Kepemimpinan Dalam Masa Transisi

advertisement
Paper
Seminar on Knowledge Innovation & Change
Kepemimpinan Dalam Masa Transisi
Studi Literatur
Dosen:
Rhenald Kasali, PhD
Nama Mahasiswa :
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi
8605210299
Program Doktor Strategic Management
Program Studi Ilmu Manajemen
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Ekonomi
Universitas Indonesia
27 Januari 2007
Pendahuluan
Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika terjadi
perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Perusahaan mengalami masa transisi
apabila terjadi perubahan baik yang terjadi di lingkungan internal seperti perubahan
manajemen, pemilik maupun adanya perubahan pada faktor eksternal seperti perubahan
politik–pemerintahan, regulasi, kondisi sosial ekonomi, pengaruh global dan lain sebagainya. Dalam setiap perubahan seringkali terjadi hal – hal yang di luar kebiasaan, atau
esensi dari perubahan itu sendiri adalah mengubah kebiasaan.
Tidak semua individu dalam organisasi menyukai perubahan, menjadi wajar bila
dalam setiap perubahan selalau muncul pro dan kontra. Sebagai akibatnya, sumber daya
perusahaan akan terpakai dalam wacana pro-kon menyusul rencana dan implementasi
perubahan. Selama proses perubahan, atau masa transisi terjadi kecenderungan resiko
yang semakin membesar bagi perusahaan. Resiko dapat muncul misalnya dari aksi
pemogokan atau sabotase oleh mereka yang tidak menyetujui perubahan, atau aksi
sebaliknya dari mereka yang mendukung.
Dalam masa transisi, muncul berbagai kendala yang dapat bersifat kritis bagi
perusahaan. Sebagai contoh ketika Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) melakukan privatisasi Indosat, menjelang dan sesudah proses penjualan saham
NKRI terjadi penolakan yang cukup besar, tidak saja dari kalangan internal, manajemen
dan pegawai; namun juga dari lingkungan luar perusahaan seperti politisi, pengamat, dan
lain sebagainya. Demikian juga ketika sebuah perusahaan layanan jasa telekomunikasi
(PT. PJN) baru saja diambil alih manajemen dan kepemilikannya oleh investor baru,
terjadi penolakan oleh sebagian karyawan dan bahkan muncul keraguan di pihak
Pemerintah untuk menyetujui manajemen baru.
Dalam situasi transisi, peran kepemimpinan yang cerdas, kuat dan akomodatif
sangat diperlukan. Cerdas dalam pengertian memahami bisnis dan organisasi yang
dipimpinnya, mampu membuat arah dan harapan baru bagi semua stakeholder, memiliki
kompetensi manajerial, dan mempunyai kecerdasan intuisi kepemimpinan. Kuat dalam
pengertian cerdas, tegas, berani membuat keputusan yang tidak popular, konsisten
dengan semua resiko yang mungkin muncul dari keputusan yang diambilnya, memiliki
keberanian untuk menghadapi semua pihak yang berseberangan atau masih ragu dengan
kepemimpinannya. Akomodatif dalam pengertian dapat menaungi semua pihak
(termasuk yang tidak menyukainya) ke dalam satu kesatuan organisasi, mampu
memberikan keteladanan bagi anak buah, serta memiliki kemampuan menjalin hubungan
harmonis berdasarkan saling menghormati.
Transisi Sebuah Fase Dalam Perubahan
Transisi mengandung makna sebagai sebuah episode dalam skenario perubahan,
mengindikasikan suatu masa di antara sedikitnya dua keadaan: sesudah keputusan
perubahan hingga pengaruh perubahan menjadi normal. Artinya, transisi diawali ketika
keputusan yang berdampak perubaan dibuat dan berakhir manakala sasaran keputusan
sudah tercapai, atau setidaknya kondisi organisasi yang terpengaruh oleh keputusan yang
berdampak perubahan tersebut sudah berada pada posisi normal.
Alam juga mengenal masa transisi, yang disebut Pancaroba, masa di antara
transisi musim. Biasanya dalam masa pancaroba ini, banyak orang yang terkena penyakit,
akibat kekebalan tubuhnya tidak tahan terhadap pengaruh pergantian musim. Gejala lain
yang acap terlihat dalam masa pancaroba antara lain lingkungan tidak nyaman, kadang
kering kadang hujan, udara lembab, bagi sebagian orang yang memiliki penyakit asma
sungguh merupakan suatu siksaan.
Di dalam organisasi yang mengalami masa transisi, banyak kejadian yang
menunjukkan kekacauan, kekhawatiran, hilangnya percaya diri, penurunan kinerja, dan
bahkan dapat muncul pemogokan.
