Buku PBMT - Animal nutrition (animal science) reference di

advertisement
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Sumber Bahan Makanan Ternak
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisa Abu
Analisa Protein Kasar
Analisa Lemak Kasar
Analisa Serat Kasar
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Penyajian Data Analisa Proksimat
Analisa Van Soest
Peralatan untuk analisis Van soest
Bahan Kimia
Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisa Energi
Prinsip Dasar
Penggunaan Energi Oleh Ternak
BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein
Chemical Score
Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Supplementary Effect
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Butir-butiran dan Limbahnya
Jagung (Zea mays)
Dedak Padi (Oriza sativa)
Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Ampas Bir
Shorgum (Shorgum bicolor)
Biji Kedele (Glycine max)
Bungkil Kedele
Ampas Tahu
Ampas Kecap
Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Bungkil Kacang Tanah
Umbi-umbian dan Limbahnya
Ubi Kayu
Onggok
Daun Ubi Kayu
Ubi Jalar
Jerami Ubi Jalar
Limbah Industri Perkebunan
Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Pucuk Tebu
Ampas Tebu (bagasse)
Tetes
Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Limbah Pertanian
Hijauan
Rumput-rumputan (Graminae)
Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Australia grass, Common paspalum (Paspalum
dilatatum poiret)
Elephan grass, Napier grass (Pennisetum
purpureum Schumach)
King grass (Pennisetum purpurhoides)
Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Sudan grass, rumput sudan
Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Rumput lapang, alam, liar
Kacang-kacangan (Leguminosa)
Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth)
Colopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Glycine wightii (Wight & Arnot)
Calliandra calothyrsus (Messsn)
Gliciridia sepium ( Jacq.)
Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Asal Ternak dan Limbah Ternak
Tepung Daging
Tepung Darah
Tepung Hati
Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Susu Skim
Butter Milk
Whey
Limbah Peternakan Ayam
Tepung Ikan
Tepung Kepala Udang
BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)
Lembah peternakan/hewan
Isi Rumen
Limbah Penetasan
Tepung Limbah Kodok
Tepung Bekicot
Keong Mas
Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Protein sel tunggal (PST)
Organisme Non Photosynthetic
Organisme Photoynthetic
BAB VI PAKAN SUPLEMEN
Suplemen Protein
Suplemen Asam Amino
Suplemen Mineral
Klasifikasi Pakan Mineral
Perlunya Suplemen Mineral
Petunjuk Suplementasi Mineral
Garam (NaCl)
Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)
Suplemen Vitamin
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Biotin
Choline
Folacin (Asam Folat)
Inositol
Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)
Asam pantothenat (vitamin B3)
Para Amino Benzoic Acid (PABA)
Riboflavin (vtamin B2)
Thiamin (vitamin B1)
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)
BAB VII PAKAN ADITIF
Pengikat Pelet
Bahan Anti Jamur
Probiotik
Enzim
Pigmen
Bahan Flavor
Kontrol Bau
Bahan Pengontrol Cacing
Anticoksidal
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan
ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia
dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan
ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein,
lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi
mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis
seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di
industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti
daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan
manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
produksi dan pertumbuhan ternaknya.
Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih
menggunakan metode analisa proksimat (Weende ) yang telah dikembangkan
mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang
banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi
terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam
analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa
kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini.
Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan
seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk
stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih
tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan
makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun
(mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun
untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut.
Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun
tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk
menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak
dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih
merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa
metode telah dikembangkan.
Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van
Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan
metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar
adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan
teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan
untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun
demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat
lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya.
Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu
bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa
kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan
ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan
yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisa secara kimia. Hal lain yang juga
penting adalah untuk mengetahui ada tidaknya kapang dan sporanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan miroskop.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
1.
2.
3.
4.
Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa :
Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan
kimiawi.
Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan
menyebutkan kandungan zat makanan utamanya.
Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan
tertentu.
Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.
Manfaat
Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :
1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.
3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi
kelemahan dan kelebihannya.
Sumber Bahan Makanan Ternak
Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat
dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan.
Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia
(misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau
atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir.
Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering
serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami
padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun
gamal dan daun lamtoro).
Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat
dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang
berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber
protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber
protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai
sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat
hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya
guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed
aditif).
Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan
berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti
bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi
rumen).
Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena tergantung
pada varieteas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan
dan lain -lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa
pola tanam yang berbeda digiling disuatu penggilingan yang sama maka
keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda te rsebut tidak banyak
berbeda komposisinya. Sedangkan bila padi dari beberapa pola tanam yang sama
digiling dibeberapa penggilingan, maka komposisi dedak padi tersebut akan
beragam. Dari hal ini cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi
dedak padi dibandingkan dengan pola tanam.
Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/industri
tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum
baik untuk hewan ruminansia maupun non ruminansia, oleh karena kandungan
zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Disamping
itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik
berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu
dibatasi.
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan
ternak diantaranya :
⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui
proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu,
ampas bir, ampas ubi kayu/onggok).
⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600
0
C sehingga semua bahan organik terbakar habis.
⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan
yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein
kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen.
⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan
detergen asam dan detergen netral.
⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat
bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan
serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada
suatu pakan/ransum.
⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 –
kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang
setelah pemanasan pada suhu 105 0C sampai beratnya tetap.
⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang
dapat dimakan ternak.
⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.
⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter :
Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar
kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.
⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar
dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta
dedak jagung.
⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran
pakan dalam bom kalorimeter.
⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan
sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan.
⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif
tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi
tinggi.
⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan
kadar air biasanya < 10 %.
⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar
serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun
leguminoceae.
⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN
dan lemak.
⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, bungkil kedele, dll.
⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut
dalam pelarut organik.
⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan
terbakar habis pada tanur 500 – 600 0C pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk
memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum
dikalikan faktor protein rata -rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein
adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari
asam -asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan
semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.
⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan
untuk ternak dalam sehari.
⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 %
dan tinggi protein.
⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida
dan terdapat dalam tanaman.
⇒ Se rat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak
larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut
setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO 4 1,25
% (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).
⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas
protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai
standar.
⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara
menurunkan pH selama penyimpanan.
⇒ Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut
dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 0C
pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan
tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.
⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat
tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen,
mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.
⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang
disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis
ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.
⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak
cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam
protein makanan/ransum sehari-hari.
⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid ) : Asam amino esensial yang
paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino
tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.
⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan
pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
BAB II
ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan
tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi,
serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna.
Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan
analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan
analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan
secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk
dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa
secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest.
Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi
yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan
dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan
analisa energi dengan Bomb Calorimeter.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang el bih akurat dan menggambarkan
kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor
yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling),
penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat
ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa
kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber
protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat
formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga
tetap mempertimbangkan harga ransum.
1. Analisa Proksimat
Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.
Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman
membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat
makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1).
Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan
ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven
70oC agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan
segar dan kering matahari.
Air
BM
Abu
Protein
Kasar
BK
Lemak
Kasar
BO
BOTN
SK
Karbohidrat
Beta -N
Keterangan :
BM : Bahan Makanan
BK
: Bahan Kering
BO : Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen
SK
: Serat Kasar
Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak +
SK)%.
Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105o C. Sampel dimasukan ke dalam oven
beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70 oC masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air.
Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur
400-600 oC yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat
dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.
Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.
Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 1319%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode
Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam
analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus
dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila
diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor
proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25. Untuk
pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak.
Bahan
Jagung
Dedak gandum
Bungkil kapas
Protein Bijian
Ikan
Susu
Telur dan daging
N dalam Protein (%)
Faktor Protein
16.0
15.8
18.9
17.0
16.0
15.8
16.0
6.25
6.31
5.30
5.90
6.25
6.38
6.25
Sumber : Crampton (1968)
Analisa Lemak Kasar
Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak
petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam
analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau
chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya
lemak tetapi juga antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang,
cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat
makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak.
Analisa Serat Kasar
Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak
larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit.
Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa,
sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin,
sellulosa dan hemisellulosa yang jus tru perlu diketahui komposisinya khusus
untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh
data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa
lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest.
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air +
Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk
karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula.
Bahan
Makanan
Air Oven 105
Isi sel
Bahan kering
Detergen netral
Dinding sel (NDF)
Nitrogen
Dinding sel
Detergen asam
Lignosellulosa
(ADF)
Sellulosa
H2 SO 4 72%
Lignin tidak larut
pengabuan
Lignin
HBr 48%
Silika
Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest
Penyajian Data Analisa Proksimat
Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat
dilakukan dalam komposis i persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan
menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian
serta limbah industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan
kering ini dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan
ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga
koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN
berdasarkan NRC.
2. Analisa Van Soest
Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan
fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas
keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini
dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest
dan Wine (1967) dan oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya
metode ini adalah untuk menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan
ruminan tetapi kemudaian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan
serat baik untuk nonruminant maupun dalam pangan.
Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur
total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem
detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin
serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).
a. Peralatan untuk analisis Van Soes
Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah
sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat)
walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah
alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing
supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin
(kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan
baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini
akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan
lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas
beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi
dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi.
Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker :
Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan
alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang
mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas
beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya
adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.
Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau
kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih
mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika
dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa
kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan
kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai
analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas
saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan
dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan
menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring
dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan
diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan.
Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana
seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500oC, untuk itu alat pengontrol
suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500oC bisa melelehkan crusibel dan
kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan.
b. Bahan Kimia
Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan
pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan
larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun
beratnya.
Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF)
Neutral Detergent Fiber (NDF)
1.
2.
3.
4.
5.
Distilled water
Sodium lauryl sulfate, lab grade
Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade
Sodium borate decahydrate, reagent grade
Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade
Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O
6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade
1 liter
30 gram
18.61 gram
6.81 gram
4.56 gram
11.48 gram
10 ml
Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na2B4O7.10H2O.
Kemudian ditambahkan Na2HPO4 atau Na 2HPO4.10H2O, sambil diaduk dengan
menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk
mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagai
mana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan.
Untuk
memastukan larutan detergen ini netral bisa dilakukan pengecekan pH dan
biasanya akan berkisar antara 6.9 -7.1. Apabila larutan disimpan ditempat yang
suhunya dibawah 18oC deterjen biasanya akan mengendap tetapi dpat dilarutkan
kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang
dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh
apabila membuat larutan sebanyak 18 liter maka dengan adanya penambahan
kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18.5 liter.
Untuk menganalisis bahan pakan ata u pangan yang mengandung patinya
sangat tinggi biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti :
Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase dan
termamyl.
Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5
M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila
menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan
49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini
akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan
diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam
sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya.
Tabel 3. Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF)
Acid Detergent Fiber (ADF)
1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter.
Apabila menggunakan H2SO4 murni tiap liter larutan
2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical
grade
1 liter
49.04 gram
20 gram
c. Neutral Detergent Fiber (NDF)
Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak
dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat
sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang
mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat
konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir
semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat
dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF.
Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran
beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen.
Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin,
sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin
adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan
tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak
dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi
hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan
dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut
dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran
pencenrnaan non ruminan.
Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan,
dimana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak
dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak
dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF - hemiselulosa) atau Serat Kasar
(lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan
sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan.
Hal ini telah
menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna
hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak),
efisiensi dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya
bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai
pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis,
dan ini satu-satunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun
dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satusatunya analisis serat yang bisa merangking komponen pakan mulai dari yang
tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi
seratnya seperti jerami dan selulosa.
Perkembangan lain dengan ditemukanya serat melalui analisis NDF adalah
adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh phisiologis
yang berbeda dengan matrik yang tidak larut. Pada ruminan komplek yang terlarut
semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang
terlarut oleh larutan detergen netral termasuk didalamnya pati dan gula-gula
terlarut lainya mengalami hal yang sama.
Demikian juga NDF telah diakui
sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan
manusia.
Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan
semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara
kovalen pada polysakarida dinding sel.
Sebagian juga terikat akibat adanya
reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan
bersama tanin. Hanya sebanyak 80 % diperkirakan protein dapat terlarut dengan
larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya
larutnya atau terikat dengan matrik dinding sel sehingga merupakan bagian yang
tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut maka bagian prote in yang terlarut
dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes
protein terlarut dari suatu bahan pakan.
Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara
dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml
larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot
plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu
pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk
menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan
(Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit
antara satu dengan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan
dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan baker diambil dari
pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap dibawahnya.
Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan
larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang
terlarut cukup dengan vaccum yang rendah dayanya.
Kemudian bagain
padatanya bisa dimasukan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai
semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vaccum bisa ditambah kekuatanya
sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali
dengan aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan
minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari
berikutnya) pada suhu 105oC dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas.
Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel
dibakar dalam tanur 500 oC cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai
suhunya kembali menjadi 105 oC kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada
crusible adalah abu dari dinding sel.
3. Analisa Energi
Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan
Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja.
Energi ada beberapa macam diantaranya :
1. Energi mekanik
2. Energi Cahaya
3. Energi panas
4. Energi nuklir
5. Energi aliran panas dan
6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali
dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
Prinsip Dasar
Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja
atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa
panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan
yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut.
Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut :
CHO + O2
CO2 + H2O + gas + panas.
Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O 2) dan menghasilkan
energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan
alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan
oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan
satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam
satuan :
1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur 1 gram air dari suhu 14.5oC menjadi 15.5oC.
