Hitungan Cawan - WordPress.com

advertisement
Tanggal Praktikum
Praktikum 3.3
23 Maret 2015
HITUNGAN CAWAN
A. Prelab
1. Jelaskan prinsip dari metode hitungan cawan !
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jumlah mikroba yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar, mikroba tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif
untuk menghitung jumlah mikroba (Sumardjo, 2006).
2. Apakah metode hitungan cawan dapat menghitung jumlah sel? Menurut anda mengapa
demikian? Jelaskan!
Metode hitungan cawan ini dapat menghitung jumlah sel, karena prinsip dari metode
hitungan cawan sendiri adalah menghitung jumlah koloni mikroba yang telah
dibiakkan yang bisa dilakukan tanpa bantuan mikroskop. Dalam metode ini hanya sel
yang masih hidup saja yang dapat dihitung, beberapa jenis mikroba juga dapat dihitung
sekaligus serta dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari suatu mikroba yang mempunyai penampakan
pertumbuhan secara spesifik. Namun hasil perhitungan tidak selalu menunjukkan
jumlah sel yang sebenarnya, karena sel yang berdekatan kemungkinan membentuk
koloni (Harvey, 2007).
3. Apakah yang dimaksud dengan metode pour plate dan spread plate pada hitungan cawan?
Jelaskan!
Metode pour plate dilakukan dengan cara menuangkan kultur ke dalam cawan
petri bersama dengan media yang sudah disterilkan dan diturunkan suhunya. Metode
pour plate ini mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan waktu yang lama dan bahan
yang relatif banyak tetapi tidak memutuhkan keterampilan tinggi (Leong, 2005).
Metode spread plate dilakukan dengan menyemprotkan suspensi ke atas medium
agar kemudian menyebarkannya secara merata dengan spreader. Dengan ini
diharapkan bakteri terpisah secara individual, kemudian dapat tumbuh menjadi koloni
tunggal (Rao, 2008).
4. Jelaskan prinsip pengujian biru metilen pada produk susu!
Prinsip dari uji waktu reduktase adalah dalam susu terdapat enzim reduktase yang dibentuk
oleh kuman-kuman, maka enzim ini akan mereduksi zat biru metilen menjadi larutan tidak
berwarna. Semakin tinggi jumlah kuman di dalam susu, semakin cepat terjadi perubahan
warna, maka dilakukan uji reduksi biru metilen yang dapat memberikan gambaran
perkiraan jumlah kuman yang terdapat di dalam susu, kemudian diamati waktu yang
dibutuhkan oleh kuman untuk melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan perubahan
warna dari zat warna biru metilen (Saragih, 2013).
B. Diagram Alir
a. Sampel Daging/Ikan
Ikan Mujaer
Di swab sebanyak 3 kali
Swab direndam dalam pengencer
Swab diputar-putar dan diperas pada dinding tabung
Dilakukan pengenceran hingga 10-5
Diinokulasikan pada cawan petri dengan metode pour dan spread
3 pengenceran terakhir dengan menggunakan media SSA dan NA
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada media
Hasil
b. Sampel Sayuran
Kubis
Dipotong secara aseptis 2 x 2,5 cm
Dicelupkan potongan tersebut ke dalam labu erlenmeyer berisi 25 ml larutan pengencer
Dikocok sebanyak 25 kali
Dilakukan pengenceran hingga 10-4
Diinokulasikan pada cawan petri dengan metode pour dan spread
3 pengenceran terakhir dengan menggunakan media MRSA dan NA
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada media
Hasil
c. Sampel Olahan
Bakso
Dipotong secara aseptis sebanyak 5 gram
Dihancurkan
Dilarutkan dalam pepton 45 ml (pengenceran 10-1)
Dilakukan pengenceran hingga 10-5
Diinokulasikan pada cawan petri dengan metode spread dan pour
3 pengenceran terakhir dengan menggunakan media PCA dan VRBA
Diinokulasi pada suhu 37°C selama 24 jam
Dihitung jumlah koloni pada media
Hasil
2. Tuliskan tahapan dan cara perhitungan anda untuk mendapatkan jumlah koloni pada
masing-masing sampel !
Analisa Prosedur
Pada praktikum ini, percobaan yang dilakukan adalah menghitung bakteri pada suatu
sampel dengan menggunakan hitungan cawan dan pada kelompok kami menggunakan
sampel olahan berupa bakso yang dibeli di kantin Kopma Universitas Brawijaya pada
tanggal 23 Maret 2015. Alat dan bahan yang disiapkan adalah bunsen burner, 4 tabung
reaksi yang telah berisi pepton 10 ml, alkohol 70%, beaker glass, tisu, sampel olahan
berupa 1 buah bakso dengan berat + 5 gram, plastik PE, cobek, mikropipet, mikrotip,
vortex, media agar cair VRBA, media agar cair PCA, 6 cawan petri kosong, 3 cawan petri
berisi media agar padat VRBA, 3 cawan petri berisi media agar padat PCA dan 45 ml
pepton.