Penyebab Perubahan
Perubahan dapat terjadi karena adanya dorongan dari dalam dan atau luar
lingkungan perusahaan. Selera pelanggan yang berubah, atau muncul dan makin kuatnya
pesaing baru merupakan dua contoh faktor luar yang dapat menjadi pemicu perubahan.
Selain dua hal tersebut, perubahan yang disebabkan faktor eksternal dapat terjadi karena
adanya perubahan regulasi pemerintah, desakan globalisasi, perubahan tatanan industri,
maupun desakan masyarakat. Dalam kondisi lingkungan bisnis yang berubah, perusahaan
suka atau tidak, mau atau tidak, dipaksa untuk berubah, bila masih ingin tetap eksis.
Selain faktor eksternal, perubahan juga dapat terjadi karena adanya dorongan dari
lingkungan internal, seperti adanya keinginan untuk meningkatkan produktivitas,
ketrampilan dan kompetensi inti, teknologi, regenerasi, atau akan diluncurkannya produk
– produk baru yang sekaligus menghendaki perubahan proses bisnis.
Faktor Kritis Berkaitan Dengan Perubahan
Karakter pribadi pemimpin dapat memengaruhi sukses-gagalnya perubahan.
Perubahan membutuhkan pemimpin yang kuat, memiliki kompetensi yang mencukupi,
serta memahami anak buah sehingga terbangunlah kesepahaman (resonance) antara
pimpinan dan anak buah (Boyatzis & McKee, 2005). Perubahan yang sukses ditandai
dengan kepemimpinan kuat yang berkarakter (Kasali, 2006).
Faktor kritis lain yang perlu dicermati dalam melakukan perubahan adalah
Regulasi Pemerintah. Bagi industri atau perusahaan yang bergerak di bidang tertentu,
seperti, namun tidak terbatas pada: telekomunikasi, perbankan, asuransi, farmasi peranan
regulasi sangat penting. Sebelum dan selama proses perubahan
•
pemimpinan
•
Regulasi
•
Pengukuran kinerja
•
Situasi eksternal (sosial, politik dan ekonomi)
•
Psikologi dari peKerubahan
•
Kompleksitas dari proses bisnis
•
Waktu
Memimpin Perubahan
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab kepemimpinan
yang sangat penting dan sulit (Yukl, 2002). Beberapa ahli kepemimpinan bahkan
berpendapat, kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi kepemimpinan
yang sebenarnya, hal–hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua belaka (Murphy, 2002).
Kepemimpinan yang efektif diperlukan guna revitalisasi organisasasi serta memfasillitasi
adaptasi perubahan lingkungan. Perubahan besar di dalam organisasi pada umumnya
dipandu oleh tim manajemen puncak, namun setiap individu dalam organisasi dapat
mengusulkan perubahan atau memberi kontribusi bagi suksesnya implementasi rencana
perubahan.
Proses perubahan
Upaya implementasi perubahan dalam suatu organisasi cenderung mencapai sukses jika
pemimpin memahami alasan – alasan penolakan perubahan, tahapan dalam proses
perubahan, dan strategi-strategi alternatif dari perubahan.
Hambatan Selama Masa Transisi
Perubahan pada umumnya dapat menimbulkan kepanikan atau ketakutan, oleh
karenanya reaksi yang lazim muncul antara lain penolakan terhadap perubahan. Sebagian
orang menolak perubahan dengan sengaja karena mereka meragukan perlunya perubahan
atau tidak percaya terhadap arah perubahan. Sebagian lainnya secara intelektual
mengikuti perubahan namun secara emosional masih terikat pada masa lalu. Pemimpin
harus memiliki kewaspadaan dalam menemukan dua jenis penolakan terhadap perubahan
ini. Mereka yang tidak bersedia bergabung dalam arus perubahan yang telah menjadi
ketetapan harus dikeluarkan dari organisasi (Tichy, 2002).
Jika yang menolak perubahan masih sebatas individu, atau sekumpulan individu,
masih mudah menghadapinya. Namun ketika penolakan datang dari sebuah institusi,
dimana para individu tersebut bergabung, persoalannya menjadi semakin rumit dan
kondisi semacam yang selalu menjadi tantangan bagi Pemimpin Masa Transisi.
Persoalannya menjadi semakin rumit karena menyangkut berhent atau terusnya karir
pemimpin. Kagagalan dalam memimpin Masa Transisi juga berarti kegagalan dalam
kemampuannya memimpin organisasi. Dirk Yager dari P&G, Bob Allen dan John
Walters dari AT&T, ketiganya harus rela lengser dari posisi mereka sebagai CEO.