2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air
1 oC.
3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 liter air 1oF.
4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan
1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki.
1.
2.
3.
4.
Nilai setara kalori untuk energi adalah sebagai berikut :
1 kalori (kal) setara 4.184 Joule (J) Crampton
1 kalori (kal) setara 5.183 Internasional Joule (Kleiber)
1 BTU setara 0.252 kkal.
1 kilo kalori (kkal) setara 3.96 BTU.
Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang
berbeda yaitu :
1. Protein setara 5.65 kkal/g
2. Karbohidrat setara 4.10 kkal/g
3. Lemak setara 9.45 kkal/g
Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein : KH :
Lemak) adalah 1 : 1 :2.5 kali.
Kalorimeter ada 2 macam yaitu :
1. Bomb Calorimeter terdiri dari : Adiabatic Calorimeter dan Isotermik
Calorimeter.
2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolic seperti : Basal
Metabolic Rate (BMR), RQ dan NE.
Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter :
1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang.
2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan
sehingga tidak saling mempengaruhi.
Sedangkan karakteristik Isothermic Bomb
bersambung, dan hanya ada satu suhu.
Calorimeter
adalah
panas
Komponen Bomb Calorimeter adalah :
1. Jacket
2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan)
3. Bomb berisikan cawan, kawat platina dan sample dalam bentuk pellet,
kemudian dialirkan oksigen untuk p embakarannya.
Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb
Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu :
a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na 2CO 3 = 1 kalori.
b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2.3 kalori.
c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari
0.1% dimana 1 gram S = 1.4 kkal.
Tabel 4. Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan.
Bahan
Jagung
Kacang kedelai
Dedak Gandum
Glukosa
Karbohidrat
Lemak babi
Casein
Energi Bruto (kkal/g)
4.43
2.52
4.54
3.76
3.75-4.25
9.48
5.86
Sebelum dilakukan analisa energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu
dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross
Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel 2.
Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai
GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak,
energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam
bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal,
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein
hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto
(GE) untuk macam -macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai
rata -rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal).
Tabel 5. Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak.
Bahan
Daging sapi
Gelatin
Albumin telur
Kuning telur
Kacang -kacangan
Sayur-sayuran
Lemak daging, ikan dan telur
Lemak hasil ternak perah
Lemak butiram
Energi Bruto (kkal/g)
5.65
5.60
5.71
5.84
5.70
5.80
9.50
9.25
9.30
Penggunaan Energi Oleh Ternak
Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95% sedangkan energi
protein hanya 70%, sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien
dibandingkan protein dan lemak. Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai
kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul
karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hydrogen yang
dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau
oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan
oksigen lebih banyak untuk pembakaran hydrogen (H) da karbon (C). Untuk
pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran
C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan denagan protein da n
karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida,
terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan
mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan
lainnya.
BAB III
KIMIA MAKANAN TERNAK
KUALITAS PROTEIN
Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan
hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam
dan babi juga tergantung pada asam -asam amino esensial yang terdapat dalam
bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu
harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino
esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila
bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial
dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang
akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang
tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam -asam
amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah
esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak
dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.
Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :
1. Kimia
2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.
Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara :
1. Chemical Score
Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino
yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur.
Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan
mendekati asam amino yang paling defisien.
Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum
Asam amino
% AA dalam
protein telur
% AA dalam
protein gandum
% AA defisien
dalam gandum
Arginine
6,4
4,2
-34
Histidine
2,1
2,1
0
Lysine
7,2
2,7
-63
Tryptophan
1,5
1,2
-20
Tyrosine
4,5
4,4
-2
Phenilalanine
6,3
5,7
-10
Cystine
2,4
1,8
-25
Methionine
4,1
2,4
-39
Cystine & Methionine
6,5
4,3
-34
Threonine
4,9
3,3
-33
Leucine
9,2
6,8
-26
Isoleucine
8
3,6
-55
Valine
7,3
4,5
-37
Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein
gandum 100 – 63 = 37.
2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa
seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial
yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial
dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar
adalah protein telur.
EAAI = 10
100 a 100b 100c
100 n
×
×
× .........×
ae
be
ce
ne
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
a e – n e= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya :
log EAAI =
1  100a
100b
100n 
 log

+ log
+ ........... + log
10 
ae
be
ne 
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
a e – n e= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya :
log EAAI =
1  100a
100b
100n 
 log

+ log
+ ........... + log
10 
ae
be
ne 
3. Supplementary Effect
Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino
dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai
biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.
Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E
dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B 10C4D32E6.
Apabila sumber protein yang diberikan :
Protein I dengan susunan A26B 28C2D34E 10 kegunaan protein ini tergantung
daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang
dibentuk :
A24B5C2D16E 3 (= ½ x A48B10C 4D32E6).
Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B 23C8D18E 7 (A26B 28C2D34E 10 –
A24B5C2D16E 3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat
memperbaikinya dengan :
1. Penambahan asam-asam amino murni
2. Memberikan campuran dengan protein
Misalkan kita berikan campuran protein ke -II yang mempunyai susunan
A46B18C6D20E10.
Jadi : Ideal
Protein I
Protein II
Camp. I + II
A48B10C4D32E6
A26B28C2D34E10
A46B18C6D20E10
A36B23C4D27E10
Protein untuk sintesis protein tubuh : A36B7C3D 24E5 = 75 %
Penggunaan untuk energi : A0B 16C1D3E5 = 25 %
Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah
sedangkan tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi
mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik dipergunakan sebagai
suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan ku alitas protein nabati dan
hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Asam Amino dari Protein Nabati dan Hewani
Asam amino
Butir-butiran*
Protein hewani+
Standar
telur
6,4
2,1
7,2
4,5
1,5
6,3
2,4
4,5
4,9
9,2
8,0
7,3
Arginine
4,8
5,7
Histidine
2,1
3,3
Lysine
3,1
7,7
Tyrosine
4,8
3,9
Tryptophane
1,2
1,1
Phenilalanine
5,7
5,4
Cystine
1,7
1,2
Methionine
2,3
2,6
Threonine
3,4
4,5
Leucine
7,1**
9,2
Isoleucine
4,3
4,9
Valine
5,2
6,6
*Wheat, jagung, rye, oats
**Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung
+
Tankage, tepung darah, ikan, susu
Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan
yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak.
Kira -kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan
sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai
faktor penentu terbesar.
Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (BetaN) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%.
Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2)
konsentrat sumber energi da protein.
Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka
hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran
mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap
ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino
lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan
bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari
butiran.
Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik.
Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan
sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi
hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi
mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.
A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA
Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi
kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya
mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.
1. Jagung (Zea mays)
Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai,
pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk
ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak
tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.
Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan
lemak.
Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian
pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena
penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk
berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai
bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam
ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak
tersebut untuk berproduksi.
Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah
626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 –
722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung
yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik.
Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering,
protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.
Gambar 3. Pohon Jagung dan Jagung kuning pipilan
Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan
net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena :
(1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir
semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua
butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh
karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam
amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung
karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama
penyimpanan.
2. Dedak Padi (Oriza sativa)
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya
dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44%
dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1 -17% menir dapat dihasilkan
dari berat gabah kering.
Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum
ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak
mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran
pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak
padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 –
350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak
padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji
sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang
baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami
kerusakan.
Gambar 4. Dedak padi
Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan dilaborotorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan
kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6%. Dedak padi
menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak
padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin.
3. Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi terigu. Angka
konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-26%. Pollard merupakan pakan yang
popular dan penting pada pakan ternak, karena palatabilitanya cukup tinggi.
Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard perlu dibatasi
mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard. Karena danya sifat
pencahar, maka pollard akan bernilai apabila diberikan pada ternak yang baru
atau setelah melahirkan. Pollard juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan
pada ternak-ternak dara.
Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208.7 g/l. Bulk density yang
lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan.
Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada
pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, raa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium dengan mengunakan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 5. Pollard halus (giling)
Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular, dan nilai produksi
yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari
kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard
biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti
bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼
bagian konsentrat.
Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas
protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phospor (P)
feerum (fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1.29% P, tetapi
hanya mengandung 0.13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin
phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin
dan thiamin.
4. Ampas Bir
Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri dari gandum, beras dan jagung. Untuk
setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya
yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar
yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas.
Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka
ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan
baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila dipergunakan
butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, maka ampas bir yang
dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar.
Secara kualitatif kualitas tepung ampas bir dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa,
warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisa PK
dan SK perlu dilakukan.
5. Shorgum (Shorgum bicolor)
Kulaitas shorgum hampir mirip dengan jagung (tabel 8), walaupun ukuran
butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada jagung, tapi
lemaknya lebih rendah. Kandungan methioninnya hampir sama dengan jagung,
namun lisinnya lebih rendah.
Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat diberikan
pada unggas, tapi bila pengunaannya menggantikan jagung perlu diperhatikan
karena shorgum tidak mempunyai xanthopyll. Penggunaan shorgum perlu
mendapatkan perhatian karena kandungan tanninnnya yang tinggi. Diduga
kandungan tannin ini dapat menyebabkan gangguan pada ternak.
Gambar 6. Shorgum
6. Biji Kedele (Glycine max)
Produksi per hektar tergantung tipe kedele, jenis tanah, pemupukan serta
cuaca. Biji kedele sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa
diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada
kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan.
Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung
dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat
ini dapat menyebabkan hipertropy pada pancreas. Mode aksi dari penghambat ini
adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada
temperatur yang tepat (250oF selama 2.5-3.5 menit) dapat menghancurkan bahan
ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah
ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghampbat penyrapan yodium.
Secara kualitatif kualitas tepung kedele dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik
adalah 642.3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung
menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedele
tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedele yang baik.
Gambar 7. Pohon Kedelai
Kualitas tepung kedele secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Tepung kedelai mengandung protein yang tin ggi dibandingkan dengan bijian
lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata -rata
tepung kedele adalah 37.9%.
Tepung kedele juga tinggi kandungan lemaknya (18%) dan rendah
kandungan serat kasarnya (5%). TDN tepung kedele lebih tingg i dari jagung. Hal
ini dapat dimengerti karena tingginya kadar lemak pada kedele. Varietas kedele
hitam mengandung lemak yang lebih rendah dari varietas kuning.
Kedele agak rendak kandungan Ca (0.25%). Kandungan phospor kedele
juga randah (0.59) bila dibandingkan dengan kandungan phospor pada bungkil
kapas dan gandum. Seperti halnyabijian lainnya, kedele defisiensi vitamin D dan
tidak mengandung caroten. Walaupun kedele mengandung riboflavin yang
rendah, kandungan ini masih lebih tinggi dari jagung dan oat.
7. Bungkil Kedele
Bungkil kedele merupakan limbah dari industri minyak biji kedele. Bungkil ini
sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat
penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedele yang diproduksi
dengan pemakaian suhu yang rendah.
Secara kualitatif kualitas bungkil kedelai dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kedele yang baik adalah
594.1-610.2 gr/l. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau
dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam
dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas
bungkil kedele.
Gambar 8. Bungkil Kedelai dan Penyimpanannya
Kualitas bungkil kedele secara kuantitatif dapat dilakuakan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Kandungan protein bungkil
kedele yang diperoleh dengan cara mekanik adalah 41% dan mempunyai
kandungan lemak 4.8%, sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai
kandungan lemak sebesar 1.32%. Bungkil kedele mengandung serat kasar lebih
rendah dibandingkan bungkil biji kapas.
Bungkil kedele agak rendah mengadung kalsium (0.27%). Kandungan
phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata
0.63%. Seperti biji kedele, bungkil kedele tidak menyediakan carotin dan vitamin
D. Bungkil kedele tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi.
Kandungan thiamin bungkil kedele sama dengan butiran lainnya.
8. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang
dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai
ternak terutama yang masih segar.
Ampas tahu berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat
pada ampas tahu adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit
karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat
pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin,
Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibattkan
penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas.
Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji
oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui
kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium d engan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 9. Ampas Tahu
Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi
yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak
digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12%
sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang
ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke
ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24%
tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.
9. Ampas Kecap
Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap
dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh
ternak.
Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang
terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya
lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai
sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.
Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna
dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.
Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu
dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia.
Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung
pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
10. Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah,
pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan
suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak.
Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Anti nutrisi
ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian
yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk menanggulangi
masalah anti nutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga
perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.
Gambar 10. Kacang Tanah
Secara kualitaitif kualitas kacang tanah dapat diuji dengan menggunakan
bulk density. Sela in itu uji organoleptik seperti tekstur. Rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kualitas kacang tanah
secara kuantitatif dapat dialkuka dilaboratorium dengan menggunakan metode
prosimat.
Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi,
mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%).
Seperti kedele, kacang tanah juga defisien dalam carotin, vitamin D, kalsium (Ca)
dan mengandung phospor yang tidak terlalu tinggi.
11. Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah merupakan limbah dari pengolahan minyak
kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan supplemen
protein tumbuhan yang berkualitas baik. Tapi bungkil ini mempunyai anti nutrisi
yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid membesar dan juga mempunyai sifat
pencahar, tapi pengaruhnya lebih randah dibandingkan dengan kacang tanah.
Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465.6 g/l.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan
flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara
kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode
proksimat (tabel 8).
Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar
5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan
karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil
kacang tanah dan sekam.
Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN
84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam
mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien
tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.
Tabel 8. Komposisi kimia butir -butiran dan limbahnya (%BK)
Bahan
Jagung
Dedak kasar
Dedak halus
Bekatul
Menir
Shorgum
Pollard
Bungkil kedelai
Bk. K. anah
Kacang tanah
Ampas tahu
Ampas Kecap
Ampas Bir
BK
Abu
PK
88.0
89.6
88.2
88.2
89.2
89.0
88.0
88.0
89.2
11.0
12.0
23.7
2.41
15.87
12.28
10.04
3.00
2.40
3.60
6.97
5.51
11.04
12.00
23.70
10.82
6.53
9.80
11.37
7.31
11.00
16.90
47.12
35.78
3.26
29.31
5.81
Lemak
5.89
2.36
4.81
7.03
1.70
3.40
4.10
3.80
11.13
36.00
26.81
17.79
9.80
SK
3.37
29.81
15.86
8.24
4.07
2.08
7.40
8.69
7.42
7.79
6.35
14.60
BetaN
77.49
34.89
45.80
52.04
72.87
81.10
67.60
33.29
33.29
43.93
20.55
34.86
Ca
P
0.05
0.14
0.09
0.07
0.03
0.03
0.09
0.27
0.29
0.22
0.47
0.46
0.18
0.31
0.60
1.09
1.06
2.23
2.23
0.75
0.68
0.52
0.66
0.18
0.43
0.48
Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan
bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang
lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium
(Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari
kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin,
vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak
kurang lebih ¼ dari total konsentrat.
B. UMBI-UMBIAN DAN LIMBAHNYA
Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan didaerah yang masih
berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi
kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan
energi umbi-umbian per hektarnya dibandingkan dengan butri-butira n lebih tinggi,
kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan
limbah/ hasil ikutan industrinya terlihat pada tabel 5.
1. Ubi Kayu : Manihot utilisima pohl
Manihot esculenta crantz
Manihot alpi
Manihot dulcis
Manihot palmate
Merupakan tanaman pertanian yang paling penting didaerah tropis.
Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand dan India adalah negara-negara penghasil ubi
kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam
urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah
dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi
dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar
kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang
tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn.
Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam
sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam
glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida
sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam
tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan
meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik.
Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas
5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%.
2. Onggok
Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu
menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih
rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari
pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek
akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan
onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30%
dan untuk ruminansia 40% dari ransum.
3. Daun Ubi Kayu
Produksi ubi kayu segar 10-40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10-40%
terdiri dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai
nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama
dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien
asam amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan sistin.
Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang
tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg,
sedangkan pada daun tua kandungannya labih rendah yaitu berkisar antara 343379 mg/kg.
4. Ubi Jalar
Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk,
warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi
jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning
mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi
jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan
protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan
protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam
ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti
dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti
jagung sebanyak 50%.
5. Jerami Ubi Jalar
Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/ta hun.
Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai
pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi
ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil
penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat
menyebabkan kadar lemak susu menurun.
Tabel 9. Komposisi kimia ubi dan ikutannya.
Bahan
BK
Ubi kayu
Onggok
Daun ubi kayu
Ubi jalar
Jerami ubi jalar
35
83.8
21.6
31
16.3
Abu
PK
% dari bahan kering
SK LK Beta-N
Ca
2.3
1.3
12.1
3.6
16.1
2.9
7.8
24.1
5
19.2
4.9
14.9
22.1
6
16.2
0.7
0.4
4.7
1.3
2.6
89.2
81.6
37
84.1
45.9
0.18
0.2
0.7
0.09
0.44
P
TDN
0.09
0.05
0.31
0.13
0.55
79
78.3
72.3
80
60
C. LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN
1. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah
bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara
pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil
kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk
monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena bungkil
kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan
untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40 -50% dan ruminansia 30%.
2. Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah industri coklat adalah kulit buah, kulit biji dan Lumpur coklat. Kulit
buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji coklat sekitar 15%.
Limbah industri coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak
ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini
mengandung zat racun.
Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi
sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji
coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk
semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada ungas dan babi bisa
sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%.
3. Limbah Industri Kelapa Sawit
Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit
dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), inti
kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah
pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan
bungkil kelapa sawit.
Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka
konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti
sawit 40-60% dari inti.
Gambar 11. Bungkil Inti Sawit
Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat
kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang
dipaka i. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai
kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi faktor pembatas
adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik.
Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanya k 20% pada unggas dan babi,
dan 30—40% pada ruminansia.
Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga
hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat
diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum.
Tabel 11. Komposisi kimia limbah perkebunan dan ikutannya.
Bahan
Bungkil Kelapa
Limbah coklat
• Kulit buah
• Kulit biji
Limbah kelapa sawit
• Lumpur sawit
• Bk. Sawit
• Serat sawit
Limbah Gula
• Pucuk tebu
• Baggase
• Tetes
Pengolahan Nanas
BK
Abu
PK
Lemak
SK
Beta-N
Ca
P
88.5
6.36
18.58
12.55
15.38
37.26
0.08
0.52
93.47
88.10
11.63
7.57
8.01
16.16
1.28
8.36
40.08
20.94
38.49
46.80
0.58
0.34
0.18
0.39
90.5
88.32
91.45
8.56
15.83
7.02
8.56
15.83
7.02
24.10
2.94
14.67
32.40
33.01
36.14
2.10
43.21
35.18
0.40
0.48
0.71
0.18
24.77
87.1
82.4
89.6
5.47
1.45
3.95
4.5
5.47
1.45
3.95
4.5
1.37
0.70
0.29
15.8
37.90
48.00
0.40
1.60
45.06
44.55
84.40
63.9
0.47
0.09
0.89
-
0.34
0.08
0.14
-
Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO)
merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik
broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef
tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain
murah penggu naan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning
dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning
lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga
penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik
mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan
kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%.
Gambar 12. Crude Palm Oil (CPO)
4. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Limbah indusri gula dapat dimanfa atkan sebagai pakan ternak adalah seperti
pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong.
Pucuk Tebu
Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput
gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya
dapat dilihat pada tabel 11.
Ampas Tebu (bagasse)
Begasse merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang
mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan
lignin.
Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu hanya bisa digunakan untuk
ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada
tabel 11.
Tetes
Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses
pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar
mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks
dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga,
mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam
ransum unggas sebesar 5 -6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun
dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses
menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas
nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup
tinggi, tetapi proteinnnya rendah.
D. LIMBAH PERTANIAN
Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa
setelah panen atau diambil hasil utamanya.
Limbah pertnian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (tabel 12)
sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara
untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah
penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar,
teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan
kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman
pangan.
Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada
pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu
ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya.
Tabel 12. Komposisi kimia limbah pertanian (%BK)
Bahan
Abu
PK
Lemak
Jerami jagung
8.42
4.77
1.06
Jerami padi
19.97
4.51
1.51
Jerami kacang tanah
18.69
11.06
1.80
Jerami kedelai
7.56
10.56
2.82
SK
Beta-N
30.53
55.82
28.79
45.21
29.92
38.21
36.28
42.8
E. HIJAUAN
Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa
rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa
juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu
setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).
Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2.
Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.
Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh
pada saat suhu tanah mencapai 4-6 o C (musim bunga) yang mencapai puncak
pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena
suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena
hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi
pada saat musim hujan.
Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung
pada banyak hal diantaranya adalah : species tanaman, umur tanaman, iklim dan
pemupukan. Sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada
rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan
pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan
makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama
apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Pada tanaman yang
masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75-90% dan menurun pada
tanaman yang tua (65%).
Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate
atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa
komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal
temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai
bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang,
sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih
banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan
umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut
dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah
(<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi
hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan
hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan
basah/segar (silase).
Rumput-rumputan (Graminae)
1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Indonesia : Ada di Jawa, Irian dan Sumut.
Asal : Afrika timur, tengah dan selatan.
Gambar 13. Chloris gayana Kunt
Protein kasar umumnya berkisar antara 4-13%, walaupun demikian daun
yang muda bisa mencapai 16-17% dan yang paling rendah kandungannya 3%.
Kandungan protein kasar ini tergantung pada umur, cuaca dan pemupukan
nitrogen. Serat kasarnya bervariasi antara 30-40%, tetapi bisa mencapai 25%
pada saat pemotongan awal dan bisa mencapai lebih dari 45% pada pemotongan
akhir. Beta -N umumnya berkisar antara 40-50% dengan lemak kasar antara 1.02.5%. Kandungan karoten umumnya tersedia cukup tinggi untuk kebutuhan sapi.
Kalsium (Ca) dan phosphor (P) konsentrasinya sama dengan rumput tropis
lainnya, tetapi kandungan K dan Mg umumnya rendah. Palatabilitasnya umumnya
baik dengan kecernaan bahan kering yang cukup rendah yaitu sekitar 40-60%.
2. Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Indonesia : Rumput benggala, suket londo.
Asal : Afrika tersebar ke Asia, Australia dan Eropa.
Gambar 14. Panicum maximum Jacq
Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14%
dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung
pada frekwens i pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan
sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari
38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%.
3. Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret)
Indonesia : rumput australi, rumput dallies.
Asal : Brazil, Argentina, Uruguay (Amerika Selatan).
Gambar 15. Paspalum dilatatum poiret
Kandungan protein kasar berkisar antara 13.4 -18.5%, lemak kasar 1.3 -2.4%,
serat kasar 24.4-34.8% dan Beta-N 40.1 -48.6%. Hijauan ini mempunyai
kecernaan BK sekitar 50-63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan
pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic
glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan
konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare.
4.
Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach)
Indonesia : Rumput gajah.
Asal : Afrika daerah tengah.
Gambar 16. Pennisetum purpureum Schumach
Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 1218%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan
meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26.0-40.5%,
Beta-N sekitar 30.4 -49.6% dengan kandungan lemak kasar 1.0-3.6%. Kandungan
Phosphornya cukup tinggi yaitu 0.28-0.39% dan pada batang 0.38-0.52%.
Sedangkan Ca masing-masing 0.43-048% dan 0.14-0.23% pada daun dan
batang. Kandungan TDN berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering
sekitar 48-71%.
5. King grass (Pennisetum purpurhoides)
Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis)
Indonesia : rumput raja
Asal : Afrika daerah tropis.
Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama
protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.322.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini
adalah sekitar 65.6%.
6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Indonesia : Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar).
Asal : Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania dll)
Gambar 17. Brachiaria decumbens Stapf
Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah
melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6.1-10.1%,
tergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa
mencapai 37%.
7. Sudan grass, rumput sudan
Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase.
Asal : Arfika Tropis.
Rumput sudan mempunyai kandungan protein berkisar 12-16%. Kecernaan
proteinnya juga tinggi sekitar 65-70%. Kandungan Beta-N umumnya berkisar 4045%, dengan serat kasar yang tidak terlalu tinggi dan jarang melebihi 30%.
Rumput ini sangat disukai ternak khususnya sapi. Sama seperti shorgum, rumput
sudan mengandung HC N yang dapat berbahaya bagi tern ak (sekitar 750 ppm),
namun kandungannya pada rumput sudan jarang mencapai level yang
membahayakan. Kandungan HCN ini akan meningkat dengan adanya pemupukan
nitrogen.
8. Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Indonesia : Alang-alang, ilalang.
Asal : Tropis dunia.
Komposisi kimia rumput ilalang umumnya bervariasi. Laboratorium
Agrostrologi Fapet-IPB melaporkan bahwa rumput lapang umumnya mengandung
protein kasar yang cukup tinggi yaitu 8.20-12.49% dengan kandungan serat kasar
berkisar 31.7 -32.97%. Kandungan Beta-Nnya berkisar 39.76-44.16%.
Gambar 18. Alang-alang
9. Rumput lapang, alam, liar
Kandungan nutrisi : bervariasi tergantung komposisi rumputnya.
Komposisi rumput lapang : (sumber : Lab. Agrostrologi) \
1. Gigirinting 4.2%
2. Teki 1.0%
3. Putri malu 4.3%
4. Babadotan 4.4%
5. Jukut ibun 3.8%
6. Sintrong 4.9%
7. Jukut kebo 24.68%
8. Paspalium 5.0%
9. Jukut jampang 1.9%
10. Brachiaria Sp. 2.6%
11. Eragrotis Sp 15%
12. Digitaria Sp 14.5%
13. bereg -bereg 5.0%
14. Jukut lampuyang 5.0%
15. Lain-lain 3.8%
Gambar 19. Rumput Lapang
Kacang-kacangan (Leguminosa)
1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth)
Indonesia : Kacang sentro
Asal : Amerika tengah dan selatan tropis.
Gambar 20. Centrosema pubescent
Sangat disukai ternak dan merupakan Green manure. Hijauan ini
mengandung protein kasar 11-24%. Sentro mengandung oxalat sekitar 2.27%,
tetapi hanya 0.1% yang berbentuk oxalat larut air.
2. Calopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Indonesia : Kacang asu.
Asal : Amerika tropis
Gambar 21. Colopogonium mucunoides Desv
Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat
kasar yang cukup tinggi sekitar 35.20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi
karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya.
3. Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Tropik kudzu.
Indonesia : Kacang-kacangan (Jawa)
Asal : Asia timur dan tenggara.
