Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada Citra Sel

advertisement
Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada
Citra Sel Darah Penderita Anemia
Imam Subekti, I Ketut Eddy Purnama, Mauridhi Hery Purnomo.
Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Properties. Secara garis besar, tahap yang digunakan untuk
mengidentifikasi sel darah berbentuk sabit dapat digambarkan
pada blok diagram berikut:
Penelitian ini mengidentifikasi sel sabit pada citra
preparat sel darah. Metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi sel sabit adalah metode Freeman Chain
Code dan Region Properties. Setelah dilakukan percobaan,
dapat diketahui bahwa metode Freeman Chain Code dan
metode Region Properties dapat mengidentifikasi sel sabit
pada suatu citra sel darah.
Setelah dilakukan percobaan pada 12 sampel citra sel
darah, dapat disimpulkan bahwa metode Freeman Chain
Code memiliki akurasi yang lebih baik daripada metode
Region Properties. Metode Freeman Chain Code memiliki
rata- rata nilai sensitivitas sebesar 73,7%, nilai spesifisitas
sebesar 95,1%, dan nilai akurasi sebesar
90,2%,
sedangkan metode Region Properties memiliki rata- rata
nilai sensitivitas sebesar 94,4%, spesifisitas sebesar 45,6%
dan nilai akurasinya sebesar 52,1%.
Kata kunci: Freeman Chain Code, Region Properties.
I. PENDAHULUAN
A
nemia sel sabit (Sickle cell Anemia) merupakan
penyakit kekurangan sel darah merah normal yang
disebabkan oleh kelainan genetik pada tubuh manusia
dimana sel-sel darah merah berbentuk sabit. Sel darah merah
normal berbentuk lingkaran, pipih di bagian tengahnya,
sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah
dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian
tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk sabit untuk
melewati pembuluh darah, terutama di bagian pembuluh darah
yang menyempit atau pada persimpangan pembuluh darah.
Hal ini disebabkan oleh bentuknya yang seperti bulan sabit
dapat tersangkut pada pembuluh darah, sehingga dapat
menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan pasokan
oksigen ke seluruh tubuh menjadi terhambat. Pada kondisi
seperti ini yang menyebabkan terjadinya anemia, selain itu sel
sabit juga dapat menimbulkan infeksi serius, dan kerusakan
organ tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Untuk dapat
mengidentifikasi sel sabit di dalam darah, yang harus
dilakukan adalah dengan cara mengambil sampel darah
penderita. Kemudian sampel darah tersebut diletakkan pada
preparat untuk kemudian diamati dengan menggunakan
mikroskop.
Gambar 1. Blok diagram sistem menggunakan metode
Freeman Chain Code
Berdasarkan gambar 1, tahap yang pertama dilakukan
adalah tahap preprocessing. Tahap preprocessing diawali
dengan proses konversi citra asli menjadi citra grayscale,
kemudian diubah menjadi citra biner. Kemudian dilakukan
noise removal untuk menghilangkan objek-objek kecil yang
dianggap noise pada citra biner. Kemudian dilakukan erosi,
untuk mempertajam objek yang bebentuk sabit. Seteleh tahap
preprocessing selesai, kemudian dilakukan processing dengan
menggunakan metode Freeman Chain Code. Tahap ini
dilakukan sebanyak 2 kali, hal ini bertujuan untuk mengurangi
II. METODE
A. Perancangan Sistem
Sistem yang akan dibuat ini menggunakan dua metode,
yaitu metode Freeman Chain Code dan metode Region
1
kesalahan dalam proses pengenalan objek sel darah.
Kesalahan dalam mengenali objek disebabkan oleh bentuk
objek yang tidak jelas. Untuk mengatasi permasalahan ini,
dilakukan dilasi dan erosi setelah proses pengenalan yang
pertama. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki struktur objek
sel darah. Hasil dari proses dilasi dan erosi diidentifikasi
kembali menggunakan metode Freeman Chain Code. Proses
yang dilakukan untuk mengenali objek adalah menghitung
selisih nilai antar piksel pada tepi setiap objek sel darah.
Proses pengenalan dilakukan satu persatu pada semua objek
sel darah. Jika selisih nilai piksel pada tepian objek sel darah
memiliki nilai lebih besar dari 2 maka, objek tersebut akan
dikenali sebagai sel sabit. Sedangkan jika selisih nilai
pikselnya lebih kecil dari 3 maka akan dikenali sebagai sel
darah normal.
