s_a0651_0810306_chapter2

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Hakikat Matematika
“Apa Matematika itu?” pertanyaan ini dapat dijawab secara berbedabeda. Tergantung pada bilamana pertanyaan dijawab, dimana jawabanya,
dan siapa yang menjawab dan apa saja yang dipandang termasuk keadaan
matematika. Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan “Apakah
Matematika itu?“ tidak dapat dijawab dengan satu atau dua kalimat begitu
saja. Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika. Pengertian
matematika tersebut dipandang dari berbagai pengalaman dan pengetahuan
masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika itu
bahasa simbol, matematika bahasa numerik. Matematika adalah bahasa yang
dapat menghilangkan sifat kabur majemuk dan emosional. Matematika
adalah metode berpikir logis. Matematika adalah sarana berpikir.
Matematika adalah metode logika pada masa dewasa. Metematika adalah
ratunya ilmu sekaligus menjadi pelayannya. Sebagai pelayan matematika
adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan
lain. Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu lain.
Matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran. Matematika
adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu
mematematikakan suatu sains formal yang murni. Matematika adalah sains
yang memanipulasi simbol. Matematika adalah ilmu tentang bilangan yang
6
mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur. Matematika adalah ilmu
yang abstrak dan dedukatif.
Menurut Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian
matematika diantaranya, “matematika diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu
matematika juga merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik
dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Bahkan dia mengartikan
matematika adalah ilmu bantu dalam menginterprestasikan berbagai ide dan
kesimpulan. Pengertian matematika sebagai ilmu yang terorganisir juga
dikemukakan oleh Ruseffendi (1988:261).
Istilah Mathematic (Inggris). Nhatemetique (Prancis). Matematico
(Itali). Matematiceski (Rusia) atau Mathematick/Wiskunde (Belanda) berasal
dari perkataan matematika yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge
scsense). Perkataan matematika berhubungan yang sangat erat dengan
sebuah kata lain yang serupa yaitu Mathanein yang berarti belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan bernalar (Elea Tinggih.1972:5). Hal ini maksudnya
bukan berarti ilmu lain tidak melalui penalaran tapi dalam matematika lebih
menekankan ativitas dalam dunia rasio (penalaran). Sedangkan dalam ilmu
lain lebih terbentuk sebagai hasil observasi atau eksperimen disamping
penalaran. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Ruseffendi et.1980.148).
Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam
7
dunia nyata yang secara empiris kemudian pengalaman itu diproses didalam
dunia rasio, diolah secara analisis dan sitesis dengan penalaran didalam
struktur kognitif sehingga sampailah kedalam suatu kesimpulan berupa
konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah
terbentuk itu dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah
dimanipulasi secara tepat, digunakan notasi dengan istilah yang cermat yang
disepakati bersama secara global (Universal) yang dikenal dengan bahasa
matematika.
Matematika
bukan
numerologi.
Walau
numerologi
memakai
aritmatika modular untuk mengurangi nama dan data pada bilangan digit
tunggal, numerologi secara berubah memberikan emosi atau ciri pada
bilangan tanpa mengacaukan untuk membuktikan penetapan dalam gaya
logika. Matematika ialah mengenai gagasan pembuktian atau penyangkalan
daya logika, namun numerologi tidak. Interaksi antara secara berubah emosi
penentuan bilangan secara intuitif diperkirakan daripada yang telah
diperhitungkan secara seksama. Dalam pandangan formalis matematika
adalah penelaah struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan
menggunakan logika simbolik dan notasi matematika. Matematika sangat
sulit didefinisikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab
dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu
hitung yang secara informal dapat diartikan sebagai tentang berbagai
bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0,1,-
8
1,2,-2, ….dst, melalui beberapa operasional dasar: tambah, kurang, kali dan
bagi.
Jackson (1992:756) mengatakan bahwa “secara umum adalah penting
bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu matematika dimasukan dalam
kurikulum sekolah”. Sejalan dengan pandangan ini, Dreben dalam
Romberg, (1992:756) mengungkapkan bahwa “matematika diajarkan
disekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (long-term
fungcional needs) bagi siswa dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa
seseorang harus mempunyai kesempatan yang banyak untuk belajar
matematika, kapan dan dimana saja sesuai dengan kebutuhan akan
matematikanya
sendiri.