Gambar 22. Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth
Kandungan protein kasarnya bervariasi dari 11.8-19% dengan kandungan
serat kasar yang tinggi yaitu 36.9-41.1%. Konsentrasi Ca dan P adalah masingmasing 0.85% dan 0.25%. Walaupun tanaman ini berbulu, tapi masih cukup
disukai ternak sapi.
4. Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Indonesia : Kacang stilo
Asal : Bagian utara Argentina sampai ke mexico.
Kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi berkisar 12-18% dari BK.
Stylo juga mengandung oxalat sekitar 1.72% dimana oxalat yang laru t air cukup
rendah yaitu 0.15%. Palatabilitasnya bervariasi, tapi umumnya hijauan muda
kurang disukai ternak. Kecernaan BK-nya bervariasi 40% pada hijauan tua dan
bisa mencapai 70% pada hijauan yang masih muda.
5. Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Indonesia : Kacang verano
Asal : P. Carribia, Amerika tengah dan selatan.
Hijuan ini kualitasnya hampir mirip dengan stylo dan cukup disukai oleh
ternak. Kecernaan Bahan Keringnya berkisar 60.8-66.9%.
6. Glycine wightii (Wight & Arnot)
Indonesia : Glycine javanica
Asal : Afrika dan Asia.
Gambar 23. Glycine wightii
Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu sekitar
11-20%. Bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya
cukup tinggi dimana bisa mencapai 42.6% dengan beta-N bisa mencapai 40%.
Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1.5% dan 0.29%. Selain rumput
untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay.
TDN hijauan segar adalah 57.3% sedangkan dalam bentuk hay 53.3%. Hijauan ini
sangat disukai ternak ruminansia.
7. Calliandra calothyrsus (Messn)
Indonesia : Kaliandra
Asal : Amerika tengah
Gambar 24. Calliandra calothyrsus
Kaliandra merupakan tanaman yang sudah tersebar ke seluruh Indonesia.
Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu sekitar 24%, sedangkan serat
kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali adanya tannin
yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11%.
8. Gliciridia sepium ( Jacq.)
Indonesia : Gamal, Liriksidia.
Asal Amerika Tengah.
Gambar 25. Gliciridia sepium ( Jacq.)
Gamal mempunyai kualitas yang bervariasi tergantung pada umur, bagian
tanaman, cuaca dan genotif. Kandungan proteinnya sekitar 18.8%, dimana
kandungan protein ini akan menurun dengan bertambahnya umur, namun
demikian kandungan serat kasarnya akan mengalami peningkatan. Palatabilitas
daun gamal merupakan masalah karena adanya kandungan antinutrisi flavano 1
– 3.5% dan total phenol sekitar 3-5% berdasarkan BK. Ruminansia yang tidak
bisaa mengkonsumsi daun gamal umumnya tidak akan memakannnya untuk yang
pertama kali bila dicampurkan pada ransum. Dalam pemberiannya sebaiknya
dilayukan dulu. Kecernaan BK daun gamal adalah 48-77%.
9. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Indonesia : Klandingan, Lamtoro.
Asal Guatemala.
Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14 – 19%,
sedangkan kandungan serat kasarnya umumnya berfluktuasi dari 33 hingga 66%,
dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35 – 44%. Daun lamtoro umumnya
defisien asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C
biasanya tinggi.
Tabel 13. Komposisi kimia rumput-rumputan
Nama Bahan
A. Rumput-rumputan.
1. Rumput Rhodes
(Chloris gayana kunt.)
2. Rumput benggala
( Panicum maximum jacq)
3. Rumput gajah
( Pennisetum purpereum schumach)
4. Rumput signal
( Brachiaria decumbens Staps)
5. Alang-alang
( Imperata silindrica (L) R)
6. Rumput lapang
B. Kacang- kacangan.
1. Kacang Sentro
(Centrosema pubescen Benth)
2. Kacang Asu
(Colopogonium mucunoides Desv)
3. Kacang Stilo
(Stylosantes quianensis Sw artz)
4. Rumput Kudzu
(Pueraria phaseoloides Benth)
5. Kacang Bulu
(Glicine weightii)
6. Kaliandra
(Caliandra calothyrsus)
7. Gamal
(Gliricidia sepuem (Jacq))
8. Lamtoro
(Leucaena leucephala de wit)
9. Turi
(Sesbania glandifora (L) Poiret)
BK
Abu
PK
Lemak
SK
Beta
-N
Ca
P
25.8
9.54
6.84
1.73
38.2
43.7
0.43
0.24
26.0
10.6
4.9
2.3
39.4
42.8
0.38
0.31
28.0
10.0
4.6
2.1
38.2
45.0
0.12
0.18
27.5
7.07
9.83
2.36
28.9
51.8
0.24
0.18
50.0
10.0
5.4
1.0
35.4
48.2
0.13
0.09
23.5
14.3
8.82
1.46
32.5
42.8
0.40
0.25
24.0
9.43
16.8
4.04
33.2
36.5
1.20
0.38
29.4
8.81
15.8
3.24
33.7
38.4
1.21
0.23
21.4
8.86
15.6
2.09
31.8
41.6
1.16
0.42
31.0
7.01
7.5
2.23
6.9
36.3
0.7
0.19
25.0
10.2
19.2
2.9
33.1
34.7
1.88
0.37
36.0
5.9
25.0
2.48
19.8
47.2
0.77
0.35
27.0
9.7
19.1
3.0
18.0
50.2
0.67
0.19
25.4
7.6
24.3
3.68
22.1
42.2
1.68
0.22
18.3
10.2
29.2
3.41
17.1
40.1
1.60
0.53
Gambar 26. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat membentuk
ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin
mempunyai potensi sebagai bahan biomedical.
Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek anti
mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan
pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada ruminansia mimosin
dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H) -pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika
tidak didegradasi dapat menimbulka n rendahnya level thyroxine dalam serum
darah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan
pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam
ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin
dan DHP.
10. Sesbania grandiflora (L.) Poiret
Indonesia : Turi, Toroy, Tuwi.
Asal : Asia tenggara
Daun sesbania sangat disukai ternak ruminansia. Kandungan protein
kasarnya cukup tinggi, sehingga bisa membantu untuk memperbaiki kualitas
ransum yang jelek. Kecernaan Bknya juga cukup tinggi yaitu 65-73% dengan serat
kasar yang rendah yaitu 5 – 18%. Kandungan P cukup tinggi berkisar 0.30 –
0.45%. Hujauan ini mengandung saponin dan tannin yang pada ruminansia tidak
memperlihatkan tanda-tanda keracunan. Meskipun demikian bila diberikan pada
monogastrik seperti pada unggas dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas.
Gambar 27. Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering
dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal
dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada
ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya
miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat
berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air
beserta limbahnya. Ciri -ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar
protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0 -15% dan kandungan Ca dan P
pada beberapa jenis tinggi.
Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang
mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua yaitu sumber
protein nabati dan hewani, Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan
air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat diantaranya tepung
daging, tepung daging dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong
hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; dan
tepung bulu ayam.
I. Asal Ternak dan Limbah Ternak
1. Tepung Daging
Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia,
biasanya melekat pada ku lit dan tulang dalam bentuk tetelan sehingga seringkali
dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat
dilakukan dengan :
a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)
Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku
diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar
50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor sebanyak
>4.4% maka namanya meat and bone scrap.
Gambar 28. Tepung Daging dan Tulang serta Penyimpanannya
b. Bahan Baku dimasak pada tangki tertutup. (Tankage)
Setelah dimasak dalam ta ngki tertutup kemudian disaring lalu residu
diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang diperas
menghasilkan ampas dan dicampur dengan hasil penguapan, dekeringkan
lalu digiling maka diperoleh tankage. Kandungan protein tankage berkis ar
60% dan banyak mengandung vitamin B diantaranya asam pantotenat,
niacin, riboflavin dan vitamin B12. Bahan baku tankage tidak boleh berisi
bulu, kuku, tanduk, kotoran dan isi perut. Penggunaan untuk ternak unggas
berkisar 10% dan kurang disukai karena dapat menimbulkan bau pada
produk ternak (daging, telur dan susu). Komposisi tepung daging adalah
sebagai berikut : Bahan kering 88.5%; Abu 27.73%; protein 61.13%; lemak
11.75%; serat kasar 2.71% dan Beta-N 0.68%.
2. Tepung Darah
Tepung darah diperoleh dari darah ternak yang bersih dan segar, berwarna
coklat kehitaman dan relative sulit larut dalam air. Rasio pembuatan tepung darah
berkisar 5:1 dimana untuk mendapatkan 1 kg tepung darah memerlukan 5 kg
darah segar. Kandungan protein berkisar 85% dengan kadar air 10%. Tepung
darah rendah kandungan kalsium, phosphor dan asam am ino isoleusin dan glysin.
Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babi
dibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum
ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass
dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber protein
untuk ternak ruminansia Komposisi gizi tepung darah adalah sebagai berikut :
bahan kering 90.00%; Abu 4.00%; protein 85.00%; lemak 1.60%; serat kasar
1.00% dan Beta N 8.40%.
3. Tepung Hati
Tepung hati dibuat dari hati ternak atau ikan yang tidak dikonsumsi manusia
(afkir). Proses pembuatannya melalui tiga tahap yaitu hati diiris-iris, dikeringkan
dan digiling menjadi tepung. Tepung hati mengandung protein berkisar 60-62%;
lemak 16-17% dan banyak mengandung zat besi Fe, Mg dan Cu serta vitamin B1,
riboflavin, niacin dan asam panthotenat.
II. Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Anak sapi baru lahir memerlukan susu pertama produksi induk sapi yang
disebut Collestrum, berwarna krem, kental dan bau amis. Collestrum ini diberikan
selama satu minggu dan berfungsi untuk pembentukan antibody untuk daya
immunitas (kekebakan) tubuh. Susu induk mengandung casein dan zat-zat lain
yang dibutuh kan ternak yang sedang berkembang yaitu laktalbumin, mineral dan
globulin. Juga mengandung asam lemak essensial yaitu asam oleat, linoleat dan
arachodonat serta karbohidrat susu yaitu lactosa. Susu banayak mengandung
vitamin yang larut dalam lemak yaitu A,D,E dan K. Susu banyak
Tabel 14. Komposisi Zat Makanan beberapa Pakan Sumber Protein.
Abu
Prot. Lemak SK
BETN Ca
P
NaCl
Tp. ikan impor
23.04 62.79 10.15 2.58 5.64
5.37 2.77 1.95
Tp. ikan lokal
30.22 55.51 9.38
1.73 3.57
5.24 2.54 6.95
Tepung udang
18.65 45.29 6.62
17.69 1.53
7.76 1.31
mengandung mineral kalsium dan phosphor serta sedikit minral Fe, Mn, Cu dan I.
Produk sampingan pengolahan susu (Milk by product) yaitu susu skim, butter milk
dan whey.
1. Susu Skim
Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga
kandungan lemaknya hanya berkisar 0.1 -0.2%. Susu skim banyak mengandung
vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur
ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering
mengandung protein 34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim
dipergunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lah ir setelah periode
pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi
muda).
2. Butter Milk
Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih
banyak dari susu skim yaitu 0.6-0.7%. Kandungan protein butter milk dalam
keadaan kering yaitu 32-33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0.5 kg dalam
ransum komplit.
3. Whey
Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke
dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit
dan tidak bisa diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam
keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim
dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0.8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai
sumber riboflavin.
III.
Limbah Peternakan Ayam
Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum
mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa. Rasio bobot bulu untuk setiap
jenis unggas berkisar 4-6% dengan rata -rata 6% dari bobot hidup unggas.
Tepung bulu ayam berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses
pembuatan tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan
enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan keratin
pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih
rendah, sehingga pada proses pembuatan Tepung bulu ayam tidak hanya dengan
proses hidrolisa atau tekanan saja. Indikator lain kualitas Tepung bulu ayam
selain protein kasar adalah kecernaan pepsin. Dibandingkan tepung ikan,
kandungan protein bulu ayam lebih tinggi yaitu 85-90%, energi metabolis (ME)
2287 kkal/kg, dengan kadar serat kasar 1-3%. Defisien terhadap asam amino
lysine, tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar yang
tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf penggunaan tepung
bulu ayam untuk ternak berkisar 5-8 % untuk non ruminansia dan 10-15% untuk
ruminansia.
IV. Tepung Ikan
Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau
limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.
Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung
ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak
dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10%
dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet
sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang
ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor
dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah,
sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku
hanya mempunyai kadar protein kasar 55-58% dan termasuk grade C.
pemakaian tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10-15% dengan syarat
sumbangan lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1%. Komposisi zat
makanan dapat dilihat pada Tabel 8.
Gambar 29. Tepung Ikan dan Penyimpanannya
V.
Tepung Kepala Udang
Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang yang
tidak dikonsumsi manusia/ekspor terdiri atas kepala dan kulit secara keseluruhan
dan dengan konversi 30-40% dari total tubuh udang. Mutu pakan lebih rendah
dari tepung ikan (protein kasar 43-47%). Kelemahan tepung udang adanya khitin
(yang sulit dicerna) suatu ikatan polisacharida-protein dalam kulit kelompok
udang/crustaceae sebesar 20-30% dengan kecernaan yang rendah 28%.
Kecernaan pakan bisa tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan dengan
ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum ungas maksimal
10%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.
