Kuliah Pengantar Filsafat Barat 2 – Mengapa

advertisement
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
Materi Ajar Kuliah Pengantar Filsafat Barat (2)
Binsar J. Pakpahan, Ph.D.
MENGAPA BELAJAR FILSAFAT
A. Apa itu Filsafat?
Apa itu filsafat? Untuk bertanya mengenai hal ini seseorang sudah memulai
filsafat itu sendiri. Kenapa bertanya soal apa itu filsafat? Bagaimana cara menjawab
pertanyaan itu? Inilah pintu masuk ke dalam pengantar filsafat . Sampai saat ini, masih
banyak ahli yang memiliki kesulitan untuk mendefinisikan apa itu filsafat. Bahkan untuk
mengajukan dan menjawab pertanyaan inipun, dan menguji kebenarannya, seseorang
sudah mulai masuk ke dalam ruang filsafat.
Kesulitan memiliki definisi yang pasti mengenai filsafat sudah dimulai sejak
zaman Yunani kuno, ketika istilah ‘filsafat’ digunakan secara luas. Dalam tulisannya,
Aristoteles (384 – 322 SM) memasukkan banyak subjek ke dalam filsafat, misalnya
biologi dan ilmu alam. Banyak filsuf juga kemudian menjadi penemu dan ahli
matematika. Filsafat kemudian menjadi lebih spesifik setelah bidang ilmu lain menjadi
subjek penelitian sendiri.
Coba lihat beberapa definisi filsafat yang diberikan oleh beberapa filsuf,





“Philosophy is the acquisition of knowledge.” Plato, Euthydemus, 288d. Melalui
ucapan ini Plato ingin mengayakan bahwa filsafat adalah hasil dari pengetahuan.
Hal ini dapat dipahami karena di zamannya, semua pengetahuan termasuk
biologi dan astronomi berada di dalam ranah filsafat.
“Philosophy is that which grasps its own era in thought.” (Hegel| Elements of the
Philosophy of Rights; 1821). Dalam definisi ini Hegel memberi kesan bahwa
filsafat itu adalah sebuah permenungan yang hadir menangkap isi zaman
tersebut. Artinya, filsafat secara umum adalah sebuah permenungan, namun
secara substansi bisa berubah mengikuti zaman.
“Philosophy is an interpretation of the world in order to change it.” Karl Marx
cited in: Stanford Encyclopedia of Philosophy entry by Jonathan Wolff. Melalui
definisi ini kita bisa melihat bahwa Marx menilai filsafat dari fungsinya, yaitu
untuk mengubah dunia.
Sementara itu Nietzsche melihat bahwa filsafat adalah cara kita mengetahui
batasan nalar kita. Filsafat adalah sebuah metode berpikir. “To grasp the limits
of reason – only this is truly philosophy.” (Nietzsche The Antichrist, 55).
Bertrand Russell, seorang filsuf yang menulis buku komprehensif mengenai
filsafat mengatakan, “The point of philosophy is to start with something so
simple as to seem not worth stating, and to end with something so paradoxical
that no one will believe it. “ (The Philosophy of Logical Atomism, 20). Dalam
ucapannya ini Russell menunjukkan bahwa filsafat membawa kita kepada
kerumitan berpikir mengenai hal-hal yang sebenarnya begitu sederhana.
1

Salah satu pendapat yang sesuai dengan preferensi saya adalah pendapat
Wittgenstein yang mengatakan “The object of philosophy is the logical
clarification of thoughts. Philosophy is not a theory but an activity. A
philosophical work consists essentially of elucidations. The result of philosophy
is not a number of ‘philosophical propositions’, but to make propositions clear.
Philosophy should make clear and delimit sharply the thoughts which otherwise
are, as it were, opaque and blurred.” (Tractatus Logico-Philosophicus, 4.112).
Saya akan mencoba memberi definisi saya sendiri mengenai apa filsafat itu di
bawah.