Sementara
itu
Thorndika
dalam
Jackson,
(1992:7589) mengatakan bahwa “matematika sangat penting diajarkan
disekolah karena matematika merupakan bagian penting dari batang tubuh
pembelajaran itu sendiri”. Berbeda dengan pendapat tersebut diatas,
Freundental dalam Romberg, (1992:758) mengatakan bahwa “tujuan
diajarkannya matematika disekolah adalah untuk melengkapi apa yang telah
dimiliki oleh para ahli matematika”. Pemahaman yang lebih umum
dikemukakan Jacobs Jackson, (1992:758) dengan mengatakan bahwa :
Matematika diajarkan disekolah karena dia merupakan kegiatan atau
aktivitas manusia. Dia menegaskan bahwa tujuan pembejaran
matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir
siswa. Selain itu, peningkatan sikap kreativitas dan kritis juga dapat
dilatih melalui pembelajaran matematika yang sistematis dan sesuai
dengan pola-pola pembelajarannya.
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari
struktur, perubahan, dengan ruang: tak lebih resmi, seorang mungkin
mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan
9
formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan
struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika,
pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.
Tujuan pokok pengajaran matematika di sekolah ialah menanamkan
daya nalar. Matematika merupakan ilmu paling murni, yang hanya
didasarkan pada akal budi manusia. Misalnya, titik itulah besaran
matematis, hanya pemikiran lepas dari setiap pengalaman.
Dari sisi abstraksi matematika New Man dalam Jackson, (1992:775)
melihat tiga ciri utama matematika, yaitu : (1) matematika disajikan dalam
pola yang lebih ketat; (2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas
dari ilmu-ilmu lain; (3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga
disebut tahap perkembangan mental dalam Ruseffendi (1988:133)
mengemukakan :
(1) Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun
yang selalu terjadi dengan urutan yang sama, maksudnya setiap
manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dengan urutan
sama.
(2) Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari
operasi mental (penguatan, pengekalan, pengelompokan,
pembuatan hipotesis, dan penarikan kesimpulan) yang menunjukan
adanya tingkah laku intelektual.
(3) Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan,
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara
pengalaman (asimilasi) dan stuktur kognitif yang timbul
(akomodasi).
10
B.
Pemahaman
Pemahaman matematika adalah salah satu tujuan penting dalam
pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan
kepada siswa bukan sebagai hafalan tetapi lebih jauh lagi. Pemahaman
matematika juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang
disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk
mencapai konsep yang diharapkan hal ini sesuai dengan Hudoyo dalam
Rahayu (2006: 20) yang mengatakan bahwa: “Tujuan mengajar adalah agar
pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan
yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang
ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya”.
Memahami berasal dari kata paham yang dalam kamus bahasa
Indonsesia Moeliono, (2002:811) “diartikan sebagai mengerti benar”.
Pemahaman menurut Syamsudin dalam Ernawati, (2003:8) merupakan suatu
“tingkat hasil belajar yang indikatornya adalah individu belajar dapat
menjelaskan atau mendefinisikan suatu informasi dengan menggunakan
kata-kata sendiri”.
Sementara itu pemahaman menurut Peter W Hewson dan Richard
Thorley dalam Ernawati, (2003:8) adalah “konsepsi yang bisa dicerna atau
dipahami oleh siswa sehingga siswa mengerti apa yang dimaksudkan,
mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta
dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait”.
11
Menurut Bloom dalam Rauf, (2004:22) pemahaman terbagi 3 macam
yaitu “pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan
pembuatan ekstrapolasi (extrapolation)”. Dalam matematika proses
pengubahan (translation) dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk
mengubah soal dari bentuk kalimat ke dalam bahasa matematika. Dalam hal
ini notasi atau simbol dan sebaliknya, atau mengubah bentuk ke dalam
bentuk lain, misalnya mengubah relasi dalam bentuk diagram panah ke
bentuk pasangan berurut. Untuk pemberian arti
(interpretation), dapat
dilihat dari kemampuan siswa dalam memberi arti terhadap suatu konsep,
misalnya pemetaan, korespondensi, dan sebagainya. Terakhir ekstrapolasi
(extrapolation) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam membuat
ramalan atau pemikiran dari suatu diagram, ataupun perhitungan.
