Mengajak Industri Jasa Makanan dan Perhotelan Beralih dari Hiu

advertisement
WWF-Indonesia
Tel: +62 21 7829461
Gedung Graha Simatupang
Fax: +62 21 7829462
Tower 2C Lt. 7-11
www.wwf.or.id
JL. TB Simatupang Kav. 38
Jakarta Selatan 12540
Indonesia
SIARAN PERS
Untuk disiarkan 26 Januari 2017
Mengajak Industri Jasa Makanan dan Perhotelan Beralih dari Hiu
Jakarta – WWF-Indonesia mengajak industri jasa makanan dan perhotelan di Indonesia untuk mengambil
peran dalam gerakan konservasi global dan beralih dari produk berbahan dasar hiu dalam hidangannya. Dalam
lima tahun terakhir, gerakan global untuk menghilangkan segala bentuk sajian berbahan dasar hiu mendapatkan
momentum besar dengan lebih dari 18.000 properti jaringan hotel internasional yang melarang penyajian
masakan berbahan dasar hiu.
Jaringan Hongkong Shanghai Hotel, Shangri-La Hotel, Hilton dengan lebih dari 4.700 propertinya, Starwood
Hotel di 1.300 jaringannya, Intercontinental Hotel Group di hampir 5.000 jaringan hotelnya, Carlson Rezidor
dengan lebih dari 1.100 properti, dan Marriot International di hampir 4.500 properti hotelnya telah
mengumumkan larangan penyajian hiu sejak tahun 2012. Menurut perhitungan WWF, sedikitnya 18.200
properti jaringan hotel di dunia tidak lagi menyajikan hidangan berbahan dasar hiu.
“Menghilangkan hiu dari rantai makanan mengganggu keseimbangan ekosistem laut, yang dampaknya akan
bermuara pada manusia,” ujar Andy Cornish, Shark & Ray Initiative Leader, WWF International. “Banyak
jaringan hotel internasional telah memahami ancaman serius dari konsumsi sirip hiu kepada ekosistem laut.
Namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sekarang kami mengajak seluruh pihak di sektor jasa
makanan yang belum mengambil tindakan serupa untuk bergabung dalam gerakan global ini dengan
menghargai dan menjaga laut kita.”
Dalam catatan produksi hiu nasional antara tahun 2000 dan 2014 cenderung mengalami penurunan sebesar
28,30 persen, (DJPT, 2016), Indonesia pada tahun 2014 masih menjadi negara produsen hiu terbesar di dunia
dengan kontribusi sebesar 16,8 persen dari total tangkapan dunia. “Hasil survei WWF-Indonesia menunjukkan
konsumsi sirip hiu di restoran di Jakarta mengalami penurunan sekitar 20,32 persen menjadi 12.622 kg sirip hiu
dalam satu tahun, dari setidaknya 15.840 kg di tahun 2014,” papar Imam Musthofa, SBS and Fisheries Leader
WWF-Indonesia
Pada acara Diskusi Terbuka bertemakan Menghilangkan Hiu dari Menu yang diselenggarakan oleh WWFIndonesia di Soehanna Hall, Jakarta kemarin (25/01), terkait dengan perayaan Tahun Baru Imlek, Aji ‘Chen’
Bromokusumo, Pakar Budaya dan Kuliner dari Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia, menyatakan “Sirip hiu
bukanlah suatu keharusan sama sekali sebagai ucapan rasa syukur.“ Menurutnya, hidangan Imlek harus
mewakili tiga unsur, yaitu udara, darat dan air. Unsur dari air bisa diwakili ikan jadi tidak harus sirip hiu, bisa
diganti dengan bandeng yang filosofinya lebih baik dan bisa dihadirkan utuh untuk menunjukkan rasa syukur
dan harapan untuk kelancaran di masa depan. “Saya sepakati Imlek bebas hiu,” tegasnya.
Bussiness leader dan champion kampanye #SOSharks, Ibu Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan “Nilai
keberlanjutan sudah dimulai secara global, dan kita juga harus mulai memperhatikan hal ini. Usaha jasa
pengangkutan bersama asosiasi hotel dan restoran harus melakukan sosialisasi tentang keseimbangan ekosistem
dan ini adalah suatu momentum yang bisa kita ambil untuk sebuah gerakan nasional yang melibatkan semua
pelaku usaha.”
“Saya mulai dari rumah saya sendiri dan terapkan di usaha yang saya jalani. Ini bukan sesuatu yang memberikan
kebanggaan bagi restoran untuk menyajikan sirip hiu, karena sudah banyak alternatif yang disajikan,” lanjut
Ibu Shinta.
Acara diskusi terbuka ini dihadiri oleh perwakilan dari hotel, peritel, restoran, termasuk Shangri-La, Gran
Melia, Santika, House of Yuen, Bandar Jakarta, dan Superindo. Perwakilan pemerintah yang juga terlibat aktif
dalam diskusi, diantaranya Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Direktorat Konservasi dan
Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, serta Dinas Kelautan, Peternakan dan
Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta.
-o0oUntuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Dwi Ariyoga Gautama, Bycatch & Shark Conservation Coordinator, WWF-Indonesia
Email: [email protected], Hp: +62 852 53440450
Dwi Aryo Tjiptohandono, Marine & Fisheries Campaign Coordinator, WWF-Indonesia
Email: [email protected], Hp: +62 811 480 3343
Catatan untuk Editor:
 Materi presentasi terkait Diskusi Terbuka: Menghilangkan Hiu dari Menu dapat diunduh melalui
tautan http://bit.ly/2ksfmvY
Tentang WWF-Indonesia
WWF-Indonesia adalah organisasi konservasi nasional yang mandiri dan merupakan bagian dari jaringan global WWF.
Mulai bekerja di Indonesia pada tahun 1962 dengan penelitian Badak Jawa di Ujung Kulon, WWFIndonesia saat ini bergiat
di 28 wilayah kerja lapangan di 17 propinsi, mulai dari Aceh hingga Papua. Didukung oleh sekitar 500 staff, WWFIndonesia bekerja bersama pemerintah, masyarakat lokal, swasta, LSM, masyarakat madani, dan publik luas. Sejak 2006
hingga 2013, WWF Indonesia didukung oleh sekitar 64.000 supporter di dalam negeri. Kunjungi www.wwf.or.id.
2
Download