BAB V
BAHAN MAKAN AN TERNAK INKONVENSIONAL
Perkembangan penduduk yang pesat mengundang konsekuensi terhadap
penyediaan pangan yang meningkat pula termasuk pangan yang beasal dari hasil
ternak. Dengan demikian upaya produksi ternak tidak akan terlepas dari upaya
penyediaan bahan makanan ternak.
Pada umumnya makanan ternak juga merupakan makanan manusia
sehingga terasa persaingan antara manusia dengan ternak. Keadaan tersebut
harus diatasi dengan upaya penyediaan makanan ternak berasal dari bahanbahan yang tidak dikonsumsi manusia dengan kata lain perlu dilakukan
penggalian (explorasi) bahan-bahan makanan ternak yang lain atau perlu
dilakukan penganekaragaman bahan makanan ternak, khususnya bahan
makanan ternak yang tidak lazim digunakan/dikonsumsi ternak namun kandungan
nutrisinya sama atau lebih baik dari yang bisaa dikonsumsi ternak.
Upaya eksplorasi bahan makanan ternak tak lazim (bahan makanan ternak
inkonvensional) ini akan sangat bermanfaat bagi peternak kecil/menengah agar
tidak tergantung kepada bahan makanan ternak konvensional, mengingat
penyerapan bahan makanan ternak konvensional ini pada umumnya telah
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan dengan modal yang kuat sehingga para
peternak kecil/menengah tidak mampu bersaing dengan perusahaan yang besar.
Bahan makanan ternak inkonvensional dapat berasal dari limbah pertanian,
limbah peternakan, limbah perikanan, limbah kehutanan, limbah pengolahan hasil
ternak, hasilk pertanian, hasil kehutanan, limbah pemotongan ternak dan limbah
industri pangan dan minuman. Tujuan pokok bahasan ini adalah memberikan
informasi tentang bahan makanan ternak inkonvensional sebagai alternatif dari
bahan makanan ternak konvensional guna meningkatkan daya mandiri kecil dan
menengah dalam agribisnis yang bebas.
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bahan makanan inkonvensional dapat diklasifikasikan berbeda-beda, namun
Nityanand Pathak (1997) dalam teksbook of feeding processing technology
mengklasifikasikan sebagai berikut:
A. Konsentrat inkonvensional
B. Hijauan inkonvensional
Klasifikasi ini berdasarkan pada umumnya bahan makanan konsentrat
merupakan bahan makanan ternak non hijauan dengan serat kasar maksimal 18%
dari bahan kering. Konsentrat inkonvensional dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Pengolahan jagung untuk min ya k jagung dapat menghasilkan makanan
ternak yang tergolong inkonvensional yaitu bungkil biji jagung. Komposisi gizi
limbah minyak jagung (%BK) adalah sebagai berikut BK = 88.06%, Abu = 11.10%,
Protein Kasar = 21.89%, Lemak = 0.33%, Serat Kasar = 8.9%, Beta -N = 53.10%,
Ca= 0.06% dan P = 2.18%.
Bungkil jagung dipergunakan sebagai sumber energi untuk ternak.
Penggunaan bungkil jagung untuk ternak telah diteliti oleh Sudaryanti (1981)
bahwa bungkil jagung dapat mengganti bungkil kelapa sebanyak 10 – 20%.
Sedang Nitis (1981) telah menggunakan bungkil jagung untuk unggas 30 – 40%,
Babi 40 – 50% dan sapi sebanyak 30% tetapi Wahyu (1984) menyarankan
penggunaan bungkil jagung tidak lebih dari 20% untuk unggas.
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Jenis Psophocarpus mempunyai sembilan species, 2 diantaranya adalah
psophocarpus tetragonolobus dan psophocarpus palustris telah lama digunakan
sebagai sumber pangan. Psophocarpus tetragonolobus tampil lebih produktif.
Tanaman kecipir diduga berasal dari Papua Nugini dan Asia Tenggara dan
tersebar ke Ghana dan Nigeria (NAS, 1975 dan KAY, 1979). Nilai gizi (%BK) biji
kecipir hampir sama dengan kedelai sebagai berikut : Kadar air 8.7 – 24.6%,
Protein 29.8 – 39.0%, Lemak 15.0 – 20.4%, Beta-N 23.9 – 42.0 %, Serat kasar,
3.7 – 16.1% da Abu 3.3 – 4.9%.
Komposisi asam amino biji kecipir mirip dengan kacang kedelai, tetapi agak
berbeda kandungan lisin yaitu masing-masing 9.6 mg/g dan 6.83 mg/g.
Kandungan Trypthopan kecipir (0.73 mg/g) lebih randah daripada kacang kedelai
(1.28 mg/g). Biji kecipir kekurangan asam amino bersulfur methionin dan sistin
sama seperti kedelai.
Kandungan anti nutrisi dalam kecipir juga mirip dengan kedelai yaitu
mengandung anti tripsin dan anti chimotripsin yang dapat menghambat kerja
tripsin dan chimotripsin yang bersifat yang bersifat proteolitik. Untuk
menghilangkan zat anti nutrisi ini dapat dilakukan dengan : perendaman,
pengukusan/pemasakan atau penyanggraian/penggorengan tanpa minyak. Biji
kecipir dapat mengganti kacang kedelai dalam ransum ternak setelah dipanaskan
seperti tersebut di atas.
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Hasil utama dari tanaman kapuk adalah serat buah kapuk sedangkan biji
kapuk merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai sumber bahan
baku pembuatan minyak biji kapuk. Bungkil biji kapuk dihasilkan dari proses
pembuatan minyak kapuk adalah sebanyak 40% menurut Vademekum Pertanian
(1957) sedangkan PT. Kimia Farma memperoleh hasil sebanyak 70% dan
kotorannya 11%. Pemanfaatan bungkil biji kapuk di masyarakat kita yaitu untuk
pupuk organik tanaman tembakau atau untuk makanan ternak. Kandungan gizinya
(%BK) adalah : BK 90.73%, Abu 6.94%, Protein kasar 31.37%, Lemak kasar
5.83%, Serat kasar 31.81%, Beta-N 32.42%, Ca 0.40% dan P 0.87%. Pemberian
bungkil biji kapuk terhadap ternak adalah sebagai berikut : untuk unggas tidak
lebih 5%.
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)
Pertanian tanaman kapas menghasilkan hasil utama adalah kapas,
sedangkan biji kapas merupakan hasil sampingan yang dapat diproses menjadi
minyak biji kapas dengan limbahnya yaitu bungkil biji kapas. Bungkil biji kapas
dihasilkan dari proses pembuatan minyak kapas sebanyak 47%. Berdasarkan
McDonald et al (1973) bahwa komposisi kimia (%BK) bungkil kapas adalah :
dengan kulit bahan kering 80%, Abu 7.2%, Protin kasar 25.37%, Lemak Kasar
6.00%, Serat Kasar 27.25% dan Beta-N 34.13%. Sedangkan tanpa kulit
mempunyai komposisi kimia ( 5% BK) adalah : Bahan Kering 90%, Abu 7.39%,
Protein 45.625%, Lemak Kasar 8.80%, Serat Kasar 8.60%, Beta -N 30.35%, Ca
0.20% dan P 1.28%.
Protein bungkil kapas mempunyai kualitas yang baik tetapi asam amino
sistin, methionin dan lisin rendah. Bungkil ini kaya akan thiamin tetapi miskin akan
caroten. Energi Metabolisme bungkil biji kapas untuk ternak ruminansia masingmasing 1.99 kkal/g (dengan kulit) dan 2.84 kkal/g. Bungkil biji kapas mengandung
gossipol yang dapat mempengarusi kuning telur pada proses penyimpanan.
Pemberian bungkil biji kapas untuk ternak sapi perah dengan dosis 50%
akan meningkatkan produksi susu sedangkan Kompyang (1984) menyatakan
dapat sebagai pengganti tepung kedelai dalam ransum ayam petelur sebanyak
50-100%. Pemberian pada babi terbatas sampai 9% dari ransum.
2. Limbah peternakan/hewan
Isi Rumen
Isi rumen diperoleh dari rumen sapi yang telah dipotong (terutama di rumah
pemotongan hewan). Kualitas isi rumen tergantung dari makanan ternak yang
dikonsumsinya. Isi rumen akan mengandung zat antinutrisi bila ternak tersebut
mengkonsumsi zat antinutrisi. Isi rumen tersebut dapat pula mengandung
mikroba patogen (berbahaya) jika proses pengolahan dengan pemanasan tidak
sempurna.
Isi rumen dipisahkan antar cairan dan padatan melalui proses pengepresan.
Padatan dikeringkan dengan suhu 100 0 C sehingga mengandung kadar air 12%
dan juga untuk membunuh bakteri yang patogen.
Penyimpanan isi rumen bentuk padatan dengan temperatur kamar pada
kadar air dibawah 12%. Komposisi kimia isi rumen (%BK) adalah: abu 11%,
protein kasar 17.6%, lemak kasar 2.1%, serat kasar 28%, Beta -N 41.40%, Ca
0.79% dan P 0.67%. Kendala penggunaan isi rumen sebagai makanan ternak
adalah baunya, sehingga palatabilitasnya sangat rendah.
Limbah Penetasan
Termasuk limbah penetasan adalah telur infertil, telur tetas dengan embrio
mati dan anak ayam umur sehari (DOC). Nilai gizinya hampir sama dengan
tepung daging. Tepung limbah penetasan mengandung protein 10-16% untuk
ternak unggas. Selain sebagai sumbe protein tepung limbah penetasan juga
dapat digunakan sebagai sumber mineral kalsium dan phosphor.
Tepung Limbah Kodok
Tepung ini dapat dibuat dari limbah kodok yang terdiri dari tubuh kodok tanpa
paha belakang dengan konversi 70% dari total kodok. Kodok mentah sudah
sering diberikan pada ternak babi dan bebek dengan cara dicacah. Untuk unggas
perlu mengalami pengolahan menjadi tepung. Keuntungan proses penepungan
adalah menghilangkan unsur-unsur yang patogen dan merugikan unggas.
Pemakaiannya dalam ransum berkisar 10%, lebih dari 10% kurang palatabel dan
bau amis yang menyengat. Komposisi zat makanan tepung kodok (%BK) adalah:
abu 18.33%, protein kasar 67.70%, lemak kasar 10.84%, serat kasar 0.61%, BetaN 2.18%, Ca 5.14% dan P 2.84%.
Tepung Bekicot
Tepung bekicot merupakan bahan makanan ternak sumber protein hewani
yang dapat menggantikan tepung ikan dalam ransum babi, bebek dan ayam.
Tepung bekicot terbuat dari bekicot mengandung protein 60% (Cresswell dan
Kompiang, 1981), 56.1% (Pujowiyatno, 1982), sedangkan menurut Emmy S.
(1980) adalah 69-70.39%. kandungan serat kasarnya hanya 0.08%, bahan kering
9.19-9.25%. kandungan Ca 2%, P 8%, lysine 0.6%, methionin % dan ME = 3400
kkal/kg.
Cresswell dan Habibie (1981) menunjukkan bahwa penggunaan 10% tepung
bekicot dalam ransum ayam petelur dapat menghasilkan produksi yang sama
dengan kontrol. Lestari Gunawan (1972) menyatakan kombinasi tepung ikan
dengan tepung bekicot pada ransum ayam broiler akan menghasilkan
pertambahan bobot ayam yang lebih baik dari ransum yang hanya mengandung
tepung ikan saja atau tepung bekicot saja. Sedangkan Beng et al (1982) dan
Kompiang (1979) menganjurkan penggunaan tepung bekicot mentah dalam
ransum tidak lebih dari 10% dan 15% untuk bekicot yang direbus.
Keong Mas
Keong mas merupakan sumber protein hewani alternatif untuk ternak.
Rumah atau cangkangnya bisa digunakan sebagai sumber mineral, terutama Ca.
walaupun tidak sebaik kualitas tepung ikan, daging keong mas bisa digunakan
sebagai sumber protein. Komposisi kimianya (%BK) adalah: bahan kering
92.49%, abu 9.03%, protein kasar 30.68%, lemak kasar 3.2%, serat kasar 2.45%,
Beta-N 24.32%, Ca 7.5% dan P 0.97% masalah utama penggunaan keong mas
adalah adanya racun pada lendirnya, tetapi tidak terlalu berbahaya untuk ternak.
Metode pengolahan yang baik akan menghilangkan racun tersebut.
Penggunaannya pada ransum maksimal 15%.
Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Cacing tanah adalah salah satu bahan yang mempunyai potensi sebagai
sumber protein dan merupakan bahan berasal hewan yang belum begitu banyak
digunakan sebagai bahan makanan ternak.
Cacing tanah selain jarang
dikonsumsi langsung oleh ternak juga dijumpai pada areal tanah kebun rumput
yang mendapatkan pupuk kandang atau pembuangan sampah yang dalam
keadaan lembab. Berdasarkan penelitian-penelitian pada bedengan yang diberi
kotoran ternak berukuran 0.4072 ha terdapat kurang lebih satu juta ekor cacing
tanah dengan berat 199.76 kg. sedangkan bedengan tanpa kotoran hanya
mencapai dua puluh ribu ekor sampai lima puluh ribu ekor dengan berat antara
22.70-45.40 kg. komposisi kimia cacing tanah (%BK) adalah: bahan kering
92.63%, abu 8.76%, protein 56.44%, lemak kasr 7.84%, serat kasar 1.58%, BetaN 17.98%, Ca 0.48% dan P 0.87%.