Untuk mempermudah pencarian arti apa itu filsafat, kita akan memulai
pencarian kita dari pengertian katanya. Filsafat berasal dari filosofia, yang diturunkan
dari kata kerja filosofein, yang berasal dari kata-kata philia (mencintai) dan sophia
(kebijaksanaan), filsafat secara harafiahnya bisa kita artikan sebagai cinta akan
kebijaksanaan. Mereka yang mempelajari filsafat secara dalam akan disebut filsuf. Kata
filsafat berasal dari yang berarti mencintai kebijaksanaan. Namun arti mencintai ini
dapat diartikan hanya bersifat pasif saja, sementara dalam filosofein sendiri terkandung
gagasan bahwa orang yang mencintai kebijaksanaan tadi yaitu seorang filsuf secara
aktif berusaha untuk mencari dan memperoleh kebijaksanaan itu. Oleh sebab itu kata
filsafat lebih mengandung makna “himbauan kepada kebijaksanaan”. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah orang yang mencari kebijaksanaan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut filsafat sebagai “1 pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya; 2 teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3 ilmu yg
berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi; 4 falsafah” (KBBI Online 2013).
Sementara itu Oxford Dictionary mencatat bahwa philosophy sebagai:
1 [mass noun] the study of the fundamental nature of knowledge, reality, and existence,
especially when considered as an academic discipline.

[count noun] a particular system of philosophical thought: the philosophies of Plato and
Aristotle

the study of the theoretical basis of a particular branch of knowledge or experience: the
philosophy of science
2a theory or attitude that acts as a guiding principle for behaviour: don’t expect anything and you
won’t be disappointed, that’s my philosophy
Dari berbagai pengertian di atas, maka saya menawarkan pengertian bahwa
filsafat adalah proses pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul
mengenai kebenaran dan pengetahuan dalam kehidupan, yang menghasilkan sebuah
pertanyaan yang lebih tepat yang pada akhirnya akan membawa kita lebih dekat ke
jawaban yang dicari.
Filsafat dapat menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia dalam pertanyaanpertanyaan yang diajukannya. Karena dia bertujuan untuk mencari pertanyaan yang
lebih baik lagi daripada mencari jawaban, maka filsafat tidak dapat dikungkung dalam
satu pengertian saja. Seorang filsuf yang baik tidak akan pernah menyatakan bahwa
pemikirannya adalah yang paling benar, dia bahkan harus terus mempertanyakan
sistem dari pemikirannya itu. Sifat seperti ini dalam filsafat membuat kita ragu untuk
memberi sebuah definisi pasti mengenai apa filsafat itu, namun mendorong kita untuk
terus memberi sumbangan terhadap perjalanan definisi filsafat itu.
2
B. Tujuan dari Filsafat
Sebelum kita menjawab apa tujuan filsafat, mari kita lihat apa yang membuat
kita sering salah paham mengenai filsafat. Filsafat sebenarnya tidak bertujuan untuk
membuat segala hal menjadi lebih rumit. Filsafat berfungsi untuk mencari jawaban akan
pertanyaan yang tidak ditanyakan, yang muncul dari rasa keingintahuan akan
penjelasan terhadap hal yang telah terjadi, dan yang akan terjadi. Filsafat tidak mencoba
untuk mencari jawaban tunggal atau sebuah rumus untuk semua pertanyaan yang ada
tentang kompleksitas hidup manusia dan semesta. Meskipun filsafat berusaha mencari
kebenaran, hal ini dilakukan dengan kesadaran bahwa kebenaran sepenuhnya tidak
akan bisa dicapai. Karena itu, filsafat lebih mirip kita sebut sebagai sebuah perjalanan
daripada jawaban.
Filsafat adalah sebuah usaha berpikir dengan sistematis, kritis, analitis dan
sintetis, dan dengan sengaja untuk memandang kehidupan dan alam semesta ini. Ilmu
ini melatih kita untuk berpikir kritis dan juga analitis; di satu sisi dia menantang semua
pengertian yang kita miliki tentang segala sesuatu, dan di sisi yang lain membantu kita
menyusunnya.
Sebagai sebuah cara berpikir, filsafat tidak selalu dipelajari dalam sebuah kelas.
Sadar atau tidak, pikiran manusia yang mencari jawaban atas pertanyaan mendasar
dalam hidupnya dapat menuntunnya memasuki dunia filsafat. Ketika seseorang
memiliki pertanyaan yang mungkin tidak pernah terpikirkan untuk ditanya oleh yang
lain, dan berusaha menemukan jalan yang baik untuk menjawabnya, maka dia sudah
masuk dalam filsafat.