B. Preprocessing
Sebelum dilakukan processing menggunakan metode
Freeman Chain Code dan Region Properties perlu dilakukan
preprocessing, pada tahap preprocessing ini ada beberapa
tahapan proses yang harus dilakukan, antara lain:
1. Konversi citra RGB ke Grayscale
Proses konversi citra RGB ke citra grayscale adalah
dengan mengubah bobot atau kekuatan intensitas dari
setiap komponen warna dasar pada citra ke nilai yang
sudah ditentukan dan kemudian dikombinasikan sehingga
didapatkan citra gray scale. Citra RGB yang dikonversi ke
citra grayscale dapat dilihat pada gambar 3. dimana citra
yang ditandai dengan huruf (a) merupakan citra asli
sedangkan citra yang ditandai dengan (b) merupakan citra
grayscale.
CITRA PREPARAT
SEL DARAH
PREPROCESSING
GRAYSCALE
IMAGE
THRESHOLDING
Gambar 3. Konversi citra RGB menjadi grayscale.
NOISE REMOVAL
2. Thresholding
Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat
keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga
dapat diketahui daerah mana yang termasuk obyek
dan background dari citra. Setelah dilakukan proses
Thresholding maka citra sel darah berwarna hitam dan
citra latar berwarna putih, kemudian citra biner tersebut
diinvers untuk menghasilkan citra sel darah berwarna putih
dan citra latar berwarna hitam. Pada gambar.3 merupakan
citra sel darah yang sudah diubah menjadi bentuk biner
menggunakan thresholding, dan dilakukan invers pada
citra sel darah tersebut.
REGIONPROPS
CITRA SEL DARAH
BERBENTUK SABIT
Gambar 2. Blog diagram sistem menggunakan metode
Region Properties.
Berdasarkan gambar 1, tahap yang pertama dilakukan
adalah tahap preprocessing. Tahap preprocessing diawali
dengan proses konversi citra asli menjadi citra grayscale,
kemudian diubah menjadi citra biner. Kemudian dilakukan
noise removal untuk menghilangkan objek-objek kecil yang
dianggap noise pada citra biner. Setelah tahap preprocessing
selesai, kemudian dilakukan processing dengan menggunakan
Region Properties. Proses pengenalan objek sel darah
dilakukan dengan cara mencari nilai hasil pembagian antara
Major Axes Length dengan Minor Axes Length dari suatu
objek. Jika nilai hasil pembagian atara Major Axes Length dan
Minor Axes Length pada objek sel darah tersebut lebih besar
dari 1,25, maka dianggap sel sabit. Sedangkan jika nilai hasil
pembagian antara Major Axes Length dan Minor Axes Length
dibawah 1,25 (nilai minimal = 1) maka dianggap normal. Nilai
sebesar 1,25 digunakan sebagai patokan untuk membedakan
antara objek yang berbentuk sabit dan normal.
Gambar 4. Citra biner yang sudah diinvers
3. Noise Removal
Untuk menghilangkan objek kecil pada matriks citra
yang dihasilkan pada tahap sebelumnya, dilakukan noise
removal dengan cara menghilangkan area yang memiliki
luasan lebih kecil dari piksel yang diinginkan.
2
4. Erosi
pikselnya lebih kecil dari 3 maka akan dikenali sebagai sel
darah normal. Objek dikenali sebagai sel sabit, akan langsung
disimpan ke dalam suatu variabel, kemudian objek yang
disimpan pada variabel akan ditampilkan sebagai citra hasil.
Pada gambar 7. Merupakan hasil identifikasi sel darah
berbentuk sabit menggunakan metode Freeman Chain Code.
Untuk mempertajam citra sel darah yang berbentuk
sabit maka perlu dilakukan erosi, yaitu pengurangan
jumlah piksel di area terluar suatu citra sel darah. Pada
gambar 5 merupakan hasil citra sel darah yang sudah
dilakukan proses noise removal dan erosi.
Gambar 5. Citra hasil noise removal dan erosi
C. Processing
Pada tahap ini citra sel darah yang telah melalui tahap
preprocessing akan diolah kembali. Pada tahapan ini
digunakan 2 jenis metode, yaitu metode Freeman Chain Code
dan Region Properties.
Gambar 7. Citra hasil identifikasi menggunakan metode
Freeman Chain Code
2. Metode Region Properties
Region Properties merupakan representasi suatu objek
dengan pendekatan bentuk elips. Dalam fungsi ini suatu
objek diasumsikan memiliki bentuk elips, sehingga setiap
objek memiliki major axis length dan minor axis length.
Untuk mendapatkan nilai Major Axis Length adalah
dengan cara menghitung jarak terjauh antara centroid
dengan koordinat piksel terluar. Sedangkan untuk mencari
nilai Minor Axis Length dengan cara menghitung jarak
terdekat antara centroid dengan koordinat piksel terluar.
