebisingan yang biasa
didengarkan oleh siswa SMK.

Mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung telinga dan
karakteristik bising mesin pada SMK X.

Mengetahui apakah terdapat hubungan antara perilaku penggunaan PD
dengan kejadian takik pada pemeriksaan audiometri.

Mengetahui angka gangguan dengar pada siswa SMK.
4
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi derajat ambang pendengaran pada siswa SMK
pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko.

Mengaplikasikan
ilmu
dan
pengetahuan
dalam
merancang
dan
melaksanakan penelitian.
1.5.2. Bagi Subjek Penelitian
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap bahaya penggunaan PD
pada pendengaran yang telah terpapar bising mesin secara rutin.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber data bagi instansi pendidikan, kesehatan, media informasi
dan komunikasi, serta pihak-pihak yang terlibat dalam gangguan pendengaran
pada remaja untuk bahan pertimbangan dalam mengedukasi para remaja sebagai
upaya promotif dan preventif tentang bahaya bising.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Anatomi dan Histologi Telinga
Telinga terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam.10

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna dan meatus auditori eksterna. Pinna
merupakan kartilago elastik yang ditutupi kulit dan menempel ke kepala karena
ligamen dan otot.10 Meatus auditori eksterna merupakan saluran sepanjang 2,5 cm
dan terdapat rambut halus serta kelenjar keringat terspesialisasi yang disebut
kelenjar seruminosa.10 Rambut dan sekret serumen berfungsi untuk mencegah
debu dan benda asing masuk ke bagian internal telinga. 10 Serumen biasanya akan
menguap dan keluar ke arah telinga eksternal.10
Gambar 2.1 Anatomi Telinga10
5
6

Telinga Tengah
Telinga tengah berlokasi di dalam pars petrosum os temporal dengan batas
anterior nasofaring melalui tuba eustachii dan batas posterior antrum timpani.10
Dinding medial telinga tengah memiliki tingkap bulat dan tingkap oval yang
menghubungkan telinga tengah dan telinga dalam.10 Terdapat 3 osikel yaitu
maleus (palu) yang terikat ke membran timpani, stapes (sanggurdi) yang melekat
ke tingkap oval, dan incus (landasan) yang terletak diantaranya. Osikel dilengkapi
dengan ligamen dan otot skelet.10 Terdapat 2 otot skelet yaitu tensor timpani yang
diinervasi cabang mandibular dari nervus trigerminal (V) dengan fungi protektsi
yaitu membatasi peningkatan regangan membran timpani untuk mencegah
kerusakan telinga dalam dari suara keras dengan menarik maleus ke anteromedial
dan muskulus stapedius yang diinervasi nervus fasialis (VII) akan menarik stapes
ke arah posterior untuk menurunkan transmisi getaran bunyi melalui tingkap
oval.10 Tuba eustachii menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring dan
tertutup ke arah medial namun saat mengunyah dapat terbuka untuk
menyamaratakan tekanan udara pada membran timpani di kedua bagian telinga. 10
Gambar 2.2 Tulang Pendengaran10
7

Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari 2 sistem kanal yaitu labirin oseus dan labirin
membranosa.10
o Labirin Oseous
Labirin oseus dilapisi endosteum dan terdiri dari vestibulum, kanal
semisirkularis, dan koklea.10 Ruangan ini terpisah dari labirin membranosa oleh
ruang pelimfatik yang berisi cairan perilimf.10 Komposisi perilimf serupa dengan
cairan plasma sedangkan komposisi endolimf serupa dengan sitosol. Perlimf
bersirkuasi dalam tunnel corti dan ruang nuel’s. 11
 Vestibulum
Vestibulum merupakan pusat labirin tulang.10 Pada dinding lateralnya
terdapat tingkap oval (fenestra vestibuli) yang tertutup membran dan berhubungan
dengan stapes serta tingkap bulat (fenestra cochleae) yang tertutup membran
juga.10
 Kanalis Semisirkularis
Kanalis semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang saling
tegak lurus dan terbagi menjadi bagian superior, lateral, dan posterior yang bagian
proksimalnya mengalami pelebaran yang disebut ampula.10 Kanalis semisirkularis
berawal dan berakhir pada vestibulum, kecuali bagian anterior – posterior yang
bergabung sehingga hanya ada 5 orifisium pada vestibulum.10
 Koklea
Koklea terletak di anterior vestibulum, bentuknya seperti rumah siput yang
mengerucut dengan diameter dasar 9 mm, tinggi 5 mm, tersusun atas 2 3/4
putaran, dan mempunyai sumbu di modiolus yaitu tonjolan tulang yang
membentuk lamina spiral dimana terdapat ganglion spiral.10
8
Gambar 2.3 Sistem Kanal Telinga Dalam10
Gambar 2.4 Innervasi Telinga Dalam10
o Labirin Membranosa
Labirin membranosa terdapat di dalam labirin tulang, mengandung cairan
yang disebut endolimf, dan dihubungkan dengan labirin tulang melalui untaian
jaringan ikat serta vaskular.10
 Utrikulus dan Sakulus
Labirin membranosa yang terdapat dalam vestibulum yaitu utrikulus dan
sakulus.10 Utrikulus dan sakulus berhubungan melalui duktus endolimfatikus
kemudian bermuara di sakus endolimfatikus sedangkan sakulus berhubungan
dengan duktus koklearis melalui duktus reuniens di bagian inferior. 10 Pada bagian
ini terdapat makula utrikulus dan makula sakulus yang merupakan reseptor
orientasi kepala terhadap gravitasi dan akselerasi.10 Makula utrikuli yang terletak
9
dalam utrikulus di bagian inferior mendeteksi akselerasi horizontal linier
sedangkan makula sakuli yang terletak dalam sakulus di bagian medial
mendeteksi akselerasi vertikal linier.10 Makula utrikulus dan makula sakulus
terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel sustentakular untuk menjaga sel rambut dan
membentuk endolimf, serta neuroepitelium yang mempunyai 1 kinosilia dan 50 –
100 stereosilia yang terdiri dari sel rambut tipe I (kerucut) dan sel rambut tipe II
(silindrik).10 Permukaan makula terdapat lapisan gelatin yang disebut membran
otolitik yang mengandung otokonia yaitu badan kristal kecil yg terdiri dari
kalisium, karbonat, dan protein.10
 Duktus Semisirkularis
Labirin membranosa yang terdapat dalam kanalis semisirkularis yaitu
duktus semisirkularis.10 Pada ampula kanalis semisirkularis terdapat reseptor
krista ampularis yang mendeteksi gerakan linier & angular.10
 Duktus Koklearis
Labirin membranosa yang terdapat dalam koklea yaitu duktus koklearis
yang terdiri dari terdiri dari 3 ruang yaitu skala vestibuli (superior), skala timpani
(inferior), dan skala media atau duktus koklearis (media) yang berisi endolimf.10
Skala vestibuli dan skala timpani yang berisi perlimf bertemu membentuk apeks
koklea atau helikotrema.10 Skala media dibatasi oleh membrana vestibularis
reisnerri di superior dan membran basilaris pada bagian inferior.10 Di dalam skala
media terdapat organ corti yang tersusun atas sel-sel penyokong yang terdiri dari
sel tiang, sel falang, sel border, sel hensen, sel botcher, dan sel claudius, serta sel
rambut yang terdiri dari sel rambut luar dan sel rambut dalam. Permukaan organ
corti diliputi materi gelatinosa yaitu membaran tektoria.10 Sel rambut luar terdiri
dari 100 stereosilia yang akan berkontak dengan membran tektoria dan diinervasi
oleh saraf eferen (n. kolinergik dari ganglion spinal).11 Sel rambut dalam memiliki
silia yang berkontak langsung dengan endolimf dan diinervasi 90 % oleh serat
aferen ganglion spinal. 11
10
Tabel 2.1 Histologi Telinga Dalam10*
Labirin Oseus
Labirin Membranosa
Neuroepitelium
Kanal Semisirkularis
Duktus Semisirkularis
Krista Ampularis
Materi Gelatin
Kupula
Vestibulum
Ustrikus dan Sakulus
Makula Utrikus dan
Makula Sakulus
Membran Otolit
*sudah diolah kembali
Gambar 2.5 Internal Koklea10
Gambar 2.6 Organ Corti10
Koklea
Duktus Koklea
Organ Corti
Membran Tektoria
11
2.1.2. Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran
Gambar 2.7 Transmisi Suara dalam Telinga 12
Telinga manusia dapat bervibrasi 30-30.000 perdetik.10 Gelombang suara
dihantarkan dengan kecepatan 340 m/s.10 Suara dari lingkungan eksternal akan
dikonvergenkan oleh pinna kemudian ditransmisikan di meatus auditori eksterna
ke membran timpani.10 Membran timpani bergetar lambat pada gelombang suara
frekuensi rendah dan cepat pada frekuensi tinggi.10 Pusat membran timpani yang
langsung berhubungan dengan malleus menyebabkan malleus ikut bergetar
kemudian incus, dan terakhir stapes.10
Stapes menempel ke tingkap oval sehingga tingkap oval ikut bergetar.10
Vibrasi tingkap oval 20 kali lebih kuat karena osikulus mentransmisikan getaran
dengan sempurna dari membran timpani yang berdiameter lebih besar ke tingkap
oval yang berdiamter lebih kecil.10 Pergerakan tingkap oval mendorong perilimf
ke skala vestibuli.10 Perilimf dapat bergetar jika tingkap bulat menonjol keluar
seiring tingkap oval yang menonjol ke dalam.10 Oleh karena itu dibutuhkan dua
tingkap pada telinga dalam.10 Kemudian membran vestibular pada skala vestibuli
tergetar sehingga endolimf dalam duktus koklearis bergetar dan diikuti membran
basilaris.10 Pada daerah dekat tingkap oval gelombang ditransmisi dengan
keceparan tinggi dan amplitudo yang rendah, seiring dengan mendekati apeks
maka kecepatan akan berkurang dan amplitudo akan meningkat.11 Selain itu,
12
membran basilaris bergetar pada frekuensi berbeda relatif terhadap lebarnya.
Sehingga bunyi frekuensi rendah dideteksi dekat apeks koklea sedangkan bunyi
frekuensi tinggi dideteksi dekat dasar koklea.12 Elekrtomotilitas sel rambut luar
mampu mengamplifikasi (40 dB amplifikasi) sebelum gelombang suara mencapai
sel rambut luar.11
Vibrasi membran basilaris menyebabkan membran tektoria bergetar
sehingga silia sel rambut luar bergerak melawan membran tektoria membentuk
shearing motion.12 Melalui tip links, kanal kation mechanosensitive transduction
K+ Na+ Ca+ channels pada membran siliaris terbuka.11 Potensial endolimf berkisar
+80 sampai +110 sedangkan pada sel rambut dalam -40 dan sel rambut luar -70.11
Perbedaan potensial tersebut menghasilkan gaya influks kation, sehingga
mendorong terjadinya depolarisasi.11 Kemudian terjadi sekresi neurotransmitter
glutamat yang akan berikatan dengan reseptor AMPA.11 Akhirnya tercetus
potensial aksi dari sel rambut luar yang aksonnya terproyeksi ke cabang koklear
dari nervus VIII lalu diteruskan impulsnya ke hind brain lalu berlanjut ke superior
olives yang impulsnya berjalan kontralateral dan ipsilateral dan ke n. Accesorius
lalu ke lemniskus lateral yang implusnya berjalan kontralateral dan ipsilateral lalu
ke inferior quadrigerminal bodies di mid brain lalu ke medial geniculatum di
thalamus dan berakhir pada korteks primer auditorious pada fissura lateral lobus
temporal otak dimana suara itu diinterpretasikan.11
Gambar 2.8 Gelombang Frekuensi di Regio Membran Basilar12
13
Gambar 2.9 Potensial Koklea dan Distribusi Elektrolit11
Gambar 2.10 Jaras Aferen Auditori11
2.1.3. Bunyi
Bunyi merupakan gelombang mekanik karena membutuhkan medium untuk
memindahkan energi.11 Sumber bunyi yang bergetar akan mendorong partikel
medium secara horizontal ke depan dan menariknya ke belakang.11 Karena arah
gerakan partikel sejajar, maka gelombang bunyi tergolong dalam gelombang
longitudinal.11 Partikel medium yang terdorong akan mendekat dan menekan satu
14
sama lain sehingga menghasilkan tekanan yang tinggi.11 Karena getaran merubah
posisi partikel dari letak keseimbangnnya maka pada daerah lain didapatkan
partikel medium yang meyebar terpisah dan menghasilkan tekanan yang rendah.11
Pada medium udara daerah yang bertekanan tinggi disebut rapatan sedangkan
daerah yang bertekanan rendah disebut renggangan.11
2.1.3.1 Jenis-Jenis Bunyi berdasarkan Frekuensi
Berdasarkan berapa kali partikel medium bergetar ketika gelombang bunyi
melewati medium, bunyi dibedakan menjadi 3 jenis yaitu 11 :
 Bunyi Audiosonik
Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi antara 20 Hz-20.000 Hz
 Bunyi Infrasonik
Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi kurang dari 20 Hz
 Bunyi Ultrasonik
Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi lebih dari 20.000 Hz
Telinga manusia mampu mendengar bunyi audiosonik namun tidak mampu
mendengar bunyi infrasonik dan ultrasonik.11 Pendengaran orang dewasa paling
sensitif pada frekuensi 500 Hz-8000 Hz.11
2.1.3.2. Intensitas Bunyi dan Skala Desibel
Intensitas bunyi adalah daya gelombang yang dipindahkan melalui bidang
tertentu tiap satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. 11
Telinga manusia mampu mendeteksi bunyi dengan intensitas antara 10 -12 W/m2
sampai 1 W/m2.11 Intensitas yang lebih besar dari 1 W/m2 dapat menyakitkan dan
merusak telinga.11 Intensitas ambang pendengaran manusia adalah intensitas
bunyi terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia yaitu 10 -12 W/m2.11
Intensitas ambang perasaan adalah intensitas bunyi terbesar yang masih dapat
didengar oleh telinga manusia tanpa rasa sakit yaitu 1 W/m2.11 Para ahli fisika
merumuskan rentang intensitas pendengaran manusia yang sangat luas dengan
15
kelipatan 10 yang dinamai dengan skala desibel.11 Jadi suatu bunyi dengan
intensitas 10 n sama dengan 10 x n desibel.11
2.1.4. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran atau tuli di golongkan menjadi tiga yaitu gangguan
pendengaran konduktif, sensorineural, dan campuran. 13 Gelombang bunyi
dikonvergenkan oleh pinna kemudian ditransmisikan dalam bentuk getaran oleh
membran telinga dan osikel.10 Fungsi pendengaran ini berada pada telinga luar
dan tengah.10 Fase penghantaran gelombang disebut fase konduktif oleh karena itu
apabila terdapat kelainan pada fase ini maka disebut gangguan pendengaran
konduktif atau tuli konduktif. 13
Getaran bunyi yang masuk ke telinga dalam dikonversi menjadi sinyal saraf
dan dikirim ke otak untuk dipersepsikan menjadi bunyi.10 Bagian koklea dan
nervus koklearis berperan dalam fase ini yang dinamakan fase sensorineural. 13
Kelainan pada fase ini disebut gangguan pendengaran sensorineural atau tuli
perseptif.13 Gangguan pendengaran sensorineural dibedakan menjadi gangguan
pendengaran koklearis dan retrokoklearis.13 Hal yang dapat menyebabkan
gangguan pendengaran sensorineural adalah penyakit, cedera dan paparan
kebisingan.
Jika terjadi kelainan pada telinga luar, tengah, dan dalam yang
mengakibatkan gangguan pendengaran maka tergolong dalam gangguan
pendengaran atau tuli campuran.13
2.1.5. Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah tuli akibat terpapar oleh bising
yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama. 14 Bising adalah bunyi
yang mengganggu atau tidak dikehendaki.14 Sedangakan secara audiologi, bising
adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. 14 Bising yang bisa
menyebabkan kerusakan organ sensorineural yaitu bunyi dengan intensitas 85
dB.14 Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising adalah 15:
16