Keistimewaan cacing tanah adalah mempunyai protein kasar yang tinggi dan
sumber mineral fosfor, akan tetapi Ca-nya rendah. Kandungan asam amino lisin
dan metioninnya lebih tinggi dibandingkan dengan protein biji-bijian. Cacing tanah
mampu mensubstitusi sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil kedele.
Tepung cacing tanah sebaiknya digunakan sebesar 10% dalam ransum.
3. Protein sel tunggal (PST)
Protein Sel Tunggal adalah protein yang ditemukan dari organisme bersel
satu. Organisme tersebut antara lain: Yeast (ragi), Bacteria, Fungi (jamur) dan
Algae yang ditubuhkan pada media khusus yang disiapkan.
Tipe protein ini dapat diperoleh melalui fermentasi pada petroleum atau sisa
organik dengan p enerangan khusus.
Gambar 30. Protein Sel Tunggal limbah industri L -Lysine
Tipe-tipe PST.
PST dapat dihasilkan melalui proses:
a. Non photosynthetic misalnya yeast, bacteria dan fungi
b. Photosynthetic misalnya Algae
Organisme Non Photosynthetic
Secara tradisional, ragi telah digunakan sebagai sumber protein dan
“unidentified faktor”. Cara ini mempunyai keuntungan: mudah dipanen dan
masalah dikonsumen relatif sedikit. Namun mempunyai juga kerugian: karena
hasil tersebut diatas miskin akan asam amino “bersulfur” seperti methionin.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan pemberian MHA (Methionin Hydroxy Analog)
Sedang bila diperoleh dari bakteria maka mempunyai keuntungan:
a. Pertumbuhan lebih cepat
b. Komposisi asam amino lebih seimbang
c . Kandungan protein lebih banyak
d. Bila tidak disenangi manusia maka dapat dijadikan makanan ternak
Kerugian dari cara ini adalah:
a. Mudah rusak
b. Banyak mengandung asam nukleat
Organisme Photoynthetic
Organisme yang berperan adalah algae, dapat menghasilkan bahan/zat
makanan yang dalam jumlah banyak pada luasan relatif sempit. Faktor-faktor
yang berpengaruh adalah:
1. Tipe organisme
2. Temperatur
3. Ketinggian tempat
4. Luas tempat
Potensi hasil produksi ton protein per akre per tahun. Bahan kering algae
yaitu 5-15% dapat diberikan untuk ternak scara langsung atau setelah proses
hidrolisasi. Komposisi zat makanan (dalam BK0 adalah: protein kasar 8-75%,
karbohidrat 4-40%, lemak 1-6%, abu 4-45%, biological value protein dari algae
yaitu 50-70%.
Permasalahn dalam menggunakan PST adalah sebagai berikut:
1. Palatabilitas
Palabilitas dari protein sel tunggal rendah sehingga feed intake berkurang.
Masih sedang diusahakan agar PST dapat berkembang menjadi feed
supplement.
2. Digestibility
Harus ditingkatkan daya cernanya sehingga dapat bersaing dengan protein
yang bisaa digunakan.
3. Asam Nucleat
Banyak diperoleh N protein dalam bentuk asam nukleat dimana dalam
metabolisme akan dihasilkan asam urat. Akumulasi asam urat dalam ginjal
akan menimbulkan batu ginjal. Sedangkan pada ruminansia asam urat dan
mikroorganisme membentuk allantoin yang mudah larut dan dieksresikan lebih
mudah dari tubuh.
4. Toxin
Toxin yang timbul dapat berasal dari: a. dalam atau dihasilkan oleh mikroba itu
sendiri b. karena adanya kontaminasi dari luar.
5. Kualitas prote in
Protein yang dihasilkan dari PST defisien asam amino bersulfur dan mungkin
juga isoleucine.
6. Ekonomi
Selama sumber protein seperti sumberikan, tepung daging masih
memasyarakat digunakan untuk pembuatan ransum dengan harga yang
terjangkau maka PST hanya akan berperan sebagai bahan makanan ternak
alternatif.
BAB VI
PAKAN SUPLEMEN
Dalam penyusunan ransum, pakan sumber energi dan serat yang biasanya
dihasilkan di farm merupakan pakan basal. Pakan tersebut biasanya defisien
protein dan kemungkinan defisien satu atau lebih asam amino, mineral dan
vitamin.
Pakan suplemen merupakan pakan yang dipakai untuk memperbaiki nilai gizi
pakan basal. Biasanya pakan suplemen merupakan konsentrat:
1. Protein, atau satu atau lebih asam amino
2. Satu atau lebih asam mineral
3. Satu atau lebih vitamin dan
4. Campuran mineral, vitamin dan protein
1. Suplemen Protein
Protein suplemen adalah bahan baku yang mengandung protein lebih dari
dua puluh persen protein atau protin ekuivalen. Bahan ini dapat diperoleh dari
ternak, ikan, tanaman, mikroba, juga dari nitrogen bukan protein seperti urea,
biuret dan produk amonia.
Secara umum protein merupakan unsur yang kritis pada ternak muda, ternak
yang tumbuh cepat dan untuk ternak yang berproduksi tinggi. Ternak tidak dapat
mengembangkan potensi genetik mereka, tidak dapat menghasilkan produksi
susu yang tinggi, atau tidak dapat menghasilkan tenaga yang maksimal kecuali
apabila ransum mereka mengandung protein yang cukup.
2. Suplemen Asam Amino
Pada ternak muda yang rumennya belum berfungsi, asam amino
merupakan unsur yang penting. Ternak yang berproduksi tinggi memerlukan
asam amino yang lebih tinggi dan mikroba rumen tidak dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Sehingga kualitas protein ransum lebih penting untuk ternak
yang berproduksi tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kasar.
A
B
Gambar 31. A. Lysine dan B. Methionin
3. Suplemen Mineral
Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup ternak. Hampir semua
mineral ditemukan dalam jaringan ternak dan mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam proses metabolisme ternak. Metabolisme dan interrelationship
diantara mineral sangat bervariasi dan kompleks.
Suatu kelebihan atau
kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan kekurangan atau kelebihan dari
mineral lain.
Komposisi mineral pakan bervariasi tidak hanya
karena perbedaan
tanaman dan spesies tetapi juga antar tanaman yang sama dengan varietas yang
berbeda. Leguminosa dan butir-butiran umumnya mengandung kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) lebih banyak dibanding tanaman lain. Banyak peru bahan
komposisi mineral terjadi dalam masa pertumbuhan tanaman. Perbedaan
lingkungan juga sangat mempengaruhi kandungan mineral tanaman seperti jenis
dan kondisi tanah, pengaruh pemupukan, komposit tanaman yang di tanam, serta
cuaca dan iklim. Kebutuhan mineral pada ternak sangat bervariasi tergantung
pada umur ternak, ukuran ternak, jenis kelamin, tipe produksi dan fase
produksinya.
Gambar 32. Mineral Sumber Kalsium (Limestone Granular)
Mineral esensial adalah mineral yang telah terbukti mempunyai peranan
dalam metabolisme tubuh. Hingga tahun 1950 hanya tiga belas mineral yang
diklasifikasikan sebagai mineral esensial yaitu Ca, P, K, Na, Cl, S, Mg, Fe, I, Cu,
Mn, Zn, dan Co. Sejak tahun 1970 Mo, Se, Cr, dan F ditambahkan dalam daftar
dan menyusul Arsen, Boron, Lead, Lithium, Nikel, Silikon, Tin, dan Vanadium
dimasukkan ke dalam mineral esensial.
Klasifikasi Pakan Mineral
Pakan sumber mineral dibagi ke dalam tiga kategori dasar yaitu:
1. Limbah rumah tangga
Limbah rumah tangga sangat potensial digunakn sebagai sumber mineral
seperti tulang dan jaringan sendi yang dihasilkan dari pengolahan daging.
Limbah ini sangat baik digunakan sebagai sumber Ca, P dan beberapa trace
mineral.
2. Mineral dari sumber alam
Pakan ini diperoleh dari alam dan diolah agar aman sebagai pakan.
Contohnya adalah batu phosphat yang dihilangkan flourinenya, NaCl, KCl,
batu dolomit dan CaCO3.
3. Sumber alam sintetis
Sekarang ini sudah banyak sumber mineral sintetis yang telah dikembangkan
dengan harga yang murah dan kemurnian yang sangat tinggi. Sehingga
peternak bisa memberi mineral murni untuk tujuan-tujuan tertentu.
Perlunya Suplemen Mineral
Hanya mineral yang diperlukan seyogyanya disediakan. Kelebihan dan
ketidakseimbangan mineral harus dihindari. Kecuali bahan seperti urea dan
lemak hampir semua pakan dapat menyediakan beberapa mineral. Meskipun
demikian banyak ransum yang telah disusun masih memerlukan satu atau
beberapa mineral makro/mikro.
Mineral makro . Dari beberapa mineral makro yang dibutuhkan ternak, hanya
garam (NaCl), kalsium (Ca), phosphor (P), secara rutin ditambahkan ke ransum
ternak. Makro mineral lain seperti magnesium (Mg), dan sulfur (S) kadang-kadang
ransum ternak dalam kasus tertentu. Magnesium kadang-kadang disediakan
pada daerah dimana tetani masih merupakan masalah. Sulfur secara rutin
ditambahkan ke dalam ransum yang mengandung urea karena urea tidak dapat
menyediakan sulfur seperti halnya protein.
Mineral Mikro atau Terbatas.
Tujuh mineral mikro berikut yang sering
disuplementasikan ke dalam ransum yaitu: Cobalt (Co), Tembaga (Cu), Iodium (I),
Besi (Fe), Mangan (Mn), Selenium (Se) dan Seng (Zn). Meskipun ransum ternak
tidak defisiean akan tujuh mineral di atas, suplemen mineral tersebut ke dalam
ransum tidak berbahaya karena besarnya batas ambang antara tingkat yang
dibutuhkan dengan tingkat toksisitasnya. Juga sedikit ekstramikro diperlukan
karena adanya variasi kandungan mineral dalam pakan, variasi dalam
produktivitas ternak, stres dan hubungan antar nutrien.
Gambar 33. Mineral Sumber Tembaga (CuSO 4)
Petunjuk Suplementasi Mineral
Pertimbangan-pertimbangan yang harus diingat oleh peternak sehubungan
dengan suplementasi mineral antara lain:
1. Kebutuhan ternak
Usia, jenis kelamin, berat, dan parameter produksi harus dipertimbangkan.
2. Jenis pakan
Ternak yang menerima ransum konsentrat tinggi akan memerlukan
suplementasi mineral yang berbeda daripada ternak yang menerima ransum
hijauan tinggi.
3. Daerah asal pakan
Kandungan mineral pakan tergantung pada kandungan mineral tanah dan
faktor genetik tanaman.
4. Fasilitas
Jika campuran ditawarkan dengan bebas, maka diperlukan kontainer.
Gambar 34. Mineral Mix
Garam (NaCl)
Garam diperlukan oleh semua kelas ternak, khususnya ternak herbivora
(pemakan hijauan). Rasio kalsium dan natrium pada hijauan pakan dapat
mencapai 17:1, sehingga garam diperlukan untuk mempersempit rasio agar tidak
terjadi aksi metabolik dari tingginya kalsium.
Jumlah garam yang dibutuhkan ternak bervariasi tergantung pada tingkat
pertumbuhan, komposisi ransum, tingkat produksi, dan suhu lingkungan.
Beberapa ternak yang berkeringat lebih banyak dari yang lainnya dan kebutuhan
garamnya berkorelasi positif dengan makin banyaknya keringat. Ternak yang
banyak terkena panas dan bekerja lebih berat memerlukan garam yang lebih
banyak dibandingkan dengan ternak yang normal. Ternak ruminansia yang
digembalakan memerlukan garam untuk menyeimbangkan kalium yang tinggi dan
kalsium yang rendah.
Pemberian garam dapat disediakan dalam bentuk:
1. Garam blok
a. Keuntungan
- memudahkan pemberian
- merangsang penegluaran air ludah
- tidak berbahaya bila konsumsinya berlebihan
b. Kerugian
- ternak kadang-kadang susah untuk memperoleh garam yang cukup.
2. Garam bisaa (bentuk lepas/butiran)
a. Keuntungan
- ternak mudah untuk mengkonsumsinya
b. Kerugian
- harus diproteksi dengan mineral box
- harus tersesia cukup air
3. Sebagai bagian campuran mineral (mineral mix)
a. Keuntungan
- mudah bagi ternak untuk mengkonsumsi kebutuhan garamnya
- menyebabkan ternak mengkonsumsi mineral yang rendah palatabilitasnya
b. Kerugian
- harus diproteksi dengan mineral box
- harus tersedia cukup air
- memeaksa ternak untuk mengkonsumsi mineral yang mungkin tidak
dibutuhkan ternak.
4. Sebagai komponen dari campuran ransum
a. Umumnya ditambahkan 0.25-0.5%
b. Menjamin konsumsi garam yang cukup
c. Dapat meningkatkan palatabilitas
Sumber Garam. Garam yang bisaa digunakan adalah natrium chlorida
(NaCl). Garam ini dapat diperoleh dengan cara penguapan air laut atau dari
pertambangan deposit garam di beberapa tempat di dunia.
Tanda-tanda defisiensi dan keracunan. Secara umum ternak yang defisien
garam akan menunjukan gejala seperti : hilangnnya cita rasa (ternak akan
memakan tanah, dinding atau bahan-bahan lain). Kecepatan pertumbuhan
menurun, kemandulan pada ternak jantan, terlambatnya kematangan seksual
pada ternak betina dan produksi menurun.
