sintesis dan karakterisasi kompleks di(8

advertisement
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS
DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II) TRIHIDRAT DAN
TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT
Disusun oleh
SUGIARTO
M0399039
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2006
i
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Sayekti Wahyuningsih, M.Si
NIP. 131 479 681
Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D.
NIP. 131 570 162
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari
: Jumat
Tanggal
: 3 November 2006
Anggota Tim Penguji :
1. Dian Maruto Widjonarko, M.Si.
NIP. 132 258 053
1......................................
2. Soerya Dewi Marliana, M.Si.
NIP. 132 162 561
2......................................
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
Ketua Jurusan Kimia
Drs. Marsusi, M.S.
NIP. 130 906 776
Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D.
NIP. 131570162
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul
“SINTESIS
DAN
KARAKTERISASI
KOMPLEKS
DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT
DAN
TRI (8 - HIDROKSIKUINOLIN) BESI(III) DIHIDRAT” adalah benar-benar
hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan penelitian
ilmiah dan gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam naskah daftar pustaka.
Surakarta, November 2006
SUGIARTO
iii
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS
DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT
DAN
TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III)DIHIDRAT. Surakarta. Fakultas
Sugiarto,
2006.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Kompleks tembaga(II)-(8-hidroksikuinolin)
dan kompleks besi(III)8-hidroksikuinolin disintesis dengan mencampurkan
CuSO4.5H2O dan
FeCl3.6H2O dengan 8-hidroksikuinolin pada perbandingan mol logam dan mol
ligan 1 : 2 dan 1 : 3 dalam metanol.
Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan
maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan
dari analisis kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA), analisis H2O dalam kompleks dengan Differential Thermal Analyzer
(DTA) dan analisis perbandingan muatan kation dan anion kompleks dengan
pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan
konduktivitimeter. Sifat kemagnetan ditentukan dengan Magnetic Susceptibility
Balance (MSB) dan gugus fungsi dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat
diperkirakan dari pergeseran serapan maksimum pada spektra Infra Merah
Kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin telah berhasil
disintesis, terbentuknya kompleks ditandai adanya perubahan serapan maksimum
pada spektra elektronik kedua kompleks dalam metanol yang memperlihatkan
beberapa serapan maksimum pada daerah UV dan tampak. Formula kompleks
diperkirakan [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O dan Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O.
Serapan maksimum kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3(H2O) terjadi pada
316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol-1.cm-1), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol-1.cm-1),
388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) dan 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol-1.cm-1)
sedangkan Serapan maksimum pada kompleks Fe(8-hidroksikuinolin)3].2(H2O)
terjadi pada 310,00 nm (ε = 3828,85 l.mol-1.cm-1), 359,50 nm
(ε =
3395,38 l.mol-1.cm-1), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol-1.cm-1) dan 576,50 nm
(ε = 2002,69 L.mol-1.cm-1). Kedua kompleks bersifat paramagnetik dengan
µeff = 1,83-1,87 BM untuk kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2]. 3(H2O) dan µeff =
2,64 – 2,66 BM untuk kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2(H2O). Spektrum IR
menunjukkan pergeseran serapan gugus C=N dan gugus C-O yang
mengindikasikan kedua gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat.
Kata kunci: Sintesis, Karakterisasi, Di(8-hidroksikuinolin)Tembaga(II)Trihidrat,
Tri(8-hidroksikuinolin)Besi(III) Dihidrat
iv
ABSTRACT
Sugiarto. 2006. SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION COMPLEXES
DI(8-HYDROXYQUINOLINE)COPPER(II)TRIHYDRATE
TRI(8-HYDROXYQUINOLINE)IRON(III)DIHYDRATE.
AND
Surakarta.
Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret
University.
Complexes
of
copper(II)-(8-hydroxyquinoline)
and
iron(III)(8-hydroxyquinoline) are synthesized by mixing CuSO4.5H2O and FeCl3.6H2O
with 8-hidroksikuinolin in 1 : 2 and 1 : 3 mole ratio of metal to ligan in methanol.
The forming of complex was indicated by maximum absorption shift of
electronic spectra of complex. The formula of complexes are predicted from
analysis of % metal in complexes by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS),
analysis of H2O in complexes by Differential Thermal Analyzer (DTA) and
analysis the ratio of cation and anion charge of complex by the electric
conductivity measurement by conductivitymeter. The nature of magnetism
complexes are determined by Magnetic Susceptibility Balance (MSB) and the
functional group of ligand is coordinated to the center ion predicted from
absorbtion maxima shift of infra red spectra.
Complexes
of
copper(II)-(8-hydroxyquinoline)
and
iron(III)(8-hydroxyquinoline) have been synthesized succeessfully, the forming of
complex was indicated by maximum absorption shift of electronic spectra of both
the complexes in methanol displays several absorption maximum in the UV and
visible regions. The formula of the complexes are predicted [Cu(8hydroxyquinoline)2].3H2O and [Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O. The maximum
absorption of [Cu(8-hydroxyquinoline)2].3H2O complex occur at 316,50 nm
(ε= 2044,50 L.mol-1.cm-1), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol-1.cm-1), 388,50 nm
(ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) and 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol-1.cm-1) while the
maximum absorption of Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O complex occur at
310,00 nm (ε=3828,85 l.mol-1.cm-1) 359,50 nm (ε = 3395,38 l.mol-1.cm-1),
458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol-1.cm-1) and 576,50 nm (ε = 2002,69 L.mol-1.cm-1).
Both the complexes were paramagnetic with µeff = 1,83-1,87 BM for
[Cu(8-hydroxyquinoline)2].3H2O and µeff = 2,64 – 2,66 BM for
[Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O. Data of infra red spectra show a shift of C=N
group and C-O group indicate this functional group coordinated to the center ion.
Keyword:Synthesis, Characterization, Di(8-droxyquinoline)Copper(II)Trihydrate,
Tri(8-Hydroxyquinoline)Iron(III) Dihydra
v
MOTTO
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
Dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan
(Q.S Al Fatihah : 5)
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu berat,
Kecuali bagi orang-orang yang khusuk.
(Q.S Al Baqarah : 45)
… sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan …
(Q.S Al Insyirah : 5)
vi
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan pada:
Ibu dan ayah (Alm) tercinta,
Keluarga dan semua teman-temanku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul
“SINTESIS
DAN
KARAKTERISASI
DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT
KOMPLEKS
DAN
TRI(8-
HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT. Sholawat dan salam senantiasa
penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat
manusia. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih
secara khusus kepada :
1. Bapak Drs. Marsusi, MS., selaku Dekan Fakultas MIPA UNS.
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia
Fakultas MIPA UNS, selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademis yang
telah banyak memberikan pengarahan selama masa kuliah.
3. Ibu Sayekti Wahyuningsih, M.Si. selaku Pembimbing II.
4. Ibu Desi Suci Handayani, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar
FMIPA UNS
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dan mengajarkan ilmunya.
6. Teknisi yang ada di Sub Lab. Kimia dan Laboratorium Kimia Jurusan Kimia
Fakultas MIPA UNS yang telah membantu saya.
7. Ayah(Alm) ibuku tercinta dan kakak adikku tersayang yang selalu
memberikan doa restu, dukungan dan segalanya telah diberikan.
8. Seluruh teman-temanku yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima
kasih semuanya atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini
bermanfaat bagi pembaca
Surakarta, November 2006
Sugiarto
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………...............
i
HALAMAN PENGESAHAN………….....................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...............................................
iii
ABSTRAK ..................................................................................................
iv
ABSTRACT................................................................................................
v
MOTTO ......................................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
vii
KATA PENGANTAR ................................................................................
viii
DAFTAR ISI……………………………………………………...............
ix
DAFTAR TABEL………….......................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR………… ..................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………...................
xvi
TABEL LAMPIRAN………………………………………......................
xvii
GAMBAR LAMPIRAN……………………………………… .................
xviii
BAB I PENDAHULUAN…………………………… .............................
1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Perumusan Masalah…………………………........................
2
1. Identifikasi Masalah…………………...............................
2
2. Batasan Masalah………………… ....................................
3
3. Rumusan Masalah…………………..................................
3
C. Tujuan Penelitian……………………………........................
3
D. Manfaat Penelitian…………………………………..............
3
BAB II LANDASAN TEORI…… .............................................................
4
A. Tinjauan Pustaka…………………………… ........................
4
1. Senyawa kompleks…………………………… .............
4
a. Kompleks Besi(III) ...................................................
4
b. Kompleks Tembaga(II)..............................................
5
2. Ligan 8-hidroksikuinolin…………… .............................
7
3. Teori Pembentukan Kompleks ........................................
8
ix
a. Teori Ikatan Valensi……………................................
8
b. Teori Medan Kristal……………................................
10
1) Kompleks Oktahedral...........................................
11
2) Kompleks Tetrahedral..........................................
13
3) Kompleks Squareplanar ......................................
14
c. Teori Orbital Molekul…………… .............................
16
4. Sifat Senyawa Kompleks................................................
19
a. Spektrum Elektronik .................................................
19
1) Transisi yang Meliputi Elektron σ, π, dan n.......
20
2) Transisi yang Melibatkan Elektron d..................
20
a. Spektrum Elektronik Kompleks Fe(III) .........
21
b.Spektrum Elektronik Kompleks Cu(III).........
21
3) Transisi transfer muatan ......................................
22
b. Daya Hantar Listrik....................................................
22
c. Spektroskopi Infra Merah ..........................................
24
d. Sifat Magnetik............................................................
26
e. Differential Thermal Analysis (DTA) ........................
27
B. Kerangka Pemikiran…. ..........................................................
28
C. Hipotesis……………………….............................................
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………............................
30
A. Metode Penelitian……………………...................................
30
B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… ........
30
C. Alat dan Bahan yang Digunakan…………………………....
30
1. Alat………………………………… ..............................
30
2. Bahan………………………… .......................................
31
D. Prosedur Percobaan ................................................................
32
1. Skema Percobaan.............................................................
32
2. Sintesis Senyawa Kompleks ............................................
34
a. Sintesis Besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin ...............
34
b. Sintesis Tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin.........
34
x
3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks .................
34
a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin).......................
34
b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)......................
34
4. Pengukuran Momen Magnet............................................
35
5. Pengukuran Spektra Elektronik .......................................
35
6. Pengukuran Spektra Infra Merah.....................................
35
7. Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer
(DTA) .............................................................................
35
8. Pengukuran Daya Hantar Listrik .....................................
35
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ...............................
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………
37
A. Sintesis Kompleks………………… ......................................
37
1. Sintesis Kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin .......
37
2. Sintesis Kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin.......
38
B. Perkiraan Formula Kompleks………………………….........
39
1. Penentuan Kadar Logam dalam Kompleks .......................
39
2 Identifikasi H2O dalam Kompleks.....................................
40
a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) ........................
40
b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)........................
41
3. . Pengukuran Daya Hantar Listrik .....................................
42
C. Karakterisasi Kompleks..........................................................
43
1. Sifat Kemagnetan...............................................................
43
2. Spektra Elektronik .............................................................
44
3. Spektra IR ..........................................................................
46
a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O................
46
b. Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ...........
48
D. Perkiraan Struktur Kompleks ................................................
50
E.
1. Perkiraan Struktur Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
50
2. Perkiraan Struktur Kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
50
xi
BAB V PENUTUP.....................................................................................
52
A. Kesimpulan ...........................................................................................
52
B. Saran .....................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA………………………………… .............................
54
LAMPIRAN……………………………………………............................
57
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman
Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri …………………..
8
Tabel 2.
Kadar Logam dalam Kompleks......................................................
Tabel 3.
Kadar besi dalam kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin
pada beberapa komposisi secara Teoritis.......................................
Tabel 4.
Kadar
Tembaga
dalam
Kompleks
Tembaga(II)
Harga Momen Magnet Efektif
42
(µeff) Kompleks [Cu(8-
hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O.....
Tabel 7.
40
Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks
dalam metanol................................................................................
Tabel 6.
39
dengan
8-hidroksikuinolin pada beberapa omposisi secara teoritis........
Tabel 5.
39
43
Panjang Gelombang maksimum (λmaks), Absorbansi (A) dan
Absortivitas Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO4.5H2O,
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O,
FeCl3.6H2O
dan
[Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O.....................................................
Tabel 8.
Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks
Cu(II)- (8-hidroksikuinolin (cm-1)................................................
Tabel 9.
44
47
Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks
Fe(III)- 8-hidroksikuinolin (cm-1).................................................
xiii
49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Struktur ligan 8-Hidroksikuinolin................................................................
1
Gambar 2.
Struktur Kompleks Fe(III) dengan ligan N-(2’-hidroxybenzyl)N,N-bis(2-benzimidazolylmethyl)amine ………………………..
Gambar 3.
Kompleks
besi(III)
dengan
ligan
5
3.3’-bis(triphenylsilyl)
biphenoxide dan bipyridyl............................................................
5
Gambar 4.
Kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II)…………………….
6
Gambar 5.
Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine..............................................
6
Gambar 6.
Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine........................
7
Gambar 7.
Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin...............................
8
Gambar 8.
Hibridisasi kompleks [Fe(CN)6]3+..............................................
9
Gambar 9.
Hibridisasi pada kompleks [Cu(NH3)4]2+...................................
10
Gambar 10.
Kontur Orbital d.........................................................................
10
Gambar 11.
Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral...................
11
Gambar 12.
Struktur
kompleks
oktahedral
[Cu(1,3,6,7-
2-
tetramethyllumazine)2 (H2O)2] .................................................
12
Gambar 13.
Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral……………
13
Gambar 14.
Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa)2]................................
14
Gambar 15.
Distorsi kompleks oktahedral.....................................................
15
Gambar 16.
Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat.....................
15
Gambar 17.
Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato)2...........................
16
Gambar 18.
Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Oktahedral....
17
Gambar 19.
Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral....
18
Gambar 20.
Tingkat energi Orbital Molekul pada kompleks Square Planar..
18
Gambar 21.
5
Tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d dalam
medan ligan oktahedral...............................................................
Gambar 22.
Tingkat energi orgel untuk elektron konfigurasi d pada medan
ligan oktahedral...........................................................................
Gambar 23.
21
9
22
Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin
dengan logam Cu2+ dan Fe3+......................................................
xiv
28
Gambar 24.
Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III)
dengan 8-hidroksikuinolin..........................................................
Gambar 25.
Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II)
dengan 8-hidroksikuinolin.........................................................
Gambar 26.
32
Spektra
Elektronik
(a)
CuSO4.5H2O
(b)
33
Cu(II)-
(8-hidroksikuinolin) dalam metanol .........................................
37
Gambar 27.
Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol...............
38
Gambar 28.
Spektra
Elektronik
(a)
FeCl3.6H2O
dan
(b)
Fe(III)
(8-hidroksikuinolin) dalam metanol............................................
38
Gambar 29.
Termogram DTA kompleks CuSO4. 5H2O……………………
40
Gambar 30.
Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)...........
41
Gambar 31.
Termogram DTA FeCl3.6H2O...................................................
41
Gambar 32.
Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin).........
42
Gambar 33.
Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin
Dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].nH2O ................
Gambar 34.
Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin
dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2)]nH2O..................