Langkah pertama adalah aseptis diri dan lingkungan dilanjutkan dengan
menghancurkan sampel olahan berupa bakso. Bakso dimasukkan ke dalam plastik PE
kemudian ditumbuk dan dihancurkan hingga halus dengan menggunakan cobek dari bagian
luar plastik PE, ke dalam plastik PE ditambahkan 45 ml pepton dan dilanjutkan lagi
penumbukkan hingga pepton bercampur dengan bakso, saat ditumbuk diusahakan plastik
PE tidak sampai terjadi kerusakan, penambahan pepton 45 ml ini sudah termasuk kedalam
pengenceran 10-1. Selanjutnya larutan pepton diambil dengan menggunakan mikropipet 1
ml. Tabung reaksi yang berisi mikrotip dibuka sedikit penutupnya, lalu mikropipet
ditancapkan pada mikrotip dan ditarik keluar. Plastik PE yang berisi sampel olahan berupa
bakso dibuka sedikit, tombol pada ujung mikropipet ditekan penuh namun tidak sampai
terlalu dalam, mikropipet dimasukkan kedalam plastik PE dan diarahkan pada larutan
pepton yang telah bercampur dengan bakso, tombol pada ujung mikropipet dilepaskan,
mikropipet dikeluarkan dan plastik PE yang berisi sampel ditutup. Selanjutnya tabung
reaksi yang berlabelkan 10-2 dipegang ditangan kiri, dan mikropipet masih ditangan kanan,
sumbat atau tutup kapas pada mulut tabung reaksi dibuka dengan cara menjepitnya dengan
menggunakan jari kelingking dan jari manis tangan kanan kemudian, mulut tabung reaksi
dipanaskan sebentar diatas api bunsen, kemudian mikropipet dimasukkan dan tombol pada
ujung mikropipet ditekan hingga penuh masuk kedalam sehingga semua cairan didalam
mikrotip keluar. Mikropipet lalu dikeluarkan, mulut tabung reaksi kembali dipanasi dengan
menggunakan api bunsen dan selanjutnya ditutup. Tabung reaksi berlabel 10-2 yang telah
dicampuri pepton yang mengandung sampel olahan berupa bakso selanjutnya divortex
hingga terbentuk pusaran air didalam tabung reaksi yang menandakan bahwa larutan telah
bercampur. Setelah dipastikan larutan bercampur dengan sempurna, selanjutnya dilakukan
pengenceran 10-3 hingga 10-5, ganti mikrotip setiap selesai mengencerkan dari tabung
reaksi satu ke tabung reaksi lainnya. Selesai dengan pengenceran kemudian sampel dari
tiga pengenceran terakhir diinokulasikan pada masing-masing cawan petri yang telah
dilabeli dengan metode pour dan metode spread dengan menggunakan media VRBA dan
PCA. Cara yang dilakukan untuk metode pour adalah pertama aseptis diri dan lingkungan.
Selanjutnya memegang tabung reaksi yang berisi sampel yang akan diinokulasikan
ditangan kiri dan mikropipet yang ujungnya telah terpasang mikrotip 1 ml ditangan kanan,
menekan tombol diujung mikropipet hingga penuh namun tidak sampai masuk terlalu
dalam, sumbat kapas pada tabung reaksi dibuka dengan cara dijepit dengan menggunakan
jari kelingking dan jari manis tangan kanan kemudian ditarik keluar, setelah terbuka
kemudian mulut tabung reaksi dipanaskan sebentar diatas api bunsen lalu mikropipet
dimasukkan hingga ujung mikrotip terendam, tombol pada ujung lain mikropipet
dilepaskan hingga larutan pepton yang mengandung sampel masuk ke dalam mikrotip,
mikropipet dikeluarkan dan mulut tabung reaksi dipanaskan sekali lagi untuk selanjutnya
ditutup. Tabung reaksi diletakkan kembali di rak tabung. Cawan petri steril yang masih
kosong dipegang ditangan kiri, dan mikropipet yang mengandung sampel masih dipegang
ditangan kanan, pinggiran cawan petri dipanaskan diatas api bunsen kemudian dibuka
sedikit, mikropipet dimasukkan kemudian tombol pada ujung ditekan hingga penuh masuk
ke dalam, mikropipet dikeluarkan dan pinggiran cawan petri dipanaskan sekali lagi, dilepas
mikrotip dan diletakkan terpisah seperti dimasukkan kedalam gelas beker, mikropipet
diletakkan, selanjutnya memegang erlenmeyer yang mengandung media ditangan kanan,
sumbat kapas dibuka dan mulut erlenmeyer dipanaskan, pinggiran cawan petri dipanaskan
lagi lalu cawan petri dibuka sedikit, media didalam erlenmeyer dituangkan ke dalam cawan
petri secukupnya hingga seluruh dasarnya tertutupi oleh media, kemudian cawan petri
ditutup dan pinggirannya dipanaskan sekali lagi, mulut erlenmeyer dipanaskan sekali lagi
dan ditutup kembali dengan menggunakan sumbat kapas, media dan sampel didalam
cawan petri selanjutnya dicampurkan dengan cara digoyangkan cawan petri diatas meja
rata membentuk angka 8 (delapan), dibiarkan sebentar hingga dingin, setelah dingin
kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas payung namun terlebih dahulu cawan
petri dibalik sehingga posisi tutup atau yang lebih luas berada dibawah, setelah dibungkus
kemudian diinkubasi didalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam sebelum
dilakukan pengamatan untuk dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Melakukan kegiatan
yang sama untuk metode pour untuk pengenceran mulai dari 10-3 hingga 10-5 dengan
media VRBA dan PCA, ganti mikrotip setiap selesai memindahkan sampel dari tabung
reaksi ke cawan petri untuk menghindari kontaminasi dari sampel sebelumnya sehingga
tidak terjadi kerancuan data. Setelah selesai dengan metode pour, selanjutnya dilakukan
metode spread. Pertama dilakukan aseptis lingkungan, selanjutnya mengaseptis diri sendiri.
Jika dirasa telah aseptis kemudian memegang tabung reaksi dengan pengenceran 10-3
ditangan kiri dan mikropipet steril yang diujungnya telah terpasang mikrotip 0,1 ml
ditangan kanan, tombol pada ujung mikropipet ditekan penuh namun tidak sampai masuk
dalam, sumbat kapas tabung reaksi dijepit dengan jari kelingking dan jari manis tangan
kanan kemudian ditarik untuk membukanya, mulut tabung reaksi dipanaskan diatas api
sebentar kemudian mikropipet dimasukkan kedalam tabung reaksi hingga mikrotip
terendam separuhnya, tombol pada ujung atas mikropipet dilepaskan sehingga larutan
sampel masuk ke dalam mikrotip, mikropipet selanjutnya ditarik keluar, mulut tabung
reaksi kembali dipanaskan sebentar dan ditutup kembali dengan menggunakan sumbat
kapas. Tabung reaksi diletakkan kembali pada rak tabung, cawan petri steril yang telah
berisi media dipegang ditangan kiri sementara mikropipet yang sama masih dipegang
ditangan kanan, pinggiran cawan petri dipanaskan sebentar diatas api bunsen kemudian
dibuka sedikit, mikropipet dimasukkan mikrotipnya saja selanjutnya tombol pada ujung
atas mikropipet ditekan penuh hingga masuk kedalam, mikropipet dikeluarkan dan
diletakkan, cawan petri ditutup lalu dipanaskan kembali sebentar diatas api bunsen.