Bersifat sensorineural.

Bersifat bilateral.

Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss). Derajat
ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

Apabila
paparan
bising
dihentikan,
tidak
dijumpai
lagi
penurunan
pendengaran yang signifikan.

Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000, dan
6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.

Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000, dan
6000 Hz akan mencapai tingkat yang minimal dalam 10 – 15 tahun.
Tabel 2.2 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan16
Waktu pemaparan per hari
Intensitas kebisingan dalam
dBA
85
88
91
94
8
4
2
1
Jam
30
15
7.5
3.75
1.88
0.94
Menit
97
100
103
106
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Detik
115
118
121
124
27
130
133
136
139
Catatan :
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA walaupun hanya sesaat
17
Tabel 2.3 Batas Paparan Kebisingan yang diizinkan menurut Occupational Safety
and Health Administration (OSHA)17
Tingkat Intensitas
Bising (dBA)
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
Waktu yang diizinkan per hari (jam)
8.00
6.96
6.06
5.28
4.60
4.00
3.48
3.03
2.63
2.30
2.00
1.73
1.52
1.32
1.15
1.00
0.86
0.76
0.66
0.56
0.50
0.43
0.38
0.33
0.28
0.25
0.21
18
Tabel 2.4 Tingkat Kebisingan berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup18
Peruntukan Kawasan Lingkungan Kegiatan
Tingkat Kebisingan dB (A)
a.
Peruntukan kawasan
1.
Perumahan dan pemukiman
33
2.
Perdagangan dan jasa
70
3.
Perkantoran dan perdagangan
65
4.
Ruang hijau terubuka
50
5.
Industri
70
6.
Pemerintahan – forum
60
7.
Rekreasi
70
8.
Khusus
-
Bandara
-
Stasiun KA
-
Pelabuhan laut
70
-
Cagar budaya
60
b.
Lingkungan kegiatan
1.
Rumah sakit – sejenisnya
55
2.
Sekolah – sejenisnya
55
3.
Tempat ibadah - sejenisnya
55
2.1.5.1 Pengaruh Kebisingan pada Pendengaran
Paparan bising dengan waktu yang lama dan frekuensi bunyi serta intensitas
yang tinggi awalnya akan menimbulkan reaksi tidak nyaman pada telinga tetapi
lama-kelamaan tidak dianggap mengganggu karena telah teradaptasi.14 Kemudian
secara perlahan-lahan terjadi peningkatan ambang pendengaran sementara yang
dapat pulih 1-2 jam.14 Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula
terjadi pada frekuensi 4000 Hz.14 Gejala trauma akustik tersering adalah tinnitus.13
Tinnitus didefinisikan sebagai bunyi berdenging abnormal dalam telinga. 13 Bising
19
dengan intensitas tinggi yang berlangsung sekitar 10-15 tahun akan menyebabkan
kerusakan organ corti sehingga terjadi peningkatan ambang pendengaran
permanen.14 Umumnya frekuensi pendengaran mengalami penurunan pada 30006000 Hz dan kerusakan organ corti terjadi pada frekuensi 4000 Hz. 14 Daerah
organ corti sekitar 8 – 10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah 4 kHz pada
audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap kebisingan.
Hal ini dikarenakan daerah 4 kHz mempunyai bentuk anatomi yang tegak lurus
dengan membran timpani sehingga bunyi yang masuk ke telinga akan langsung
mengenai tonotopik 4 kHz. Jika seseorang terpapar oleh kebisingan maka sel
rambut yang rusak pertama kali adalah yang berada pada basis koklea karena
menerima gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Oleh karena itu secara
perlahan-lahan orang tersebut mengalami kenaikan ambang pendengaran.
2.1.5.2. Penggolongan Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Gangguan Pendengaran Akibat Bising Sementara / Noise Induced
Temporary Threshold Shift (NITTS)
Pada masa awal terpapar bising secara aktif dapat ditemukan adanya
kenaikan ambang pendengaran pada frekuensi tinggi.14 Pada gambaran audiometri
tampak sebagai notch yang curam pada frekuensi 4000 Hz sehingga disebut
acoustic notch.14 Biasanya gangguan pendengaran ini akan pulih dengan lama
waktu pemulihan tergantung pada respon masing-masing individu. 14