Gambar 35.
47
Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin
Dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].nH2O ..........
Gambar 36.
46
48
Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin dan
(b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3)]nH2O...................
49
Gambar 37.
Perkiraan Struktur [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O..................
50
Gambar 38
Perkiraan Struktur [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O...................
51
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks…………
Lampiran 2.
Pengukuran Kadar Tembaga dan Besi dalam Kompleks
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)…......…...
Lampiran 3.
Pengukuran
Sampel
Kompleks
dengan
57
59
Differential
Thermal Analyzer (DTA)…………………………………
62
Lampiran 4.
Penentuan Momen Magnet Efektif………………………
63
Lampiran 5
Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan konduktivitimeter
67
Lampiran 6.
Perhitungan Nilai Absorbtivitas Molar……………………
68
Lampiran 7.
Perhitungan Energi Transisi 10 Dq.....................................
72
Lampiran 8.
Spektra Infra Merah………………………………………..
73
xvi
TABEL LAMPIRAN
Halaman
Tabel 1.
Data dan hasil pengukuran kadar Cu dengan AAS dalam
60
kompleks Cu2+-(8-hidroksikuinolin)............................................................
Tabel 2.
Data dan hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS dalam
61
kompleks Fe2+-(8-hidroksikuinolin).. ..........................................................
Tabel 3.
62
Kondisi pengukuran sampel kompleks dengan DTA ................................
Tabel 4.
63
Hasil pengukuran kerentanan magnetik.......................................................
Tabel 5.
Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari sampel kompleks [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O................................................................
Tabel 6.
Harga μeff pada beberapa harga Xg dari sampel kompleks [Fe(8hidroksikuinolin)3].2H2O ................................................................
Tabel 7.
65
66
Daya hantar listrik larutan standar dan sampel kompleks dalam
metanol.......………………………………………………………
xvii
67
GAMBAR LAMPIRAN
Halaman
2+
Gambar 1. Kurva standar Cu …………………………………… ..............................
59
Gambar 2. Kurva standar Fe3+……………………………………..................
60
Gambar 3. Spektra infra merah ligan 8-hidroksikuinolin ………….. ..........................
73
Gambar 4. Spektra infra merah kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O....
74
Gambar 5. Spektra infra merah kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O.....
75
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem biologi makhluk hidup sejumlah kompleks kelat banyak
terjadi secara alamiah. Asam amino, protein, dan asam trikarboksilat merupakan
ligan utama dalam kompleks kelat tersebut, sedangkan logamnya antara lain besi,
magnesium, mangan, tembaga, kobalt, dan seng. Kompleks kelat yang
mengandung besi antara lain hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam sel
darah merah verterbrata dan berperan dalam transport oksigen. Kompleks kelat
yang mengandung tembaga terdapat pada enzim oksidase seperti asam askorbat
dan tirosinase. Kompleks kelat yang mengandung seng terdapat pada insulin
yang berperan dalam mengaktifkan beberapa karboksilase, enzim proteolitik dan
fosfatase (Wilson dan Gisvold, 1990: 45-46).
Fakta bahwa sejumlah senyawa penting secara biologik adalah kompleks
kelat, membuka pendekatan pada kemoterapi dengan pembentukkan kompleks
kelat tak alamiah. Salah satu contoh adalah (±) penisilamin yang efektif untuk
pengobatan keracunan tembaga (penyakit Wilson).
Senyawa (±) Penisilamin
dapat meningkatkan ekskresi tembaga dalam urin yang terakumulasi di dalam hati
dengan membentuk kompleks kelat dengan logam tersebut.
Ligan 8-hidroksikuinolin yang strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 1
merupakan senyawa aromatis polisiklis. Senyawa ini memungkinkan membentuk
kompleks kelat karena mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O pada gugus
C-O dan N tersier pada rantai siklisnya, terutama dengan logam-logam transisi
deret pertama yang mempunyai orbital d yang masih kosong.
OH
N
Gambar 1. Ligan 8- hidroksikuinolin
1
2
Tembaga(II) dan besi(III) merupakan contoh logam transisi blok d divalen
deret pertama yang mempunyai konfigurasi elektron 3d8 dan 3d5. Sifat khas
logam-logam transisi blok d adalah kemampuannya membentuk kompleks dengan
ligan baik anion maupun molekul netral yang dapat bertindak sebagai donor
elektron bebas (Cotton and Wilkinson, 1989: 545).
Kompleks 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) menarik
untuk dipelajari karena eksperimen dan uji klinik menunjukkan bahwa aktivitas
antibakteri 8-hidroksikuinolin muncul karena kemampuannya untuk membentuk
kelat dengan logam yang esensial dalam metabolisme mikroorganisme terutama
dengan tembaga(II) dan besi(III) (Schunack et al, 1990: 774). Kompleks kelat
8-hidroksikuinolin dengan logam tersebut mampu mengkatalis oksidasi gugus tiol
asam tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteri untuk proses
oksidatif dekarboksilasi asam piruvat (Soekardjo, 1995: 103).
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk sintesis kompleks antara
lain merefluks larutan, mencampurkan tanpa pemanasan atau dengan pemanasan.
Sintesis kompleks dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain suhu, pelarut, dan
bahan tambahan lain. Pelarut yang digunakan dalam sintesis harus sesuai baik
dengan logam maupun dengan ligan dan pelarut tidak menimbulkan reaksi
samping.
Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O
pada gugus hidroksil dan N pada rantai siklisnya.
Adanya dua atom donor
ini membuat 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) dapat
membentuk kompleks dengan beberapa kemungkinan atom/ gugus atom yang
terkoordinasi pada atom pusat. Koordinasi dapat terjadi pada salah satu atom
donor atau terjadi pada kedua atom donor tersebut membentuk kelat. Kemampuan
atom donor berikatan dengan atom pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain keelektronegatifan dan keruahan (sterik hidran).
Untuk mengetahui apakah senyawa kompleks yang disintesis telah benarbenar terbentuk, maka dilakukan serangkaian karakterisasi sehingga diperoleh
2
3
informasi mengenai sifat fisik dan kimiawi dari bahan seperti formula, struktur,
sifat kemagnetan, spektra IR, spektra UV-Vis, daya hantar listrik, ada atau
tidaknya H2O dalam kompleks dan lain-lain.
2. Batasan Masalah
Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan
maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan
dari hasil pengukuran kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA). Sifat kemagnetan yang menunjukkan jumlah elektron yang
tidak berpasangan ditentukan dengan menggunakan Magnetic Susceptibility
Balance (MSB). Gugus atom dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat atau
logam diperkirakan dari pergeseran puncak serapan pada spektra Infra Merah.
Perbandingan muatan kation dan anion diperkirakan dari hasil pengukuran daya
hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan konduktivitimeter. Keberadaan
H2O dalam kompleks diperkirakan dari analisis Differential Thermal Analyzer
(DTA).
3. Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul adalah:
1. Bagaimana sintesis
kompleks tembaga(II) dan besi(III) dengan ligan
8-hidroksikuinolin?
2. Bagaimana karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara sintesis kompleks tembaga(II) dan besi(III) dengan ligan
8-hidroksikuinolin.
2. Mengetahui karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
sintesis dan karakteristik kompleks tembaga(II) dan besi(III)
dengan ligan
8-hidroksikuinolin sebagai alternatif obat antibakteri untuk bidang kesehatan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Suatu kompleks akan terbentuk antara suatu kation atau logam dengan
beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Kation atau logam tersebut
berfungsi sebagai ion pusat, sedangkan molekul netral atau ion donor elektron
berfungsi sebagai gugus pengeliling atau lebih sering disebut ligan.
Ikatan
kovalen koordinasi dalam senyawa kompleks ini terjadi karena donasi pasangan
elektron dari ligan ke dalam orbital kosong dari ion pusat. Pada umumnya, ion
pusat memiliki orbital-orbital d yang masih belum terisi penuh elektron sehingga
dapat berfungsi sebagai akseptor pasangan elektron tersebut (Syarifudin, 1994:
151).
Kestabilan kompleks dipengaruhi oleh ion logam sebagai ion pusat dan
ligan penyusunnya. Kestabilan ion kompleks tergantung muatan ion logam, jarijari, dan muatan (medan listrik). Selain itu dipengaruhi pula faktor CFSE (Crystal
Field Stabilyzation Energy) dan faktor distribusi muatan (logam-logam transisi
deret pertama membentuk kompleks yang stabil dengan yang memilki atom donor
N, O dan F). Dilihat dari ligannya kestabilan kompleks juga dipengaruhi oleh
faktor besar dan muatan ion, sifat basa, faktor pembentukan kelat (ligan-ligan
multidentat yang tidak terlalu besar membentuk kompleks yang lebih stabil dari
pada ligan monodentat), faktor besar lingkaran dan faktor ruang atau efek sterik,
makin banyak cabang makin tidak stabil (Sukardjo, 1992: 105-110).
1. Senyawa Kompleks
a.
Kompleks Besi(III)
Besi merupakan salah satu ion logam transisi trivalensi deret pertama yang
cukup labil, sehingga dapat membentuk berbagai macam streokimia pada senyawa
kompleksnya. Senyawa kompleks Fe(III) umumnya membentuk struktur
oktahedral dengan bilangan koordinasi enam.
Namun struktur lain seperti
tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida dengan
bilangan koordinasi lima juga dapat terjadi (Cotton dan Wilkinson, 1989: 436 ).
4
5
Contoh senyawa kompleks besi(III) dengan struktur oktahedral adalah
kompleks
besi(III)
dengan
ligan
N-(2’-hidroxybenzyl)-N,N-bis(2-
benzimidazolylmethyl)amine, pada kompleks ini atom pusat mengikat lima atom
N dan satu atom O dari ligan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Spektrum
elektroniknya menghasilkan beberapa puncak serapan pada 210, 270, 280, 329354, dan 415-565 nm (Wang, et al, 1997: 71-77).
N
N
N
N
N
N
N
N
Fe
O
N
N
CH 2
N
H 2C
C
H2
Gambar 2. Kompleks Besi (III) dengan ligan N-(2’-hydroxybenzyl)-N,N-bis(2benzimidazolylmethyl)amine (Wang, et al, 1997: 71-77)
Ajay Kayal dan Sonny C. Lee (2002: 321-330) melaporkan sintesis
kompleks besi(III) dengan ligan 3.3’-bis(triphenylsilyl)biphenoxide dan bipyridyl.
Senyawa kompleks yang terbentuk mempunyai struktur segiempat piramida,
dengan atom besi(III) mengikat dua atom O, dua atom N dari ligan dan satu Clseperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Cl
S iP H
3
O
N
Fe
O
N
S iP H
3
Gambar 3. Kompleks besi(III) dengan ligan 3.3’-bis(triphenylsilyl)biphenoxide
dan bipyridyl.
b.
Kompleks Tembaga(II)
Cu(II) memiliki stabilitas terbesar jika dibandingkan dengan logam transisi
deret pertama yang lain dan lebih stabil jika dibandingkan dengan bilangan
oksidasi +1 dan +3, karena Cu(I) mudah teroksidasi menjadi Cu(II) dan Cu(III)
5
6
mudah tereduksi menjadi Cu(II) (Day and Selbin, 1985: 473 ; Lee, 1991: 827).
Cu(II) bisa membentuk senyawa kompleks dengan beberapa bilangan koordinasi,
umumnya berada pada bilangan kordinasi 4, 5 dan 6.
Cu(II) dengan ligan L-Metionin (L) membentuk senyawa kelat dengan
formula [Cu(L)2] dan berada pada bilangan koordinasi 4.
Struktur geometri
kompleks yang terjadi adalah square planar (hasil dari oktahedral yang
terdistorsi) dengan dua atom oksigen dan dua atom nitrogen yang terkoordinasi
pada Cu(II) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Momen magnetik kompleks
ini pada temperatur kamar menunjukkan 1,79 BM (Wagner and Baran, 2002 :
283).
Gambar 4. Struktur senyawa kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II) .
Kompleks Cu(II) dengan bilangan koordinasi 6 dijumpai pada kompleks
Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine. Struktur kompleks ini adalah
oktahedral dengan atom Cu(II) mengikat 2 atom N dan 2 atom O dari ligan
1,3,6,7-tetramethyllumazine (membentuk cincin lima anggota) dan 2 atom O dari
H2O seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Momen magnetik kompleks ini 1,95 BM
yang meingindikasikan kompleks bersifat paramagnetik (Urena, Jimenez and
Moreno, 1997: 234-238).
O
H 3C
N
CH3
N
H 3C
N
N
O
CH3
Gambar 5. Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine
6
7
H
H
O
H3C
CH3
H3C
CH3
N
O
O
N
Cu
N
N
N
N
N
O
N
H3C
CH3
H3C
CH3
O
O
H
H
Gambar 6. Struktur kompleks Cu(II) dengan 1,3,6,7-tetramethyllumazine
2. Ligan 8-hidroksikuinolin
Ligan 8-hidroksikuinolin (C9H7NO) adalah senyawa yang termasuk dalam
senyawa aromatis polisiklis yang mempunyai berat molekul 145,16 g/mol.
Senyawa ini larut dalam pelarut organik dan asam seperti asam asetat. Ligan ini
relatif cukup stabil dengan titik beku 74 sampai 760C dan mempunyai titik didih
2760C.
Ligan 8-hidroksikuinolin akan kurang stabil bila berinteraksi dengan
oksidator kuat dan ion logam, dengan ion logam.
Ligan 8-Hidroksikuinolin
mudah membentuk kompleks kelat.
Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor yaitu O pada gugus
hidroksil dan N pada rantai siklisnya yang masing-masing mempunyai pasangan
elektron yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat.
Alafandy, M., et al, (1996: 175-179) melaporkan sintesis antara Sn(II)
dengan 8-hidroksikuinolin. Terbentuknya kompleks ditandai adanya adanya
pergeseran spektra IR gugus C=N ligan bebasnya dari 1508 cm-1 menjadi
1500 cm-1 dan serapan gugus OH ligan bebas yang muncul pada 3048 cm-1
sedangkan pada kompleksnya serapan pada daerah tersebut tidak muncul. Adanya
pergeseran
spektra
IR
pada
gugus
C=N
dan
OH
mengindikasikan
terkoordinasinya dua gugus tersebut pada ion pusat.
Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin berstruktur geometri square
planar seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7 dan mempunyai serapan
maksimum pada 363 nm.
7
8
O
N
Sn
O
N
Gambar 7. Struktur kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin
Ligan 8-Hidroksikuinolin dapat digunakan sebagai zat anti bakteri dan
fungi, dimana kemampuan sebagai zat antibakteri dan antifungi diduga karena
kemampuannya membentuk kelat dengan mineral-mineral yang esensial pada
permukaan bakteri dan fungi.
3. Teori Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks Cu(II) dan Fe(III) dijelaskan dengan teori ikatan
valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekul.
a. Teori ikatan valensi
Teori ikatan valensi atau Valence Bond Theory (VBT) mula-mula
diberikan oleh Linus Pauling atas dasar pembentukan ikatan hibrida dalam orbital
hibrida (Sukardjo, 1992: 29). Teori ini membahas orbital atom logam dan ligan
yang digunakan untuk berikatan. Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan pada
ion kompleks terjadi karena ligan mempunyai pasangan elektron bebas dan atom
logam mempunyai orbital yang masih kosong (Lee, 1994 : 202).