Trigalski atau spreader dipegang ditangan kanan, spreader disterilisasi dengan cara
mencelupkan ujung spreader yang akan digunakan kedalam alkohol kemudian dipanaskan
di atas bunsen, dilakukan pensterilan hingga tiga kali, kemudian pinggiran cawan petri
dipanaskan kembali sebentar dan dibuka sedikit, spreader yang telah steril dimasukan
untuk meratakan sampel. Setelah sampel rata, spreader ditarik keluar dan dipanaskan
sebentar di atas api bunsen, cawan petri ditutup dan pinggirannya kembali dipanaskan
sebentar di atas api bunsen. Cawan petri langsung dibungkus dengan kertas payung namun
terlebih dahulu dibalik, kemudian dimasukan kedalam inkubator untuk diinkubasikan
dengan suhu 37°C selama 24 jam, pada percobaan ini menggunakan PCA karena media ini
sesuai untuk semua jenis mikroorgansime sementara VRBA digunakan untuk mendeteksi
keberadaan dari enterobakter yang biasanya terdapat pada produk olahan seperti bakso,
sosis dan nuget.
Sampel yang kedua dari kelompok lain adalah sayuran kubis yang dibeli secara acak
tanpa diketahui tempat dan tanggal pembeliannya. Alat dan bahan yang diperlukan sama
seperti percobaan pertama, namun sampel diganti dari sampel olahan berupa bakso
menjadi sampel sayur berupa kubis dan media yang digunakan adalah MRSA dan NA,
media MRSA digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan bakteri lacto meskipun tidak
terlalu patogen atau bersifat toksin lemah, sementara NA cocok digunakan untuk
menumbuhkan semua bakteri. Pertama mengaseptis diri dan lingkungan, setelah dirasa
aseptis kemudian mengupas kubis hingga tiga kali sehingga yang digunakan untuk
percobaan adalah daun kubis yang terletak pada lapisan ke-empat. Kubis selanjutnya
dipotong secara aseptis 2x2,5 cm kemudian potongan tersebut dicelupkan kedalam labu
erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan pengencer berupa pepton. Kemudian erlenmeyer
dikocok sebanyak 25 kali untuk mencampurkan larutan dengan sampel. Selanjutnya
larutan didalam sampel diambil dengan menggunakan mikropipet steril untuk dilakukan
pengenceran hingga 10-4, dilakukan hanya sampai 10-4 karena lebih dari itu maka bakteri
dianggap sudah tidak tumbuh lagi atau telah hilang. Tabung reaksi yang berlabelkan 10-2
dipegang ditangan kiri, dan mikropipet yang telah berisi sampel ditangan kanan, sumbat
atau tutup kapas pada mulut tabung reaksi dibuka dengan cara menjepitnya dengan
menggunakan jari kelingking dan jari manis tangan kanan kemudian ditarik, mulut tabung
reaksi dipanaskan sebentar diatas api bunsen, kemudian mikropipet dimasukkan dan
tombol pada ujung mikropipet ditekan hingga penuh masuk kedalam sehingga semua
cairan didalam mikrotip keluar. Mikropipet lalu dikeluarkan, mulut tabung reaksi kembali
dipanasi dengan menggunakan api bunsen dan selanjutnya ditutup. Tabung reaksi berlabel
10-2 yang telah dicampuri pepton yang mengandung sampel sayuran berupa kubis
selanjutnya divortex hingga terbentuk pusaran air didalam tabung reaksi yang menandakan
bahwa larutan telah bercampur. Setelah dipastikan larutan bercampur dengan sempurna,
selanjutnya dilakukan pengenceran 10-3 dan 10-4, ganti mikrotip setiap selesai
mengencerkan dari tabung reaksi satu ke tabung reaksi lainnya. Setelah diencerkan, sampel
dalam tiap-tiap tabung reaksi selanjutnya diinokulasikan kedalam cawan petri dengan
menggunakan metode pour dan metode spread seperti pada percobaan pertama dengan
sampel olahan berupa bakso, namun media pada percobaan kedua ini dengan sampel sayur
berupa kubis adalah MRSA dan NA. Setelah diinokulasikan kemudian diinkubasikan
didalam inkubator bersuhu 37°C selama 24 jam.
Sampel yang ketiga adalah sampel ikan berupa ikan mujaer yang dibeli pada tanggal
22 Maret 2015 tanpa diketahui tempat pembeliannya. Alat dan bahan yang dibutuhkan juga
sama seperti pada percobaan-percobaan sebelumnya, namun sampel diganti menjadi ikan
mujaer, media yang digunakan adalah SSA dan NA, digunakan media SSA karena untuk
mendeteksi keberadaan dari bakteri salmonella didalam ikan dan NA cocok untuk
menumbuhkan semua jenis bakteri, dan ditambah alat berupa swab atau cottonswab.