Keracunan terjadi ketika tubuh tidak dapat mengeluarkan garam yang cukup untuk
mempertahankan keseimbangan air. Jika ada kelebihan konsumsi garam atau
tidak berfungsinya mekanisme ekskresi maka endema akan terjadi akibat dari
retensi air.
Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)
Ketika kalsium sendiri diperlukan, batu kapur atau cangkang kerang giling
biasanya digunakan. Suplemen kalsium yang lain antara lain tepung tulang,
kalsium gluconate, kalsium laktat, dikalsium phosphat dan dolomit.
Suplemen phosphor yang seringkali dipakai adalah ammonium phosphat,
tepung tulang, kalsium phosphat, tanah liat koloid, dikalsium phosphat,
monosodium phosphat dan phosphat deflourinate.
Pemberian Kalsium
1. Kebutuhan supplementasi tergantung pada kualitas ransum. Jika dibutuhkan
bisa ditambahkan dengan menggunakan :
a. Hanya penambahan kalsium
- Batu Kapur
- Tepung kulit kerang
- CacCO 3 mengandung kalsium 33-44%, dimana CaCO3 murni mempunyai
konsentrasi Ca 40%.
b. Kalsium dengan tambahan phosphat
- Tepung tulang
- Deflourinated phosphat
Gambar 35. Sumber Kalsium dan Phosphor (Dicalsium Phosphat)
2. Sumber kalsium di atas bisa diberikan dalam bentuk mineral mix pada ransum.
Pemberian Phosphor
1. Kebutuhan supplementasi tergantung pada kualitas ransum, dan dapat
ditambahkan dengan menggunbakan :
a. Tepung tulang
- mengandung phosphor 14%
- merupakan sumber P yang sangat baik.
b. Deflouronated phosphat
- kandungan phosphor 14 -20%
- tersedia dialam dan mengandung flourine pada level yang dapat
menyebabkan keracunan, sehingga perlu dihilangkan flournya sebelum
digunakan.
2. Sumber-sumber phosphor bisa diberikan dalam bentuk mineral mix atau ad
libitum atau ditambahkan langsung pada ransum.
Tabel 14. Beberapa sumber mineral Ca dan P
Bahan
Kalsium Karbonat (CaCO3)
- Monokalsium phosphat (CaH4(PO4)2H2O)
- Dikalsium phosphat (CaHPO4.2H 2O)
- Trikalsium phosphat
Kulit kerang
Tepung tulang arang
Tepung tulang kukus
% Ca
40
16.9
23.3
38.8
37-39
27
24
%P
24.6
18
20
13
12
Rekomendasi Umum Untuk Supplementasi Mineral
A. Garam dicampurkan 0.25-0.50% dari total ransum
B. Kalsium dan Phosphor ditambahkan untuk menyeimbangkan kebutuhan
atas mineral tersebut dengan menambahkan batu kapur dan tepung tulang
kerang untuk kalsium atau tepung tulang dan deflourinated phosphat untuk
phosphor (Bahan lain bisa dilihat pada tabel 4.)
C. Jika diduga ada kekurangan trace mineral, garam bertrace mineral bisa
digunakan. Garam tersebut murah, tidak berbahaya dan cukup baik.
D. Mineral lain tidak umum ditambahkan, kecuali dalam kondisi khusus.
4. Suplemen Vitamin
Vitamin secara umum dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1. Vitamin yang larut dalam lemak : vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin
K.
2. Vitamin yang larut dalam air : biotin, cholin, folacin (asam folat), inositol,
niacin (asam nicotinat, nikotinamid), asam pantotenat (vitamin B3), asam para
amino benzoat (PABA), riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), vitamin
B 6 (pyridoxin, pyrodoxal, pyridoxiamin), vitamin B12 (cobalamin) dan vitamin C
(asam askorbat)
Pada vitamin yang larut dalam air hanya vitamin C yang tidak termasuk
dalam vitamin B kompleks. Vitamin berasal dari jaringan tanaman kecuali vitamin
C dan vitamin D yang terdapat dalam jaringan hewan hanya apabila hewan
mengkonsumsi pakan yang mengandungnya atau mikroorganisme yang ada
dalam tubuh mensintesisnya.
Vitamin yang larut dalam lemak terdapat dalam jaringan tanaman dalam
bentuk provitamin (precursor vitamin). Dalam kondisi yang baik umumnya ransum
mengandung cukup beberapa vitamin.
Vitamin A
Ada beberapa bentuk vitamin A, yang mempunyai aktivitas biologi berbeda,
yang paling penting adalah bentuk retinol dan dehydroretinol. Retinol dulu disebut
dengan vitamin A1 di dapat sebagai ester (retinyl palmitate) dalam minyak ikan,
minyak hati, lemak susu, dan kuning telur, mempunyai aktivitas biologi sebagai
suatu alkohol, aldehyde dan asam. Bentuk alkohol merupakan bentuk yang
umum, bisaa sebagai retinol, bentuk aldehyde sebagai retinal atau retine dan
bentukasam sebagai asam retinat.
Dehydroretinol atau vitamin A2 berbeda dari retinol karena mempunyai
tambahan ikatan rangkap dan mempunyai ± 40% nilai aktivitas biologinya.
Terdapat pada ikan tawar dan burung yang memakan ikan ini. Sekarang yang
dimaksud dengan vitamin A digunakan untuk retinol dan dehydroretinol. Senyawa
yang berhubungan dengan vitamin A adalah karoten yang terdapat dalam buahbuahan dan sayuran. Karoten ini juga disebut provitamin A, oleh karena dapat
diubah menjadi vitamin A dan precursor vitamin A karena akan menjadi vitamin
A. Sekurang-kurangnya da 10 karotenoid didapat pada tanaman yang akan
diubah kedalam vitamin A dengan efesiensi yang berbeda-beda. Beta karoten
mempunyai aktivitas vitamin A yang paling tinggi dan dapat menyediakan dua per
tiga dari vitamin A yang seharusnya dalam ransum.
Perbedaan jenis hewan mengubah beta karoten menjadi vitamin A dengan
derajat efesiensi yang berbeda. Konversi tikus untuk mengubah beta karoten
menjadi vitamin A dijadikan standar, yaitu 1 mg beta karoten setara dengan 1667
IU vitamin A. Berdasarkan standar ini didapat angka konversi beta karoten untuk
sapi 24%, domba 24-30%, babi 30%, unggas 100%. Satuan vitamin A yang
digunakan adalah IU atau USP, ini adalah nilai vitamin A untuk tikus 0.3 µg
(mikrogram) vitamin A alkohol atau 0.6 µg beta karoten murni.
Sumber vitamin A adalah minyak ikan, hati dan vitamin A sintesis. Beta
karoten dan vitamin A sangat mudah teroksidasi, sehingga perlu diperhitungkan
kehilangan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan makanan ternak. Vitamin
A sintesis lebih banyak digunakan karena lebih stabil.
Vitamin D
Vitamin D adadah vitamin yang hanya terdapat dalam sedikit bahan makanan
dan dapat dibentuk dalam tubuh oleh kulit yang terkena sinar UV yang berasal
dari sinar matahari dengan panjang gelombang pendek dan frekwensi yang tinggi.
Oleh karena itu disebut vitam in cahaya matahari.
Kurang lebih 10 senyawa sterol dengan aktivitas vitamin D telah
diidentifikasikan yang dikenal sebagai provitamin D atau precursor vitamin D. Dari
segi bahan makanan, ergocalciferol (vitamin D2) dan cholacalciferol (vitamin D3)
nama cholacalciferol menunjukan precursornya adalah cholesterol, oleh karena
zat ini sangat erat hubungan kimianya.
Iradiasi UV dan 2 provitamin – ergosterol dan &-dehydrocholerterol didapat
dari hati, minyak ikan dan kulit hewan, sehingga hewan yang kena sinar matahari
dalam waktu lebih lama tidak memerlukan tambahan vitamin D, vitamin D2 dan
vitamin D3 mempunyai aktivitas yang untuk manusia dan beberapa spesies hewan
kecuali untuk unggas vitamin D3 lebih efesien daripada vitamin D2. Sumber ragi
yang diiradiasi, hati, minyak ikan, UV dari sinar matahari.
Vitamin E
Delapan tocopherol dan tocotrienol mempunyai aktivitas vitamin E,
semuanya dikatakan vitamin E telah diidentifikasi. Alpha tocopherol mempunyai
aktivitas paling tinggi, sedangkan tocopherol yang lain mempunyai aktivitas biologi
antara 1-50% dari alpha tocopherol. Bahan yang kaya vitamin E adalah
gandum/hasil ikutannya, jagung/hasil ikutannya, padi/hasil ikutannya, kedele, hay
pastura. Sumber vitamin E sinthesis di-alpha tocopherol acetat, dedak padi dan
lembaga gandum.
Vitamin K
Terkenal sebagai vitamin antihaemorrhage, diperlukan protombin dan faktor
pembeku darah lainnya. Istilah vitamin K menggambarkan secara kimia golongan
senyawa quinone. Sejumlah kimia mempunyai aktivitas vitamin K telah diisolasi
dan dis intesis. Secara alami terdapat 2 bentuk vitamin K yaitu vitamin K1
(Phylloquinone ata phytylmenaquinone) yang terdapat pada tanaman hijau, dan
vitamin K2 (menaquinone atau multiprenyl-menaquinone) yang disintesis banyak
mikroba termasuk bakteri dalam saluran pencernaan.
Senyawa sintesis yang mengandung aktivitas vitamin K telah dibuat, terkenal
dengan nama menadion (2-methyl,1,4,naphthoquinone) dulu dikenal sebagai K3
menadione yang diubah dalam tubuh menjadi K2 mempunyai potensi 2-3 kali
sebagai K1 dan K2. Bahan makanan yang kaya vitamin K adalah butir-butiran,
tepung ikan, hay, bungkil kedele. Sumber vitamin K adalah menadion.
Biotin
Merupakan anggota vitamin B kompleks, mengandung sulfur, merupakan
derivat siklus urea dengan yang melekat pada cincin thiophene. Terdapat luas di
alam, memegang penting dalam metabolisme, karbohidrat, lemak dan protein.
Biotin mudah rusak oleh asam dan alkali keras dan cahaya UV. Bahan makanan
yang kaya biotin adalah kecambah jelei, bungkil kapas, bungkil kedelai, kedelai,
dedak gandum, whey, sorghum. Sumber : biotin sintetis, dedak padi dan ragi.
Choline
Struktur cholin (C6H15NO2) relatif molekul sederhana yang mengandung
gugus methyl, apabila terkena udara mudah mencair (higroskopis), lebih stabil
dalam bentuk kristal garam dengan asam seperti cholin chlorida atau choline
bitartrat. Garam ini cukup stabil terhadap panas dan penyimpanan, tetapi tidak
stabil terhadap basa. Terdapat dalam makanan yang mengandung phospholipid.
Gambar 36. Choline Cloride
Kandungan choline dalam bahan makanan umumnya cukup dengan ransum
yang tinggi protein, akan banyak choline dapat disintesis dari precursor dan asam
amino tertentu. Bahan makanan yang kaya choline adalah tepung biji lobak,
terung, limbah unggas, tepung ikan, tepung daging dan tulang, butir-butiran,
bungkil kapas, bungkil kedele. Hasil ikutan pengolahan susu. Sumber choline
sintesis lembaga gandum, ragi, dedak padi, kedele, lecithin.
Folacin (Asam Folat)
Terdapat dalam beberapa bentuk. Semua bentuk mempunyai aktivitas yang
sama bila dimakan hewan, akan tetapi mempunyai aktivitas yang berbeda untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Formula asam folat (asam pteroylmonoglutamat)
terdiri dari pteridine, para amino benzoic acid dan asam glutamat bila pecah
aktivitas nutrisinya hilang. Bentuk aktif biologi dari folacin adalah hasil reduksi
yang disebut dengan asam tetra hydrofolat.
Bahan yang kaya folacin adalah bungkil kapas, bungkil kedele, gandum/hasil
ikutannya, tepung daging, tepung ikan, whey.
Sumber: folacin sintesis
(ptoroylglutamic acid atau PGA) lembaga gandum, ragi.
Inositol
Struktur dari senyawa 6 C dengan gugus hydroxy yang hampir mendekati
struktur glukosa. Ada 9 bentuk, akan tetapi hanya myoinositol yang mempunyai
aktivitas biologi. Ester asam hexafosforat dari inositol adalah asam pitat, suatu
senyawa yang mengikat fosfor, menyebabkan P tidak bisa diserap hewan.
Bahan makanan yang kaya inositol adalah tepung hati, butir-butiran, tetes,
tepung daging, limbah jeruk strun, leguminosa, susu, sedangkan sebagai sumber
inositol dapat digunakan inositol sintesis, lembaga gandum dan ragi.
Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)
Suatu istilah kumpulan asam nikotinat dan nicotinamide, keduanya bentuk
alami dari vitamin yang sama aktivitasnya dengan niacin. Dalam tubuh mereka
aktive sebagai nicotinamide adenine dinucleotida (NAD) keduanya larut dalam air
(dengan bentuk amide lebih lagi), tidak rusak oleh asam, basa, cahaya, oksidasi
atau panas.