Gangguan Pendengaran Akibat Bising Permanen / Noise Induced
Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Gangguan pendengaran yang permanen merupakan kelanjutan dari paparan
bising yang lama dengan intensitas tinggi.14 NIPTS berlangsung pada frekuensi
4000 Hz kemudian menyebar ke fekuensi sekitarnya yang lebih rendah (30002000 Hz).14 Gejala awal yang dirasakan adalah kesulitan mendengar pada keadaan
ramai.14 Notch terlihat pada frekuensi 3000-6000 Hz Pada audiogram tetapi
berubah menjadi datar pada frekuensi tinggi.14
20
2.1.5.3. Patogenesis Gangguan Pendengaran Akibat Bising 13
Gelombang bunyi dengan intensitas tinggi yang terpapar dalam jangka
waktu lama menyebabkan peregangan membran basilaris sehingga terjadi
peregangan yang berlebihan. Akhirnya terjadi peningkatan permeabilitas
membran mitokondria sel rambut luar yang akan menyebabkan beberapa hal.
Pertama terjadi pembentukan reactive oxygen species (ROS) atau reactive
nitrogen species (RNS). ROS tersebut akan menginduksi pembentukan sitokin
inflamasi seperti TNF-⍺ dan IL-1, lipid peroksidase yang bersifat vasokonstriktor
sehingga dapat menimbulkan iskemia, dan aktivasi JNK/MAPK. Sitokin inflamsi
dan lipid peroksidase akan menyebabkan kerusakan sel rambut luar. Kedua
peningkatan permeabilitas
membran
mitokondria
sel rambut luar
juga
mengaktivasi caspase 9 dan sitokrom C, yang bersama dengan aktivasi
JNK/MAPK akan menyebabkan apoptosis sel. Ketiga terjadi peningkatan influks
Ca2+ yang menyebabkan eksitasi glutamat pada post sinaps sehingga terjadi
kerusakan saraf. Daerah yang mengalami kerusakan tersering secara anatomi
adalah sel rambut luar dan sel pilar luar. Kerusakan stereosilia sel rambut pada
bagian membran plasma, tip, tangkai (shaft) dan tip links menyebabkan
pergerakan minimal dari stereosilia sehingga saluran kanal ion tidak terbuka dan
terjadi penurunan influks K+ dan Ca2+. Akhirnya depolarisasi tidak terjadi dan
tidak ada transmisi sinyal ke otak. Kerusakan dari silia ini bersifat irreversibel.
Selain terjadi kerusakan pada sel sensoris, kerusakan juga bisa terjadi pada stria
vaskularis sehingga aliran darah ke organ sensorineural terganggu. Semua hal ini
dapat menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising yang bersifat sementara
namun jika paparan bising terus berlangsung maka akan menyebabkan gangguan
pendengaran akibat bising permanen.
21
2.1.6. Pengukuran Bising19
Aspek penting sebagai parameter kebisingan antara lain tingkat kebisingan
(sound pressure level), lamanya kebisingan (presentase kejadian bising dalam
rentang waktu tertentu, dan pola kebisingan (siklus siang malam).
Alat yang digunakan untuk pengukuran bising adalah Sound Level Meter
(SLM). Terdapat peralatan tambahan pada SLM, yaitu :
 Kalibrator untuk mengkalibrasi SLM dengan sebuah bunyi murni yang
diketahui frekuensi dan intensitasnya
 Spectrum analyser untuk mengetahui sebaran rekurensi kebisingan
 Wind screen untuk menghilangkan turbulensi angin disekitar microphone
 Recorder untu menginformasikan tampilan grafik nilai-nilai sinyal
kebisingan
 Stopwatch untuk mencatat interval waktu pengukuran
Gambar 2.11 SLM Krisbow KWD6-291
Prasyarat melakukan pengukuran bising adalah tidak dalam kondisi hujan,
kecepatan angin  20 km/jam, dan mikrofon dilengkapi wind screen untuk
22
menghindari pengaruh getaran dari angin. Alat diposisikan pada ketinggian 120150 cm dari tanah atau setinggi telinga dengan orientasi 7 -8 terhadap sumber
bising.
2.1.6.1. Langkah-Langkah untuk Mengukur Bising 20
1. Pasang baterai kemudian hubungkan amplifier dan microfon.
2. Cek memory card pada alat.
3. Hidupkan alat dengan cara menekan dan tahan tombol On/Off/Esc sekitar 1
detik untuk mengaktifkan instrument.
4. Kalibrasi alat dengan kalibrator, sehingga alat pada monitor sesuai dengan
angka kalibrator yakni 114 dB. (lihat cara kalibrasi SLM)
5. Pilih menu Set Up, kemudian tekan Enter.
6. Pilih menu battery untuk cek baterai, cek garis tanda pada monitor untuk
mengetahui baterai dalam keadaan baik atau tidak. Setelah di cek, kemudian
tekan enter lalu tekan esc.
7. Pilih menu Time-Date untuk mengatur tanggal dan waktu, tekan enter. Jika
telah di setting, tekan esc.
8. Pilih menu meter set, kemudian tekan enter. Atur nilai pembacaan menjadi 1
detik, lalu tekan enter.
9. Pilih menu Meter Set, kemudian tekan enter, Set threshold, pilih off jika
pengukuran dilakukan untuk semua kebisingan. Jika pengukuran hanya untuk
frekuensi > 80 dB, maka masukkan nilai 80 dB pada menu threshold.
Kemudian tekan esc.
10. Pilih Mode yang dipilih (SLM, 1/1, 1/3) pilih SLM.
11. Jika ingin mengaktifkan menu Auto Run, pilih menu Auto Run kemudian tekan
enter, pilih menua view/set parameters lalu enter, pilih menu timed-run lalu
enter, atur pengukuran selama beberapa menit yang diperlukan. Tekan esc
hingga ke menu Awal.
12. Pilih menu view current study, tekan enter. Set respon time yang akan
digunakan dengan menekan tombol F-S-I, dengan keterangan :
23
a. F (fast)→ Respon pencuplikan data 125 ms (untuk monitoring
lingkungan)
b. S (slow) →Respon pencuplikan data 1 s (untuk monitoring noisy dosis)
c. I (impuls) → Respon pencuplikan data 35 ms
13. Pilih Respon S (slow), tekan tombol esc.
14. Pilih menu view current study, tekan enter. Kemudian Set Filter yang akan
digunakan dengan menekan tombol A-C-Z-F, dengan keterangan :
a. A → filter untuk pengukuran pada 20-20000 Hz (pengukuran pada
pekerja)
b. C → filter yang biasanya digunakan untuk mengukur kebisingan pada
mesin
c. Z → filter linier untuk semua frekuensi
d. F → Flat
15. Pilih Filter C, tekan tombol esc.
16. Lakukan Pengukuran kebisingan dengan menekan menu run, pilih menu view
current study, lalu enter.
17. Arahkan point mikrofon pada sumber suara yang akan diukur.
18. Tekan tombol Run/Pause sampai terlihat pilihan Run di layar.
19. Tekan lagi tombol Run/Pause untuk mem-pause pengukuran.
20. Tekan dan tahan tombol Stop selama 3 detik hitung mundur untuk menyimpan
file untuk dilihat kemudian.
21. Pilih menu fike, enter menu session directory, pilih data pengukuran, enter
lalu esc. Pilih menu view session, enter, lalu catat nilai max, min, dan rata-rata
hasil pengukuran, kemudian tekan esc lalu tekan tombol stop.
22. Dari start menu, Tekan pilihan softkey untuk tampilan standar
SPL,
Pengukuran dosimeter, Level kebisingan komunitas, hasil 1/3 octav di form
tabular.
24
2.1.6.2. Cara Kalibrasi Sound Level Meter (SLM)20
1. Hidupkan kalibrator pada bagian atas alat dengan cara menggeser tombol
on/off, pastikan anda bisa mendengar nada bunyi yang keluar dari alat
kalibrator.
2. Tempatkan kalibrator dengan adaptor pada alat SLM.
3. Nyalakan alat dengan menekan tombol on/off, tekan tombol softkey Cal di
layar awal, kemudian akan muncul perintah calibrate lalu tekan enter.
4. Sesuaikan pembacaan frekuensi pada alat SLM dengan mencocokannya
menggunakan kalibrator, atur nilai decibel sampai 114 dB dengan menekan
tombol atas/bawah, jika nilai sudah tercapai 114 dB maka tekan enter.
5. Layar akan menunjukkan nilai dan waktu kalibrasi terakhir.
6. Matikan alat dengan menekan tombol on/off tahan selama 3 detik.
7. Lepaskan kalibrator dari alat SLM.
8. Matikan kalibrator dengan cara menggeser tombol on/off.
9. Alat SLM siap untuk memulai pengukuran.
Catatan :

Indikator kalibrator low, ditandai dengan menyalanya lampu bewarna
merah yang menandakan bahwa output sudah tidak 114 dB.

Didalam kalibrator terdapat baterai 9 volt, sebaiknya baterai dilepas
jika alat akan disimpan dalam jangka waktu lama.
2.1.7. Alat Pelindung Telinga21
Tiga kunci utama dalam upaya menurunkan paparan bising, yaitu
menurunkan waktu paparan bising, meningkatkan jarak antara pendengar dengan
sumber bising, dan penggunaan alat pelindung telinga (APT). Pada dasarnya tidak
ada satu alat yang paling baik untuk meredam bising pada telinga karena APT
bergantung pada kenyamanan individu, ukuran kanal telinga, bising lingkungan,
kegiatan yang dilakukan, dan kondisi lingkungan.
Empat prinsip dalam penggunaan APT yaitu clean (menyisipkan dengan
tangan dan alat yang bersih), consistent (digunakan setiap saat pada bising ≥85
25
dBA), correct (menyisipkan APT dengan benar), dan comfortable (sesuai dengan
kenyamanan individu).
Kenyataanya meskipun APT telah digunakan tapi efektifitasnya dapat tidak
tercapai karena penggunaan yang kurang tepat. Oleh karena itu diperlukan
gerakan sosialisasi penggunaan APT yang berisi tentang instruksi penggunaan
yang mudah pahami dan di terapkan, memberi demo metode penggunaan yang
benar, dan melatih para pengguna APT hingga mampu menggunakannya dengan
baik dan benar.
2.1.7.1. Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga21

Sumbat Telinga
Sumbat telinga adalah APT yang cara kerjanya menyumbat telinga dengan
menutup rapat kanal auditori ekstenal sehingga suara yang mencapai membran
timpani berkurang. Alat ini terbuat dari busa atau serat yang tergulung. Alat jenis
ini umumnya nyaman untuk digunakan dan tersedia pada ukuran standar. Alat ini
berukuran ½ - ¼ inchi atau 0,6-1,3 cm. Kelebihan alat ini antara lain ukurannya
yang kecil, harganya murah, portabel, dan cukup nyaman dibanding jenis yang
lain. Namun alat ini juga mempunyai kelemahan yaitu cara penyisipan yang perlu
teknik khusus, mudah terkena kotoran telinga, tidak dapat dicuci, tingkat proteksi
bising sesuai dengan cara pemakaian yang benar dan anatomi kanal telinga, serta
sulit untuk digunakan terutama pada kanal telinga yang kecil. Contoh dari sumbat
telinga antara lain foam plug, formable type, custom-molded type, dan premolded
type. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dBA. Alat ini
digunakan pada bising 85 – 100 dBA.
26
Gambar 2.12 formable21
Gambar 2.13 Molded /Pre Molded Plug21
Penggunaan foam plug memiliki tingkat proteksi bising sesuai dengan cara
pemakaian maka NIOSH memberikan metode penggunaan sumbat telinga yang
tepat.
27
Gambar 2.14 Tutorial Menggunakan Sumbat Telinga dengan Benar21
Cara menggunakan sumbat telinga dengan benar menurut NIOSH adalah
sebagai berikut :
1. Putar sumbat telinga dan hadapkan sisi terkecil sumbat ke lubang telinga.
2. Tarik daun telinga ke atas belakang menggunakan tangan yang berlawanan
dengan posisi telinga untuk meluruskan saluran telinga luar agar sumbat
telinga menutupi telinga secara benar.
3. Tahan sumbat telinga dengan ujung jari telunjuk. Hitung dengan lantang
selama 20 sampai 30 detik sambil menunggu sumbat mengembang dan
memenuhi saluran telinga luar. Suara Anda akan tersamarkan ketika sumbat
telah digunakan dengan benar.
Sedangkan untuk menguji ulang ketepatan posisi sumbat telinga caranya
adalah tutup kedua telinga Anda dengan telapak tangan. Jika suara lebih
tersamarkan dengan bantuan tangan, maka sumbat telinga tidak dalam posisi yang
benar. Lepaskan sumbat telinga dan ulangi prosedur dengan benar.
28