Pertama dilakukan aseptis lingkungan dan diri. Jika telah aseptis, selanjutnya ikan diswab
permukaanya sebanyak tiga kali kemudian ikan difillet dan diswab kembali bagian yang
telah difillet sebanyak tiga kali kemudian difillet sekali lagi dan diswab kembali, saat
diswab dipastikan satu arah supaya tidak ada sampel yang telah menempel pada swab tidak
kembali ke semula. Swab kemudian direndam dalam larutan pengencer lalu swab diputarputar dan diperas dengan cara ditekankan pada dinding tabung reaksi hingga semua
larutannya keluar. Kemudian dilakukan pengenceran hingga 10-5. Caranya adalah larutan
didalam tabung reaksi diambil dengan menggunakan mikropipet yang diujungnya telah
tertancap mikrotip 1 ml, tombol pada ujung atas mikropipet ditekan hingga penuh
kemudian mikropipet dimasukkan kedalam tabung reaksi hingga mikrotipnya terendam
sebagian, tombol dilepaskan, tabung reaksi yang berlabelkan 10-2 dipegang ditangan kiri,
dan mikropipet yang telah berisi sampel ditangan kanan, sumbat atau tutup kapas pada
mulut tabung reaksi dibuka dengan cara menjepitnya dengan menggunakan jari kelingking
dan jari manis tangan kanan kemudian ditarik, mulut tabung reaksi dipanaskan sebentar
diatas api bunsen, kemudian mikropipet dimasukkan dan tombol pada ujung mikropipet
ditekan hingga penuh masuk kedalam sehingga semua cairan didalam mikrotip keluar.
Mikropipet lalu dikeluarkan, mulut tabung reaksi kembali dipanasi dengan menggunakan
api bunsen dan selanjutnya ditutup. Tabung reaksi berlabel 10-2 yang telah dicampuri
pepton yang mengandung sampel sayuran berupa kubis selanjutnya divortex hingga
terbentuk pusaran air didalam tabung reaksi yang menandakan bahwa larutan telah
bercampur. Setelah dipastikan larutan bercampur dengan sempurna, selanjutnya dilakukan
pengenceran 10-3 hingga 10-5, ganti mikrotip setiap selesai mengencerkan dari tabung
reaksi satu ke tabung reaksi lainnya. Setelah diencerkan, sampel dalam tabung reaksi
dengan pengenceran 10-3 hingga 10-5 selanjutnya diinokulasikan kedalam cawan petri
dengan menggunakan metode pour dan metode spread seperti pada percobaan pertama
dengan sampel olahan berupa bakso, namun media pada percobaan kedua ini dengan
sampel ikan berupa ikan mujaer adalah SSA dan NA. Setelah diinokulasikan kemudian
diinkubasikan didalam inkubator bersuhu 37°C selama 24 jam.
Setelah 24 jam, cawan petri yang berisi sampel kemudian dikeluarkan dari inkubator
untuk diamati dan hitung jumlah koloni yang tumbuh didalamnya baik yang aerob pada
metode spread dan metode pour maupun yang anaerob pada metode pour saja. Tanda dari
tumbuh dan berkembangnya bakteri dari sampel didalam media adalah adanya totol-totol
yang menyebar secara menyeluruh di media. Jumlah totol yang dianggap koloni ini
selanjutnya dihitung untuk dapat mengetahui jumlah total koloni pada media. Gunakan
masker dan sarung tangan saat percobaan, mengamati dan menghitung sebagai langkah
keselamatan dan pencegahan dari terinfeksi bakteri terutama pada sampel ikan dan media
SSA karena yang tumbuh merupakan bakteri patogen salmonella yang dapat menyebabkan
tipus.
3. Bahaslah hasil yang anda peroleh pada masing-masing media untuk satu jenis sampel
bahan pangan !
Rumus dari perhitungannya adalah :
𝟏
π‘ͺπ’π’π’π’π’š π‘­π’π’“π’Žπ’Šπ’π’ˆ π‘Όπ’π’Šπ’•/π’ˆπ’“ =
𝒙 π’‹π’–π’Žπ’π’‚π’‰ π’Œπ’π’π’π’π’Š/π’ˆπ’“π’‚π’Ž
π’‡π’‚π’Œπ’•π’π’“ π’‘π’†π’π’ˆπ’†π’π’„π’†π’“π’‚π’
3.1 Sampel Ikan
Jumlah Koloni Pada Media
Pour
Spread
Media
Pengenceran
Pengenceran
Jumlah
Jumlah
Koloni
Koloni
10-3
10-4
10-5
10-3
10-4
10-5
6
NA
392
232
356
2,3x10
348
388
0
3,5x106
4
SSA
10
0
TBUD 1,0x10
1
0
0
1,0x104
a. Medium NA
Pour : 232 x 1/10-4 = 2,3 . 106 CFU/gr
Spread : 348 x 1/10-2 = 3,5 . 106 CFU/gr
b. Medium SSA
Pour : 10 x 1/10-4 = 1,0 . 104 CFU/gr
Spread : 1 x 1/10-3 = 1,0 . 104 CFU/gr
Setelah dilakukan percobaan dan pengamatan, didapatkan jumlah koloni pada
media seperti pada tabel diatas. Pada metode pour dengan media NA, jumlah koloni
pada pengenceran 10-3 adalah 392 dan pada pengenceran selanjutnya yaitu 10-4
adalah 232, namun pada pengenceran berikutnya untuk 10-5 terdapat kekeliruan
dimana jumlah koloni yang seharusnya turun justru naik menjadi 356. Kekeliruan
juga terjadi untuk metode pour dengan media SSA, pada pengenceran 10-3
didapatkan jumlah koloni sebanyak 10 dan pada pengenceran 10-4 didapatkan
jumlah koloni sebanyak 0, namun pada pengenceran 10-5 dimana seharusnya
jumlah koloni adalah 0 justru menjadi Terlalu Banyak Untuk Dihitung (TBUD).
Pada metode spread, kesalahan terjadi pada media NA dimana jumlah koloni pada
pengenceran 10-4 yaitu 388 lebih banyak dari pada jumlah koloni pada pengenceran
10-3 yaitu 348, untuk metode spread dengan media SSA, hasil telah sesuai dengan
teori dan literatur. Telah terjadi kesalahan pada percobaan ini karena menurut teori
jumlah koloni setiap diencerkan akan semakin sedikit dan semakin turun
jumlahnya, namun pada percobaan ini justru sebaliknya, data menjadi rancu dan
tidak akurat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain praktikan
kurang cermat dalam melakukan percobaan, kurang aseptis, terlalu lama melakukan
pengenceran dari tabung reaksi satu ke tabung reaksi lainnya dan pemindahan
sampel dari tabung reaksi ke cawan petri, pencampuran dengan menggunakan
vortex tidak dilakukan dengan benar sehingga sampel dengan larutan tidak
tercampur dengan sempurna sehingga yang diambil tidak dapat mewakili populasi,
kontaminasi dari luar yang menyebabkan pertumbuhan bakteri sampel terganggu
meskipun telah memakai media yang khusus.