Bloom mengklasifikasikan pemahaman (comprehension) ke dalam
jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga
seseorang mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan ideidenya untuk berkomunikasi. Dalam pemahaman tidak hanya sekedar
memahami sebuah informasi tetapi termasuk keobjektifan, sikap dan makna
yang terkandung dari sebuah informasi. Dengan kata lain seorang siswa
dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya ke dalam
bentuk lain yang lebih berarti.
Michener
dalam
Sumarno,
(1987:24)
mengemukakan
untuk
memahami sesuatu secara mendalam seseorang harus mengetahui, (1) objek
itu sendiri; (2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; (3) relasinya
12
dengan objek lain yang tidak sejenis; (4) relasi dual dengan objek lainnya
yang sejenis, dan; (5) relasinya dalam teori lain.
Menurut NCTM dalam Suparlan, (2005:8) bahwa pengetahuan
dan pemahaman terhadap konsep matematika dapat dilihat dari kemampuan
siswa:
1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan.
2. Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh.
3. Menggunakan model, diagram, dan simbol untuk merepresentasikan
suatu konsep.
4. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain.
5. Mengenal makna dan interpretasi konsep.
6. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep.
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Polya
dalam
Sumarno,
(1987:23)
mengemukakan
4
tingkat
pemahaman suatu hukum, yaitu :
1. Pemahaman mekanikal. Seseorang dikatakan memiliki pemahaman
mekanikal bila ia dapat menerapkan sesuatu secara rutin atau
perhitungan sederhana.
2. Pemahaman induktif. Seseorang dikatakan memiliki pemahaman
induktif bila ia dapat mencoba sesuatu dalam kasus sederhana dan
tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.
3. Pemahaman rasional. Seseorang dikatakan memiliki pemahaman
rasional bila ia dapat membuktikan kebenaran sesuatu.
4. Pemahaman intuitif. Seseorang dikatakan memiliki pemahaman
intuitif bila ia dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa raguragu, sebelum menganalisis secara analitik.
Sementara itu Skemp dalam Sumarno, (1987:24) membedakan
pemahaman konsep ke dalam 2 jenis,
Yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional.
Pemahaman instrumental adalah pemahaman atas konsep yang saling
terpisah dan hanya hapal rumus perhitungan yang sederhana. Pemahaman
relasional adalah pemahaman yang memuat skema atau stuktur yang
dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas, serta
pemakaiannya lebih bermakna.
13
Berdasarkan pernyataan di atas, siswa dikatakan memahami suatu
konsep atau paham terhadap konsep yang diberikan dalam proses belajar
mengajar jika ia mampu mengemukakan atau menjelaskan suatu konsep
yang diperolehnya berdasarkan kata-kata sendiri, tidak sekedar menghapal.
Selain itu ia juga dapat menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep
dengan konsep lainya yang telah diberikan terlebih dahulu.
Membangun pemahaman pada setiap belajar matematika akan
memperluas pengetahuan yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang
ide atau gagasan matematika yang dimiliki semakin bermanfaat dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Dengan pemahaman
diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan konsep
yang telah dipahami dengan baik dan benar pada setiap menghadapi
permasalahan dalam belajar matematika.
C.
Konsep
Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Konsep adalah
sesuatu yang membantu mengatur pikiran kita. Konsep dapat menunjukan
objek, aktivitas, atau benda hidup. Konsep juga dapat menggambarkan
properti seperti tekstur (susunan) dan ukuran, contohnya adalah besar,
merah, halus, dan sebagainya.
Sampai saat ini tidak ada definisi yang tepat untuk menjelaskan
pengertian dari konsep yang disepakati umum. Dalam kamus besar Bahasa
14
Indonesia konsep Moeliono, (2002:588) “diartikan sebagai sesuatu yang
diterima dalam pikiran atau suatu ide yang umum dan abstrak”. Gagne
dalam Ruseffendi, (1991:97) menyatakan “pengertian konsep dalam
matematika sebagai ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokan
objek-objek ke dalam contoh dan bukan contoh”. Sedangkan pengertian
konsep menurut Rosser Dahar, (1988:97) adalah “sebuah abstraksi yang
mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, dan
hubungan yang mempunyai atribut yang sama”. Kemudian Hulse, Egeth,
dan Deese dalam Suharman, (2005:115) mendefinisikan “konsep sebagai
sekumpulan atau seperangkat sifat yang dihubungkan oleh aturan-aturan
tertentu”. Konsep menurut Martin dan Caramazza dalam Suharnan,
(2005:115) didefinisikan “sebagai suatu proses pengelompokan atau
mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa atau ide yang serupa menurt
sifat-sifat atau atribut nilai tertentu yang dimiliki ke dalam satu kategori”.