Perubahan dapat terjadi karena direncanakan atau muncul begitu saja tanpa diduga
sebelumnya. Perubahan yang direncanakan pada umumnya dilakukan mengikuti rencana
perubahan guna mencapai kondisi baru yang diharapkan. Di pihak lain, perubahan yang
datang tiba – tiba pada umumnya berasal dari luar lingkungan perusahaan dan di luar
kendali manajemen. Perubahan dapat terjadi seketika (revolusi) atau berlangsung dalam
tampo yang cukup lama sehingga mewujud sebagai evolusi.
Masa di antara dua keadaan: sebelum dan sesudah berlangsungnya perubahan dinamakan
masa transisi atau periode transisi. Pada masa ini timbul resiko yang apabila tidak
dikelola dengan baik dapat berpotensi menggagalkan objektif perubahan. Keadaan chaos
atau volatile mengindikasikan kemungkinan adanya resistensi terhadap rencana
perubahan, atau tidak adanya arah yang jelas mengenai apa yang ingin dicapai dari
perubahan, sehingga apabila suasana chaos i semakin membesar magnitude-nya hal ini
dapat berpotensi pada resiko kegagalan sasaran perubahan itu sendiri. Masa transisi jika
dipimpin dan dikelola dengan baik, memberikan peluang yang lebih besar bagi
tercapainya tujuan perubahan.
Resistensi terhadap perubahan yang ditunjukkan dalam masa transisi oleh sebagian atau
seluruh anggota organisasi, dapat muncul karena beberapa alasan, seperti tidak jelasnya
manfaat perubahan bagi mereka. Hal ini wajar karena pada umumnya dengan perubahan
tentunya diharapkan akan terjadi peningkatan kesejahteraan, income, jabatan , dan lain
sebagainya. Apabila perubahan yang dilakukan tidak memberikan indikasi manfaat bagi
anggota organisasi, maka resistensi tidak dapat dihindarkan. Apalagi bila yang lebih
menonjol dari rencana perubahan justru adanya kemungkinan mereka akan menerima
kerugian seperti kehilangan jabatan, penurunan pendapatan, dimutasi, dan lain
sebagainya.
Dalam masa transisi dapat dilihat sikap karyawan terhadap keputusan pimpinan yang
berdampak perubahan. Secara umum sikap karuawan dapat tergolong menjadi tiga:
menolak, mendukung, serta abstain. Dari aspek kepemimpinan, sikap menghadapi
masing – masing kelompok tentu berbeda. Memahami alasan di balik reaksi yang muncul
atas keputusan perubahan merupakan tindakan bijaksana seorang pemimpin. Apabila
perubahan sangat strategis dan menyangkut hidup-matinya perusahaan, terhadap
kelompok yang menolak, seorang pemimpin harus bersikpa tegas. Tindakan pemutusan
hubungan kerja (PHK) dapat dibenarkan baik secara bisnis maupun secara hukum. Sikap
persuasif dapat diterapkan kepada kelompok yang abstain, dengan harapan pada akhirnya
mereka akan berubah sikap menjadi mendukung perubahan. Namun apabila kelompok
abstain ini tetap tidak menunjukkan dukungan atau bahkan menjurus pada penolakan,
maka tindakan tegas seorang pemimpin perlu diambil, seperti misalnya, tidak
memberikan jabatan penting, atau menon-aktifkan dari tugas sehari – hari, atau bahkan
langsung di-PHK.
Permasalahan kepimpinan yang dapat menjadi tantangan serius selama masa transisi, dan
oleh karena perlu mendapat perhatian antara lain: pengaruh perubahan (impact of
change), durasi masa transisi, sumber daya yang diperlukan selama masa transisi, serta
resiko versus manfaat.
Pemimpin perlu membangun optimisme di antara anggota organisasi bahwa jika
perubahan dilakukan bersama – sama maka sasaran perubahan akan mudah tercapai.
Keberhasilan perubahan juga (merupakan) keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang
sukses di suatu masa tertentu belum tentu akan meraih sukses serupa pada masa dan
kondisi yang berbeda. Lingkungan organisasi juga memengaruhi apakah seseorang
pemimpin akan berhasil atau gagal. Pemimpin dituntut memahami karakter perubahan
dan
menguasai
sifat-sifat
transisi/transisi
dalam
organisasi,
terutama
jika
perusahaansecara sengaja atau tidak selalu dihadapkan pada tuntutan perubahan yang
signifikan.
Karakteristik Perubahan
•
Perubahan selalu terjadi setiap saat (abadi) pada apapun yang ada di dunia.