Pauling meramalkan bentuk geometri dari beberapa orbital seperti
ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992 : 463)
Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri
Bilangan Koordinasi
Geometri
Hibridisasi Orbital
2
Linear
sp
3
Trigonal planar
sp2
Tetrahedral
sp3
Square planar
dsp2
Trigonal bipiramidal
dsp3
Square pyramidal
dsp3
Oktahedral
d2sp3
4
5
6
8
9
Dalam pembentukan kompleks, ion pusat harus menyediakan orbital
kosong sebanyak ligan yang terkoordinasi untuk ditempati pasangan elektron
bebas dari ligan.
Misalnya kompleks Fe(III) dengan CN1- yang membentuk
geometri oktahedral seperti ditunjukkan oleh Gambar 8. Menurut teori ikatan
valensi, Fe(III) harus menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati pasangan
elektron bebas dari CN1- seperti diilustrasikan oleh Gambar 8, orbital tersebut
adalah dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan
energi, orbital 3d, orbital 4s dan orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan
dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p menghasilkan bentuk oktahedral,
ini dapat terjadi karena dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p
mengadakan hibridisasi d2sp3 yang berbentuk oktahedral.
Ion kompleks
[Fe(CN)6]3- disebut sebagai inner orbital complex karena orbital d yang dipakai
lebih rendah daripada orbital s dan p dan ion kompleks dalam keadaan spin
rendah.
[A r]
Fe
4s
3d
Fe
3+
4p
[A r]
3d
1C N 1- C N
C N 1-
C N 1- C N 1- C N 1-
[F e ( C N )6 ]3 - [ A r ]
3d
4s
4p
e le k t r o n d a r i C N 1 o rb ita l d 2 sp 3
Gambar 8. Hibridisasi pada kompleks [Fe(CN)6]3+
Contoh hibridisasi logam Cu(II) adalah pada kompleks [Cu(NH3)4]+2 yang
mempunyai bentuk geometri square planar. Menurut teori ikatan valensi, Cu(II)
menyediakan 4 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari NH3
seperti diilustrasikan oleh Gambar 9, orbital tersebut adalah satu orbital 3d, satu
orbital 4s dan dua orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan energi, satu orbital 3d, satu
orbital 4s dan dua orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan satu orbital 3d,
satu orbital 4s dan dua orbital 4p menghasilkan bentuk square planar, ini dapat
9
10
terjadi karena satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p mengadakan
hibridisasi dsp2 yang berbentuk square planar.
Cu
[A r]
3d
C u2+
4p
4s
[A r]
3d
NH3
[C u (N H 3 )]2+
NH3
NH3
NH3
[A r]
3d
4s
4p
e le k tro n d a ri N H 3
o rb ita l h ib rid a d s p 2
Gambar 9. Hibridisasi pada kompleks [Cu(NH3)4]2+
Teori ikatan valensi mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan
terjadinya warna-warna dalam kompleks dan adanya spektra elektronik senyawa
kompleks. Maka untuk dapat menjelaskannya dibutuhkan teori medan kristal.
b. Teori Medan Kristal
Menurut teori medan kristal atau Crytal Field Theory(CFT), ikatan yang
terjadi antara ion pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ionik, sehingga
gaya-gaya yang terlibat hanya berupa gaya eletrostatik. Medan listrik dari ion
pusat akan mempengaruhi ligan-ligan di sekelilingnya sedangkan medan
gabungan dari ligan akan mempengaruhi elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan
tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan ligan dan kedudukan
geometri ligan dalam kompleks.
Kedudukan obital-orbital d ion logam terhadap sumbu x,
diilustrasikan oleh Gambar 10.
Gambar10. Kontur Orbital d
10
dan z
11
Kedudukan orbital dz2 terkonsentrasi sepanjang sumbu z, sedangkan
Orbital dx2-y2 terkonsentrasi sepanjang sumbu x dan y dan kedudukan ketiga
orbital dxy, dxz dan dyz terkonsentrasi diantara sumbu x, y dan z. Dalam keadaan
bebas, kelima orbital ion logam mempunyai energi yang sama (tergenerasi), bila
ligan mendekati ion pusat maka terbentuk medan ligan yang menyebabkan
terjadinya pembelahan orbital-orbital d dengan tingkat energi yang berbeda atau
dapat dikatakan mengalami splitting.
1) Kompleks Oktahedral
Pada kompleks oktahedral, satu ion pusat sebagai pusat oktahedral
dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu oktahedral dalam bidang
kubik. Orbital dz2, dx2-y2 yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan
lebih besar dari pada dxy, dxz, dyz yang berada diantara sumbu oktahedral karena
adanya tolakan dari ligan. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d,
dimana orbital dz2 dan dx2-y2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi sedangkan
orbital dxy, dxz, dyz (orbital t2g) mengalami penurunan energi (Huheey and Keither,
1993: 397-398). Pembelahan orbital d pada kompleks oktahedral ditunjukkan
oleh Gambar 11.
Gambar 11. Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral
Setelah terjadi splitting atau pembelahan, orbital eg mempunyai energi
yang lebih tinggi daripada t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g akan terisi
terlebih dahulu daripada orbital eg. Perbedaan energi antara eg dan t2g biasanya
dinyatakan sebagai ∆o atau 10 Dq.
Karena pada pembelahan tidak terjadi
11
12
kehilangan energi, maka energi eg menjadi 0,6 Dq lebih tinggi sedangkan orbital
t2g menjadi 0,4 Dq lebih rendah daripada kompleks hipotesis. Besarnya ∆o untuk
bermacam-macam kompleks berkisar antara 30-60 Kkal/mol. Energi sebesar 0,4
∆o disebut sebagai Cristal Field Stabilization Energy (CFSE) dari kompleks.
CFSE dihitung dengan memberi harga 0,4 ∆o untuk tiap elektron di orbital t2g dan
-0,6 ∆o untuk tiap elektron di orbital eg.
Contoh
kompleks
oktahedral
adalah
Kompleks
[Cu(1,3,6,7-
tetramethyllumazine)2(H2O)2]2-, atom Cu(II) sebagai ion pusat terletak ditengahtengah medan oktahedral dan dikelilingi oleh dua atom N dan dua atom O dari
1,3,6,7-tetramethyllumazine dan dua atom O dari H2O, yang terletak pada sumbu
oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 12.
H
H
O
O
N
H3C
N
N
Cu
N
y
CH 3
H 3C
CH 3
N
O
H 3C
CH 3
N
N
O
N
H 3C
CH 3
O
O
H
H
x
z
Gambar 12. Struktur kompleks oktahedral [Cu(1,3,6,7-tetramethyllumazine)2
(H2O)2]2Pada kompleks Fe(III) pembelahan orbital d sangat bergantung pada
kekuatan ligan yang terkoordinasi pada Fe(III). Apabila ligan yang digunakan
adalah ligan lemah maka medan ligan akan menghasilkan pembelahan orbital d
yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi, maka elektron-elektron berada
dalam keadaan spin tinggi.
Pada keadaan ini, menghasilkan peningkatan
kestabilan total sama dengan nol. Namun bila ligan yang digunakan adalah ligan
12
13
kuat maka orbital d akan mengalami pembelahan yang cukup besar dan
menyebabkan energinya mengalami peningkatan kestabilan total sebesar 20 Dq.
Jika keadaan ini terjadi maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah
(Sukardjo, 1992: 31-51).
2) Kompleks Tetrahedral
Koordinasi secara tetrahedral identik dengan koordinasi kubus, jika
delapan ligan yang berada pada sudut-sudut kubus mendekati atom logam pusat
maka ligan-ligan tersebut akan lebih dekat ke arah orbital t2g daripada orbital eg
sehingga energi orbital t2g naik 4 Dq dan energi eg terstabilkan turun 6 Dq. Jadi,
splitting orbital-orbital d dalam medan tetrahedral adalah kebalikan dari medan
oktahedral seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13.
Gambar 13. Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral
Jika empat ligan yang arahnya berseberangan (alternate) menjauhi dari
sudut kubus maka ligan yang tetap berada pada sudut kubus akan membentuk
struktur geometri tetrahedral disekitar ion logam. Secara kualitatif energi untuk
kesimetrian tetrahedral sama dengan kubus tetapi splitting 10 Dq besarnya
setengah dari besar kubus.
Contoh kompleks tetrahedral adalah kompleks [Cu(qbsa)2] dengan qbsa=
N-Quinolin-8-yl-benzenesulfonamid (Macias, Villa, Garcia, Castineiras, Borras
and Marin,
2003:243).
Ligan qbsa mendekati ion pusat secara tetrahedral,
dimana arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok
13
14
orbital t2g maupun dengan orbital eg walaupun demikian arah pendekatan ligan
menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t2g (dxy, dxz, dyz) dibanding dengan
orbital eg ( dx2-y2 dan dz2). Struktur kompleks ini ditunjukkan oleh Gambar 14.
N
N
Cu
N
N
O
y
O
S
S
O
O
x
z
Gambar 14. Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa)2]
3) Kompleks Square planar
Apabila kedua ligan pada posisi trans pada kompleks oktahedral bergerak
menjauh dari ion pusat, maka kompleks yang dihasilkan adalah kompleks
oktahedral terdistorsi secara tetragonal. Distorsi seperti ini dinamakan distorsi
Jahn-Teller. Distorsi Jahn-Teller terdapat pada bentuk oktahedral dimana orbital
ion pusatnya terisi secara tidak simetris, yaitu seperti pada Tembaga(II) dengan
konfigurasi d9.
Kedua ligan disepanjang sumbu z yang menjauhi ion pusat
menyebabkan orbital dz2, dxz dan dyz terstabilkan dan energinya berkurang karena
elektron-elektron yang terdapat pada orbital tersebut memperoleh tolakan yang
lebih kecil dibandingkan dengan tolakan yang diperoleh dalam bentuk oktahedral.
Berkurangnya energi orbital-orbital di atas, disertai dengan bertambahnya energi
orbital-orbital dx2-y2 dan dxy (Huheey and Keither, 1993:403-404; Miessler and
Tar, 1991:349).
Selanjutnya apabila kedua ligan di sepanjang sumbu z lepas maka
menghasilkan struktur square planar (Gambar 15), seperti yang umumnya
14
15
terbentuk pada kompleks tembaga(II).
Pembelahan orbital d pada kompleks
square planar dinotasikan sebagai ∆sp (Gambar 16), yaitu energi pembelahan
medan kristal square planar (Day and Selbin, 1985:396).
Gambar 15. Distorsi kompleks oktahedral yang kemudian menjadi kompleks
square planar
Gambar 16. Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat (Madan, 1987:
1362; Cotton, et al, 1995: 509)
Salah satu contoh kompleks dengan bentuk geometri planar segiempat
adalah kompleks [CuL2], L=Troponolato. Pada kompleks ini atom pusat Cu2+
dengan ligan troponolato (L) membentuk senyawa kelat dengan 4 atom oksigen
yang terkoordinasi pada atom pusat tersebut seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 17. Serapan maksimum kompleks [Cu(troponolato)2] berada pada 220,
252,9, 267, 387, 338 nm
yang merupakan transisi π-π*, sedangkan serapan
15
16
maksimum pada daerah 316 nm adalah transisi transfer muatan ligan ke logam
atau logam ke ligan (Hasegawa, et al, 1997: 259-264).
x
O
O
Cu
O
O
y
Gambar 17. Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato)2
c. Teori Orbital Molekul
Anggapan bahwa ikatan pada kompleks adalah ikatan ionik murni seperti
dinyatakan dalam teori medan kristal ternyata tidak sesuai dengan fakta
eksperimen (Huheey and Keither, 1993: 413). Hasil eksperimen mengenai
besarnya energi yang dilepas bila kompleks terbentuk memberi petunjuk bahwa
terdapat sifat ikatan kovalen dalam kompleks. Adanya ikatan kovalen pada
kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekul. Seperti halnya orbital
molekul pada molekul-molekul sederhana, pada kompleks juga terbentuk orbital
molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (Sharpe, 1992: 473).
Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital
molekul adalah enam orbital logam (orbital s, px, py, pz, dx2-y2, dan dz2) dan enam
orbital ligan (Sharpe, 1992 : 474). Orbital ligan yang simetrinya sesuai akan
bertumpang tindih (overlap) dengan orbital logam, tumpang tindih orbital tersebut
dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Tiga
orbital d logam t2g(dxy, dxz, dyz) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat
dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding
t1u dan orbital molekul antibonding t1u*. Orbital dx2-y2 dan dz2 membentuk orbital
molekul bonding e1g dan orbital molekul antibonding e1g*. Orbital s membentuk
orbital molekul bonding a1g dan orbital molekul antibonding a1g* (Huheey and
16
17
Keither, 1993: 396).
Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks
octahedral ditunjukkan oleh Gambar 18.
t1u*
px*
py*
pz*
antibonding
a1g*
eg*
p
t1u
dx2-y2 dz2
s
10 Dq
a1g
d
t2g
dx2-y2 dz2
eg
dxy dxz
dyz
dxy dxz
nonbonding
dyz
t2g
eg
dx2-y2 dz2
bonding
px
py
t1u
pz
a1g
orbital logam
orbital molekul
orbital ligan
Gambar 18. Orbital Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral
Pada kompleks tetrahedral, lima orbital d logam terpisah menjadi dua
kelompok yaitu orbital e (dx2-y2, dan dz2) dan t2 (dxy, dxz, dyz). Orbital dx2-y2 dan dz2
merupakan orbital nonbonding, e, yang tak terlibat pada pembentukan ikatan.
Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t2 dan orbital molekul
antibonding t2*. Orbital dxy, dxz, dan dyz membentuk orbital molekul bonding t2
dan orbital molekul antibonding t2*.
Orbital s membentuk orbital molekul
bonding a1 dan orbital molekul antibonding a1* (Huheey and Keither, 1993: 396).
Empat orbital ligan yang punya simetri sama dengan orbital molekul bonding dan
orbital molekul antibonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada
kompleks tetrahedral ditunjukkan oleh Gambar 19.
17
18
t2*
py*
px*
p z*
antibonding
a1
t2*
p
t2
d xy
s
d xz
d yz
a1
10 Dq
e
d
t2
d xy d xz
d yz
nonbonding
e
d x2-y2 d z2
2
d x -y
2
dz
2
a1
t2
orbital logam
d xy
d xz
d yz
px
py
pz
bonding
t2
orbital molekul
orbital ligan
Gambar 19. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral
(Huheey and Keither, 1993 : 411).
Pada senyawa kompleks square planar, diagram tingkat energi orbital
molekulnya ditunjukkan oleh Gambar 20.
Gambar 20. Diagram tingkat energi untuk senyawa kompleks Square Planar
(Huheey, 1985 : 412)
18
19
Pendekatan teori orbital molekul dapat memberikan gambaran yang lebih
nyata mengenai antaraksi antara ligan dan ion logam. Orbital ligan kuat dan
lemah memberikan interaksi yang berbeda terhadap orbital-orbital logam. Orbitalorbital ligan kuat memiliki interaksi yang sangat kuat dengan orbital logam.