Berdasrkan pengertian yang telah dikemukan di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk
mengelompokan objek-objek ke dalam contoh dan bukan contoh yang pada
umumnya dikatakan dengan suatu istilah. Berkaitan dengan uraian tentang
konsep di atas Klauseier Dahar, (1988:106) menyatakan bahwa ada empat
tingkat pencapaian konsep yaitu :
1. Tingkat konkrit. Seseorang telah mencapai tingkat konkrit apabila
orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya.
2. Tingkat identitas. Pada tingkat identitas, seseorang akan mengenal
objek, (a) sesudah selang waktu, (b) bila orang itu mempunyai
orientasi ruang (spatial orientation) yang berbeda terhadap objek itu,
15
atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indera (sense
modality) yang berbeda.
3. Tingkat klasifikasi. Pada tingkat klasifikasi, siswa mengenal
persamaan dari 2 contoh yang berbeda dari kelas yang sama.
Walaupun siswa tersebut tidak dapat menemukan kriteria atribut
maupun menentukan kata-kata yang tepat mewakili konsep itu. Ia
dapat mengklasifikasikan contoh dan bukan contoh dari konsep
tersebut.
4. Tingkat formal. Untuk pencapaian konsep ada tingkat formal, siswa
harus dapat menyimpulkan bahwa ia telah mencapai suatu konsep
pada tingkat formal. Bila siswa itu dapat memberi nama konsep,
mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut yang membatasi, dan
mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan
bukan contoh dari konsep.
Sementara menurut Suradi Ernawati, (2003:12) konsep dalam
matematika berguna untuk :
1. Menarik konklusi secara deduktif. Karena matematika bersifat
deduktif maka dengan konsep kita dapat mengetahui bahwa klasifikasi
yang kita lakukan adalah benar.
2. Komunikasi. Komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik jika
konsep yang dibicarakan tidak jelas.
3. Generalisasi. Konsep yang sudah diketahui dapat digunakan untuk
membuat generalisasi.
4. Memperoleh pengetahuan baru Misalkan dalam bidang fisika,
dengan bantuan konsep sin dapat didefinisikan indeks bias suatu zat
yang tembus cahaya.
16
D.
Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik
Sebelum kita mengimplementasikan pendekatan matematika realistik,
marilah kita terlebih dahulu melihat kembali karakteristik pendekatan ini. Di
sini kita akan menggunakan 5 (lima) karakteristik utama pendekataan
matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang pembelajaraan
matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari
dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran
harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi
yang sesuai dengan pengalaman mereka.
2. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus
sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini
model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa,
seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat
tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari
bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri
dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki
kebebasan
untuk
mengekspresikan
hasil
kerja
mereka
dalam
menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan
siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang
paling dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi
17
dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi
pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin,
ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu
kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
Sekarang mari kita bahas karakteristik di atas untuk melihat
bagaimana seharusnya pembelajaran matematika dirancang. Pertama,
pembelajaran matematika harus realistik. Dalam bahasa Belanda kata
realiseren berarti membayangkan. Jadi, pembelajaran matematika Realistik
dapat diartikan sebagai pembelajaran matematika yang dapat dibayangkan
oleh siswa. Karena itu, pembelajaran matematika harus dimulai dengan
masalah
yang
diambil
dari
dunia
nyata
supaya
siswa
dapat
membayangkannya. Masalah yang dipilih harus disesuaikan dengan konteks
kehidupan siswa. Artinya, masalah yang dipilih harus dikenal baik oleh
siswa.