Tutup Telinga (Ear Muff, Protective Caps, dan Circumaural Protector)
Tutup telinga adalah APT yang dilengakapi bantalan telinga yang menutupi
telinga luar. Alat ini terbuat dari material yang lembut pada bagian telinganya
seperti busa atau cairan. Sebelum menggunakan alat ini perlu dilakukan
pengecekan karena jika bantalan telinga telah berubah struktur menjadi kaku dan
kasar maka harus diganti. Satu ukuran tutup telinga ini sudah cukup sesuai untuk
semua ukuran telinga. Kelebihan dari alat ini antara lain mudah digunakan, sesuai
dengan ukuran telinga, waktu penggunaannya cepat, mudah telihat sehingga tidak
khawatir hilang atau lupa saat menyimpan. Namun alat ini mempunyai beberapa
kekurangan seperti meminimalisir gerekan kepala, mengganggu jika ada rambut,
jenggot, dan menggunakan kacamata, tidak nyaman pada lingkungan panas, dan
proteksi minimal pada lingkungan dengan frekuensi bising rendah. Tutup telinga
dapat mengurangi bising 40-50 dB. Alat ini digunakan pada bising >100 dBA
dengan frekuensi 100-8000 Hz.
Gambar 2.15 Ear Muff21

Helm (Enclosure)
Helm adalah APT yang dilengakapi bantalan telinga yang menutupi bagian
kepala dan telinga luar. Fitur APT ini serupa dengan ear muff. Namun helm hanya
dapat mengurangi bising 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dBA pada frekuensi
tinggi.
29
Gambar 2.16 Helm21
2.1.8. Pemeriksaan Audiometri22
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan
bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada.
Audiometer meniru rangkaian oktaf dari skala C seperti garpu tala dengan pilihan
nada 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Audiometer terdiri dari 3
bagian yaitu osilator sebagai penghasil bunyi dan penggetar tulang untuk konversi
energi listrik menjadi energi akustik, peredam sebagai penghasil intensitas bunyi
umumnya dengan peningkatan 5 dB, dan transduser berupa headphone. Hantaran
udara dapat dinilai dari headphone sedangkan hantaran tulang dapat dinilai dari
osilator. Tujuan dari pemeriksaan audiometer nada murni adalah menetukan
intensitas terendah dalam desibel dari tiap frekuensi yang masih dapat didengar
atau mengukur ambang pendengaran. Pemeriksaan ini menghasilkan gambaran
kepekaan pendengaran pada berbagi frekuensi yang disebut audiogram.
30
Gambar 2.17 Audiogram beserta Simbol-Simbol Audiometri23
2.1.8.1 Prosedur Tes Audiometri Nada Murni24

Persiapan Pasien
1. Posisikan pasien agar tidak melihat panel kontrol dan pemeriksanya.
2. Lepaskan benda yang dapat menggangu pemasangan headphone dan
mempengaruhi hasil pemeriksaan seperti anting, kacamata, topi, permen karet,
wig, dan kapas dalam telinga.
3. Memeriksa adanya penyempitan liang telinga. Jika terdapat penyempitan liang
telinga dapat diatasi dengan menutup telinga yang satunya atau menggunakan
headphone.
4. Instruksikan dengan jelas dan tepat agar pasien memberi jawaban yang benar
dan sesuai.
5. Pasang headphone sesuai dengan lubang telinga.

Penentuan Ambang Pendengaran
1. Berikan rangkaian frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz,
500 Hz, dan 250 Hz. Jika terdapat perbedaan ambang 15 dB atau lebih pada
interval oktaf berapapun, maka lakukan pemeriksaan dengan frekuensi
setengah oktaf.
31
2. Mulai dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB kemudian naikan 10 dB
selama 1-2 detik hingga pasien memberikan respon.
3. Jika tidak berespon tinggikan nada 5 dB sedangkan jika memberikan respon
maka turunkan nada 10 dB hingga tidak terdengar.
4. Peningkatan berulang 5 dB dilanjutkan hingga mencapai modus tipikal atau
jawaban tipikal, biasanya kurang dari 3 kali peningkatan.
5. Cantumkan simbol-simbol yang sesuai hasil pemeriksaan pada audiogram.
6. Lanjutkan dengan frekuensi selanjutnya namun turunkan tingkat nada 15 -10
dB dari ambang frekuensi yang di uji sebelumnya.
7. Teknik ini dapat dilakukan pada uji hantaran tulang maupun udara namun
pada hantaran tulang tidak terdapat frekuensi 6000 dan 8000 Hz.
2.1.8.1. Interpretasi Hasil Pengukuran Audiometri14
1.
Bila ambang hantaran tulang lebih baik (lebih peka) dari ambang hantaran
udara sebesar 10 dB atau lebih dan normal, maka tuli bersifat konduktif.
2.
Bila ambang hantaran tulang sama dengan ambang hantaran udara dan
keduanya tidak normal, maka tuli besifat sensorineural.
3.
Bila ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang
hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih, maka tuli besifat campuran atau
kombinasi.
Gambar 2.18 Audiogram Tuli Konduktif23
32
Gambar 2.19 Audiogram Tuli Sensorineural23
Gambar 2.20 Audiogram Tuli Campuran23
2.1.9. Jenis-Jenis Peranti Dengar25
Perkembangan teknologi yang sangat pesat menyebabkan beragamya jenis
dan bentuk PD. Contoh dari PD antara lain circumaural headphone, supraaural
headphone, earphone, dan canalphone.
33
Gambar 2.21 circumaural headphone 25
Gambar 2.22 supraaural headphone25
Gambar 2.23 earphone25
34
Gambar 2.24 canalphone25
35
2.2.
Kerangka Teori
Penggunaan
PD



Perilaku
kebiasaan
Bising mesin
di lab


Intensitas
Frekuensi
Durasi
Merokok
alkohol
(+)
Penggunaan
APT



Jenis
Cara pakai
Kepatuhan
pemakaian
(-)
Siswa SMK mesin
Pergegangan
berlebihan
membran basalis
↑ permeabilitas membran
mitikondria sel rambut
luar
↑ influks
Ca2+
Pembentukan
ROS/RNS
Aktivasi
caspase 9
dan sitokrom
C
Aktivasi
JNK/MAPK
Apoptosis
sel
Lipid
peroksidase
Isoprostante
s
Pembentuka
n sitokin
inflamasi
(TNF α, IL1)
Iskemia
↑ eksitasi
glutamat
post-sinaps
Kerusakan
saraf
Kerusakan
sel rambut
luar
Penurunan pendengaran / Gangguan pendengaran akibat bising sementara
Paparan bising berulang
NITTS
Gangguan pendengaran akibat bising permanen
↓ reseptor
AMPA
↓ sensitifitas
akustik
36
2.3.