Bahan makanan yang banyak mengandung niacin adalah dedak padi, tepung
ikan, tepung hati, gandum/hasil ikutannya, susu, dan sebagai sumber:
nicotinamide dan niacin sintesis, dedak padi, ragi.
Asam pantothenat (vitamin B 3)
Kata asam pantothenat berasal dari kata Yunani Pantothen yang artinya
disetiap tempat. Struktur asam pantothenat terdiri dari asam pentoat dan asam
amino betha alanine. Asam pantothenat mempunyai sifat larut dalam air, stabil
dalam larutan netral, tetapi rusak oleh asam, basa, terkena lama oleh panas yang
kering, bentuk komersialnya adalah Calsium Pantothenat, juga tersedia dalam
bentuk garam natrium.
Bahan makanan yang kaya asam pantothenat adalah tetes, susu/hasil
ikutannya, tepung hati, bungkil kacang tanah, dedak padi, pollard dan asam
pantothenat sistesis, ragi, dedak padi, torula digunakan sebagai sumber asam
pentothenat.
Para Amino Benzoic Acid (PABA)
PABA diidentifikasikan sebagai suatu zat yang esensial untuk
mikroorganisme. Struktur kimia PABA menyerupai beberapa sulfonilamide, oleh
karena itu dapat menerangkan mengapa ia dapat ikut serta menghambat
pertumbuhan mikroba oleh obat-obat tersebut. Selain mempunyai aktivitas
sebagai suatu faktor pertumbuhan bakteria tertentu, PABA mempunyai aktivitas
folacin apabila diberikan pada hewan yang deisien folacin dimana sintesis folacin
dalam usus terjadi.
Bahan makanan yang kaya PABA adalah tetes, telur, tepung ikan, tepung
hati, bungkil kacang tanah, bungkil kedele, sedangkan sumber dapat digunakan
PABA sintesis, lecithin, lembaga gandum dan ragi.
Riboflavin (vtamin B2)
Struktur kimia ribflavin terdiri dari satu cincin alloxazine yang mengikat pada
derivat alkohol dari gula pentosa ribosa. Riboflavin mempunyai sifat stabil dalam
larutan netral dan asam, akan tetapi rusak oleh basa dan panas, mudah rusak
oleh cahaya terutama UV. Oleh karena stabil terhadap panas maka hanya sedikit
terjadi kehilangan riboflavin dalam pengolahan makanan.
Susu dan hasil ikutannya, tepung hati, limbah unggas, rumput muda
merupakan bahan yang kaya riboflavin, sedangkan riboflavin sintesis dan ragi juga
digunakan sebagai sumber riboflavin.
Thiamin (vitamin B 1)
Disebut juga vitamin anti beri-beri, vitamin anti neuritis, vitamin anti
polyneuritis adalah vitamin yang pertama dari vitamin B komplek yang didapat
dalam bentuk murni, sedangkan nama B1 adalah nama yang diusulkan oleh British
(Inggris) tahun 1927. struktur thiazole yang dihubungkan oleh satu jembatan
nethylene.
Thiamin sintesis dalam bentuk thiamin hydrochlorida yang sudah dipasarkan
lebih stabil dari pada vitamin yang bebas. Thiamin mono nitrat lebih stabil
daripada thiamin hydrochlorida. Derivat thiamin, thiamin propyl disulfida dan
thiamin tetrahydrofurfural disulfida telah disintesis dan sudah dianjurkan untuk
digunakan secara oral. Bahan makanan yang kaya thiamin butir-butiran/hasil
ikutannya, sedangkan thiamin hydrochlorida dan thiamin mononitrat (sintesis)
,dedak padi, ragi dan torula merupakan sumber thiamin.
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B6 adalah kumpulan dari 3 senyawa di alam yang sangat dekat
dengan potensi aktivitas vitamin B6 yaitu pyridoxine, pyridoxal dan pyridoxamine.
Pyridoxine didapat kebanyakan dalam produk tanaman, pyridoxal dan
pyridoxamine didapat dari produk hewan. Vitamin B6 mempunyai sifat stabil
terhadap panas dan asam, tetapi mudah rusak oleh basa dan cahaya UV.
Diantara ketiga bentuk, pyridoxine lebih resisten terhadap pengolahan dan
penyimpanan. Vitamin B6 banyak terdapat dalam tepung hewan, bungkil kedele,
gandum dan hasil ikutannya, sedangkan dedak padi, pyridoxine HCL, lembaga
gandum, ragi dan torula digunakan sebagai sumber vitamin ini.
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin B12 adalah vitamin dengan struktur yang paling besar dan sangat
kompleks dari semua molekul vitamin. Bagian utama vitamin B12 adalah
C 63H90O14N14PCo. Bahan makanan berasal dari hewan dan ikan kaya akan
vitaminini dan ragi juga dapat digunakan sebagai sumber vitamin ini.
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)
Asam askorbat adalah senyawa yang relatif strukturnya sederhana, sangat
dekat denga struktur gula monosacharida. Disintesis dar glukosa dan gula
sederhana lainnya. Oleh tanaman dan kebanyakan hewan. Dua bentuk vitamin C
ada di alam asam askorbat (bentuk reduksi) dan asam dehydroaskorbat (bentuk
oxidasi). Diantara semua vitamin, vitamin C paling tidak stabil dalam larutan,
sangat mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam lemak. Stabil dalam
keadaan kering, kerusakan dipercepat oleh udara panas, cahaya, basa, enzim
oksidasi, Co dan Fe. Ampas jeruk sitrun, hati, hijauan segar, ubi jalar kaya vitamin
C sedangkan sumbernya adalah vitamin C sintesis, cherry dan tangkai bunga
mawar.
Gambar 37. Vitamin Mix
BAB VII
PAKAN ADITIF
Pemakaian aditif pada ransum ternak secara umum tidak menambah persen
gizi. Hampir semua aditif dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat fisik ransum, daya
suka dan kualitas ransum serta kesehatan ternak.
1. PENGIKAT PELET
Ketika kualitas pelet menjadi perhatian, indeks ketahanan pelet seringkali
berasal dari bahan yang digunakan dan hal ini dipertimbangkan pada saat
penyusunan ransum. Ramsum berbahan utama jagung sulit untuk dibuat pelet
dan biasanya untuk ransum ini memerlukan penambahan sintetik pengikat pelet
yang umumnya berbentuk tepung dapat ditambahkan ke dalam ransum sebesar
5-12 kg/ton. Contoh bahan pengikat pelet adalah natrium bentonit.
2. BAHAN ANTI JAMUR
Negara tropis seperti Indonesia yang mempunyai kelembaban dan
temperatur yang tinggi, jamur dan produk metabolismenya (micotoxin) merupakan
problem utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Micotoxin yang dihasilkan oleh jamur aerobic maupun anaerobic selama
penyimpanan seringkali tidak terdeteksi pada ransum. Sejumlah bahan anti jamur
telah tersedia secara komersial, dan hampir semua dari bahan anti jamur ini
menggunakan bahan organik. Mekanisme dari kerja bahan-bahan ini adalah
penurunan pH dari pakan sehingga jamur-jamur tidak dapat tumbuh. Harus
diingat bahwa micotoxin yang sudah ada dalam pakan tidak dapat dihamcurkan
oleh bahan anti jamur. Contoh bahan-bahan anti jamur yang sering dipergunakan
adalah asam propionat, asam asetat, asam sorbic yang umumnya berbentuk
cairan. Bahan-bahan ini dapat ditambahkan ke dalam ransum sebanyak < 1%.
Karena sebagian besar bahan-bahan ini bersifat korosif maka akhir-akhir ini telah
muncul produk yang kurang korosif seperti ammonium proponat.
3. PROBIOTIK
Tidak seperti antibiotik, probiotik lebih memanfaatkan mikroorganisme hidup
daripada produk-produk khusus dari metabolisme mereka. Mikroorganisme asal
bakteri yang seringkali dipergunakan sebagai probiotik adalah spesies
Lactobacillus, Basillus dan Streptococus, sedangkan mikroorganisme asal jamur
dan kapang yang seringkali dipergunakan adalah spesies Aspergillus, Rhizopus
dan Saccharomyces. Produk probiotik pada umumnya berbentuk tepung dan oleh
karena itu pemanfaatannya dapat dicampurka n ke dalam ransum pada saat
pemberian makan sebanyak kurang dari 1%.
4. ENZIM
Banyak jenis enzim yang dijual komersial dan sudah diaplikasikan ke dalam
ransum ternak. Secara umum enzim-enzim ini dapat dikategorikan ke dalam
enzim pemecah karbohidrat, protein dan lemak. Akhir-akhir ini pemanfaatan
enzim ke dalam ransum ternak dimaksudkan untuk membantu meningkatkan
kecernaan ransum. Termasuk ke dalam enzim ini adalah enzim -enzim pemecah
serat seperti enzim cellulase, ligninase dan hemicellulase.
Enzim phita se juga tersedia secar komersial, enzim ini akan memperbaiki
penggunaan phitat-phosphor yang dapat dimanfaatkan oleh unggas muda, dan
penambahan phitase telah terbukti menngkatkan penggunaan phitat-phosphor
dan sekaligus juga dapat menurunkan ekskresi phosphor ke lingkungan yang
dapat mengakibatkan polusi.
Penambahan enzim ke dalam ransum memerlukan penanganan yang baik
karena enzim pada umumnya tidak stabil pada suhu tinggi dan khususnya pada
keadaan kelembaban yang tinggi. Proses pembuatan pelet akan menghancurkan
beberapa enzim. Akhir-akhir ini masalah di atas dapat ditanggulangi dengan
menyemprotkan enzim setelah proses pembuatan pelet.
5. PIGMEN
Warna kuning ke orange pada jaringan tubuh unggas dan udang disebabkan
oleh macam-macam pigmen karetinoid. Pigmen-pigmen ini mengontrol warna
kuning telur, warna tulang kering dan paruh dari ayam petelur. Pigmenini juga
mempengaruhi warna kulit dari unggas dan udang. Xantophyl merupakan
karetinoid yang terpenting dalam nutrisi unggas, dan bahan pakan alami yang
kaya akan unsur-unsur ini adalah tepung alfafa dan corn gluten meal. Karena
banyak dari ahan alami yang kaya akan karetinoid mempunyai energi yang
rendah, maka akan menjadi sulit untuk mencapai proses pigmentasi tinggkat tinggi
pada daging unggas tanpa menggunakan sumber pigmen sintesis. Canthaxanthin
astaxanthin dan ß-apo-8-asam karoten dapat dipakai untuk membuat warna
kuning pada kulit dan kuning telur unggas.
6. BAHAN FLAVOR
Dibandingkan dengan ternak ruminansia dan manusia, unggas mempunyai
cita rasa yang lebih sedikit. Unggas hanya mempunyai 24 rasa dibandingkan
9000 rasa untuk manusia dan 25000 untuk sapi.
7. KONTROL BAU
Bau feces ternak perlu dikontrol agar tidak mencemari lingkungan, produk
seperti deodrase yang ditambahkan ke ransum sebanyak 100-150 g/ton telah
menunjukan dapat menurunkan tingkat ammonia yang dikeluarkan ternak sebesar
20-30% dan sekaligus juga memperbaiki pertumbuhan dan menurunkan kematian
ternak.
8. BAHAN PENGONTROL CACING
Lantai kandang dan padang penggembalaan sangat mudah untuk terinfeksi
oleh bermacam-macam cacing. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan
menggunakan anti cacing yang ditambahkan ke dalam ransum seperti piperazine
dan hygromycin.
9. ANTICOKSIDIAL
Anticoksidial telah dipakai dalam ransum unggas. Telah lebih dari 20 tahun,
ionophere telah dipakai untuk menanggulangi koksidiosis. Dari segi nutrisi,
pemakaian antikoksidial ini perlu diperhatian karena dapat mempengaruhi
metabolisme pada keadaan tertentu. Monensin merupakan salah satu ionophore
yang sangat bermanfaat dalam menanggulangi koksidiosis.
DAFTAR PUSTAKA
America Feed Industry Association Inc. 1985. Feed Manufacturing Technology.
Arlington, Virginia,
Anggorodi. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Dasar Umum. Gramedia. Jakarta.
Bongdan. A.V. 1977. Tropical Agriculture Series. Longman. London.
Cockerell, I.D. Haliday and D.J. Morgan. 1997. Quality Control in the Animal
Feedstuff Manufacturing Industry. Tropical Product Institute, London.
Cullison, A.E. 1982. Feeds and Feeding. Reston Pub. Inc., Virginia.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield, W.W. Henemann. 1990. Feeds & Nutrition. The
Esminger Pub. Com., California.
Hacc, D.W. 1980. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and
Subtropical Area. FAO, Rome.
Hartadi, S., S. Reksodihadiprodjo, A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia, UGM Press, Yogyakarta.
Kamra, D.N. and N. Pathack. 1996. Nutritional Microbiology of Farm Animal. Vicas
Pub. House PVT. Ltd., New Delhi.
Kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan dengan Fakultas Peternakan IPB.
1985. Laporan Inventarisasi Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri.
Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Lloyd, L.E., B.E. McDonald, E.W. Crampton. 1978. Pundamentals of Nutrition.
W.H. Freeman and Com., San Francisco.
McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition, 5 th Ed. John Wiley & Sons Inc., New York.
Patthack, N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. Vikas Pub. House
PVT. Ltd., New Delhi.
Prosea. 1992. Plant Resources of South-East Asia 4, Forages. Prosea
Foundation, Bogor.
Download