Interaksi yang sangat kuat tersebut menyebabkan jarak pembelahan antara
kelompok orbital e*g dan t2g besar (∆o-nya juga besar). Pada orbital molekul ini,
yang tidak terjadi adalah transisi elektron dari logam ligan (π*) yang melibatkan
ikatan π juga disebut sebagai ikatan π balik (π back bonding) dimana densitas
elektron dari orbital d dikembalikan lagi oleh logam ke ligan (π*) dikarenakan
keruahan elektron. Ikatan π dari logam ligan meningkatkan kestabilan kompleks
yang tinggi dan menyukai konfigurasi spin rendah (Miessler dan Tarr, 1991).
Orbital-orbital ligan lemah lebih berinteraksi lemah dengan orbital logam.
Hal ini disebabkan ligan-ligan menghasilkan harga ∆o pembelahan kecil sehingga
jarak pembelahan orbital-orbital e*g dan t2g dari interaksi ligan-logam menjadi
kecil. Pendeknya jarak ikatan antara kelompok orbital t2g dan e*g menyebabkan
kelima elektron dari Fe(III) menempati kelompok orbital t2g dan e*. Kelima
elektron ini tidak berpasangan semua. Kompleks tipe ini disebut kompleks spin
tinggi. Pada orbital molekul ini terjadi transisi elektron dari ligan ke logam.
Ikatan yang terjadi pada umumnya dapat memberikan kestabilan kompleks dan
cenderung berada konfigurasi spin tinggi (Huheey and Keither, 1993).
4. Sifat Senyawa Kompleks
a. Spektrum Elektronik
Salah satu ciri utama dari senyawa kompleks adalah memiliki warna yang
bervariasi. Warna ini disebabkan oleh adanya eksitasi elektron dari tingkat energi
yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi
ini menyerap energi, energi tersebut berbanding terbalik dengan panjang
gelombang sinar yang diserap, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (1)
(Miessler and Tarr, 1991 : 313-325).
E=
_
h.c
= h . c. ν ………………………………………………………(1)
λ
19
20
Keterangan:
E
= energi (J)
H
= Konstanta Plank (6,626 . 10-34 Js)
C
= Kecepatan cahaya (2,998. 108 m/s)
λ
= Panjang gelombang (m)
_
1/λ= ν = Bilangan gelombang (m-1)
Elektron-elektron yang terlibat dalam pengabsorpsian cahaya oleh
senyawa organik adalah: (1) elektron-elektron yang terlibat langsung dalam ikatan
antar atom-atom, (2) elektron-elektron bebas/ tak berpasangan seperti oksigen,
nitrogen, halogen, dan belerang. Unsur-unsur blok d menyerap sinar pada daerah
sinar tampak dengan pita yang lebar, yang puncak spektranya dipengaruhi oleh
lingkungan yang mengelilinginya, seperti konsentrasi larutan dan kestabilan
kompleks (Hendayana, 1994: 148). Spesies yang mengabsorpsi dapat mengalami
transisi meliputi transisi elektron σ, π, dan n, transisi elektron-elektron d dan f,
dan transfer muatan.
1) Transisi yang meliputi elektron σ, π, dan n
Jenis transisi ini terjadi pada molekul-molekul organik dan sebagian kecil
anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena
adanya elektron valensi yang akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Pengabsorpsian energi pada tingkat-tingkat energi menyebabkan terjadinya
transisi σ-σ*, n-π*, dan π-π* dimana π* dan σ* adalah orbital antiikatan sedang
n adalah orbital yang tak berikatan.
Transisi σ-σ* mempunyai daerah absorpsi di daerah UV vakum (<180
nm). Transisi σ-σ* terjadi pada panjang gelombang 150-250 nm, sedangkan
transisi n-π*, dan π-π* terjadi pada panjang gelombnag 200-700 nm. transisi
n-π* mempunyai absorpsitivitas molar 10-100 L. cm-1mol-1 sedangkan transisi
π-π* mempunyai absorpsitivitas molar 103-104 L. cm-1mol-1
2) Transisi yang melibatkan elektron d
Transisi d-d mempunyai pita lebar dan umumnya terdeteksi pada daerah
tampak.
20
21
a. Spektrum Elektronik Kompleks Besi(III)
Konfigurasi elektron besi(III) isoelektronik dengan Mn(II), termasuk
dalam sistem d5, pada keadaan ground state medan lemah oktahedral masingmasing orbital d terisi satu elektron, dengan spin pararel sehingga dalam keadaan
dasar term simbolnya 6S. Spektrum yang teramati adalah konsekuensi dari transisi
spin terlarang dan sangat lemah, seperti pada [Mn(H2O)]2+ (Miessler and Tarr,
1991 : 332).
Diagram tingkat Orgel yang menggambarkan eksitasi elektron besi(III)
dengan konfigurasi d5 pada medan ligan oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 21,
yang enam transisinya adalah:
6
A1g → 4T1g (G)
18.000 cm-1 atau 556 nm
6
A1g → 4T2g (G)
23.000 cm-1 atau 435 nm
6
A1g → 4Eg, 4A1g (G)
24.000-25.000 cm-1 atau 417-400 nm
6
A1g → 4T2g (D)
28.000 cm-1 atau 357 nm
6
A1g → 4Eg (D)
29.000 cm-1 atau 339 nm
Transisi pada 4F dan 4P tidak terlihat serapannya karena energinya jauh
lebih besar dibanding dengan 4G dan 4D sehingga serapan transisi elektron yang
terjadi tidak terlihat (serapan sangat kecil).
4
T2g
T1g
4
4
F
4
A2g
energi
4
T1g
4
4
Eg
T2u
4
T2g
4
Eg ,4A1g
D
4
4
P
4
G
4
T1g
A1g
4
4
S
Daerah Medan Ligan
Gambar 21. Diagram tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d5 dalam
medan ligan oktahedral
b. Spektrum Elektronik Kompleks Cu(II)
Cu(II) memiliki konfigurasi elektron d9 dan term simbol 2D. Term 2D
dalam medan oktahedral maupun tetrahedral mengalami splitting menjadi dua
21
22
tingkat energi yang ditunjukkan oleh diagram orgel pada gambar 22 (Sharpe
1992: 481).
Energi
E
T2g
d9 oktahedral
d1 tetrahedral
d1 oktahedral
d9 tetrahedral
T2g
E
Kekuatan Medan Ligan
Gambar 22. Pembelahan tingkat energi konfigurasi d9 pada medan oktahedral
(Sharpe 1992: 481).
Unsur konfigurasi d9 pada medan oktahedral hanya mempunyai satu
transisi yaitu 2Eg
2
2
T2g, karena hanya terdapat dua tingkat energi (2Eg dan
T2g) dan hanya satu absorbsi spin yang diperbolehkan dengan energi yang diserap
setara dengan 10 Dq. Sebagai contoh kompleks [Cu(H2O)6]2+ hanya menunjukkan
satu puncak serapan pada 13.000 cm-1 dengan panjang gelombang 769,23 nm.
3) Transisi transfer muatan
Transisi tranfer muatan adalah transisi elektronik dari molekul elektronik
yang kaya elektron (basa lewis, donor) ke molekul miskin elektron (asam lewis,
akseptor) (William Kemp, 1987: 211). Spektra dari transisi ini biasanya sangat
kuat. Kompleks-kompleks yang meliputi yang mengalami transisi ini, misalnya
[Fe(SCN)6]3+, [Fe(o-phen)3]3+, [Fe2+Fe3+(CN)6]+(SM Khopkar, 1990: 204).
Transisi d-d memberikan warna pucat bagi senyawa sedangkan transisi transfer
muatan memberikan intensitas yang lebih kuat karena warna yang dihasilkan
gelap (Jolly, 1991: 238).
b Daya Hantar Listrik
Larutan elektrolit dapat menghantarkan aliran listrik, karena dalam larutan
terdapat partikel-partikel bermuatan listrik yaitu ion-ion. Aliran listrik tidak lain
adalah aliran elektron. Didalam larutan, elektron-elektron dibawa oleh ion-ion
positif dan negatif (Sukardjo, 1992: 89). Daya hantar listrik (conductivity) larutan
22
23
elektrolit pada setiap temperatur tergantung pada ion-ion yang ada dan konsentrasi
ion-ion tersebut. Apabila larutan suatu elektrolit diencerkan maka daya hantar
listriknya akan turun karena ion yang berada dalam larutan per cm3 membawa
arus lebih sedikit.
Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar
listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai daya hantar yang
ditimbulkan oleh satu mol zat, sesuai persamaan (2) (Atkins, 1990 : 303).
Λm =
k
.......................................................................................
C
(2)
Keterangan :
Λm
= daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1)
k
= daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1)
C
= Konsentrasi molar elektrolit (mol cm-3)
Apabila satuan Λ adalah Scm2.mol-1 dan satuan konsentrasi mol.L-1 maka
persamaan (3) menjadi:
Λm =
1000k
……………………………………………………
C
(3)
keterangan:
Λm
= daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1)
k
= daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1)
C
= Konsentrasi molar elektrolit (mol L-1)
Jika daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah
terkoreksi (k*) dalam satuan μS.cm-1 maka daya hantar molar larutan elektrolit
dapat ditulis sesuai persamaan (4).
Λm =
k*
………………………………………………….
1000C
keterangan:
Λm
= daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1)
k*
= daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μS cm-1)
= k – kpelarut
C
= Konsentrasi molar elektrolit (mol L-1)
23
(4)
24
Pada senyawa kompleks, anion dapat terkoordinasi pada ion pusat maupun
tidak terkoordinasi pada ion pusat. Perbandingan muatan anion dan kation yang
terdapat dalam kompleks dapat diketahui dengan pengukuran konduktivitas dari
larutan senyawa tersebut. Pengukuran konduktivitas ini memberikan informasi
berapa banyak ion (kation dan anion) yang ada dalam larutan saat senyawa itu
dilarutkan (Szafran, et al; 1991: 102-103).
c
Spektroskopi Infra Merah
Suatu molekul dapat menyerap energi infra merah apabila gerakan vibrasi
dan rotasi dari molekul tersebut menghasilkan perubahan netto momen
dwikutubnya, sehingga medan listrik bolak-balik dari sinar infra merah sama
dengan frekuensi alamiah dari molekul tersebut maka sinar infra merah diserapmolekul (Silverstein, Bassler and Morril, 1986: 96).
Daerah radiasi spektroskopi Infra Merah atau infrared spectroscopy (IR)
berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang 0,781000 µm. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat (128004000 cm-1; 3,8- 1,2 x 1014 Hz; 2,5-50 μm), daerah IR tengah (4000-200 cm-1;
0,012- 6 x 1012 Hz; 0,78-2,5 μm), dan daerah IR jauh (200-10 cm-1;
60-3 x 1011 Hz; 50-1000 μm). Daerah yang paling banyak digunakan untuk
berbagai keperluan praktis adalah 4000-690 cm-1 (12 – 2 x 1013 Hz; 2,5 - 1,5 µm).
Daerah yang biasa disebut sebagai daerah IR tengah (Khopkar, 1990: 231).
Daerah antara 1400 – 4000 cm-1 (2,5 sampai kira-kira 7,1 μm) merupakan
daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional. Daerah
ini menunjukkan absorpsi sinar infra merah yang disebabkan oleh modus uluran.
Sedangkan daerah di sebelah kanan 1400 cm-1 sering kali sangat rumit karena baik
uluran maupun tekukan dapat mengakibatkan absorpsi sinar infra merah. Dalam
daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita serapan dan suatu gugus fungsional
secara spesifik tidak dapat disimpulkan, namun tiap senyawa organik mempunyai
serapannya yang khas. Oleh karena itu bagian spektrum sebelah kanan 1400 cm-1
disebut daerah sidik jari (finger print region) (Fessenden dan Fessenden, 1984:
317).
24
25
Frekuensi
vibrasi
ulur
antara
dua
atom
dan
ikatan
yang
menghubungkannya dapat dihitung berdasarkan hukum Hooke yang ditunjukkan
oleh persamaan (5) (Kemp, 1987: 18-19).
1/2

1 
k
ν=

 ………………………………………..(5)
2π  m1.m 2 /(m11 + m 2 ) 
keterangan:
ν
= frekuensi (detik-1)
k
= tetapan gaya ikatan (Nm-1)
m1 dan m2 = massa dau atom (g)
Gugus yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain:
1) Karbon – Nitrogen pada Amina
Gugus C-N siklik mempunyai vibrasi ulur pada 1342-1266 cm-1
(Silverstain, dan Morril, 1986). Gugus C=N pada rantai siklik mempunyai serapan
pada daerah 1580-1570 cm-1 (Alzuet et al, 1998: 317).
2) Karbon-Hidrogen pada metil
Vibrasi tekuk gugus CH3 terletak pada daerah 1470-1430 cm-1 dan 13801370 cm-1, sedangkan vibrasi ulur aromatik
CH3 berada pada daerah
-1
3080-3010 cm (Silverstein et al, 1986: 135).
3) Hidrogen-Oksigen pada fenol
Gugus OH pada fenol mempunyai vibrasi ulur simetri dengan serapan
tajam pada daerah 3600 cm-1 dan vibrasi ulur keadaan melebar pada daerah 3331
cm-1 - 2600 cm-1 (Silverstein, et al, 1986 : 110).
4) Vibrasi C-C aromatik
Gugus C-C aromatik menunjukkan 2 atau 3 pita yang terlihat pada daerah
sekitar 1600 cm-1 (Kemp, 1987).
Serapan gugus fungsi pada ligan bebas akan mempunyai serapan yang
berbeda dengan serapan senyawa kompleks. Sebagai contoh kompleks
[Sn(8-hidroksikuinolin)2] mempunyai serapan gugus C=N pada 1500 cm-1
sedangkan pada ligan bebasnya terletak pada 1508 cm-1 dan serapan gugus C-O
25
26
ligan bebasnya muncul pada 1100 cm-1 sedangkan pada kompleksnya terletak
pada 1108 cm-1 (Alafandy, et al, 1997 : 175-179).
d. Sifat Magnetik
Logam transisi setidaknya mempunyai satu tingkat oksidasi dengan d atau
f yang belum terisi elektron. Karena spin elektron menyebabkan medan magnet,
maka sifat magnetik dari logam transisi bisa digunakan untuk menentukan tingkat
oksidasi, konfigurasi elektronik dan lain-lain. Beberapa senyawa logam transisi
mempunyai satu atau lebih elektron tak berpasangan, karenanya mempunyai sifat
paramagnetik. Jumlah elektron tak berpasangan pada logam menentukan harga
momen magnetik (µ).
Momen magnetik efektif dapat dihitung dari harga kerentanan magnetik
(Magnetic Susceptibility), Xg yang diukur dengan Neraca Kerentanan Magnetik
atau Magnetic Susceptibility Balance (MSB). Nilai Xg ini diubah menjadi nilai
kerentanan magnetik molar, XM dan selanjutnya ini dikoreksi terhadap faktor
diamagnetik, XL, dari ion logam, ligan dan anion, sehingga didapatkan nilai
kerentanan magnetik yang terkoreksi, XA (Szafran, Pike, dan Singh, 1991: 49-51).