Karena lingkup yang luas ini, filsafat tidak terbatas kepada hal-hal yang terlihat
atau terdeteksi oleh indra manusia saja (empiris), dia juga mencakup hal-hal yang
melampaui dimensi ruang dan waktu (meta fisika). Dalam filsafat, cara berpikir untuk
memikirkan hal tersebut pun harus dipikirkan. Hal ini akan kita bicarakan lebih lanjut
lagi di pertemuan selanjutnya.
Salah satu ciri utama filsafat adalah sebuah proses yang mengundang
kebingungan, ketidakpastian, keberanian untuk menyeberangi dan melampaui
presuposisi yang kita miliki, untuk menyelidiki - menggugat nilai, alasan, dan
pengetahuan yang ada. Semua hal ini dilakukan untuk memperoleh hikmat dan
menyusun nilai-nilai baru yang pada akhirnya akan digugat lagi untuk mencapai nilai
baru lainnya.
Tujuan lain dari filsafat adalah untuk membangun sebuah teori pengertian atas
dunia ini, dan juga mencari dasar hidup bersama buat kita semua. Seperti yang nanti
akan kita pelajari bersama dalam pemikiran para filsuf selanjutnya, filsafat telah
membantu ilmu pengetahuan berkembang melalui pertanyaan mengenai pencarian
kebenarannya. Ketika filsafat membantu ilmu pengetahuan kepada sebuah teori, filsafat
juga akan berfungsi untuk memeriksa apakah teori itu benar. Hal ini harus kita lihat
sebagai sebuah hal yang positif dan bukan sebagai sebuah sikap yang tak pernah puas
atas segala hal,
Belajar filsafat dapat membantu kita untuk menjelaskan presuposisi yang kita
miliki atau memperjelasnya. Presuposisi adalah anggapan-anggapan yang sudah kita
miliki sebelum kita meneliti sesuatu lebih dalam lagi, misalnya pernyataan: “Meja ini
terbuat dari kayu jati yang baik.” Kita bisa saja menerima pernyataan ini tanpa
3
mengeluarkan pertanyaan. “Ya, memang meja ini terbuat dari kayu jati yang baik.”
Filsafat akan mengajak kita untuk memikirkan pernyataan yang kelihatannya normal
ini. Coba perhatikan beberapa set pertanyaan ini. Apa yang disebut dengan meja?
Apakah meja tetap meja ketika dia kehilangan fungsi mejanya? Apa fungsi sebuah meja?
Darimana kita tahu bahwa itu adalah sebuah meja? Apakah meja ini menjadi meja
karena dia adalah meja atau karena kita menyebutnya sebagai meja? Pertanyaanpertanyaan ini dapat membantu kita menelusuri lebih dalam lagi ke dalam pikiran kita
sendiri apa maksud kita ketika kita menyebut kata “meja”.
Filsafat juga dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman karena sifatnya yang
menanyakan segala hal yang selama ini kita anggap sudah settled. Filsafat akan
menggugat sistem kepercayaan yang kita miliki, dan bisa memperkuat atau
melemahkannya. Buat mereka yang tidak siap untuk menelusuri lebih lanjut apa yang
mereka pelajari dan percayai selama ini, maka filsafat akan terlihat menakutkan. Coba
gunakan semua pertanyaan di paragraf sebelumnya dan gunakan untuk kalimat “Tuhan
itu Pencipta Alam Semesta.” Pertanyaan-pertanyaan lain akan muncul dan mengganggu
kebenaran-kebenaran yang selama ini kita anggap sebagai suatu hal yang tak patut
ditanyakan. Keraguan untuk mempertanyakan hal-hal tersebut justru bisa datang dari
ketakutan kita untuk menemukan kebenaran yang melemahkan presuposisi kita.
Sebagai salah satu bidang ilmu yang paling menantang filsafat bisa membuat
orang yang mempelajarinya menjadi hilang dalam belantara pertanyaan yang tak ada
ujungnya. Hal ini kadang membuat orang enggan untuk memulai bertanya, atau tidak
mau mengeksplorasi pertanyaannya lebih lanjut lagi. Lalu bagaimana kita bisa tahu
tentang pertanyaan yang tepat atau kapan harus berhenti bertanya sama sekali? Saya
akan mencoba menjawab pertanyaan ini di akhir pengantar ini.