3.2 Sampel Sayur Kubis
Media
-2
Jumlah Koloni Pada Media
Pour
Spread
Pengenceran
Pengenceran
Jumlah
-3
-4
-2
Koloni
10
10
10
10-3
10-4
6
2
8,0x102
10
7
5
2
5
6
8,0x10 TBUD
9
52
10
NA
8
MRSA
8
a. Medium NA
Pour : 8 x 1/10-2 = 8,0 . 102 CFU/gr
Spread : 10 x 1/10-2 = 1,0 . 104 CFU/gr
b. Medium MRSA
Pour : 8 x 1/10-2 = 8,0 . 102 CFU/gr
Spread : 52 x 1/10-2 = 5,2 . 106 CFU/gr
Jumlah
Koloni
1,0x104
5,2x106
Untuk sampel sayur berupa kubis, nilai yang didapatkan terlalu kecil. Hal ini
disebabkan karena sampel diambil dari bagian layer ke 4 setelah permukaan
sehingga diduga jumlah bakteri yang hidup terlalu sedikit atau lemah untuk tumbuh
dan berkembang pada media. Untuk metode pour dengan media NA pada
pengenceran 10-2 didapatkan jumlah koloni sebesar 8, pada pengenceran 10-3
sebesar 6 dan pada 10-4 sebesar 2. Masih dimetode pour, namun dengan media
MRSA, pada pengenceran 10-2 didapatkan jumlah bakteri sebesar 8, pada
pengenceran 10-3 sebesar 5 dan pada pengenceran 10-4 sebesar 6. Secara teori,
jumlah koloni bakteri setiap kali diencerkan selalu menurun namun jumlah ini
terlalu sedikit untuk memenuhi syarat statistik nilai koloni antara 30 – 300 sehingga
tidak dapat mewakili sampel dari populasi bakteri. Untuk metode spread dengan
Media NA pada pengenceran 10-2 didapatkan jumlah koloni sebesar 10, pada
pengenceran 10-3 sebesar 7 dan pada 10-4 sebesar 5. Masih dimetode spread, namun
dengan media MRSA, pada pengenceran 10-2 jumlah koloni TBUD, pada
pengenceran 10-3 jumlah bakteri menurun ekstrem menjadi 9 dan pada pengenceran
10-4 meningkat menjadi 52. Kembali terjadi kesalahan dimana pada pengenceran
10-3 untuk metode spread dengan media MRSA nilainya lebih rendah daripada
pengenceran 10-4. Ini dapat disebabkan karena kurang homogennya larutan dengan
sampel sehingga saat diambil, jumlahnya bakteri sangat sedikit, dapat pula terjadi
karena bakteri yang ditumbuhkan mati terkena spreader yang masih panas.
3.3 Sampel Bakso
Jumlah Koloni Pada Media
Pour
Pengenceran
Jumlah
-3
-4
-5
Koloni
10
10
10
PCA
TBUD TBUD
129
1,3x107
VRBA TBUD TBUD
191
1,9x107
a. Medium PCA
Pour : 129 x 1/10-5 = 1,3 . 107 CFU/gr
Spread : 204 x 1/10-4 = 2,0 . 107 CFU/gr
b. Medium VRBA
Pour : 191 x 1/10-2 = 1,9 . 107 CFU/gr
Spread : 235 x 10-4 = 2,4 . 107 CFU/gr
Media
Spread
Pengenceran
10-3
10-4
10-5
TBUD
204
9
TBUD
235
184
Jumlah
Koloni
2,0x107
2,4x107
Setelah diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C, lalu dikeluarkan dan
dilakukan penghitungan jumlah koloni yang hidup pada media di dalam cawan.
Pada metode pour dengan media PCA untuk pengenceran 10-3 dan 10-4, koloni yang
hidup dan tumbuh didalam cawan jumlahnya terlalu banyak melebihi dari syarat
penghitungan statistik yaitu diatas 300 sehingga dapat dianggap TBUD atau Terlalu
Banyak Untuk Dihitung. Hal ini juga terjadi pada metode pour dengan media
VRBA untuk pengenceran 10-3 dan 10-4, TBUD dapat terjadi akibat terlalu
rendahnya pengenceran sehingga perlu diencerkan kembali sekali lagi, ini terbukti
dari hasil pengenceran berikutnya untuk metode pour dengan media PCA dan
VRBA. Pada media PCA dengan pengenceran 10-5, didapatkan jumlah koloni yang
terhitung sebesar 129 dan pada media VRBA dengan pengenceran 10-5 didapatkan
jumlah koloni yang terhitung sebesar 191. TBUD pada media pour dapat juga
terjadi karena yang tumbuh pada media adalah dua jenis bakteri, yaitu aerob pada
permukaannya dan anaerob pada bagian dalam media. Untuk metode spread dengan
media PCA dan media VBRA, pada pengenceran 10-3 keduanya sama-sama
menunjukan hasil TBUD yang menandakan pengenceran masih terlalu rendah
sehingga harus diencerkan kembali, Ini terbukti pada hasil selanjutnya dimana pada
pengenceran 10-4 pada media PCA didapatkan hasil sebesar 204 dan pada media
VRBA dengan pengenceran 10-4 didapatkan hasil sebesar 235. Pengeceran kembali
ditingkatkan hingga 10-5 dan didapatkan hasil untuk media PCA sebesar 9 dan pada
media VRBA sebesar 184.