Kerangka Konsep
Bising:
mesin +
PD
Frekuensi
Durasi
Intensitas



Penggunaan
APT
Jenis APT
Cara
pemakaian
Kepatuhan
pemakaian
Karateristik
subjek :
 Usia
 Jenis
kelamin
 Kerentanan
individu
Gangguan fungsi pendengaran
Keterangan
:
Variabel bebas
Variabel yang tidak diteliti
Variabel terikat
Variabel perancu
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Bising
lingkungan :
 Kendaraan
bermotor
 Tempat
tinggal
dikawasan
pabrik
 Tempat
tinggal di
dekat rel
kereta api
37
2.4.
Definisi Operasional
Tabel 2.5 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat ukur
1
Derajat
pendengaran
Tenaga
audiolog
terlatih
Audiometer
nada murni
menggunakan
hantaran udara
2
Perilaku
penggunaan
alat
pelindung
telinga
Kategori
derajat
pendengaran
rata-rata
ambang
dengar dari 4
frekuensi,
dimana
ambang
dengar 0-25
dB
(pendengaran
normal),
ambang
dengar > 2540 dB (tuli
ringan), > 4055 dB (tuli
sedang), >5570 dB (tuli
sedang berat),
70-90 dB (tuli
berat), >90
dB (tuli
sangat
berat)14
Kebiasaan
penggunaan
alat
pelindung
telinga saat
praktikum di
laboratorium
mesin
Peneliti
Kuisioner
3
Ambang
dengar
Kekerasan
suara
terendah yang
mampu
didengar oleh
responden14
Tenaga
audiolog
terlatih
Audiometer
nada murni
menggunakan
hantaran udara
Cara
pengukuran
Telinga
percontoh
diukur
dengan 6
frekuensi
dalam
spektrum
pendengaran
ditentukan
untuk
masingmasing
frekuensi
tersebut
Skala
pengukuran
Kategorik
Percontoh
diminta
untuk
mengisi
kuisioner
yang sesuai
dengan
kebiasaan
penggunaan
alat
pelindung
telinga
Percontoh
diminta
untuk
merespon
apabila
mendengar
suara yang
keluar dari
audiometer
Nominal
Numerik
38
Tabel 2.5 Definisi Operasional (sambungan)
No
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat ukur
4
Dosis bising
Tingkat
volume yang
digunakan saat
menggunakan
PD
Peneliti
Media player
dan PD jenis
headphone
circumaural
Lama pajanan
terpapar bising
Peneliti
Kuesioner
5
Gambaran
gejala
gangguan
pendengaran
Telinga
berdenging,
telinga lebih
sensitif
terhadap suara,
dan kesulitan
memahami
pembicaraan
di tempat
ramai
Peneliti
Kuesioner
6
Takik
Peningkatan
ambang
dengar ≥1 dB
dibandingkan
dengan
frekuensi
sebelumnya
(2000 Hz)
Tenaga
audiolog
terlatih
Audiometer
nada murni
menggunakan
hantaran udara
Cara
pengukuran
Percontoh
diminta
mendengarkan
lagu
menggunakan
media player
dengan PD
yang
disediakan dan
memilih
tingkat
volume yang
biasa
digunakan
Percontoh
diminta untuk
mengisi
kuesioner
yang berisi
pertanyaan
tentang durasi
dan frekuensi
terpapar bising
Skala
pengukuran
Numerik
Percontoh
diminta untuk
menyatakan
pernah atau
tidak pernah
merasakan
keluhan
tersebut
semenjak aktif
menggunakan
PD
Ambang
dengar 4000
Hz dikurangi
ambang
dengar 2000
Hz
Nominal
Numerik
39
Tabel 2.5 Definisi Operasional (sambungan)
No
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat ukur
Cara
pengukuran
Skala
pengukuran
7
Pengguna
PD berisiko
Kelompok
pengguna
PD yang
memiliki
skor < 13,2
dari total 6
pertanyaan
pada
kuesioner
tentang
perilaku
penggunaan
PD
Peneliti
Kuesioner
Numerik
8
Pengguna
PD tidak
berisiko
Kelompok
pengguna
PD yang
memiliki
skor > 13,2
dari total 6
pertanyaan
pada
kuesioner
tentang
perilaku
penggunaan
PD
Peneliti
Kuesioner
Percontoh
mengisi
kuesioner
tentang status
penggunaan
PD, tahun
mulai
pemakaian
PD, frekuensi
penggunaan
PD dalam
seminggu,
durasi
penggunaan
PD dalam jam
per hari,
kemampuan
mendengar
saat
menggunakan
PD, dan dosis
kebisingan PD
yang biasa
didengarkan
Percontoh
mengisi
kuesioner
tentang status
penggunaan
PD, tahun
mulai
pemakaian
PD, frekuensi
penggunaan
PD dalam satu
minggu, durasi
penggunaan
PD dalam jam
per hari,
kemampuan
mendengar
saat
menggunakan
PD, dan dosis
kebisingan PD
yang biasa
didengarkan
Numerik
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat analitik dengan
menggunakan desain cross sectional.26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK yang berlokasi di sekitar Kecamatan
Pondok Aren Kota Tangerang Selatan pada bulan Februari 2015 - Mei tahun
2016.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti
3.3.1.1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMK pengguna PD
berisiko dan pengguna PD tidak berisiko yang tepapar bising mesin.
3.3.1.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMK tahun
ajaran 2015-2016 yang merupakan pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak
berisiko yang tepapar bising mesin di satu SMK yang berlokasi di sekitar
Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.
3.3.1.3. Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan siswa kelas 2 tahun ajaran 2015-2016
yang merupakan pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko yang
tepapar bising mesin di satu SMK yang berlokasi di sekitar Kecamatan Pondok
Aren Kota Tangerang Selatan yang memenuhi kriteria inklusi peneliti.
40
41
3.3.2. Jumlah sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus sampel untuk penelitian analitik tidak berpasangan dengan
variabel kategorik.
27
N : Jumlah sampel
zα : Tingkat kemaknaan yang ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada α = 5%;
zα = 1,96
P2 : Proporsi standar dari pustaka = 0,29
P1 : Proporsi yang diteliti (clinical judgement) = 0,59
zβ : Power yang ditentukan oleh peneliti = 0,8
P = ½ (P1 + P2)
Q:1–P
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 41 .
3.3.3 Cara Pemilihan Sampel
Sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian dipilih dengan cara purposif
yaitu sampel ditentukan oleh peneliti yang diambil tidak secara acak sedangkan
percontoh dipilih menggunakan cara simple random sampling. Simple random
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga
setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih
sebagai sampel penelitian.27
42
3.3.4. Kriteria Sampel
3.3.4.1. Kriteria Inklusi
 Siswa kelas 2 SMK baik laki-laki maupun perempuan.
 Siswa kelas 2 di SMK yang dipilih oleh peneliti.
 Siswa yang hadir saat pemeriksaan.
3.3.4.2. Kriteria Eksklusi
 Siswa dengan gendang telinga robek.
 Siswa dengan sumbatan serumen pada telinga.
 Siswa yang sedang atau pernah menderita gangguan telinga seperti otitis
media.
 Siswa dengan riwayat pernah tuli mendadak.
 Siswa yang tidak menyelesaikan tahapan proses pengambilan data.
3.4. Alat dan Bahan Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat dan fasilitas dalam pengumpulan data untuk
menunjang kegiatan penelitian dan memperoleh hasil yang lebih baik sehingga
mempermudah pengolahan data. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data
untuk penelitian ini antara lain:
1. Headphone RLENS
2. Kuisioner gambaran perilaku penggunaan PD dan perilaku penggunaan alat
pelindung telinga
3. SLM krisbow tipe KWD6-291
4. Multimeasure application
5. Audiometri
6. Mp3 player (Laptop Lenovo Idea Pad S210 Touch)
7. Otoskop
8. Ruangan dengan intensitas bising lingkungan dibawah 40 dB
43
3.5. Cara Kerja Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Merumuskan pertanyaan penelitian.
b. Menetapkan desain penelitian, yaitu cross sectional.
c. Menentukan besar sampel.
d. Permohonan izin pelaksanaan penelitian ke pihak sekolah yang akan dijadikan
lokasi penelitian.
e. Pengukuran bising mesin pada tiga mesin menggunakan SLM krisbow tipe
KWD6-291 dengan ketelitian ± 3,5 dB.
f. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan percontoh dengan lembar
informed consent.
g. Pengisian kuesioner tentang penggunaan APT dan perilaku penggunaan PD
yang meliputi status penggunaan PD, tahun mulai pemakaian PD, frekuensi
penggunaan PD dalam satu minggu, durasi penggunaan PD dalam jam per
hari, kemampuan mendengar suara lingkungan saat menggunakan PD, dan
dosis kebisingan PD yang biasa didengarkan. Siswa dibagi kedalam dua
kelompok berdasarkan skor perilaku penggunaan PD yang terdiri dari
beberapa kriteria, yakni status penggunaan PD (skor 1-2), tahun mulai
pemakaian PD (skor 1-4), durasi penggunaan PD dalam satu hari (skor 1-3),
frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu (skor 1-5), dosis kebisingan PD
(skor 1-6) dan kemampuan bercakap-cakap saat menggunakan PD (skor 1-2).
Perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi pendengaran
diberi nilai skor yang lebih kecil. Pembagian kelompok tersebut didasarkan
pada nilai cutoff dari skor perilaku penggunaan PD pada kuesioner. Total skor
maksimal dari seluruh kriteria adalah 22 sehingga percontoh dengan total skor
1-13 digolongkan kedalam pengguna PD berisiko sedangkan percontoh
dengan total skor 14-23 termasuk kedalam pengguna PD tidak berisiko.
h. Pemilihan sampel berdasarkan populasi target, populasi terjangkau, kriteria
inklusi, dan kriteria eksklusi dengan teknik simple random sampling. Peneliti
memilih 50 siswa sebagai percontoh yang dilakukan pemeriksaan audiometri.
44
i. Percontoh dipanggil sebanyak 4 orang ke dalam ruang pemeriksaan. Terdapat
dua pos pemeriksaan, yakni pos pemeriksaan dosis bising dan pos
pemeriksaan audiometri.
j. Pemeriksaan dosis bising dilakukan pada percontoh terpilih. Pemeriksaan
dosis bising dilakukan menggunakan laptop Lenovo tipe IdeaPad S210 Touch
dan headphone jenis circumaural bermerek Rlens dengan sensitivitas 106 dB
± 3 dB. Percontoh diminta untuk menutup mata sambil mendengarkan musik
dari headphone yang disambungkan ke media player laptop. Volume suara
awal diatur dari 0 kemudian percontoh diminta untuk menaikkan volume suara
sampai volume yang biasa digunakan atau dirasa nyaman.
k. Percontoh juga diwawancara ulang tentang perilaku penggunaan PD seperti
tahun mulai pemakaian PD, lama penggunaan PD dalam satu hari, dan
frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu.
l. Pemeriksaan fisik telinga menilai struktur anatomi telinga luar dan telinga
tengah terutama liang telinga dan membran timpani untuk menyeleksi kriteria
eksklusi dari percontoh. Pada pemeriksaan telinga tengah menggunakan alat
bantu berupa otoskop.
m. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada percontoh yang tidak memilik kriteria
eksklusi. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruang yang tingkat embien
kebisingan ≤ 40 dB. Percontoh menggunakan headphone sambil menutup
mata dan diminta memberikan respon apabila mendengar nada yang
dibunyikan. Pemeriksaan dilakukan pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz,
2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz pada kedua liang telinga secara bergantian.
Ambang dengar dapat dihutung dengan rata-rata ambang dengar pada
frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz. Gangguan pendengaran
akibat bising dapat dilihat dari kejadian takik. Takik dihitung berdasarkan
kenaikan intensitas ≥ 10 dB pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan dengan
frekuensi sebelumnya (2000 Hz). Gangguan dengar dikatakan apabila ambang
dengar > 25 dB. Pemeriksaan dilakukan oleh audiolog yang sudah terlatih dari
perusahaan Hearing Vision. Terdapat 2 mesin audiometri yang digunakan saat
melakukan pengukuran tersebut.
45
3.6. Alur Penelitian
(+)
Siswa SMK kelas 2 (N=116)
Pengukuran bising mesin
Pengisian kuesioner
Pengguna PD berisiko (N=22)
Pengguna PD tidak berisiko (N=26)
Sample penelitian ditentukan dengan simple random sampling


Kriteria
inklusi
Krteria
eksklusi



Sample terpilih
Anamnesis mengenai perilaku penggunaan PD
Pemeriksaan dosis bising PD
Pemeriksaan fisik telinga
Audiometri nada murni
Derajat pendengaran
Takik
3.7. Manajemen Data
3.7.1. Pengumpulan Data
Data penelitian ini merupakan data primer yang didapatkan dari kuesioner
dan hasil pemeriksaan audiometri nada murni pada percontoh serta pengukuran
bising mesin. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan mengenai identitas percontoh
yaitu nama, usia, dan jenis kelamin serta gambaran perilaku penggunaan PD.
Pengukuran audiometri nada murni dilakukan untuk menentukan derajat ambang
dengar dan melihat kejadian takik pada percontoh. Data dari kuesioner dan hasil
46
pengukuran audiometri dianalisis untuk membandingkan fungsi pendengaran pada
pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko.
3.7.2. Pengolahan Data

Pemeriksaan Data (Editing)
Proses editing meliputi peninjauan ulang kelengkapan data kuesioner dan
data hasil pengukuran audiometri.