Gambar 8 merupakan objek yang direpresentasikan dengan
pendekatan bentuk elips, sedangkan garis biru merupakan
major axes length dan minor axes length dari objek
tersebut.
1. Metode Freeman Chain Code
Algoritma Kode Freeman Chain Code pertama kali
diperkenalkan oleh Freeman pada tahun 1974. Tujuan dari
algoritma ini adalah untuk merepresentasikan kontur suatu
objek [4]. Algoritma Freeman Chain Code digunakan
untuk merepresentasikan piksel-piksel tepi suatu objek
yang saling terhubung dengan ukuran dan arah tertentu.
Freeman Chain Code direpresentasikan dengan 4 arah atau
8 arah mata angin, pada setiap arah mata angin tersebut
memiliki nilai yang berbeda-beda. Arah dari suatu mata
angin dikodekan dengan menggunakan skema penomoran
seperti terlihat di gambar 6, merupakan skema kode rantai
dengan 8 arah mata angin (a), dan skema dengan 4 arah
mata angin (b).
Gambar 8. Representasi region dengan pendekatan bentuk
elips.
Proses pengenalan objek sel darah dilakukan dengan cara
mencari nilai hasil pembagian antara Major Axes Length
dengan Minor Axes Length dari suatu objek. Jika nilai hasil
pembagian atara Major Axes Length dan Minor Axes Length
pada objek sel darah tersebut lebih besar dari 1,25, maka
dianggap sel sabit. Sedangkan jika nilai hasil pembagian
antara Major Axes Length dan Minor Axes Length dibawah
1,25 (nilai minimal = 1) maka dianggap normal. Nilai sebesar
1,25 digunakan sebagai patokan untuk membedakan antara
objek yang berbentuk sabit dan normal. Citra sel darah yang
Gambar 6. Skema 8 arah mata angin (a) dan Skema
4-arah mata angin kode rantai Freeman (b)
Proses yang dilakukan untuk mengenali objek adalah
menghitung selisih nilai antar piksel pada tepi setiap objek sel
darah. Proses pengenalan dilakukan satu persatu pada semua
objek sel darah. Jika selisih nilai piksel pada tepian citra sel
darah memiliki nilai lebih besar dari 2 maka, objek tersebut
akan dikenali sebagai sel sabit. Sedangkan jika selisih nilai
3
dianggap sabit kemudian ditampilkan satu-persatu berupa citra
yang dicrop. Gambar 9 adalah salah satu hasil identifikasi
menggunakan metode regionprops.
Citra
Ke11
12
Ratarata
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
Akurasi (%)
100
100
73,7
100
80,5
95,1
100
80,9
90,2
Berdasarkan tabel 1 di atas, setelah dilakukan percobaan pada
12 sampel citra sel darah dengan menggunakan metode
Freeman Chain Code, dapat diketahui bahwa sistem ini
memiliki rata- rata nilai sensitivitas sebesar 73,3%, spesifitas
sebesar 95,1% dan nilai akurasinya sebesar 90,2%.
Tabel
Gambar 9. Citra sel hasil identifikasi menggunakan metode
Region Properties
Citra
Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ratarata
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian sistem digunakan untuk mengetahui indeks
prosentase yang menunjukkan kemampuan sistem dalam
mengklasifikasi objek sel darah. Pengujian yang dilakukan
antara lain dengan menghitung tingkat sensitivitas, spesifitas
dan akurasi. Berikut hasil pengujian dari 12 sampel citra
preparat menggunakan metode Freeman Chain Code dan
metode Region Properties. Hasil pengujian didapatkan dari
nilai TP (True Positive), TN (True Negative), FP (False
Positif), FN (False Negatif). TP (True Positive) adalah
menunjuk pada banyaknya objek sel darah berbentuk sabit
yang dikelompokkan dengan benar sebagai positif (Sel darah
berbentuk sabit). TN (True Negative) adalah menunjuk pada
banyaknya objek sel darah normal yang dikelompokkan
dengan benar sebagai negatif (sel darah normal). FP (False
Positif) adalah menunjuk pada banyaknya objek sel darah
normal yang dikelompokkan sebagai positif (Sel darah
berbentuk sabit). FN (False Negatif) adalah menunjuk pada
banyaknya objek sel darah yang berbentuk sabit yang
dikelompokkan sebagai negatif (sel darah normal).
Pengujian dilakukan pada 12 sampel citra sel darah yang
didalamnya terdapat objek sel darah yang berbentuk sabit dan
objek sel darah normal. Tabel 1 adalah nilai sensitivitas,
spesifitas dan nilai akurasi dari 12 sampel sel darah
menggunakan metode Freeman Chain Code, sedangkan pada
Tabel 2. adalah nilai sensitivitas, spesifitas dan nilai akurasi
dari 12 sampel sel darah menggunakan Region Properties.