Contoh, dalam konteks makanan khas suatu daerah, pempek hanya
cocok digunakan di Sumatra Selatan tetapi tidak cocok untuk digunakan di
Pulau Papua. Dalam konteks bangunan untuk pembelajaran bentuk-bentuk
geometri, misalnya, Monas atau Jembatan Ampera tidak cocok untuk
digunakan di Kalimantan, karena siswa tidak dapat membayangkan
bangunan-bangunan tersebut. Ini adalah karakteristik kedua. Selanjutnya,
dalam pembelajaran matematika realistik siswa diberi sebuah masalah dari
dunia nyata dan diberi waktu untuk berusaha menyelesaikan masalah
18
tersebut dengan cara dan bahasa serta simbol mereka sendiri. Misalnya,
pada awal pembelajaran guru bercerita bahwa dia memiliki dua potong roti
dan akan membagi kedua roti itu kepada tiga orang anaknya. Kemudian
guru itu bertanya kepada siswa bagaimana cara memotong roti tersebut
supaya ketiga anaknya mendapat bagian yang sama banyak. Selanjutnya
siswa diberi waktu untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara mereka
sendiri, seperti membuat gambar atau mencari sesuatu yang menyerupai
roti. Tentu saja pembelajaran ini akan lebih menarik bila guru tadi benarbenar membawa dua potong roti kedalam kelas.
Karakteristik selanjutnya adalah sifat interaktif. Setelah diberi
kesempatan menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri, siswa
diminta menceritakan cara yang digunakannya untuk menyelesaikan
masalah tersebut kepada teman-teman sekelasnya. Siswa lain diminta
memberikan tanggapan mengenai cara yang disajikan temanya. Dengan cara
seperti ini siswa dapat berinteraksi dengan sesamanya, bertukar informasi
dan pengalaman, serta berlatih mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada
orang lain. Akhirnya, siswa dibimbing untuk menemukan aturan umum
untuk menyelesaikan masalah sejenis. Di sinilah siswa dapat melihat
hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari atau dengan pelajaran
lain. Inilah yang membuat pembelajaran matematika lebih bermakna.
E.
Pendekatan Matematika Realistik
Matematika Realistik adalah matematika yang disajikan sebagai suatu
proses kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi. Bahan pelajaran yang
19
disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan siswa
(kontekstual). Siswa diberi kesempatan mengembangkan strategi belajarnya
dengan berinteraksi dan bernegosiasi dengan konsep penyelesaian masalah,
menekankan proses. Sementara itu, guru berperan sebagai fasilitator dan
manager kelas.
Pengertian pendidikan matematika realistik adalah suatu teori dalam
pendidikan yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, yang
menekankan
keterampilan
proses,
berdiskusi
dan
berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan
masalah baik sendiri maupun kelompok. Menurut Zulkari (2000:35)
“menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari sebagaimana
dikemukakan bahwa pendidikan matematika realistik adalah suatu teori
yang dikembangkan pertama kali di Belanda”. Teori ini berdasarkan pada
ide bahwa matematika adalah aktifitas manusia dan matematika harus
dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa
sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui
proses matematisasi yang baik horizontal maupun vertikal.
Contoh
matematisasi
horizontal
adalah
pengidentifikasian,
perumusan, dan pengvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan
pentrasformasian masalah dunia real ke masalah matematika. Contoh
matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus,
perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model
20
yang berbeda dan penggeneralisasi. Berdasakan matematisasi horizontal dan
vertikal dalam pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis,
yaitu:
1. Mekanistik, merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa
yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke
yang lebih komplek).
2. Empiristik, suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak
diajarkan dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi
horizontal.
3. Strukturalistik, merupakan pendekatan yang menggunakan system
formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului
dengan nilai tempat, sehingga satu konsep dicapai melalui matematisasi
vertikal.
4. Realistik, merupakan pendekatan yang menggunakan masalah realistik
sebagai pangkal tolak pembelajara.
Sebagaimana yang dikemukakan de Lange dalam Sabandar, (2002:1)
bahwa
Mathematization atau yang dikatakan oleh Traffers sebagai doing
mart, kemudian berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan taman
sekelas, sehingga mereka dapat menemukan sendiri. Pada akhirnya
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah matematika
baik secara individu maupun secara kelompok. Pandangan Freudental
dalam matematika banyak mempengaruhi pendekatan Realistik.
Dengan demikian pembelajaran matematika realistik memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi
konsep-konsep matematika sehingga siswa mempunyai pengertian kuat
21
tentang konsep-konsep matematika. Sehingga siswa lebih cepat memahami
dan menguasai konsep-konsep matematika yang diajarkan guru.
22
Download