Pemberian Kode (Coding)
Data dikode sesuai ketetapan skor dan dikategorikan kemudian dimasukkan
ke dalam tabel data induk menggunakan Microsoft© Excel 2010.
 Pemasukan dan Pemprosesan Data (Entry Data)
Data dimasukan ke komputer dan diolah menggunakan software analisis
data IBM SPSS v21.
 Pembersihan Data (Cleaning Data)
Pembersihan data merupakan tahapan akhir dalam input data ke komputer
dan meninjau ulang apabila masih ada kesalahan data.
3.7.3. Analisis Data
3.7.3.1. Analisis Data Univariat
Analisis data univariat bertujuan untuk mendeskripsikan tiap variabel
dependen dan independen untuk memahami karakteristik data yang ada yaitu
frekuensi, durasi, dan intensitas dari bising mesin dan peranti dengar, penggunaan
APT, serta hasil pemeriksaan audiometri berupa takik dan ambang dengar.
Normalitas distribusi data diuji dengan uji Kolomogorov-Smirnov untuk
kelompok yang lebih dari 50 orang dan Shapiro-Wilk untuk kelompok yang
kurang dari 50 orang.27 Data dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rata-rata
dan frekuensi. Data disajikan dalam bentuk tabel beserta interpretasinya.
47
3.7.3.2. Analisis Data Bivariat27
Analisis data bivariat bertujuan unutk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji Chi Square. Uji Chi Square digunakan untuk uji hipotesis korelatif
variabel kategorik pada 2 kelompok tidak berpasangan. Penelitian ini
menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara penggunaan
peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang
Selatan yang terpapar bising mesin. Apabila terdapat nilai expected < 5 pada lebih
dari 20 % kotak maka uji yang digunakan adalah uji Fisher. Variabel dependen
yaitu skor perilaku penggunaan PD (skala kategorik) dan variabel independen
yaitu kejadian takik (skala kategorik).
Dari hasil uji statistik akan didapatkan nilai p. Dalam penelitian ini,
ditetapkan nilai α sebesar , 5 dan confidence interval (CI) sebesar 95%, sehingga
pemaknaan nilai p adalah sebagai berikut:

Jika p< 0,05; maka hipotesis nol ditolak, artinya terdapat hubungan antara
penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK
X di Tangerang Selatan.