Pertanyaan yang rumit bukanlah sebuah syarat mutlak untuk melihat sebuah
kebenaran. Dalai Lama berkata, “There is no need for temples, no need for complicated
philosophies. My brain and my heart are my temples; my philosophy is kindness.”
Filosofi yang terlihat mendasar ini sebenarnya merupakan hasil perenungan dalam
yang tidak sederhana. Kedalaman yang ditemukan dalam hal yang sederhana terjadi
setelah proses pencarian yang panjang. Bayangkan kalau pencarian itu seperti sebuah
lingkaran. Ketika seseorang kembali ke pertanyaan awal masa pencariannya, setelah
melalui satu putaran penuh, dia tidak akan menjadi orang yang sama meskipun
pertanyaannya sama. Pertanyaan yang sama pun memiliki nilai yang berbeda ketika
ditanya dalam kedalaman berpikir yang berbeda pula.
C. Fokus Filsafat
Untuk menghindari kebingungan dan tantangan yang muncul dalam belajar
filsafat, maka kita perlu fokus terhadap hal-hal yang menjadi fokus penelitian filsafat:
Apa itu kebenaran? Apa itu kenyataan? Apa itu pengetahuan? Apa itu kebaikan? Apa itu
keadilan? Apa itu kebahagiaan? Bagaimana kita memperoleh pengetahuan? Apa tujuan
pengetahuan? Apa yang menjadi dasar dari kepercayaan? Bagaimana kita bisa hidup
bersama? Pertanyaan ini telah mengganggu pikiran banyak filsuf yang mencoba
memberi jawaban mereka. Kita akan melihat apa jawaban mereka, bagaimana mereka
sampai kepada jawaban itu, mengapa mereka menjawab demikian, dan apa reaksi yang
timbul atas pemikiran mereka.
4
Untuk berfilsafat, seseorang bisa memulainya degan mencoba bertanya pada diri
sendiri mengenai hidup dan arti hidup. Dengan mudah pertanyaan itu akan
membawanya ke pertanyaan yang lain yang bisa jadi belum menjawab pertanyaan
pertama, namun membuatnya semakin dekat kepada jawaban pertanyaan pertama tadi.
Demikianlah proses ini berulang, sehingga pada akhirnya seseorang akan memiliki lebih
banyak pertanyaan yang membawanya lebih dekat ke jawaban atas pertanyaan semula,
namun tidak pernah menjadi jawaban akhir. Fisafat muncul dari ketidakpuasan
seseorang akan kebenaran yang selama ini dia terima; sebagai sebuah kritik atas
kepercayaan, dan peraturan tentang hidup yang sudah diberikan kepadanya.
Diperlukan keberanian untuk memulai sebuah perjalanan filosofis karena dia akan
membuka perjalanan baru dalam hidup.
Pertanyaan mencari kebenaran dan perenungan membutuhkan kerendahan hati.
Tanpanya, seseorang akan mudah menyatakan bahwa itulah kebenaran, satu-satunya
kebenaran. Sebuah pencarian akan kebenaran justru akan membuka kesadaran bahwa
kita tidak mungkin menemukan semua jawaban atau ‘sang’ jawaban.
Banyak pertanyaan filosofis bersifat mendasar dalam kehidupan manusia. Semua
asumsi yang selama ini dibangun atas ajaran, kepercayaan, bahkan pengalaman pun
akan digugat. Ini akan membawa kita untuk mencoba lebih mengerti lagi apa kehidupan
ini, dan kesadaran untuk terus menerus menjaga keseimbangan dari kepastian mutlak
dan keragu-raguan abadi. Pengalaman ini menjadi menyenangkan apabila seseorang
mengerti apa itu kesenangan.
Karena sifatnya yang kritis, kadang-kadang kita juga menemukan beberapa
kalimat yang menantang filsafat dan kebenarannya sendiri seperti, “Kalau Tuhan begitu
berkuasa, dapatkan Dia menciptakan batu yang begitu berat sehingga Dia sendiri tidak
dapat mengangkatnya?” Atau coba pikirkan pernyataan, “Tidak ada kebenaran mutlak”,
atau “Karena begitu rumitnya filsafat, maka dia akan membawa kita ke dalam
pergumulan abadi.” Contoh yang kita baca barusan adalah tantangan yang akan kita
hadapi dalam mendalami filsafat.