Hubungan nilai momen magnetik (µeff) dengan kerentanan magnetik
terkoreksi (XA) ditunjukkan oleh persamaan 6.
1/2
μ eff
 3k

=  2 X A .T  ……..…………………………………………….(6)
 Nβ

Subsitusi nilai N dan k menghasilkan persamaan (7)
μ eff = 2,828[X A .T ] …………………………………………………….(7)
1/2
Keterangan:
N
= Tetapan Avogadro (6,022 x 1023 mol-1)
k
= Tetapan Boltzman (1,381 x 10-16 erg. det-1)
β
= Konversi Bohr Magneton (9,273 x 10-21 erg.gauss-1)
T
= Suhu (oK)
Hubungan nilai momen magnetik spin (µs) uatu senyawa dengan banyak
elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (8) (Jolly, 1991:
454-456).
26
27
μ s = [n (n + 2)] ………………………………………………………..(8)
1/2
keterangan:
µs = Momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron (Bohr
Magneton)
n
= Jumlah elektron yang tidak berpasangan
Dari persamaan (6), terlihat bahwa nilai momen magnetik bergantung pada
jumlah elektron yang tidak berpasangan. Nilai µs dari senyawa kompleks besi(III)
pada umumnya mendekati 5,92 BM pada suhu ruangan jika dalam keadaan spin
tinggi dan 1,73 BM pada spin rendah (Lee, 1994: 669).
e. Differential Thermal Analysis (DTA)
Analisis thermal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisika dan kimia
dari material sebagai fungsi temperatur. Differential Thermal Analysis (DTA)
mengukur perbedaan temperatur (T) antara sampel dengan material pembanding
inert (alumina, aluminium, silikon karbida dan gelas), jika temperatur keduanya
dinaikkan dengan kecepatan yang sama dan konstan. Panas yang ditambahkan
kemudian dicatat dan perubahan ini sebagai konsekuensi dari proses yang terjadi
pada sampel yaitu eksotermis atau endotermis (Skoog, 1998 : 803).
Prinsip kerja DTA yaitu apabila temperatur sampel dan zat pembanding
dipanaskan pada temperatur konstan maka zat pembanding akan mengalami
kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya,
sementara itu pada sampel akan terjadi kenaikaan suhu atau penurunan temperatur
pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika
perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan
kembali, seiring dengan zat pembandingnya. Ketika peristiwa yang terjadi adalah
eksotermal, maka panas akan dilepaskan oleh sampel sehingga dalam sampel akan
terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan suatu puncak maksimum pada
kurva DTA. Sedang apabila perubahan yang terjadi pada sampel adalah proses
endotermal maka akan terjadi penyerapan panas oleh sampel yang ditandai
dengan penurunan temperatur dari sampel sehingga kurva DTA yang diperoleh
adalah sebagai puncak minimum (Currell , 1987 : 117 ).
27
28
B. Kerangka Pemikiran
Suatu kompleks dapat terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi
antara suatu kation atau logam yang mempunyai orbital kosong dengann molekul
netral
atau
anion
yang
mempunyai
atom
donor
elektron.
Senyawa
8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu atom O pada gugus
C-O dan N tersier pada rantai siklisnya sedangkan tembaga(II) dan besi(III)
mempunyai orbital d yang masih kosong.
Hal ini membuat kompleks
8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) dapat terbentuk.
Adanya dua atom donor elektron membuat 8-hidroksikuinolin dapat
membentuk kompleks dengan besi(III) dan tembaga(II) dengan beberapa
kemungkinan atom/gugus yang dapat terkoordinasi pada ion pusat(logam) tetapi
ligan-ligan mulltidentat yang tidak terlalu besar cenderung membentuk struktur
bidentat (kelat). Pembentukkan kompleks kelat biasanya memberikan kestabilan
kompleks yang relatif tinggi akibat penurunan entropi yang signifikan.
Berdasarkan kompleks [Sn(8-hidroksikuinolin)2] yang telah disintesis dari
SnCl2.2H2O dan 8-hidroksikuinolin oleh Alafandy, et al, (1997) menunjukkan
kompleks yang terbentuk adalah kompleks kelat dan atom oksigen terkoordinasi
pada atom pusat dalam bentuk anion (ligan mengalami deprotonasi pada gugus
OH). Hal ini didukung dengan pergeseran serapan gugus C=N, gugus OH dan
gugus C-O pada spektra IR-nya. Dengan demikian kemungkinan ikatan
koordinasi yang terjadi antara 8-hidroksikuinolin
dengan tembaga(II) dan
besi(III) ditunjukkan oleh Gambar 23.
N
N
O
O
3+
2+
Cu
Fe
Gambar 23. Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan
logam Cu2+ dan Fe3+
28
29
C.
Hipotesis
1. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dapat
disintesis dengan cara mencampurkan tembaga(II) dan besi (III) dengan
8-hidroksikuinolin dengan perbandingan tertentu.
2. Karakteristik
kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
dan
Fe
(III)-(8-
hidroksikuinolin) antara lain:
a. Kemungkinan
formula
kompleks
tembaga(II)
dengan
ligan
8-hidroksikuinolin adalah Cu(L)2(H2O)n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6)
sedangkan
formula
besi(III)
dengan
8-hidroksikuinolin
adalah
Fe(L)3(H2O)n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6).
b. Spektra elektronik kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)(8-hidroksikuinolin) mempunyai puncak serapan lebih dari satu sebagai
hasil transisi transfer muatan dari ligan ke logam, transisi π- π* ligan dan
transisi d-d logam.
c. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
bersifat paramagnetik.
d. Pada spektra IR kompleks terjadi pergeseran puncak serapan pada gugus
C=N dan gugus C-O dari 8-hidroksikuinolin yang mengindikasikan
terkoordinasinya kedua gugus tersebut pada atom pusat.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen.
Kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
8-hidroksikuinolin
kompleks
dengan
dibuat
CuSO4.5H2O
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
dengan
dalam
dibuat
mereaksikan
pelarut
dengan
metanol
mereaksikan
ligan
dan
ligan
8-hidroksikuinolin dengan FeCl3.6H2O dalam pelarut metanol.
Karakterisasi
kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
dan
Fe(III)-(8-
hidroksikuinolin) dilakukan dengan pengukuran terhadap rendemen, spektrum
UV-Vis, kadar logam, keberadaan molekul H2O, spektra IR, daya hantar listrik
dan sifat magnetik senyawa kompleks.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama enam belas bulan yaitu bulan Agustus 2005 –
November 2006.
1. Sintesis senyawa kompleks dilakukan Sub. Laboratorium Anorganik
Laboratorium FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Penentuan kadar Fe dan Cu dalam kompleks, analisis DTA, pengukuran daya
hantar listrik dan pengukuran momen magnet dilakukan di Sub. Laboratorium
Kimia Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
sedangkan analisis kompleks dengan FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik Fakultas Kimia Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
C. Alat dan Bahan yang Digunakan
1. Alat
a. Peralatan gelas pyrex
b. Magnetik Susceptibility Balance (MSB) AUTO Sherwood Scientific 10169
c. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu PC 1601
d. Konduktivitimeter 4071 CE Jenway
e. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6650
30
31
f. Spektrofotometer FTIR Perkin Elmer 2000
g. Pengaduk magnetik Haeidholp M1000 Germany
h. Neraca Analitik Shimadzu AEL-200
i. Differential Thermal Analyzer Shimadzu DTA-50
j. Desikator
2. Bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat
kemurnian proanalisis (pa).
e. FeCl3.6H2O (Merck).
b. CuSO4.5H2O Merck).
c. 8-hidroksikuinolin (Merk)
d. Metanol (Merck)
e. Asam Klorida (HCl) pekat 37% (Merck)
f. Akuades
g. Kertas saring
31
32
D. Prosedur Percobaan
1. Skema Percobaan
Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap seperti ditunjukkan oleh Gambar
24 dan 25 :
FeCl3.6H2O dalam
pelarut metanol
Ligan 8-hidroksikuinolin
dalam pelarut metanol
1. Diaduk selama 1 jam
2. Didiamkan selama 24 jam
Endapan dan Filtrat
Penyaringan
Endapan
1.
2.
filtrat
Dicuci dengan metanol
Pengeringan dalam desikator
Senyawa Kompleks
1.
2.
3.
Pengukuran kadar besi
Pengukuran dengan DTA
Pengukuran daya hantar listrik
1.
2.
3.
Pengukuran momen magnet
Pengukuran spektra UV-VIS
Pengukuran spektra IR
SIFAT SENYAWA
KOMPLEKS
FORMULA SENYAWA
KOMPLEKS
Gambar 24. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III) dengan
8-hidroksikuinolin
32
33
CuSO4.5H2O dalam
pelarut metanol
Ligan 8-hidroksikuinolin
dalam pelarut metanol
1.
2.
Diaduk selama 1 jam
Didiamkan selama 24 jam
Endapan dan Filtrat
Penyaringan
Endapan
1.
2.
filtrat
Dicuci dengan metanol
Pengeringan dalam desikator
Senyawa Kompleks
1.
2.
3.
Pengukuran kadar besi
Pengukuran dengan DTA
Pengukuran daya hantar listrik
FORMULA SENYAWA
KOMPLEKS
1. Pengukuran momen magnet
2. Pengukuran spektra UV-VIS
3. Pengukuran spektra IR
SIFAT SENYAWA
KOMPLEKS
Gambar 25. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II) dengan
8-hidroksikuinolin
33
34
2. Sintesis Kompleks
a. Sintesis kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin
FeCl3.6H2O (0,270 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan
pada 8-hidroksikuinolin (0,435 gram ; 3 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk
selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring
dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam.
b. Sintesis kompleks tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin
CuSO4.5H2O (0,250 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan
pada 8-hidroksikuinolin (0,290 gram ; 2 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk
selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring
dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam.
3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks
a. Kompleks Cu(II)–(8-hidroksikuinolin)
Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing
dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Masing-masing larutan standar
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang
gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi.
Sejumlah sampel senyawa kompleks Cu(II)–(8-hidroksikuinolin) (1,4 mg, 2,6 mg
dan 2,1 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan
sampel diperkirakan berkonsentrasi antara 0-10 ppm kemudian diukur
absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sample diestrapolasi terhadap kurva
kalibrasi standart, kadar Cu dalam kompleks dapat ditentukan.
b. Kompleks Fe(III) –(8-hidroksikuinolin)
Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing
dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Masing-masing larutan standar
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang
gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi.
Sejumlah sampel senyawa kompleks Fe(III)–(8-hidroksikuinolin)(1,1 mg, 1,4 mg
dan 10 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan
sampel
diperkirakan
berkonsentrasi
antara
34
0-5
ppm
kemudian
diukur
35
absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sampel diestrapolasi terhadap kurva
kalibrasi standart, kadar Fe dalam kompleks dapat ditentukan.
4. Pengukuran Momen Magnet
Senyawa kompleks padat yang terbentuk yang akan ditentukan harga
kemagnetannya dimasukan dalam tabung kosong, diukur tinggi sampel dalam
tabung dengan tinggi 1,5 – 4,5 cm dan ditimbang beratnya dalam satuan gram.
Harga momen magnet diukur dengan menggunakan magnetig subsubility balance.
5. Pengukuran Spektra Elektronik
Kompleks Cu-(8-hidroksikuinolin) dan kompleks Fe-(8-hidroksikuinolin)
dilarutkan dalam pada metanol, pada konsentrasi 10-3 M sampai 10-4 M.
Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer UV-VIS double beam pada
daerah UV dan tampak.
6. Pengukuran Spektra Infra Merah
Kompleks (1mg) dibuat pelet dengan KBr kering (300 mg), diukur
spektrumnya dengan spektrofotometer FTIR pada daerah 4000-400 cm-1
7. Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer (DTA)
Pengukuran DTA dilakukan dengan menempatkan sejumlah sample
kompleks (10-30 mg) pada perangkat sampel DTA (platina) dan dianalisis pada
temperatur 0-500 0C.
8. Pengukuran Daya Hantar Listrik
Zat standar (CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, dan FeCl3.6H2O) dan sample
dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi yang sama yaitu 10-3 M kemudian
diukur daya hantar listriknya dengan konduktivitimeter.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Analisis data meliputi tahap awal sintesis kompleks Cu(II) dan Fe(III)
dengan 8-hidroksikuinolin. Setelah itu dilakukan karakterisasi masing-masing
kompleks. Data hasil diolah secara non statistik.
Pembentukan kompleks dilihat dari adanya pergeseran spektra elektronik
kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin. Adanya gugus fungsi
35
36
ligan yang terikat pada ion logam diperkirakan dari serapan infra merah dengan
cara membandingkan spektra infra merah ligan bebas dan serapan infra merah
dari kompleks. Serapan gugus fungsi ligan akan bergeser jika terkoordinasi pada
ion pusat logam. Formula senyawa kompleks diperoleh dari hasil analisis SSA
yang prosentasenya mendekati perhitungan secara teori.
Perbandingan kation dan anion senyawa kompleks diketahui dengan cara
membandingkan daya hantar listrik larutan senyawa kompleks dengan daya hantar
listrik larutan standar dan adanya molekul H2O dalam kompleks diperkirakan
dengan DTA.
Momen magnetik senyawa kompleks diketahui dari harga kerentanan
magnetik per gram (xg). momen magnet yang dapat menunjukkan banyaknya
elektron yang tidak berpasangan dan kompleks berada pada spin rendah atau
tinggi.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Senyawa Kompleks
1. Sintesis Kompleks Cu(II) Dengan 8-hidroksikuinolin
Sintesis kompleks dilakukan dengan mencampurkan CuSO4.5H2O dan
ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol dengan perbandingan mol logam dan
mol ligan 1 : 2. Reaksi CuSO4.5H2O dengan 8-hidroksikuinolin menghasilkan
endapan yang berwarna hijau kecoklatan (0,275 gram; 67,530%), perhitungan
selengkapnya pada lampiran 1.
Indikasi terbentuknya kompleks Cu(II )-(8-hidroksikuinolin) ditandai oleh
adanya perubahan spektra elektronik CuSO4.5H2O yang merupakan bahan awal
dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh Gambar 26.
819.0 nm
a
605.0 nm
b
b
b
a
a
Gambar 26. Spektra Elektronik (a) CuSO4.5H2O (b) Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
dalam metanol
Gambar
26
menunjukkan
kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik
CuSO4.5H2O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin (Gambar 27).
Pada spektra kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) muncul tiga puncak serapan
yang kuat pada 316,5 nm, 333,5 nm dan 388,5 nm dan satu puncak serapan yang
lemah pada 605,0 nm, sedangkan CuSO4.5H2O mempunyai satu puncak serapan
yang lemah pada 819,0 nm. Hal ini mengindikasikan terbentuknya kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin).