Tabel1. Nilai sensitivitas, spesifitas, dan akurasi menggunakan
metode Freeman Chain Code.
Citra
Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
Akurasi (%)
100
100
100
57,1
33,3
100
66,7
11,1
66,7
50
96,9
100
92,3
85,7
94,4
96,9
100
100
95
100
96,9
100
92,6
80
79,2
97,2
96,7
83,3
88,5
87,5
2.
Nilai sensitivitas, spesifitas, dan
menggunakan metode Region Properties
akurasi
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
Akurasi (%)
100
100
100
85,7
100
100
100
88,9
83,3
75
100
100
94,4
34,3
50
46,1
33,3
33,3
62,5
51,7
46,1
35
33,3
52,9
68,3
45,6
36,4
57,1
48,1
42,8
50
66,6
56,2
54,2
46,1
43,7
55,5
69
52,1
Berdasarkan tabel 2 di atas, setelah dilakukan percobaan pada
12 sampel citra sel darah dengan menggunakan metode
Region Properties, dapat diketahui bahwa sistem ini memiliki
rata- rata nilai sensitivitas sebesar 94,4%, spesifitas sebesar
45,6% dan nilai akurasinya sebesar 52,1%.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dalam tugas akhir ini dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Metode Freeman Chain Code dan Region Properties
dapat mengidentifikasi sel darah yang berbentuk sabit.
2. Setelah dilakukan percobaan pada 12 sampel citra sel
darah, dapat disimpulkan bahwa metode Freeman
Chain Code memiliki akurasi yang lebih baik daripada
metode Region Properties. Metode Freeman Chain
Code memiliki rata- rata nilai sensitivitas sebesar
73,7%, nilai spesifisitas sebesar 95,1%, dan nilai
akurasi sebesar 90,2%, sedangkan metode Region
Properties memiliki rata- rata nilai sensitivitas sebesar
94,4%, spesifisitas sebesar 45,6% dan nilai akurasinya
sebesar 52,1%.
3. Pada penelitian ini masih memiliki kendala, yaitu
ketika sel darah yang warna pada Citra aslinya sangat
4
tipis. Biasanya terjadi kesalahan dalam proses
pengenalannya, hal ini dikarenakan pada saat
thresholding citra tersebut dianggap warna latar.
4. Kelemahan dari sistem yang menggunakan metode
Region Properties adalah jika ada cittra sel darah yang
menumpuk, maka citra sel darah tersebut dianggap
sabit.
B. Saran
Sistem ini belum bisa megidentifiksai objek yang
menumpuk (overlapping). Untuk itu kedepannya diperlukan
pengembangan agar bisa melakukan identifikasi pada citra sel
darah yang mengalami overlapping.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Gonzalez, Rafael C, Richard, E Woods and, Steven,
[2]
[3]
[4]
[5]
L Eddins. Digital Image Processing Using MATLAB.
Pearson Education
Hermoza, Dkk. Evaluating Accuracy. Program Studi
Statistika Jurusan Matematika FMIPA UGM.
Yogyakarta.2011.
Hunaifa. Anemia Sel Sabit.
http://hunaifa.blog.ugm.ac.id. Jogjakarta.2010
IIVARINEN, JUKKA. MARKUS PEURA, JAAKKO
SÄRELÄ, DAN ARI VISA. COMPARISON OF COMBINED
SHAPE DESCRIPTORS FOR IRREGULAR OBJECTS.
FINLAND.1997.
Murni,
Aniati.Dr, Dina
Chahyati, S.Kom.
Pengolahan Citra Digital: Morfologi Citra .Fakultas
Ilmu Komputer UI. 2002
BIOGRAFI PENULIS
Penulis memiliki nama lengkap Imam
Subekti, lahir di Jember, Jawa Timur
pada tanggal 1 Nopember 1989. Penulis
mengawali
pendidikan pertama di
Sekolah Dasar Negeri 1 Sumber Jambe
di tahun 1994. Kemudian melanjutkan
ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1
Kalisat.
Setelah
lulus
langsung
melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kalisat.
Pada tahun 2006 penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke
tingkat Perguruan Tinggi di Politeknik Negeri Jember pada
Jurusan Teknologi Informasi Program Studi teknik
Komputer. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikannya di Teknik Elektro ITS dengan program studi
Teknik Komputer dan Telematika. Penulis dapat dihubungi
di alamat email : [email protected]
5
Download