D. Perasaan yang lahir untuk berfilsafat
Jan Hendrik Rapar mencantumkan empat jenis perasaan yang membawa kita ke
dalam filsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya dan keraguan. Keempat
hal ini akan membawa kita masuk ke dalam putaran pertanyaan filosofis.
Filsafat datang dari rasa takjub. Karena kita takjub akan sesuatu, maka kita mulai
berpikir kenapa hal itu bisa terjadi. Mengapa lautan berwarna biru? Mengapa daun
pohon berwarna hijau? Mengapa ada hewan yang bertelur da nada yang beranak?
Keindahan alam akan membawa kita mempertanyakannya. Sumber utama kita
berfilsafat adalah keingintahuan seperti seorang anak yang menanyakan semuanya.
Perasaan kedua adalah ketidakpuasan. Ketika kita melihat sebuah gunung yang
mirip dengan perahu terbalik, kita pun bertanya mengapa ada bentuk gunung seperti
itu. Penjelasan bahwa dulu ada perahu yang dilempar dan terbalik tidak memuaskan
kita. Jawaban yang penjelasannya tidak rasional (misalnya mitos atau legenda)
membawa kita kepada pertanyaan lebih lanjut.
5
Kedua perasaan di atas harus dikombinasi dengan hasrat bertanya. Manusia
umumnya adalah mahkluk yang selalu ingin belajar. Hasrat bertanya yang ada di
manusia melibatkan keinginan untuk mengetahui hal yang di luar dirinya dan yang di
dalam dirinya sendiri. Kemampuan ini merupakan kelebihan manusia dari spesies
lainnya.
Keraguan adalah perasaan terakhir yang menyebabkan kita masuk ke dalam
perjalanan filsafat. Manusia bahkan sering meragukan dirinya sendiri karena itu adalah
pertanyaan yang eksistensial. Orang bertanya tentang siapa yang mengetahui dan
menentukan segala sesuatu yang pasti sementara tidak ada orang yang bisa
mengatakan bahwa hal itu pasti tanpa ada yang memberitahukannya. Karena itu
keraguan yang menjadi sifat manusia juga mendorong kita untuk bertanya.
E. Filsafat dan teologi.
Pertanyaan mendasar yang diberikan filsafat dapat membawa kita kepada
penjelasan yang lebih baik akan jawaban-jawaban yang diberikan oleh teologi. Teologi
membutuhkan filsafat untuk terus bersifat kritis, tepat karena kesadaran bahwa tidak
ada teologi yang sempurna. Teologi yang sempurna hanya berasal dari Allah, dan kita
tidak akan bisa memahami Allah sepenuhnya. Dengan kesadaran ini, teologi buatan
manusia tidak akan bisa sepenuhnya menggambarkan Allah yang sepenuhnya.
Proses berteologi adalah, meminjam istilah Karl Barth, sebuah perjalanan yang
beriringan dengan filsafat sebagai teman perjalanannya. Filsafat dan teologi bertugas
saling mengisi. Filsafat akan menajamkan atau mengupas pandangan-pandangan
teologis antara yang bersifat mendasar dan yang hanya muncul di permukaan saja.
Teologi dapat mengenal dirinya sendiri lebih baik lagi dengan pertanyaan-pertanyaan
filsafat. Dengan identitas yang lebih baik, teologi bisa menajamkan dirinya lagi dan lebih
percaya diri dalam melangkah.
Sementara itu filsafat tanpa teologi adalah sebuah perjalanan yang tanpa arah.
Teologi membantu filsafat untuk memiliki dasar berpijak, sehingga setiap saat filsafat
tersesat dalam rimba pertanyaan, dia bisa selalu kembali dan melanjutkan
perjalanannya lagi. Filsafat membantu teologi untuk berjalan maju ke depan,
mengembangkan dan mempertajam analisis diri sediri; dan teologi menolong filsafat
untuk menemukan dasar pijakannya sehingga tidak hilang tersesat.
6
Download