Jika p> 0,05; maka hipotesis nol tidak ditolak, artinya tidak terdapat
terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi
pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan.
3.7.4 Rencana Penyajian Data
Penyajian
data
dilakukan
dalam
bentuk
narasi
dan
tabel
yang
memperlihatkan hasil pemeriksaan ambang dengar dan pengisian kuesioner
tentang perilaku penggunaan PD dan APT untuk menggambarkan hubungan
fungsi pendengaran pengguna peranti dengar berisiko dan pengguna peranti
dengar tidak berisiko pada SMK X di Tangerang Selatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan PD
terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari 2015 - Mei 2016 pada siswa kelas 2 di SMK Negeri X Tangerang
Selatan. Pemilihan sekolah dilakukan dengan teknik purposive sampling. Polulasi
terjangkau berjumlah 116 siswa kemudian dipilih 50 siswa dengan cara simple
random sampling sebagai sampel penelitian. Penelitian ini merupakan penelitain
cross sectional. Hasil penelitian didapatkan melalui data primer yakni kuesioner,
wawancara, dan pemeriksaan audiometri nada murni.
Peneliti mendapatkan 22 siswa pada pengguna PD berisiko dan 26 siswa
pada pengguna PD tidak berisiko. Terdapat dua percontoh yang tidak hadir pada
saat pemeriksaan audiometri sehingga total percontoh menjadi 48 orang.
Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruang laboratorium komputer dengan
bising lingkungan sebesar 50 dB yang diukur menggunakan alat multimeasure
application. Data primer dari audiogram digunakan untuk mengetahui hubungan
fungsi pendengaran pada kelompok pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak
berisiko.
48
49
4.1. Karakteristik Percontoh
Tabel 4.1 Karakteristik Percontoh Berdasarkan Perilaku Pengguna PD
Variabel
Pengguna PD
1. Pengguna PD
2. Bukan Pengguna PD
Lama Penggunaan PD
1. < 1 tahun
2. 1 – 2 tahun
3. 3 tahun
4. > 3 tahun
Durasi Penggunaan Per Hari
1. < 1 jam
2. 1 – 2 jam
3. > 2 jam
Frekuensi Penggunaan Per Minggu
1. 0 hari
2. 1 – 2 hari/minggu
3. 3 – 4 hari/minggu
4. 5 – 6 hari/minggu
5. Setiap hari
Dosis Kebisingan PD
1. <20%
2. 20% - 30%
3. 40% - 50%
4. 60% - 70%
5. 80% - 90%
6. 100%
Kemampuan Bercakap-cakap saat
Menggunakan PD
1. Mampu
2. Tidak mampu
N (%)
100 (100)
0 (0)
0 (0)
8 (16,7)
4 (8,3)
36 (75,0)
14 (29,2)
30 (62,5)
4 (8,3)
0 (0)
9 (18,8)
3 (6,3)
22 (45,8)
14 (29,2)
18 (37,5)
7 (14,6)
12 (25,0)
8 (16,7)
3 (6,3)
0 (0)
35 (72,9)
13 (27,1)
Keterangan : N, jumlah, PD, Peranti Dengar
Gambaran perilaku penggunaan PD didapatkan dari pengisian kuesioner dan
dikonfirmasi dengan wawancara langsung kepada percontoh. Lama penggunaan
PD paling banyak adalah > 3 tahun, durasi penggunaan PD dalam satu hari paling
banyak adalah 1-2 jam, dan frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu paling
banyak adalah 5-6 hari. Dosis bising yang paling banyak digunakan adalah <
20%. Data pengukuran dosis bising tidak dapat digunakan karena tidak ada alat
dosimeter untuk mengkonversi volume dari media player laptop dan headphone
50
ke standar yang ada, sehingga data dosis bising diambil dari hasil pengisian
kuesioner.
Tahun mulai pemakaian PD paling banyak adalah > 3 tahun. Lama
penggunaan PD selama ≥ 5 tahun perlu menjadi perhatian karena Gangguan
Pendengaran Akibat Bising (GPAB) atau Noise Induced Hearing Lose (NIHL)
dapat disebabkan oleh paparan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang
lama, yakni sekitar 5 sampai 10 tahun.14 Berdasarkan literatur yang lain, kenaikan
ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun
terjadi pemaparan, namun terdapat pendapat lain yang menyebutkan GPAB baru
akan terjadi setelah 10 sampai 15 tahun terjadi paparan.14
Percontoh yang tidak mampu bercakap-cakap saat menggunakan PD
berjumlah 27,1%. Percontoh harus menurunkan volume atau melepas PD jika
ingin berkomunikasi. Data ini menunjukan bahwa lebih dari seperempat
percontoh menggunakan PD dengan volume yang cukup keras sehingga
menyebabkan suara lingkungan tidak dapat terdengar dengan jelas.
Dosis kebisingan PD sebesar < 20% masih aman untuk digunakan dan tidak
ada batasan waktu maksimum.28 Dosis bising sebesar 80%-90% berisiko
menimbulkan GPAB bila digunakan lebih dari 1 jam per hari. Penggunaan
pemutar musik digital dengan volume maksimal hanya boleh digunakan maksimal
18 menit.28 Penggunaan PD perlu disesuaikan intensitas, frekuensi dan durasi agar
protektif terhadap telinga. Sangat dianjurkan penggunaan volume rendah agar
lebih aman untuk pendengaran.
Remaja harus diberikan informasi dan peringatan dini, seperti pengenalan
pada level volume musik yang aman untuk didengarkan sehingga penyuluhan
sangat penting untuk mencegah terjadinya GPAB.29,30 Hal tersebut adalah
tanggung jawab dari produsen MP3 players, tanggung jawab sekolah, pemegang
kebijakan kesehatan, dan orangtua untuk memberikan informasi kepada remaja
tentang potensi bahaya mendengarkan musik keras dengan menggunakan PD dan
cara memberi proteksi diri terhadap bahaya bising.3
51
4.1.1. Sebaran Karakter Bising Mesin
Pengamatan paparan bising pada siswa SMK X dilakukan dengan cara
pengisian kuesioner yang meliputi frekuensi praktikum per minggu, durasi per
satu kali praktikum, dan ketersediaan APT. Pengukuran bising mesin dilakukan
menggunakan SLM krisbow tipe KWD6-291 dengan ketelitian ± 3,5 dB.
Paparan bising mesin pada siswa SMK didapatkan sebanyak 1-3 kali
perminggu dengan durasi 30-60 menit. Pada saat terpapar bising siswa tidak
menggunakan APT karena tidak disediakan APT dari sekolah.
Tabel 4.2 Karakteristik Bising Mesin
Jenis Mesin
Frekuensi Bising
Mesin A
Mesin B
Mesin C
3604 Hz
4079 Hz
5980 Hz
Intensitas Bising
Max
98,0 dB
102,0 dB
114,0 dB
Min
92,4 dB
86,0 dB
92,7 dB
Keterangan : Max, maksimal, Min, minimal, Hz, hertz, dB, desibel
Bising yang didapat oleh siswa berasal dari 3 mesin. Ketiga mesin ini adalah
mesin yang biasa digunakan saat siswa SMK X melaksanakan praktikum di
bengkel. Mesin C mengeluarkan bising tertinggi dengan intensitas minimal 92,7
dB, intensitas maksimal 114,0 dB, dan frekuensi bunyi 5980 Hz. Rata-rata
intensitas bising dari intensitas minimal ketiga mesin adalah 95,2 dB. Berdasarkan
Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi batas waktu yang diperbolehkan untuk
terpapar bising sebesar 94 dB adalah 1 jam.16 Paparan bising pada siswa SMK
sebesar 95,2 dB dengan durasi 30-60 menit sudah melewati ketetapan yang
diperbolehkan sehingga berpotensi untuk menimbulkan gangguan pendengaran
apalagi saat mendapatkan paparan bising mesin para siswa di SMK X tidak
menggunakan APT.
Pihak sekolah dinilai perlu untuk menyediakan APT. Para guru juga harus
memberikan contoh bagi siswa dalam kedisiplinan penggunaan APT sehingga
guru sebagai role model dapat mendorong siswa untuk merubah sikap menjadi
sadar akan proteksi diri.
52
4.2. Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK
Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko
Takik dinyatakan apabila terdapat kenaikan intensitas ≥ 10 dB pada
frekuensi 4000 Hz dibandingkan dengan frekuensi sebelumnya (2000 Hz).
Gangguan dengar didefinisikan sebagai ambang dengar > 25 dB.
Tabel 4.3 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK
Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko
Variabel
Takik AD
Takik AS
Takik Gabungan
Gangguan dengar AD
Gangguan dengar AS
Gangguan dengar
gabungan
Pengguna PD Berisiko
N (%)
2 (9,1)
1 (4,5)
3 (13,6)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Pengguna PD Tidak Berisiko
N (%)
1 (3,8)
3 (11,5)
4 (15,4)
0 (0)
1 (3,8)
1 (3,8)
Keterangan : AD, auric detxtra, AS, auric sinistra, PD, peranti dengar, N, jumlah
Hasil pemeriksaan audiometri menunjukan jumlah siswa pengguna PD
berisiko yang mengalami penurunan takik pada frekuensi 4000 Hz di telinga
kanan sebesar 9,1% dan telinga kiri sebesar 4,5%. Sedangkan pada pengguna PD
tidak berisiko jumlah siswa yang mengalami penurunan takik di telinga kanan
sebesar 3,8% dan telinga kiri sebesar 11,5%. Jumlah siswa yang mengalami
gangguan dengar pada pengguna PD berisiko lebih kecil dibandingkan dengan
pengguna PD tidak berisiko, yakni pada pengguna PD berisiko sebesar 0% dan
pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8%.
4.3. Hubungan Skor Perilaku Pengguna PD terhadap Kejadian Takik
Peneliti mencoba menghubungkan perilaku penggunaan PD dengan fungsi
pendengaran pada percontoh dengan melihat kejadian takik.
53
Tabel 4.4 Hubungan Perilaku Penggunaan PD terhadap Kejadian Takik
Kategori Kejadian Takik
Kategori Pengguna PD
Berisiko
Tidak Berisiko
Total
Takik
Tidak Takik
3
4
7
19
22
41
Total
p-value
22
26
48
0,674*
Keterangan : PD, peranti dengar
*
Fisher
Jumlah percontoh yang mengalami kejadian takik pada kelompok pengguna
PD berisiko sebanyak 3 orang, sedangkan pada pengguna PD tidak berisiko
sebanyak 4 orang.
Hubungan penggunaan PD terhadap kejadian takik diuji menggunakan uji
Fisher. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan antara penggunaan PD
terhadap kejadian takik (p=0,674, Fisher). Hal ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Terdapat beberapa penelitian yang mendapatkan hasil
bermakna pada hubungan antara penggunaan PD dengan fungsi pendengaran.
Hal ini dapat disebabkan karena percontoh memiliki rata-rata usia sekitar 17
dan 16 tahun yang merupakan golongan usia remaja awal32 dimana pemakaian
PD baru digunakan sehingga paparan bising juga belum terlalu lama. Sel rambut
telinga lebih cepat dan mudah mengkompensasi kerusakan sel akibat paparan
bising yang keras dan kontinu pada usia muda. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa kejadian GPAB biasanya belum terjadi pada usia 12-19 tahun, namun akan
meningkat pada usia di atas 20 tahun.33 Evaluasi gangguan fungsi pendengaran
pada siswa kelas 2 SMK juga dinilai terlalu dini karena fungsi pendengaran baru
akan menurun saat usia 60 tahun. Penelitian di luar negeri menunjukan angka
gangguan pendengaran yang lebih tinggi karena penelitian dilakukan pada usia
yang lebih tua yaitu sekitar 40-74 tahun.34
Kebiasaan mendengarkan musik keras di acara konser dan diskotik juga
dapat mempengaruhi hasil penelitian.29 Bising dari musik diskotik didapat secara
54
kontinu selama empat jam dalam seminggu.30 Volume suara musik diskotik
bervariasi antara 104,3 dB sampai 112,4 dB merupakan volume yang cukup
berisiko untuk menimbulkan gangguan pendengaran.29 Beberapa faktor ini pada
akhirnya dapat mempengaruhi kebermaknaan hubungan GPAB dan penggunaan
PD pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Pengaruh budaya luar seperti minum alkohol dan merokok juga
mempengaruhi penurunan fungsi pendengaran. Penggunaan alkohol yang berat
dapat menimbukan peningkatan low density lipoprotein (LDL) dan clotting pada
darah sehingga menyebabkan gangguan perfusi pada vaskular di koklea. 35
Penelitian di jepang (case control) menyebutkan terdapat U-shaped relation
terhadap penurunan pendengaran sebesar 45 % pada occational drinkers.34
Merokok
lebih
dari
20
bungkus/tahun36
dapat
meningkatkan
kadar
kaboksihemoglobin dalam darah sehingga terjadi penurunan oksigen yang dapat
digunakan sel.36 Selain itu kandungan nikotin pada rokok juga bisa menyebabkan
artherosklerosis vaskular koklear yang merupakan end artery sehingga jika
vaskularisasinya terganggu secara otomatis koklea akan mengalami hipoksia 36
yang akan meningkatkan ROS sehingga sel-selnya akan mengalami apoptosis.37
4.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini tidak mencakup keseluruhan jumlah sampel yang
dibutuhkan berdasarkan hasil perhitungan rumus. Keterbatasan waktu, biaya, dan
populasi terjangkau menyebabkan jumlah sampel yang sedikit. Penelitian ini
memerlukan 82 orang percontoh berdasarkan perhitungan rumus namun pada
pelaksanaannya hanya dilakukan pada 48 percontoh saja.
Pemeriksaan audiometri nada murni juga tidak dilakukan di ruang kedap
suara. Tingkat embien kebisingan pada pengukuran audiometri memiliki
ketentuan tertentu.
55
Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Latar Belakang Maksimum yang Diperbolehkan
selama Pengujian Audiometri menurut ANSI S3.1-1991, OSHA Tabel
D-2 (1981), dan OSHA Tabel D-1 (1983).37
Frekuensi Tengah Oktaf-Band
ANSI S3.1-1991 (dibulatkan
keseluruh desibel terdekat )
500 Hz
22
1000 Hz
30
2000 Hz
34
4000 Hz
42
8000 Hz
45
OSHA tabel D-2
OSHA tabel D-1
27
40
30
40
32
47
42
57
45
62
Keterangan : Tingkat yang ditampilkan adalah tingkat tekanan suara oktaf -band (dB re 2 μPa)
untuk telinga ditutupi dengan bantalan standar MX41/AR
Berdasarkan
OSHA
tingkat
embien
kebisingan
pemeriksaan audiometri nada murni adalah sebesar 40 dB.
untuk
37
melakukan
Intensitas bising
lingkungan yang melebihi ketentuan akan merancukan hasil sehingga hasil
ambang dengar tidak akurat.
Volume pada pemeriksaan dosis bising penggunaan PD yang dilakukan
dengan media player berupa laptop dapat dianalisis dengan alat dosimeter dalam
satuan desibel sehingga peneliti dapat membandingkan dosis bising penggunaan
PD pada kedua kelompok dengan ketetapan dosis bising yang diizinkan menurut
Mentri Tenaga Kerja.
Peneliti juga tidak melakukan wawancara tentang paparan bising selain dari
penggunaan PD pada percontoh sehingga dapat menimbulkan bias informasi.
Apabila terjadi penurunan ambang dengar pada pengguna PD belum dapat
dipastikan sepenuhnya bahwa gangguan tersebut diakibatkan oleh penggunaan
PD.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
 Tidak didapatkan hubungan bermakna pada perilaku penggunaan PD dan
fungsi pendengaran yang dilihat dari kejadian takik (Fisher; p 0,674).