•
Dalam setiap perubahan selalu terjadi masa transisi. Periode ini seringkali
menentukan sukses-gagalnya tujuan perubahan.
•
Bagaimana individu/organisasi sukses dalam mengelola perubahan ditentukan
oleh kemampuannya dalam memimpin dan berhubungan dengan unsur – unsur
perubahan.
•
Presentasi ini memberikan gambaran bagaimana menyikapi perubahan serta
menemu-kenali aspek kepemimpinan yang menjadi faktor penting dalam masa
transisi.
Masa Transisi
•
Mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika terjadi perubahan dari
suatu kondisi ke kondisi berikutnya.
•
Selama masa transisi kecenderungan peningkatan resiko bagi perusahaan.
•
Diperlukan peran kepemimpinan yang cerdas, kuat dan akomodatif.
Mengapa Ada Perubahan
•
•
External Forces
–
Customers
–
Competition
–
Change (industry, rule of game, regulation, etc.)
–
Reform
–
Government regulation
–
People force
–
Global agenda
Internal Forces
–
Capabilities
–
Skills and competencies
–
Technology
–
Regeneration
–
New products and services
Faktor – Faktor Kritis Berkaitan Dengan Masa Transisi
•
Kepemimpinan (Leadership)
•
Regulasi
•
Pengukuran kinerja
•
Situasi eksternal (sosial, politik dan ekonomi)
•
Psikologi dari perubahan
•
Kompleksitas dari proses bisnis
•
Waktu
Dampak Perubahan
(sekaligus sebagai alasan penolakan terhadap perubahan)
1. Work units change
∗
From functional departments to process teams
2. Jobs change
∗
From simple tasks to multi-dimensional work
3. People’s role change
∗
From controlled to empowered
4. Job preparation changes
∗
From training to education
5. Focus on performance measures and competition shifts
∗
From activity to result
6. Advancement criteria change
∗
From performance to ability
7. Values change
∗
From protective to productive
8. Manager change
∗
From supervisors to coaches
9. Organization structures change
∗
From hierarchical to flat
10. Executives change
∗
From scorekeepers to leaders
Hambatan – Hambatan Yang Muncul Dalam Perubahan
• Perubahan Itu Bukan Datang Dari Diri Orang Tersebut
“Buy-in” proses sangat penting dalam implementasi perubahan
• Gangguan terhadap Rutin
Perubahan mengancam kenikmatan dan rutinitas pekerjaan
•
Ketakutan terhadap sesuatu yang baru
Kehilangan hidden income dan fasilitas, dipecat atau dianggap tidak memiliki
kapabilitas
•
Tujuan Perubahan Tidak Ada atau Kurang Jelas
Hindari perubahan sebagai proyek “nice to have”
•
Perubahan Menimbulkan Rasa Takut Kegagalan
Perlu dukungan dari personil yang bersifat “play to win”
•
Pengorbanan Yang Diberikan Terlalu Besar
Timbulkan persepsi perubahan menimbulkan manfaat untuk menggalang
dukungan
•
Comfort Zone
•
Pikiran-pikiran Negatif
•
Para Pengikut Tak Punya Respek Pada Pimpinannya
•
Kecemasan Seorang Atasan
•
Perubahan Bisa Berarti Kehilangan Sesuatu
•
Perubahan Menuntut Tambahan Komitmen
•
Berpikir Sempit
•
Terperangkap Tradisi
Memimpin Di Masa Transisi
•
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab kepemimpinan
yang sangat penting dan sulit (Yukl, 2002).
•
Kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi kepemimpinan yang
sebenarnya, hal–hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua belaka (Murphy,
2002).
Pendukung Sukses Masa Transisi
•
Sense of urgency: Live or Die
•
Everybody is important
•
Clear Direction
•
Encourage employees
•
Rewards
•
Connect to and Support from stakeholders
•
Sufficient energy
Kesalahan Umum
•
Business as usual
•
Work Alone
•
More Emergents than Planned Strategy
•
Put Employees in marginal position
•
Too much flexibility
•
Fix but not Change
•
Weak, Coward,Risk Averse
Dengan memerhatikan berbagai aspek di atas, perlu diperhatikan unsur biaya perubahan
(cost of change), yakni semua biaya yang diperlukan sejak dimulainya rencana hingga
tercapainya perubahan yang diingingkan.
Daftar Pustaka
1. Yukl, Gary (2002), Leadership in Organizations, 5th edition, Prentice Hall.
2. Tichy. N.M. (2002), The Cycle of Leadership, Harper Business.
Download