4. Apa kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini?
Prinsip dari Hitungan Cawan adalah menumbuhkan sel-sel mikroba yang masih hidup
pada suatu atau beberapa media sehingga sel tersebut berkembang biak dan membentuk
koloni-koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tanpa menggunakan
mikroskop.
Dari praktikum kali ini, kita mendapatkan hasil berupa jumlah koloni yang tumbuh
pada suatu media yang didapatkan dari sampel tertentu. Pada sampel ikan mujaer,dengan
metode spread plate pada media SSA koloni yang tumbuh sebesar 1,0x104 CFU/g.
Sedangkan pada media NA sebanyak 3,5x106 CFU/g koloni tumbuh. Untuk media SSA
selanjutnya dengan metode pour plate, didapatkan koloni dengan jumlah 1,0x104 CFU/g.
Sedangkan pada media NA, didapatkan koloni sejumlah 2,3x106 CFU/mL. Selanjutnya
pada sampel kubis dengan metode spread plate pada media MRSA, kita mendapatkan
koloni sebanyak 5,3x106 CFU/g dan pada media NA sebanyak 1,0x104 CFU/g. Sedangkan
pada metode pour plate dengan media MRSA, kita mendapatkan koloni sebanyak 8,0x102
CFU/g dan pada media NA sebanyak 8,0x102 CFU/g. Pada sampel bakso, dengan metode
spread plate pada media VRBA, kita dapatkan jumlah koloni sebanyak 2,4x107 CFU/g dan
pada media PCA, koloni nya berjumlah 2,0x106 CFU/g. Untuk metode pour plate pada
media VRBA, kita dapatkan koloni sejumlah 1,9x107 CFU/g dan pada media PCA
sebanyak 1,3x107 CFU/g.
D. Pembahasan
1. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari metode pour plate dan spread plate. Kapan kita
dapat menggunakan metode tersebut? Jelaskan alasan anda!
Metode agar tuang dilakukan dengan mencampurkan sampel pada media padat yang
mendukung pertumbuhan mikroorganisme, dan kemudian menginkubasi pelat sehingga
setial sel bakteri dapat membelah dan membentuk koloni. Dengan demikian, jumlah
koloni dapat dihitung. Kelebihannya adalah mudah untuk dilakukan dan koloni dapat
tersebar merata pada media. Kekurangannya butuh kehati-hatian dalam menuang ke
media, kontaminasi sulit untuk dibedakan, koloni yang berbeda saling bertumpuk
(Harmita, 2008).
Teknik sebar di atas pelat agar adalah menyebarkan sampel (yang telah diencerkan) di
atas permukaan pelat agar rata di dalam cawan petri. Umumnya 0,1 ml sampel disebarkan
di permukaan media padat dengan menggunakan tangkai gelas steril. Kelebihannya
koloni
tersebar
merata
pada
permukaan
media,
kontaminan
mudah
dibedakan.Kekurangannya harus dilakukan dengan hati-hati, hanya dapat menumbuhkan
bakteri aerob (Harmita, 2008).
2. Apa kelebihan perhitungan mikroba dengan metode hitungan cawan dibanding metode
enumerasi langsung?
Murah, mudah dan praktis untuk dilakukan. Sederhana dan dapat digunakan untuk isolasi
dan identifikasi bakteri dalam suatu sampel. Tidak memerlukan bantuan mikroskop untuk
menghitung. Hanya sel mikroba hidup yang dapat dihitung (Dwidjoseputro, 2005).
3. Mengapa yang digunakan dalam aturan SPC hanya koloni yang berjumlah 30-300 saja?
Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni
adalah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni. Karena jika lebih dari 300 maka
koloni dapat dianggap saling bertumpuk yang dapat mempengaruhi keakuratan data,
penyebab dari koloni lebih dari 300 adalah terlalu rendahnya pengenceran. Jika dibawah 30,
data statistik mikroba yang dihasilkan terlalu rendah, penyebab dari koloni kurang dari 30
adalah terlalu tingginya pengenceran (Taniwaki, 2013).
4. Apakah yang dimaksud dengan ”TNTC atau TBUD” pada pengamatan hitungan cawan?
Dan mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelaskan!
Dalam bahasa Inggris, TNTC adalah singkatan dari dari “Too Numerous To Count” atau
dalam Bahasa Indonesia menjadi TBUD yang berarti “Terlalu Banyak Untuk Dihitung”.
Hal ini dapat terjadi karena faktor pengencerannya masih rendah sehingga konsentrasi
bakteri di dalam suspensi masih banyak. Bisa juga karena penyebaran yang kurang merata
sehingga membuat bakteri tumbuh secara bertumpuk dan susah dihitung. Hal ini dapat
diatasi dengan membuat pengenceran yang lebih tinggi lagi dan lebih memperhatikan
homogenisasi di setiap penginokulasian. Namun hal ini bisa juga terjadi karena adanya
kontaminan yang masuk ke dalam media dan ikut berproses. Karena itu, para praktikan
harus lebih memperhatikan penggunaan teknik aseptis di setiap penginokulasian
(Harmita, 2008).
5. Berikut ini data hasil plating dari sampel kefir de carrota pada media MRSA. Hitung
jumlah koloni berdasarkan metode SPC!
Sampel Ke1
2
3
Jumlah koloni Pada Pengenceran
10-4
10-5
10-6
TBUD
305
89
TBUD
248
82
189
52
21
4
5
TBUD
18
TBUD
7
23
0
Hitung berapa jumlah koloni per mL nya berdasarkan aturan SPC. Tuliskan tahapan
penghitungan anda!
1. Pengenceran yang diambil adalah pengenceran 10-6 karena pada pengenceran tersebut
menghasilkan jumlah koloni kisaran 30-300.
Jumlah koloni per ml = 8,9 x 107 CFU per ml
2. Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran 30-300 maka
menggunakan rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil rata-rata. Apabila
hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 2,48 x 107 CFU per ml = 2,5 x 107 CFU per ml
3. Karena pada dua pengenceran tersebut diperoleh jumlah koloni kisaran 30-300 maka
menggunakan rumus. Apabila hasilnya kurang dari 2 maka diambil rata-rata. Apabila
hasilnya lebih dari 2 maka diambil pengenceran terendah.