 Seluruh responden merupakan pengguna PD. Lama penggunaan PD paling
banyak adalah >3 tahun, durasi penggunaan PD dalam satu hari paling
banyak adalah 1-2 jam dan frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu
paling banyak adalah 5-6 hari. Sedangkan untuk dosis kebisingan PD yang
paling banyak digunakan adalah sekitar <20%. Pengguna PD yang mampu
bercakap-cakap saaat menggunakan PD sebesar 72,9%.
 Paparan bising mesin pada siswa SMK didapatkan sebanyak 1-3 kali
perminggu dengan durasi 30-60 menit dan tidak disediakan APT saat
praktikum.
 Didapatkan jumlah percontoh yang mengalami takik pada pengguna PD
berisiko sebesar 13,6 % dan pengguna PD tidak berisiko sebesar 15,4 %
serta gangguan dengar pada pengguna PD berisiko sebesar 0% dan
pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8 %.
5.2. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian serupa
dengan desain cohort agar dapat mengikuti perjalanan GPAB.
Pihak sekolah dinilai perlu untuk menyediakan APT dan membuat
kurikulum pada SOP praktikum tentang K3 untuk mengingkatkan kesadaran
siswa akan bahaya bising.
56
57
Wawancara mengenai risiko paparan bising di luar penggunaan PD perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan faktor terjadinya GPAB di luar
penggunaan PD.
Alat dosimeter diperlukan untuk mengkonversi volume media player laptop
dalam satuan persen ke dalam satuan desibel agar data dosis bising dapat
dianalisis. Pemilihan lagu pada pemeriksaan dosis bising sebaiknya ditentukan
oleh percontoh agar dosis bising yang diperoleh bukan sekedar dosis bising
detectable.
Pemeriksaan audiometri nada murni harus dilakukan di ruang kedap suara
dengan intensitas bising dibawah 40 dB dengan menggunakan booth audiometri
atau alat KUDUwave™ sehingga gangguan pendengaran dapat dinilai secara
akurat .
Penilitian gangguan dengar akibat bising pada remaja yang menunjukan
hasil negatif dan nilai ambang dengar pada audiometri normal dapat
menggunakan pemeriksaan dengan sensitifitas yang lebih tinggi yaitu berupa
Otoacoustic emissions (OAEs).
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Audiology group. Facts about noise-induced
hearing loss. American Academy of Audiology 2014. (Sitasi 2014 10 dec)
;
hlm
1.
Diakses
dari
http://audiology-
web.s3.amazonaws.com/migrated/Fact%20Sheets%20%20NIHL.pdf_53998b477e1cc0.84750764.pdf
2. Shargorodsky J, Curhan SG, Curhan GC, Eavey R. Change in prevalence
of hearing loss in us adolescents. JAMA 2010; 304 (7): 772-4
3. William HM, Sobel J, Susan EG, Howarth L, Yongbing SHI. Noiseinduced hearing loss in children : preventing the silent epidemic. Journal
of Otology 2006; 1 (1): hlm 12
4. Vogel I, Brug J, Hosli EJ, van der Ploeg CP, Raat H. MP3 players and
hearing loss: adolescents' perceptions of loud music and hearing
conservation. J Pediatr. 2008; 152(3): 400-4
5. National Institute on Deafness and Other Communication Disorders group.
Noise-induced hearing loss. NIDCD fact sheets on Hearing and Balance.
2014.
(Sitasi
2014
10
dec)
;
hlm
4.
Diakses
dari
https://www.nidcd.nih.gov/health/noise-induced-hearing-loss
6. Scientific Committee on Emerging and Newly Identified Health Risks.
Potential health risks of exposure to noise from personal music players
and mobile phones including a music playing function. 2008. (Sitasi 2014
10
dec)
;
hlm
80.
Diakses
dari
http://ec.europa.eu/health/ph_risk/committees/04_scenihr/docs/scenihr_o_
017.pdf
7. Rabinowitz PM, Galusha D, Dixon-Ernst C, Slade MD, Cullen MR. Do
ambient noise exposure levels predict hearing loss in a modern industrial
cohort. Occup Environ Med 2007;64:53–59.
8. Ali I. Mengatasi gangguan pada telinga dengan tanaman obat. Jakarta:
Agromedia Pustaka 2006 :1-14
58
59
9. Hargiyarto
P.
Analisis
kondisi
dan
pengendalian
bengkel/laboratorium sekolah menengah kejuruan.
bahaya
di
Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan 2010; 1:12-5
10. Tortora GJ. Derrickson B. Hearing and equilibrium. Dalam : Bonnie R.
Principles of anatomy and physiology.12th edition. USA: The Mcgraw-Hill
Companies. 2009; 620-8
11. Despopoulos A. Silbernagl S. Reception and conduction of sound stimuli :
central nervous system and senses. Dalam: Marianne M. Color atlas of
physiology. 5th Edition. USA: Thieme. 2003; 365-9.
12. Sherwood L. Telinga: pendengaran dan keseimbangan. Dalam: Nella Y.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakatra : EGC 2013; 23045
13. Kopke RD, Coleman JKM, Liu J, et al. Mechanism of noise-induced
hearing loss and otoprotective strategies. Dalam : Van De Water, Thomas
R. Otolaryngology : basic science and clinical review. USA: Thieme 2006;
395-409
14. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise
Induced Hearing Loss). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J &
Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-7. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI 2012; 42-45
15. Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss
in children. Laryngoscope 1992;102:645-55
16. Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Nomor: KEP 51/MEN/1999. Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.1999 (sitasi 2015 15
mar).
Diakses
dari
https://qhseconbloc.files.wordpress.com/2011/07/1300758802kepmenakerno51th1999ttgambangbatasfaktorfisikaditempatkerja.pdf
17. S. Elancheliyan, Krishnakumar J. Environmental noise from construction
site power systems and its mitigation. JIRSET 2013; 2 (10): 5109
18. Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup.
Nomor:
KEP-
48/MENLH/11/1996. Tentang Baku Tingkat Kebisingan. 1996 (sitasi
60
2105
15
mar).
Diakses
dari
http://web.ipb.ac.id/~tml_atsp/test/Kepmen%20LH%2048%20Tahun%201
996.pdf
19. OSHA. Measurements. Dalam: Technical manual noise. (Sitasi 2015 10
jan):
39-53.
Diakses
dari
https://www.osha.gov/dts/osta/otm/new_noise/index.pdf
20. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Prosedur Pemakaian Alat Sound
Level Meter. FKIK UIN Jakarta 2014; 1: 1-3
21. Hudak R. Hearing Protection Devices (HPD’s). NIOSH. 2005. (Sitasi
2015
17
aug).
Diakses
dari
https://www.cdc.gov/niosh/mining/UserFiles/workshops/hlp1/05HudakHearingProtectors.pdf
22. Hernita SY. Perbanding ketepatan tes garpu tala dengan audiometri nada
murni dalam penentuan jenis kurang pendengaran. 2005. (Sitasi 2015 17
aug). Diakses dari http://www.m3undip.org/ed1/artikel_05.htm
23. Adams GL. Audiologi. Dalam Lassman FM, Levine SC, Greenfield DG.
Boies : buku ajar penyakit THT. Jakarta : EGC 1997; 50-55
24. Penuntun Pemeriksaan Audiometri. Dalam: Penuntun Praktikum Fisiologi
Modul Indra. Jakarta: Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2010
25. Frank Tom. Basic instrumen and calibration. Dalam: Audiologi
Diagnosis. United State of America: Thieme Medical Publisher 2000; 185187
26. Sastroasmoro S. Studi cross sectional. Dalam: Ghazali MV, Sastromiharjo
S, Soedjarwo SR, Soelaryo TS, Pramulyo HS. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara 1995; 66-77
27. Dahlan MS. Uji hipotesis varibel kategorik tidak berpasangan (tabel b x
k). Dalam: Aklia N. Statitiska untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif,
bivariat, dan multivariat edisi 5. Jakarta: Salemba Medika 2013: 129-35
28. Lisiewski SA. Noise-induced hearing loss and the abuse of mp3 players.
Virginia : Scientia Marywood University 2008; 195-213
61
29. Biassoni EC, Serra MR, Richtert U. Recreational noise exposure and its
effect on the hearing of adolescents. Part II: development of hearing
disorders. Int J Audiol 2005;44:74-85.
30. Hellstrom PA, Axelsson A, Costa O. Temporary threshold shift induced by
music. Scand Audiol Suppl 1998;48:87-94.
31. Vogel I , Brug J, Hosli EJ, van der Ploeg CP, Raat H. MP3 players and
hearing loss: adolescents’ perceptions of loud music and hearing
conservation. J Pediatr. 2008 ;152(3):400-4.
32. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Republik
Indonesia
2009
(sitasi
2016
20
jul).
Diakses
dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf
33. Daniel E. Noise and hearing loss: a review. J Sch Health 2007;77(5): 225–
231
34. Piers D, Cruickshanks KJ, Moore DR, Jones ME, Mccormack A. Et al.
Cigatette smoking, passive smoking, alcohol consumption, and hearing
loss. JARO 2014: 15;663–674
35. Kim KS. Kwon OJ. Prevalence and risk factors of hearing loss using the
korean working conditions survey. Korean J Audiol 2012;16:54-64
36. Tatsuya Y, Lin FR, Someya S, Kashio A, Sakamoto T. Et al. Current
concept in age-related hearing loss: epidemiology and mechanistic
pathways. Hear Res 2013 ; 303: 30–38
37. Franks JR. Hearing Measurement. NIOSH 1998: 18
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden Subjek Penelitian
Tanggal Pengambilan:
KUOSIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS
DUA SMA TERHADAP PENGGUNAAN PERSONAL
LISTENING DEVICE (PLD)
No Kuosioner:
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya tellah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti
mengenai Riset Pengetahuan dan Sikap terhadap Penggunaan LD oleh
Isna Akmalia, Mahasiswa jurusan pendidikan dokter angkatan 2013 FKIK
UIN Syarif Hidayatullah. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dilakukan
secara sukarela. Pernyataan bersedia diwawancarai dan diperiksa.
Tangerang, Februari 2016
( _______________________ )
62
63
KUOSIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS DUA
SMA TERHADAP PENGGUNAAN PERSONAL LISTENING
DEVICE (PLD)
I. IDENTITAS RESPONDEN
1.
Nama
2.
Usia
3.
No HP
4.
Jenis Kelamin
Kelas:
1. Laki-laki 2. Perempuan
II.
GAMBARAN PENGGUNAAN HEADSET
KEBIASAAN ANDA MENGGUNAKAN HEADSET
1.
2.
Apakah anda mendengarkan musik
1. Ya
menggunakan headset?
2. Tidak
Sudah berapa lama anda
1. < 1 tahun
mengunakan headset?
2. 1-2 tahun
3. 3 tahun
4. > 3 tahun
3.
Dalam seminggu berapa hari anda
1. 1-2 hari/minggu
mendengarkan musik menggunakan
2. 3-4 hari/minggu
headset?
3. 5-6 hari/ minggu
4. Setiap hari
4.
Berapa lama waktu yang anda
1. < 1 jam
64
5.
gunakan setiap kali medengarkan
2. 1-2 jam
musiK menggunakan headset?
3. >2 jam
Media player yang biasanya anda
gunakan?
1. Ipod
2. Mp3/Mp4 player
3. Handphone (HP)
4. Laptop/Komputer
7. Lain-lain : ____________
6.
Berapa tingkat volume yang biasa
1. < 20 %
anda set di media player anda saat
2. 20 % - 30 %
mendengarkan musik menggunakan
3. 40% - 50 %
headset?
4. 60 % - 70 %
5. 80 % - 90 %
6. 100 %
7.
Headset jenis apa yang biasanya
1. Circumaural
anda gunakan?
2. Supra-aural
65
3. Earbuds atau
earphones
4. Canalphones
8.
Pada saat anda menggunakan
1. Ya dapat
headset (pada kedua telinga) ,
2. Tidak dapat
Apakah anda dapat dengan jelas
melakukan percakapan tanpa harus
menurunkan volume/ mematikan
media player anda?
6
66
KUISONER PERBEDAAN PROPORSI PENURUNAN PENDENGARAN
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) PENGGUNA
LISTENING DEVICE (LD) DAN NON-PENGGUNA LD
1. Berapa kali dalam seminggu anda berada di laboratorium mesin?
a. 1 kali
c. 4-6 kali
b. 1-3 kali
d. > 6 kali
2. Berapa lama anda berada di laboratorium mesin dalam setiap praktikum?
a. 30 menit
c. 1-2 jam
b. 30 menit – 1 jam
d. 2-3 jam
3. Apakah sekolah anda menyediakan alat pelindung telinga?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah jenis alat pelindung telinga yang disediakan? (pilihlah yang sesuai)
A
B
C
5. Apakah anda menggunakan alat pelindung telinga yang telah disediakan?
a. Selalu
c. Jarang
67
b. Sering
d. Tidak pernah
6. Seberapa sering anda menggunakan alat pelindung telinga tersebut pada
setiap praktikum di laboratorium mesin? (Beri tanda silang “X” pada garis
yang sesuai dengan seberapa sering anda menggunakan alat pelindung
telinga)
0
Tidak pernah
sama sekali
menggunakan
alat pelindung
telinga
10
Selalu
menggunakan
alat pelindung
telinga dalam
praktikum
68
Lampiran 2
Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data
69
Lampiran 3
Surat Izin Peminjaman Alat SLM
70
Lampiran 4
Gambar Proses Penelitian
Gambar 6.1 Mesin A
Gambar 6.2 Mesin C
Gambar 6.3 Mesin B
Gambar 6.4 SLM Krisbow Tipe
KWD6-291
71
Gambar Proses Penelitian (sambungan)
Gambar 6.5 Wawancara Perilaku
Penggunaan PD
Gambar 6.6 Pengukuran Dosis Bising
Gambar 6.7 Pemeriksaan Otoskopi
Gambar 6.8 Pemeriksaan Audiometri
Nada Murni
72
Lampiran 5
Audiogram
73
Lampiran 6
Hasil Uji Statistik
Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
takik_2
perilakuld_2
Statistic
1,00
df
Sig.
,101
2,00
Shapiro-Wilk
42
,208
6
Statistic
df
Sig.
,200
*
,944
42
,038
,200
*
,908
6
,425
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Fisher
risiko_1 * takik_2 Crosstabulation
takik_2
1,00
risiko_1
1
Count
Expected Count
2
Count
Expected Count
Total
Count
Expected Count
2,00
Total
20
2
22
19,3
2,8
22,0
22
4
26
22,8
3,3
26,0
42
6
48
42,0
6,0
48,0
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
(2-sided)
1
,511
,048
1
,827
,441
1
,507
,432
b
df
a
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided)
,674
,423
1
sided)
,418
,516
48
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,75.
b. Computed only for a 2x2 table
74
Lampiran 7
Riwayat Hidup Penulis
Identitas
Nama
: Isna Akmalia
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Bekasi, 14 Juli 1995
Agama
: Islam
Alamt
: Jl. H. Gemin RT/RW 03/05 No. 093 Jatikramat
Jatiasih, Bekasi
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan

2001 – 2006
: SDN Jatikramat 7

2007 – 2009
: SMPN 9 Bekasi

2010 – 2012
: SMAN 5 Bekasi

2013 – Sekarang
: Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah
Jakarta
61
54
53
45
62
Download