37
38
Gambar 27. Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol
2. Sintesis Kompleks Fe(III) Dengan 8-hidroksikuinolin
Sintesis komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dilakukan dengan cara yang
sama dengan sintesis kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) yaitu dengan
mencampurkan FeCl3. 6H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol
dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 3. Reaksi FeCl3. 6H2O dengan
8-hidroksikuinolin menghasilkan endapan yang berwarna hitam (0,382 gram;
72,410%), perhitungan selengkapnya pada lampiran 1.
Indikasi terbentuknya komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) ditandai
dengan adanya perubahan spektra elektronik FeCl3.6H2O yang merupakan bahan
awal dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh gambar 28.
b
a
Gambar28. Spektra Elektronik (a) FeCl3.6H2O dan (b) Fe(III)(8-hidroksikuinolin)
dalam metanol.
38
39
Gambar
28
menunjukkan
kompleks
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik
FeCl3.6H2O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin. Pada spektra
kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) muncul puncak-puncak serapan yang kuat
pada 310 nm, 359,5 nm, 453,5 nm dan 576,5 nm, sedangkan spektra FeCl3.6H2O
mempunyai puncak serapan yang relatif lebih lemah pada pada 355 nm. Hal ini
mengindikasikan terbentuknya kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin).
B. Perkiraan Formula Kompleks
Formula kompleks 8-hidroksikuinolin dengan ion Cu2+ dan
Fe3+
diperkirakan dari pengukuran kadar logam (besi dan tembaga) dalam kompleks
dengan AAS, identifikasi H2O dengan DTA dan pengukuran daya hantar listrik
dengan konduktivitimeter.
1. Pengukuran Kadar Logam dalam Kompleks
Hasil pengukuran kadar besi dan tembaga dalam kompleks ditunjukkan
oleh Tabel 2, sedangkan kadar besi dan tembaga dalam kompleks secara teoritis
pada berbagai komposisi ditunjukkan oleh Tabel 3 dan 4 (data dan perhitungan
selengkapnya pada lampiran 2).
Tabel 2. Kadar Logam dalam Kompleks
No
Kompleks
1
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
(15,51± 0,4)%
2
Fe(III)-(8-Hidrosksi Kuinolin)
(10,59± 0,3)%
Tabel 3.
No
% Logam
Kadar besi dalam kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin pada
beberapa komposisi secara Teoritis
Formula Kompleks
Mr
% Cu
1.
Fe(8-hidroksikuinolin)3
491,317
11,38
2.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 H2O
509,332
10,96
3.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2
527,347
10,59
4.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)3
545,362
10,24
5.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)4
563,377
9,91
6.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)5
581,392
9,60
7.
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)6
599,407
9,31
39
40
Tabel 4. Kadar tembaga dalam kompleks tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin
pada beberapa komposisi secara teoritis
No
Formula Kompleks
Mr
% Cu
1.
Cu(8-hidroksikuinolin)2
353,872
17,96
2.
Cu(8-hidroksikuinolin)2.H2O
371,887
17,09
3.
Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)2
389,902
16,30
4.
Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)3
407,917
15,58
5.
Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)4
425,932
14,92
6.
Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)5
443,947
13,76
7.
Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)6
461,962
13,24
Formula kompleks ditentukan dengan membandingkan kadar logam hasil
eksperimen (Tabel 2) dengan kadar logam secara teoritis (Tabel 3 dan Tabel 4).
Dari perbandingan tersebut dapat diperkirakan bahwa formula kompleks
untuk
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
sedangkan
formula
adalah
kompleks
Cu(8-hidroksikuinolin)2(H2O)3,
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
adalah
Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2.
2. Identifikasi H2O dalam Kompleks
a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
Hasil pengukuran DTA untuk CuSO4.5H2O ditunjukkan oleh Gambar 29
sedangkan kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 30.
Gambar 29. Termogram DTA kompleks CuSO4. 5H2O
40
41
Pada termogram CuSO4.5H2O yang ditunjukkan oleh Gambar 29 muncul
tiga puncak endotermis pada 105,300C, 130,090C dan 266,870C.
0
Puncak
0
endotermis di dekat titik didih air (100 C) pada 105,30 C dan 130,090C
menunjukkan lepasnya molekul H2O dari CuSO4.5H2O terjadi dalam dua tahap.
Pada 266,870C diperkirakan CuSO4.5H2O terdekomposisi.
Gambar 30. Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
Gambar 30 menunjukkan dua puncak endotermis pada 118,460C dan
237, 520C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada 118,460C
mengindikasikan
adanya
molekul
H2O
yang
lepas
dari
kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 237,520C diperkirakan
kompleks terdekomposisi.
b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
Hasil pengukuran DTA FeCl3.6H2O ditunjukkan oleh Gambar 31
sedangkan kompleks Fe(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 32.
Gambar 31. Termogram DTA FeCl3.6H2O
41
42
Pada Gambar 31 tampak dua puncak endotermis pada 137,000C dan
236,900C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada 137,000C
menunjukkan lepasnya molekul H2O dari FeCl3.6H2O. Puncak pada 236,900C
diperkirakan FeCl3.6H2O terdekomposisi.
Gambar 32. Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
Gambar 32 menunjukkan dua puncak endotermis pada 105,380C dan
269,960C. Munculnya puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada
105,380C mengindikasikan adanya molekul H2O dalam kompleks Fe(III)-(8hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 269,960C diperkirakan kompleks
terdekomposisi.
3. Pengukuran Daya Hantar Listrik
Hasil pengukuran daya hantar listrik terhadap larutan sampel dan standar
dalam metanol ditunjukkan oleh Tabel 5. Perhitungan daya hantar listrik secara
lengkap terdapat pada lampiran 5.
Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks dalam
Metanol
No
Λ*m
Perbandingan
Larutan
2
-1
(S cm .mol )
Kation : Anion
1.
Metanol
0
2.
CuSO4.6H2O
5
1:1
3
CuCl2.2H2O
112
2:1
4
FeCl3.6H2O
200
3:1
5
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)
0
6
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)
0
-
42
43
Tabel 5 menunjukkan bahwa kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai hantaran molar sebesar 0 S cm2.mol-1.
Hal ini mengindikasikan kompleks bersifat non elektrolit, yang berarti tidak ada
anion bebas dalam kompleks dan ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada
atom pusat dalam bentuk anion.
Dengan demikian formula kompleks
Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)(H2O)3 adalah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O dan
kompleks Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3(H2O)2 adalah [Fe(8-hidroksikuinolin)3].
2H2O.
C. Karakterisasi Kompleks
1.
Harga
momen
Sifat Kemagnetan
magnet
efektif
(µeff)
kompleks
[Cu(8-
hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ditunjukkan oleh
Tabel 6 (Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4).
Tabel
No
6.
Harga Momen Magnet Efektif
(µeff) Kompleks [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
Kompleks
Mr
µeff rata-rata
1
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
407,917
1,85(0,02)
2
[Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
527,347
2,65(0,01)
Tabel 6 menunjukkan harga momen magnet efektif (µeff) kompleks
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O berada pada daerah 1,83-1,87 BM), yang berarti
kompleks bersifat paramagnetik dan tidak ada ikatan antara Cu-Cu.
Adanya
ikatan Cu-Cu dapat mengakibatkan kompleks bersifat diamagnetik dengan harga
momen magnet efektif (µeff) lebih kecil µs (1,73 BM) (Zvi and Ronald, 1991: 53).
Harga momen magnet efektif (µeff) kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].
2H2O berada pada daerah 2,64 – 2,66 BM, ini menunjukkan bahwa kompleks Fe
bersifat paramagnetik dengan satu elektron yang tidak berpasangan, yang berarti
8-hidroksikuinolin merupakan ligan kuat. Ligan yang kuat akan menyebabkan
pembelahan orbital eg dan t2g yang besar sehingga harga ∆0 besar dan elektron
pada orbital d lebih menyukai berpasangan (spin rendah).
43
44
2. Spektra Elektronik
Panjang gelombang maksimum (λmaka) dan absortivitas molar (ε)
CuSO4.5H2O, 8-hidroksikuinolin, [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O, FeCl3.6H2O
dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ditunjukkan oleh Tabel 7 (perhitungan
selengkapnya pada lampiran 3).
Tabel 7 Panjang Gelombang maksimum (λmaks), Absorbansi (A) dan Absortivitas
Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO4.5H2O, [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O, FeCl3.6H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].
2H2O
Mr
No
Kompleks
A
λmaks
ε
(nm)
(L.mol-1.cm-1)
1.
CuSO4.5H2O
249,70
819,00
0,0466
97,399
2.
FeCl3.6H2O
270,35
355,00
0,1057
344,30
3.
8-hidroksikuinolin
145,161
309,00
0,7290
2321,65
318,00
0,7002
2229.30
316.5
0,3721
2044,50
333.5
0,4403
2419,23
388,50
0.9730
5346,15
605.00
0.0170
93,4066
310.00
0.9955
3828,85
359,50
0.8828
3395,38
453,50
0.6717
2583,46
576,50
0.5207
2002,69
4.
5.
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].
3H2O
[Fe(8-hidroksikuinolin)3].
2H2O
Tabel
7
menunjukkan
407,917
527,347
kompleks
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
mempunyai tiga puncak serapan yang kuat yang ditandai dengan harga
absortivitas molar (ε) besar (> 1000 L.mol-1.cm-1), yaitu pada 316,5 nm, 333,5
nm, 388,5 nm dan satu puncak serapan yang lemah dengan harga absortivitas
molar (ε) yang kecil, yaitu pada 605,0 nm. Puncak serapan pada 316,5 nm, 333,5
nm, dan 388,5 nm diperkirakan merupakan hasil transisi π - π* ligan
8-hidroksikuinolin dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 316
nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam bebasnya
dimungkinkan adalah hasil transisi transfer muatan ligan ke logam. Hal yang
44
45
serupa terjadi pada kompleks [Cu(tropolonato)2] yang mempunyai puncak serapan
pada daerah 316 nm yang merupakan hasil transisi transfer muatan intramolekuler
ligan ke logam (Hasegawa, et al, 1997: 259-264). Puncak serapan pada 333,5 nm
dan 388,50 nm merupakan transisi π - π* dari ligan seperti yang ditunjukkan pada
spektra ligan 8-hidroksikuinolin bebas (Gambar 27) yang mempunyai dua puncak
serapan hasil transisi π - π* pada 309 nm dan 318 nm. Puncak serapan ini
bergeser kearah panjang gelombang yang lebih besar setelah terbentuk kompleks.
Pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar ini menunjukkan
terjadinya pergeseran batokromik yang disebabkan perubahan tingkat energi n, π
dan π * akibat terkoordinasinya ligan pada ion logam. Sedangkan puncak lemah
pada 605,0 nm dengan harga absortivitas molar (ε) relatif kecil bila dibandingkan
dengan absortivitas molar (ε) puncak yang lain diperkirakan merupakan hasil
transisi d-d, yaitu transisi 2Eg → 2T2g yang mengalami pergeseran kearah panjang
gelombang yang lebih kecil bila dibanding transisi yang sama dari CuSO4.5H2O
(819 nm). Hal ini mengindikasikan bahwa ligan 8-hidroksikuinolin lebih kuat
daripada H2O. Transisi 2Eg → 2T2g yang merupakan 10 Dq untuk kompleks
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O adalah 16528,925 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)=
197,714 kJmol-1 dan 12210,012 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)= 146,053 kJmol-1
untuk CuSO4.5H2O.
Pada spektra elektronik kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O muncul
empat puncak serapan kuat, yaitu pada 310,00 nm, 360,00 nm, 458,00 nm, dan
578,50 nm.
Puncak-puncak serapan ini dimungkinkan adalah hasil transisi
π - π* ligan dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 310,00 nm
dan 360,00 nm merupakan transisi π - π* dari ligan yang mengalami pergeseran
ke panjang gelombang yang lebih besar bila dibandingkan dengan puncak serapan
dari ligan 8-hidroksikuinolin bebas (309 nm dan 318 nm) seperti yang terjadi pada
kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O. Sedangkan puncak pada 458,00 nm,
dan 578,50 nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam
bebasnya merupakan transisi transfer muatan dari orbital pπ
atom oksigen
phenolat ke orbital dπ* besi(III). Hal yang serupa terjadi pada spektra elektronik
45
46
kompleks
[Fe(L)(N3)2]
(L=N-(2’-hydroxybenzyl)-N,N-bis(2-benzimidazolyl-
methyl) amine) yang memperlihatkan puncak serapan pada daerah 415-565 nm
yang disebabkan karena transisi transfer muatan orbital pπ atom oksigen phenolat
ke orbital dπ* besi(III)
(Wang, et al, 1997: 71-77). Pada spektra kompleks
[Fe(8-hidroksikuinolin)2].2H2O transisi d-d dari Fe3+ tidak teramati karena
dimungkinkan bertumpang tindih dengan transisi π - π* dari ligan yang
mempunyai daerah serapan yang hampir sama. Hal yang serupa terjadi pada
transisi 4T1g(F) → 4A2g pada kompleks Co2+ yang tidak teramati karena biasanya
berada tumpang tindih dengan dengan transisi
4
T1g(F) → 4T1g(P) (Lee, J.D.,
1994: 964). Pada FeCl3.6H2O puncak serapan yang merupakan hasil transisi d-d,
yaitu transisi 6A1g→ 4T2g berapada pada 355,00 nm.
Transisi 6A1g→ 4T2g yang
merupakan 10 Dq untuk FeCl3.6H2O adalah 28169,901 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6
cm-1)= 336,950 kJmol-1.
3. Spektra IR
a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
Spektra IR ligan bebas 8-hidroksikuinolin dan kompleks Cu(II)8-hidroksikuinolin ditunjukkan oleh Gambar 33 dan Gambar 34 sedangkan data
serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 8.
b
a
1500,5 cm
1326,9 nm
3444,6 nm
3159,43159,4
3159,4 nm
1504,4 cm
1288,4 nm
40
υ(
)
Gambar 33. Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b)
Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
46
47
b
a
1326,9 nm
3444,6 nm
1095,5 cm
1114,8 cm
3159,4 nm
1288,4 nm
40
υ(
)
Gambar 34. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O ulur (a) 8-hidroksikuinolin dan
(b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2)].3H2O
Tabel 8. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan
8-hidroksikuinolin (cm-1)
No
Senyawa
ṽ (C-O) ṽ (C-N)
ulur
ulur
fenol
aromatik
1. 8-hidroksikuinolin
1095,5
1288,4
2.
Cu(II)-8-hidroksikuinolin
1114,8
1326,9
Kompleks Cu(II)ṽ (C=N )
ulur
aromatik
1504,4
ṽ(O-H)
ulur
1500,5
3444,6
3159,4
Gambar 33 dan 34 atau Tabel 8 menunjukkan adanya pergeseranpergeseran
serapan
gugus
fungsi
yang
penting
pada
ligan
bebas
8-hidroksikuinolin. Serapan gugus gugus fumgsi C=N bergeser dari 1504,4cm-1
menjadi 1500,5 cm-1. Pergeseran serapan C=N kearah bilangan gelombang yang
lebih kecil pada spektra IR kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin disebabkan
melemahnya ikatan C=N karena koordinasi atom N dari gugus C=N pada atom
pusat (Cu2+).