Jadi, Jumlah koloni per ml = 1,89 x 106 CFU per ml = 1,9 x 106 CFU per ml
4. Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 dan ada yang TBUD maka yang diambil
adalah yang mendekati 30.
Jumlah koloni per ml = 2,3 x 107 CFU per ml
5. Karena jumlah koloni kurang dari kisaran 30 maka yang diambil adalah yang
mendekati 30.
Jumlah koloni per ml = 1,8 x 105 CFU per ml
(Harvey, 2007).
6. Mengapa pada analisis hitungan cawan satuan yang digunakan CFU/ml bukan sel per ml?
Jelaskan alasan anda!
Karena yang dihitung dalam analisis hitungan cawan merupakan koloni dari bakteri bukan
tiap selnya. CFU sendiri merupakan singkatan dari Colony Forming Unit atau Unit Koloni
yang terbentuk. Tidak mungkin dilakukan penghitungan jumlah sel dengan mata telanjang
sehingga yang tampak dan dapat dihitung hanyalah jumlah koloninya saja (Setiawati,
2010).
7. Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni pada permukaan agar?
Langkah pertama kita siapkan terlebih dahulu cotton swab yang steril yang telah
dicelupkan pada pepton. Kemudian kita oleskan pada sampel di beberapa bagian berbeda.
Setelah itu kita celupkan cotton swab yang telah dicelupkan dalam sampel pada larutan
pepton 9ml, diulangi sebanyak 3 kali pengulangan. Setelah itu kita homogenisasi dengan
vortex. Setelah itu, kita ambil 1 mL sampel dan langsung menginokulasikannya ke dalam
cawan yang berisi media dengan metode spread plate dengan menggunakan spreader.
Kemudian kita inkubasi selama 2 hari pada suhu 30-32°C lalu kita dapat langsung
mengamati koloni yang tumbuh pada permukaan media (Garg, 2010).
8. Bagaimana preparasi sampel untuk menghitung jumlah koloni total/keseluruhan pada
sampel makanan padat?
Pertama sampel padat diambil secara aseptis sebanyak 5 gram dengan menggunakan alat
bantu berupa pisau atau sendok steril, kemudian dimasukkan kedalam plastik steril dan
ditambahkan 45 ml pepton, selanjutnya sampel dihancurkan dengan stomacher, lalu
larutan pepton yang telah mengandung sampel diambil sebanyak 1 ml dengan
menggunakan mikropipet yang diujungnya telah terpasang mikrotip 1 ml.
Dihomogenisasi dengan menggunakan vortex. Dilakukan pengenceran kembali hingga ke
tingkat yang diinginkan atau diperlukan. Diambil 1 ml untuk diinokulasikan pada media
dengan metode pour atau 0,1 ml dengan metode spread. Diinkubasikan selama 24 jam
pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi, kemudian dikeluarkan dan dihitung jumlah koloni
hidup yang tumbuh dan berkembang pada sampel makanan padat (Irianto, 2006).
9. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil penghitungan koloni pada metode
hitungan cawan, hingga diperoleh hasil TNTC/TBUD atau koloni tidak muncul?
1. Faktor Pengenceran
Pengenceran sangat penting karena apabila sampel kita terlalu encer, maka koloni yang
terbentuk hanya sedikit saja bahkan menghasilkan TFTC (Too Few To Count). Dan
apabila sampel kita terlalu pekat, jumlah koloni yang dihasilkan bisa menjadi sangat
banyak bahkan sampai tidak bisa dihitung atau menghasilkan TNTC/TBUD (Waluyo,
2005)..
2. Kontaminasi
Kita harus lebih memperhatikan teknik aseptis dan menggunakannya pada setiap kali
penginokulasian. Karena apabila ada kontaminan yang masuk, kontaminan tersebut dapat
tumbuh bersama kultur yang ingin kita tumbuhkan. Dan apabila kontaminan yang ada
terlalu banyak, mereka dapat merusak perhitungan kita karena koloni yang terbentuk jadi
menghasilkan TNTC/TBUD (Waluyo, 2005).
3. Pemerataan Sampel
Sampel yang kita inokulasikan harus merata pada setiap media. Karena apabila tidak,
koloni yang tumbuh bisa bertumpuk-tumpuk dan akan menyulitkan kita dalam
menghitung serta menyulitkan kita dalam mendapatkan data yang akurat. Koloni yang
bertumpuk-tumpuk akan menyebabkan TNTC/TBUD juga karena jumlahnya yang terlalu
banyak (Waluyo, 2005).
10. Perhatikan data plating produk susu berikut ini!
Jumlah Koloni pada
Pengenceran
Petri 1
Petri 2
Petri 3
10-1
TNTC
TNTC
TNTC
-2
10
630
645
591
-3
10
TNTC
TNTC
TNTC
10-4
5
5
8
Hitunglah total mikroorganisme pada sampel susu tersebut (dalam CFU/ml)! Jelaskan
modifikasi prosedur yang dapat anda lakukan untuk memperoleh hitungan cawan yang
akurat!
Berdasarkan data hasil jumlah koloni yang ada, karena jumlah koloni tidak memenuhi
persyaratan maka boleh dihitung dari keduanya.
Rata-rata dari pengenceran 10-2 = 622 koloni
Jumlah koloni per ml = 6,2 x 104 CFU/ml
Rata-rata dari pengenceran 10-4 = 6 koloni
Jumlah koloni per ml = 6 x 102 CFU/ml
Jadi, modifikasi prosedur yang dapat dilakukan supaya hitungan cawa akurat adalah
meninggikan tingkat pengenceran dan menanam semua pengenceran (Graman, 2005)
11. Mengapa pada metode hitungan cawan digunakan media agar? Mengapa dilakukan teknik
pengenceran sebelum dilakukan metode plating?