Hal yang serupa terjadi pada kompleks Sn(II) dengan ligan
8-hidroksikuinolin, koordinasi atom N dari gugus C=N pada Sn(II) menyebabkan
serapan C=N mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih kecil (dari
1508 cm-1 ke 1500 cm-1) (Alafandy, M., et al, 1997: 175-179).
47
48
Pergeseran serapan berikutnya terjadi pada serapan gugus C-O ulur dari
1095,5 cm-1 menjadi 1114,8 cm-1. Pergeseran serapan ini mengindikasikan bahwa
gugus N tersier dan gugus C-O dari ligan terkoordinasi pada Cu membentuk
struktur bidentat. Hal ini juga ditunjang pergeseran serapan ulur C-N (dari 1288,4
cm-1 ke 1323,1 cm-1) dan setelah terbentuk kompleks, serapan OH mengalami
pergeseran yang cukup besar dari 3159,4 cm-1 ke 3444,6 cm-1, serapan OH pada
kompleks diperkirakan adalah serapan OH dari hidrat kompleks.
b. Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
Spektra IR ligan bebas 8-hidroksikuinolin dan kompleks Fe(III)- (8hidroksikuinolin) ditunjukkan oleh Gambar 35 dan Gambar 36 sedang data
serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 9.
b
a
1496,7 cm-1
3433,1 nm
3159,4 nm
1504,4 cm-1
1323,1 nm
1288,4 nm
υ(
)
Gambar 35. Spektra Serapan Gugus Fungsi N tersier (a) 8-hidroksikuinolin Dan
(b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
48
49
b
a
3433,1 nm
1095,5 cm-1
1107,1cm-1
3159,4 nm
1323,1 nm
1288,4 nm
υ(
)
Gambar 36. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O ulur (a) 8-hidroksikuinolin dan
(b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3)]2H2O
Tabel 9. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan
8-hidroksikuinolin (cm-1)
No
Senyawa
ṽ (C-O) ṽ (C-N)
ulur
ulur
fenol
aromatik
1. 8-hidroksikuinolin
1095,5
1288,4
2. Fe(III)-8-hidroksikuinolin
1107,1
1323,1
Kompleks Fe(III)ṽ (C=N )
ulur
aromatik
1504,4
1496,7
ṽ(O-H)
ulur
3159,4
3433,1
Gambar 35 dan 36 atau Tabel 9 menunjukkan serapan gugus fumgsi C=N
ligan bebas mengalami pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih besar
setelah membentuk kompleks (dari 1504,4cm-1 ke 1496,7cm-1 ), demikian pula
serapan gugus
C-O ulurnya juga mengalami pergeseran kearah bilangan
gelombang yang lebih besar (1095,5 cm-1 menjadi 1107,1 cm-1).
Pergeseran
serapan ini mengindikasikan adanya koordinasi antara gugus N tersier dan gugus
C-O dari ligan dengan Fe membentuk struktur bidentat. Hal ini juga ditunjang
adanya pergeseran serapan ulur C-N (1288,4 cm-1 ke 1323,1 cm-1) dan setelah
terbentuk kompleks, serapan OH mengalami pergeseran yang cukup besar dari
3159,4 cm-1 ke 3433,1 cm-1, serapan OH pada kompleks ini diperkirakan adalah
serapan OH dari hidrat kompleks.
49
50
D. Perkiraan Struktur Kompleks
1. Perkiraan Struktur Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
Dari hasil pengukuran kadar Cu dalam kompleks (15,51± 0,4 %) dan di
bandingkan dengan kadar
Cu secara teori ( Tabel 4) menunjukkan formula
kompleks Cu(8-hidroksikuinolin)2(H2O)3.
Pengukuran DTA mengindikasikan
adanya molekul H2O dalam kompleks.
Pengukuran daya hantar listrik
menunjukkan bahwa kompleks bersifat non elektrolit tidak ada anion bebas (sisa
asam) dalam kompleks yang berarti ligan terkoordinasi dalam kompleks dalam
bentuk
anion.
Berdasarkan
data
tersebut,
formula
kompleks
Cu(8-
hidroksikuinolin)2 (H2O)3 diperkirakan adalah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O.
Data spektrum IR menunjukkan ligan terkoordinasi pada atom pusat Cu
pada atom N tersier dan atom O dari gugus C-O membentuk struktur bidentat.
Dengan demikian struktur kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O diperkirakan
seperti ditunjukkan oleh Gambar 37.
O
N
Cu
3 H 2O
N
O
Gambar 37. Perkiraan Struktur [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
2. Perkiraan Struktur Kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
Dari hasil pengukuran kadar Fe dalam kompleks (10,59 ± 0,3) % dan di
bandingkan dengan kadar
Fe secara teori ( Tabel 3) menunjukkan formula
kompleks Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2.
adanya molekul H2O dalam kompleks.
50
Pengukuran DTA mengindikasikan
Pengukuran daya hantar listrik
51
menunjukkan bahwa kompleks bersifat non elektrolit tidak ada anion bebas (sisa
asam) dalam kompleks yang berarti ligan terkoordinasi dalam kompleks dalam
bentuk
anion.
Berdasarkan
data
tersebut,
formula
kompleks
Fe(8-
hidroksikuinolin)3 (H2O)2 diperkirakan adalah [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O.
Data spektrum IR menunjukkan ligan terkoordinasi pada atom pusat Cu
pada atom N tersier dan atom O dari gugus C-O membentuk struktur bidentat.
Dengan demikian struktur kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O diperkirakan
seperti ditunjukkan oleh Gambar 38.
O
N
N
Fe
O
O
N
Gambar 38. Perkiraan Struktur [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
51
2 H 2O
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan:
1. Sintesis kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan CuSO4.5H2O dan
ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol
pada perbandingan mol logam : mol ligan =1: 2 sedangkan sintesis kompleks
Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dilakukan dengan mencampurkan FeCl3.6H2O
dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol pada perbandingan mol logam :
mol ligan = 1: 3.
2. a. Formula kompleks yang terbentuk diperkirakan [Cu(8-hidroksikuinolin)2].
3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2 H2O
b. Karakteristik kompleks dari Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin
antara lain:
1).
Serapan maksimum untuk kompleks Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
adalah
316,50
nm
(ε=
2044,50
L.mol-1.cm-1),
333,50
nm
(ε= 2419,23 L.mol-1.cm-1), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) dan
605,00 nm (ε= 93,4066 L.mol-1.cm-1) sedangkan serapan maksimum
untuk kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3] .2H2O adalah 310,00 nm
(3828,85 L.mol-1.cm-1), 359,50 nm (ε= 3395,38 L.mol-1.cm-1),
458,00
nm
(ε
=
2583,46
L.mol-1.cm-1)
dan
578,50
nm
(ε =2002,69 L.mol-1.cm-1).
2).
Kompleks bersifat paramagnetik dengan μeff = 2,64 – 2,66 BM
untuk [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O dan μeff = 1,83-1,87 BM untuk
[Cu(8-hidroksikuinolin)2] .3H2O.
3).
Spektra IR mengindikasikan atom N tersier dan atom O gugus C-O
ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat Cu(II) dan
Fe(III).
52
53
B. Saran
Untuk kelanjutan dari penelitian ini diperlukan pengukuran kadar C, H, N,
dan
O
kompleks
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
dan
kompleks
[Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O dengan mikroanalisis dan perlu dibuat kristal
tunggal untuk selanjutnya dianalisis secara kristalografi.
Sifat elektrokimia
kompleks besi dan tembaga perlu dipelajari untuk mengetahui adanya transfer
muatan atau reaksi redoks yang terjadi dengan voltametri siklis.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Alafandy, M., Willem, R., Mahieu, B., Alturky, Maher., Gielen, M., Biesemans,
M., Legros, F., Camu, F., Kauffmann, J.M., 1997, ”Preparation and
Characterization of Bis (8-quinolinato)tin(II)”, Inorganica Chemica Acta,
Vol 255, 175-179.
Alzuet, G., Casannova, J., Gracia, S., Guiterez, A., 1998, “Copper Complexes
Modelling The Interaction Between Benzolamida and Cu-Substituted
Carbonic Anhydrase Crystal Structure of [Cu(bz)(NH3)4] Complexes”.
Inorganica Chemica Acta”, Vol 273, 334 – 338.
Atkins, P.W., 1990, Physical Chemistry. Oxford University Press. Oxford.
Alih Bahasa: Kartohadiprodjo, I.I., 1999, Kimia Fisika, Jilid Kedua.
Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Currell, G., 1987, Analytical Chemistry, John Willey and Sons, London.
Cotton, F.A and Wilkinson G, 1989, Advanced Inorganic Chemistry, Fifth
Edition, John Wiley and Sons Inc, New York.
Day, M. C. and Selbin, J., 1985, Theoritical Inorganic Chemistry, Second
Edition, East-West Press, New Delhi.
Fessenden, R.J, and J.S., Fessenden, 1984, Kimia Organik II, Alih Bahasa
Pudjatmaka, A. H., Edisi 2, Erlangga, Jakarta.
Hasegawa, M., Inomaki, Y., Inayosi, T., Hoshi, T. and Kobayashi, M., 1996,
“Electronic
Transitions
and
Electronic
Structure
of
Bis
(Tropolonato)Copper(II)”, Inorganica Chemica Acta, Vol 257, 259-264.
Hendayana, S., Kadarohmah, A., Sumarna, A.A., Supriatna, A., 1994, Kimia
Analitik Instrumen, edisi ke-1, IKIP Semarang, Semarang.
Huheey, J.E. and Keither, R. L., 1993, Inorganic Chemistry, Fourth Edition,
Hamper Collins College Publisher, New York.
Jolly, W. L., 1991, Modern Inorganica Chemistry, 2nd Edition, McGraw-Hill Inc,
NewYork.
Kayal, A., and Lee, S. C., 2002, “3,3’-Bis(triphenylsilyl)biphenoxide as a
Sterically Hindered Ligand on Fe(II), Fe(III), and Cr(II)”, Inorganic
Chemistry, Vol 41, 321-330.
54
55
Kemp, W., 1987, Organic Spestroscopy, Second Edition, Macmillan Publisher,
London.
Khopkar. S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Lee, J. D., 1994, Concise Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Chapmann and
Hall, London.
Macias, B., Villa, M. V., Garcia, I., Castineiras, A., Borras, B., and Marin, R.C.,
2003, “Copper Complexes with Sulfonamid: Crystal Structure an
Interaction with pUC 18 Plasmid and Hydrogen Peroxide”, Inorganica
Chemica Acta, Vol 342, 241-246.
Madan, R.D., 1987, Modern Inorganic Chemistry. S. Chand and Company Ltd.
New Delhi
Miessler, G. L. and Tarr, D..A., 1991, Inorganic Chemistry, Prentice Hall, New
Jersey.
Schunack, V., Mayer, K., Haake, M., 1983, Arneistoffe, Lehrbunch Der
Pharmazentisch Chemie, Alih bahasa Wattimena, J. R., dan Soebito, S.,
1990, Senyawa Obat, Buku pelajaran Kimia Farmasi, Edisi ke 2, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Sharpe, A. G., 1992, Inorganica Chemistry, Third Eddition, Oxford University
Press, Oxford.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morril, C., 1986, Penyelidikan Spektrometrik
Senyawa Organik, Terjemahan : Hartono, A. J. dan Purba, A. V.,
Erlangga, Jakarta.
Skoog, A., Douglas, H., James, F., 1998, Principles of Instrumental Analysis,
Fifth Edition, Thomson Learning Inc, Australia.
Sukardjo, 1992, Kimia Anorganik, Bina Aksara, Yogyakarta.
Szafran, Z., Pie, R. and Singh, M., 1991, Microscale Inorganic Chemistry, John
Willey and Sons Inc. Canada.
Syarifudin Nuraini, 1994, Ikatan Kimia, UGM Press. Yogyakarta.
Urena, H.F., Paulido, S.B., Moreno, M. N., 1998, “Synthesis and Structural
Studies on Metal Nitrat Complex with 1,3-Dimethillumazine and 1,3,6,7Tetramethilumazine: Crystal Structure of Two New Cobalt(II) and
Copper(II) Three Dimensionally Hidrogen-Bonded Complexes and
55
56
Cadmium Complex with Unsual Geometry, Inorganica Chemica Acta, Vol
277, 103-110.
Wagner, C.C., and Baran, E. J., 2002, Vibration Spectra of Bis(LMethionato)Copper(II), Acta Farm. Bonaerense, Vol. 21, No. 4 , 287-290.
Wang, S., Wang, L., Wang, X., and Luo, Q., 1997, Synthesis, Characterization
and Crystal Structure of a New Tripodal Ligand Containing Imidazole and
Phenolate Moieties and Its Iron(III) Complexes, Inorganica Chemica Acta,
Vol 254, 71-77.
Wilson and Gisvold, 1982, Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical
Chemistry, 8th edition Harper and Row Publisher, Philadelphia.
Zvi and Ronald, M. P., 1991, Inorganic Microscale Laboratory Techniques, John
Wiley and Sons, New York.
56
57
LAMPIRAN I
Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks
1. Kompleks tembaga(II) dengan 8-Hidroksikuinolin (HOx)
Persamaan reaksi sintesis kompleks tembaga(II) dengan 8-Hidroksikuinolin
adalah:
CuSO4.5H2O + 2(HOx)
[Cu(Ox)2].3H2O +
2H2O + 2H+ +
SO42Mula-mula : 1 mmol
2 mmol
Bereaksi
: 1 mmol
2 mmol
Sisa
: -
1 mmol
-
1 mmol
Dari persamaan reaksi di atas diperoleh perbandingan mol:
CuSO4.5H2O: 8-Hidroksikuinolin : [Cu(Ox)2].3H2O = 1 : 2 : 1
Dalam sintesis digunakan:
CuSO4.5H2O
= 1 mmol
8-Hidroksikuinolin
= 2 mmol
Maka secara stokiometri jumlah [Cu(Ox)2].3H2O yang dihasilkan adalah:
1 mmol = 1.10-3 x 407.917 gmol-1
= 0,408 gr
Jumlah [Cu(Ox)2].3H2O hasil percobaan adalah 0,275 gr
Re ndemen =
0.275
x100% = 67.53%
0.408
2. Kompleks besi(III) dengan 8-Hidroksikuinolin (HOx)
Persamaan reaksi sintesis kompleks besi(II) dengan 8-hidroksikuinolin
adalah:
[Fe(Ox)3].2H2O + 3H2O +3Cl- +
FeCl3.6H2O + 3(HOx)
3H+
Mula-mula :
1 mmol
3 mmol
Bereaksi
:
1 mmol
3 mmol
Sisa
:
-
1 mmol
-
1 mmol
Dari persamaan reaksi di atas diperoleh perbandingan mol:
FeCl3.6H2O: 8-Hidroksikuinolin: [Fe(Ox)3].2H2O = 1 : 3 : 1
Dalam sintesis digunakan:
FeCl3.6H2O
= 1 mmol
57
58
[Fe(Ox)3].2H2O
= 3 mmol
Maka secara stokiometri jumlah [Fe(Ox)3].2H2O yang dihasilkan adalah:
1 mmol = 1.10-3 x 527,347gmol-1
= 0.527 gr
Jumlah [Fe(Ox)3].2H2O hasil percobaan adalah 0,382 gr
Re ndemen =
0.382 g
x100% = 72.41%
0.527 g
58
59
LAMPIRAN 2
Pengukuran Kadar Temabaga dan Besi dalam Kompleks dengan
Spektrofotometer Serapan Atom (SAA)
A. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
mbar 1. Kurva standar tembaga
Kadar tembaga dalam masing-masing sampel dapat diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut :
Konsentrasi Cu (ppm) =
Berat Cu(mgr)
Volume Laru tan (l)
Berat Cu (mgr) = Konsentrasi Cu(ppm) x Volume larutan (l)
%Cu =
BeratCu ( gr )
x100%
Berat sampel ( gr )
59
60
Tabel lampiran 1. Data dan hasil pengukuran kadar Cu dengan AAS dalam
komplek Cu(II)-(8-Hidroksikuinolin)
No
Volume
Berat
Sampel Larutan
(ml)
(mgr)
1
1,4
50
2
2,6
50
3
2,1
50
Konst. Cu
Hasil PengUkuran(pp
m)
Abs
Hasil
AAS
0,2007
0,2029
0,1958
0,3598
0,3546
0,3639
0,2957
0,2896
0,2848
4,4116
4,4620
4,2995
8,0519
7,9330
8,1458
6,5853
6,4457
6,3359
B. [Fe(III)-(8-Hidroksikuinolin)3].2H2O
Gambar 2. Kurva standar tembaga
60
Massa
Cu
(mgr)
0,2206
0,2231
0,2150
0,4026
0,3966
0,4073
0,3293
0,3223
0,3168
Cu
(%)
15,7571
15,9357
15,3571
15,4846
15,2554
15,6654
15,6809
15,3476
15,0857
Ratarata
%Cu
(15,51
± 0,4)
61
Kadar besi dalam masing-masing sampel dapat diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut :
Konsentrasi Fe(ppm) =
BeratFe(mgr )
VolumeLaru tan( L)
Berat Fe (mg) = konsentrasi Fe (ppm) x volume larutan (mL) x 10-3 sehingga:
% Fe =
BeratFe(mgr )
x100%
BeratSampel (mgr )
Tabel lampiran 2.
No
Berat
Sampel
(mgr)
Data dan hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS dalam
komplek Fe(III)-(8-Hidroksikuinolin)
RataMassa Fe
Konst. Fe
Abs
Volume
(%)
rata
Fe
Hasil PengHasil
Larutan
%Co
Ukuran(ppm) (mgr)
AAS
(ml)
1
1,1
50
2
1,4
50
3
1,0
50
0,1068
0,1070
0,1062
0,1351
0,1366
0,1337
0,0992
0,0988
0,0963
61
2,3154
2,3204
2,3004
3,0209
3,0583
2,9860
2,1259
2,1159
2,0536
0,1158
0,1160
0,1150
0,1510
0,1529
0,1493
0,1063
0,1058
0,1027
10,5273
10,5454
10,4545
10,7857
10,9214
10,6643
10,6300
10,5800
10,2700
(10,59
± 0,3)
62
LAMPIRAN 3
Pengukuran Sampel Kompleks dengan Differential Thermal Analyzer (DTA)
Kondisi pengukuran pada penentuan adanya H2O dalam sampel senyawa
kompleks ditunjukan dalam tabel :
Tabel lampiran 3. Kondisi Pengukuran Sampel Kompleks
dengan DTA
N
o
Kondisi
CuSO4.5H2O
[Cu(Ox)2].
3H2O
FeCl3.6H2O
[Fe(Ox)3].
2H2O
1.
Berat Sampel
(mg)
26,00
18,00
20,00
18,00
2.
Sel
Platinum
Platinum
Platinum
Platinum
3.
Tekanan Gas
Nitrogen
Nitrogen
Nitrogen
Nitrogen
3
3
3
20, 50, 50
20, 50, 50
20, 50, 50
150,300,500
150,300,500
150,300,500
4.
Kecepatan Alir
3
(mL/menit)
Suhu 20, 50, 50
5. Kecepatan
0
( C /menit)
Suhu
150,300,500
Pemanasan (0C)
62
63
LAMPIRAN 4
Penentuan Momen Magnet Efektif
Hasil penentuan kerentanan magnetik kedua kompleks ditunjukkan oleh
Tabel 4.
Tabel lampiran 4. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik
No
Kompleks
L
(mm)
M (g)
T (0C)
Xg (cgs)
1.
[Cu(Ox)2]. 3H2O
17
17
17
0,062
0,067
0,068
25
25
25
3,000. 10-6
2,948. 10-6
3,075. 10-6
2.
[Fe(Ox)3]. 2H2O
17
17
17
0,034
0,036
0,035
25
25
25
5,000. 10-6
5,114. 10-6
5,046. 10-6
Keterangan:
L = tinggi sampel daalam tabung MSB (mm)
M = berat sampel dalam tabung MSB (gram)
Xg = kerentanan massa (cgs)
T = suhu pada waktu pengukuran (oC)
Kerentanan molar (XM) dengan persamaan (15):
XM = Xg x Mr……………………………………… (15)
Dimana Mr adalah massa molekul relatif dari kompleks yang diukur.
Kerentanan yang terkoreksi XA dapat dihitung dengan persamaan (16):
XA = XM - XL……………………………………… (16)
XL adalah faktor koreksi diamagnetik.
Nilai Koreksi diamagnetik untuk beberapa ion adalah sebagai berikut :
Cu2+
= -13 x 10-6 c.g.s
C
= -6 x 10-6 c.g.s
H
= -2,93 x 10-6 c.g.s
63
64
N
= -4,61 x 10-6 c.g.s
O
= -4,61 x 10-6 c.g.s
H2O
= -13 x 10-6 c.g.s
Besarnya momen magnetik dihitung berdasarkan persamaan:
μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM.
1. Kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O
Data pertama untuk [Cu(Ox)2]. 3H2O
Xg = 3,000. 10-6 cgs
Mr = 407,917
XM = Xg x Mr
XM = 3,000. 10-6 x 407,917 = 0,001224 c.g.s
Koreksi diamagnetik:
Cu2+
= 1 x (-13. 10-6)
= -13 x 10-6
H2O
= 3 x (-13. 10-6)
= -39,00 x 10-6
C
= 9 x (-6. 10-6)
H
= 6 x (-2,93. 10-6) = -17,58 x 10-6
N
= 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6
O
= 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6
= -54,00 x 10-6
ΣXL = -2,136 x 10-4 c.g.s
XA = XM - XL
= 0,001224 – (-2,136 x 10-4)
= 0,00144 c.g.s
μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM.
= 2,828 (0,00144 x 298,15)1/2
= 1,85 BM
Dengan cara yang sama diperoleh harga μeff untuk kompleks [Cu(Ox)2].
3H2O pada pengukuran kedua dan ketiga sebesar 1,83 BM dan 1,87 BM, sehingga
64
65
harga momen magnet rata-rata kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O adalah 1,85 ± 0,02
BM, seperti ditunjukkan oleh tabel 7
Tabel lampiran 5. Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari sampel kompleks
[Cu(Ox)2]. 3H2O
N
Kompleks
Mr
Xg
XM
XA
μeff
o
1
μeff ratarata
[[Cu(Ox)2]. 3H2O
407,917 3,000.10-5
0,001224
0,001438
1,85
1,85 ±
2,948. 10-6 0,001202
0,001416
1,83
0,02
3,075. 10-6
0,001468
1,87
0,001254
2. Kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O
Data pertama untuk [Fe(Ox)3]. 2H2O
Xg = 5,000. 10-6 c.g.s
Mr = 527,347
XM = Xg x Mr
XM = 5,000. 10-6 x 527,347= 2,637. 10-3 c.g.s
Koreksi diamagnetik:
Fe3+
= 1 x (-13. 10-6)
= -13 x 10-6
H2O
= 2 x (-13. 10-6)
= -26,00 x 10-6
C
= 9 x (-6. 10-6)
H
= 6 x (-2,93. 10-6) = -17,58 x 10-6
N
= 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6
O
= 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6
= -54,00 x 10-6
ΣXL = -2,814 x 10-4 c.g.s
XA = XM - XL
= 2,637. 10-3 – (-2,814. 10-4)
= 2,918.10-3 cgs
65
66
μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM.
= 2,828 (2,918.10-3 x 298,15)1/2
= 2,64 BM
Dengan cara yang sama diperoleh harga μeff untuk kompleks [Fe(Ox)3].
2H2O
pada pengukuran kedua dan ketiga sebesar 2,65 BM dan 2,66 BM,
sehingga harga momen magnet rata-rata kompleks [Fe(Ox)3].2H2O adalah 2,65 ±
0,01 BM, seperti ditunjukkan oleh Tabel 8.
Tabel lampiran 6. Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari
sampel kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O
No
1
Kompleks
[Fe(Ox)3].
2H2O
Mr
Xg
XM
XA
μeff
527,347
5,000.10-6
2,637.10-3
2,918.10-3
2,64
μeff ratarata
2,65 ±
5,046.10-6
2,661.10-3
2,942.10-3
2,65
0,01
5,114.10-6
2,697.10-3
2,978.10-3
2,66
66
67
LAMPIRAN 5
Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan Konduktivitimeter
k = daya hantar (μS. cm-1)
harga Λ pada Tabel 7 diperoleh dari persamaan:
Tabel lampiran 7. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Sampel Kompleks
dalam Metanol
K
K*
-1
(μScm ) (μScm-1)
^*m
Kat :
(Scm2mol-1) Ani
N
o.
Larutan
Pelarut
C (M)
1
Metanol
-
-
-
-
-
-
2
NiSO4.6H2O
10-3
6
6
6
1: 1
3
CuSO4.5H2O
Metanol
Metanol
10-3
5
5
5
1: 1
CuCl2.5H2O
Metanol
-3
112
112
112
1: 2
AlCl3.6H2O
Metanol
-3
205
205
205
1: 3
FeCl3.6H2O
Metanol
-3
200
200
200
1: 3
7
Cu(II)-(8hidroksikuinolin)
Metanol
10
-4
0
0
0
-
9
Fe(III)-(8hidroksikuinolin)
Metanol
10-4
0
0
0
-
4
6
7
10
10
10
k∗
Λ=
1000C
Keterangan:
k* = daya hantar spesifik terkoreksi = K - Kpelarut (μS. cm-1)
Λ = daya hantar molar (S.cm2.mol-1)
C = konsntrasi larutan (mol. L-1)
67
68
LAMPIRAN 6
Perhitungan Nilai Absorptivitas Molar
Hukum Lambert-Beer menyatakan:
A = ε. b. C
Keterangan:
A
= absorbansi
ε
= absorptivitas molar (L. mol-1. cm-1)
b
= jarak yang ditempuh sinar (cm)
C
= konsentrasi (mol. L-1)
Maka dapat dihitung besarnya aborptivitas molar 8-hidroksikuinolin
FeCl3.6H2O,
CuSO4.5H2O,
[Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
[Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O.
1. 8-Hidroksikuinolin
Pada λmak = 309 nm
A = 0,7290
b
= 1 cm
C = 3,14. 10-4 M
Maka:
ε =
0,729
A
=
= 2321,65 L−1mol cm −1
−4
b.C 3,14.10
Pada λmak = 318 nm
A = 0,7002
b
= 1 cm
C = 3,14. 10-4 M
Maka:
ε =
A
0,7002
=
= 2229.94 L−1mol cm −1
−4
b.C 3,14.10
2. CuSO4.5H2O
Pada λmak = 819 nm
A = 0,0466
68
dan
69
b
= 1 cm
C = 1,25. 10-3
Maka:
ε =
A
0,0466
=
= 97,399 L−1mol cm −1
b.C 1,25.10 − 3
3. [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
Pada λmak = 316,5 nm
A = 0,3721
b
= 1 cm
C = 1,82. 10-4 M
Maka:
ε =
0,3721
A
=
= 2044,50 L−1mol cm −1
−4
b.C 1,82.10
Pada λmak = 333,5 nm
A = 0,4403
b
= 1 cm
C = 1,82. 10-4 M
Maka:
ε=
0,4403
A
=
= 2419,23 L−1mol cm −1
−4
b.C 1,82.10
Pada λmak = 388,5 nm
A = 0.9730 llll
b
= 1 cm
C = 1,82. 10-4 M
Maka:
ε =
A
0,9730
=
= 5346,15 L−1mol cm −1
b.C 1,82.10 − 4
Pada λmak = 605 nm
A = 0.0170
b
= 1 cm
C = 1,82. 10-4 M
69
70
Maka:
ε =
A
0,0170
=
= 93,4066 L−1mol cm −1
−4
b.C 1,82.10
4. FeCl3.6H2O
Pada λmak = 316 nm
A = 0,1057
b
= 1 cm
C = 3,07. 10-4 M
Maka:
ε =
A
0,1057
=
= 344,30 L−1mol cm −1
b.C 3,07.10 − 4
5. [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
Pada λmak = 310 nm
A = 0,9955
b
= 1 cm
C = 2,6. 10-4 M
Maka:
ε =
0,9955
A
=
= 3828,85 L−1mol cm −1
−4
b.C 2,6.10
Pada λmak = 359,5 nm
A = 0,8828
b
= 1 cm
C = 2,6. 10-4 M
Maka:
ε =
A
0,8828
=
= 3395,38 L−1mol cm −1
b.C 2,6.10 − 4
Pada λmak = 453,50 nm
A = 0,6717
b
= 1 cm
C = 2,6. 10-4 M
Maka:
70
71
ε =
A
0,6717
=
= 2583,46 L−1mol cm −1
−4
b.C 2,6.10
Pada λmak = 576,5 nm
A = 0,5207
b
= 1 cm
C = 2,6. 10-4 M
Maka:
ε =
A
0,5207
=
= 2002,69 L−1mol cm −1
b.C 2,6.10 − 4
71
72
LAMPIRAN 7
Perhitungan Energi Transisi 10 Dq
Besarnya energi transisi 10 Dq diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut:
υ = 1/λ cm-1
Energi transisi 10 Dq = υ x 1 kJmol-1/ 86,3 cm-1
A. CuSO4.5H2O
λ = 819 nm
υ = 12210,012 cm-1
Energi transisi 10 Dq = 12210,012 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)
= 146,053 kJmol-1
B. [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
λ = 605 nm
υ = 16528,925 cm-1
Energi transisi 10 Dq = 16528,925 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)
= 197,714 kJmol-1
C. FeCl3.6H2O
λ = 355 nm
υ = 28169,901 cm-1
Energi transisi 10 Dq = 28169,901 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)
= 336,950 kJmol-1.
D. [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
Pada kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O transisi d-d tidak teramati
maka Energi transisi 10 Dq tidak dapat ditentukan
72
73
LAMPIRAN 8
Spektra Infra Merah
Gambar
lampiran 3 . Spektra Infra Merah Ligan 8-hidroksikuinolin
73
74
Gambar lampiran 4. Spektra Infra Merah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O
74
75
Gambar lampiran 5. Spektra Infra Merah [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O
75
Download