Digunakan media agar supaya mudah saat dihitung bakteri akan nampak jelas tanpa
memerlukan bantuan mikroskop. Jika menggunakan media cair seperti broth atau pepton,
penghitungan akan sangat sulit untuk dilakukan, selain itu jika digunakan media agar,
bakteri yang ditumbuhkan dapat berupa aerob maupun anaerob.
Dilakukan teknik pengenceran sebelum dilakukan metode plating untuk menghindari
terjadinya data TNTC/TBUD karena apabila sampai terjadi maka tidak bisa memenuhi
syarat nilai statistik sampel yang mewakili populasi. Koloni yang tumbuh cenderung
bertumpuk-tumpuk dan menyebabkan kerancuan sehingga tidak dapat dihitung (Entis,
2005)
12. Mengapa suhu inkubasi yang digunakan pada kisaran suhu tertentu? Apa akibatnya jika
suhu inkubasi dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula?
Karena suhu inkubasi tersebut sudah sangat sesuai dan dapat mendukung pertumbuhan
mikroba dengan sangat baik. Suhu tersebut sangat disukai mikroba, oleh karena itu
mereka jadi lebih cepat tumbuh dan berkembang biak. Apabila suhu tersebut dinaikkan,
maka mikroba tersebut bisa mati atau terdenaturasi kecuali mikroba yang memang
bersifat thermophilik. Dan apabila suhu tersebut diturunkan, mikroba tersebut juga akan
mati karena tak tahan suhu dingin dan akan rusak karena enzimnya telah inaktif (Pleczar,
2006).
E. Kesimpulan
Prinsip dari metode hitungan cawan ini adalah menghitung jumlah koloni mikroba
yang tumbuh dan membentuk suatu koloni pada media agar tertentu tanpa bantuan
mikroskop. Dimana metode yang digunakan adalah metode spread plate dan pour plate.
Sedangkan untuk perhitungan metode hitungan cawan ini dapat menggunakan aturan SPC,
dimana jumlah koloni yang dihitung adalah antara 30-300 jumlah koloni. Apabila jumlah
koloni lebih dari 300, maka jumlah koloni mikroba bisa ditulis dengan TNTC (Too
Numerous to Count) karena dianggap terlalu banyak untuk dihitung, namun apabila
diketahui nilainya maka dihitung yang paling mendekati 300. Apabila jumlah koloni
kurang dari 30, maka yang diambil untuk perhitungan adalah jumlah koloni yang
mendekati 30. Dari praktikum kali ini, kita mendapatkan hasil berupa jumlah koloni yang
tumbuh pada suatu media yang didapatkan dari sampel tertentu. Pada sampel ikan
mujaer,dengan metode spread plate pada media SSA koloni yang tumbuh sebesar 1,0x104
CFU/g. Sedangkan pada media NA sebanyak 3,5x106 CFU/g koloni tumbuh. Untuk media
SSA selanjutnya dengan metode pour plate, didapatkan koloni dengan jumlah 1,0x104
CFU/g. Sedangkan pada media NA, didapatkan koloni sejumlah 2,3x106 CFU/mL.
Selanjutnya pada sampel kubis dengan metode spread plate pada media MRSA, kita
mendapatkan koloni sebanyak 5,3x106 CFU/g dan pada media NA sebanyak 1,0x104
CFU/g. Sedangkan pada metode pour plate dengan media MRSA, kita mendapatkan koloni
sebanyak 8,0x102 CFU/g dan pada media NA sebanyak 8,0x102 CFU/g. Pada sampel
bakso, dengan metode spread plate pada media VRBA, kita dapatkan jumlah koloni
sebanyak 2,4x107 CFU/g dan pada media PCA, koloni nya berjumlah 2,0x106 CFU/g.
Untuk metode pour plate pada media VRBA, kita dapatkan koloni sejumlah 1,9x107 CFU/g
dan pada media PCA sebanyak 1,3x107 CFU/g.
Saran
Asisten praktikan dan praktikan adalah sama-sama mahasiswa yang masih belajar,
dan praktikan lebih junior daripada asisten praktikan, jadi asisten praktikan sebaiknya
membimbing dengan penuh sabar dan mengayomi kepada praktikan yang masih juniornya.
Asisten praktikan sebaiknya juga mengenakan masker dan sarung tangan latex untuk
memberikan contoh yang baik dan benar. Untuk jumlah dari tiap sampel sebaiknya dibuat
lebih banyak lagi karena satu sampel dari satu lokasi tidak dapat mewakili populasi yang
cukup luas, melainkan hanya mewakili dari tempat itu saja.
DAFTAR PUSTAKA
Harvey, Richard A. 2007. Microbiology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Leong, Yap Kok, Abdul Hamid Abdul Aziz, Mohd Salleh Mohd Yasin. 2005. Mikrobiologi
Makmal. Kuala Lumpur : Universiti Kebangsaan Malaysia
Rao, Sridar. 2008. Culture Media. http://www.microrao.com/micronotes/culture_media. pdf.
Diakses pada tanggal 8 maret 2015 pada jam 20:16
Saragih, Chandra Immanuel. 2013. Ketahanan Susu Kuda Sumbawa Ditinjau dari Waktu
Reduktase, Angka Katalase, Berat Jenis, dan Uji Kekentalan. Denpasar: Universitas
Udayana
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Entis, P. 2005. Food Microbiology the Laboratory. Washington: Food Processors Institute
Garg, N. 2010. Laboratory Manual of Food Microbiology. New Delhi : LK International
Publishing House Pvt. Ltd.
Graman, P. S., Menegus, M. A. 2005. Microbiology Laboratory Tests. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins
Harmita. 2008. Analisis Hayati. Jakarta: EGC
Harvey, Richard A. 2007. Microbiology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya
Pleczar, M.J. 2006. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press.
Setiawati, Mieke R. 2010. Teknik Aplikasi Konsorsium Bakteri Endofitik. Jakarta: Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia
Taniwaki, Marta Hirotomi. 2013. Microbiological Examination Methods of Food and Water.
New York: CRC Press
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.
Download