makalah kolokium

advertisement
1
MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas 1
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Tanggal dan Waktu
:
Anggita Widasari/I34100023
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Anna Nur Chulafa/I34100118
Martua Sihaloho, SP, M.Si/ NIP. 19770417 200604 1 007
Pengaruh Kearifan Lokal Hajat Laut terhadap Kesejahteraan
Ekonomi dan Sosial Masyarakat Nelayan di Pangandaran
13 Maret 2014, 15.00-16.00 WIB
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan beragam jenis sumber daya alamnya. Dari
daratan hingga lautan, Indonesia memiliki sumber daya alam yang mengelilinginya. Salah satu
jenis sumber daya alam yang berada di Indonesia adalah lautan. Lebih dari setengah wilayah di
Indonesia dikelilingi lautan. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Indonesia
menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini. Sifat kesalingtergantungan ini seringkali
menyebabkan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan yang berakibat pada perusakan
sumber daya alam. Hal ini tidak hanya berdampak pada sumber daya alamnya saja, namun pada
keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Mengatasi dampak ini tidak semata soal teknis, tetapi
perlu ditelusuri seluk-beluk spiritual manusia, pandangan hidupnya, kesadarannya terhadap alam
dan perilaku ekologisnya yang tetap menjaga keseimbangan alam. Untuk itu diperlukan
kecerdasan ekologis (ecological intelligence) manusia, berupa pemahaman dan penerjemahan
hubungan manusia dengan seluruh unsur beserta mahluk hidup lain. Manusia yang cerdas
ekologis menempatkan dirinya sebagai control terhadap lingkungannya (human as in control of the
natural environment). Kecerdasan ekologis sebagai empati dan kepedulian yang mendalam
terhadap lingkungan sekitar, serta cara berpikir kritis terhadap apa yang terjadi di lingkungan
sekitar akibat perlakuan kita (Jung 2010 dalam Utina 2012). Selain itu, perlu adanya pengelolaan
sumber daya alam yang baik agar pemanfaatan sumber daya alam tetap optimal namun tetap
menjaga kelestariannya.
Salah satu usaha pengelolaan sumber daya yang optimal adalah melalui kearifan lokal
yang tentunya berbasis masyarakat. Kearifan lokal adalah salah satu bentuk budaya lokal dimana
keberadaannya merupakan hasil aktifitas dari sekelompok masyarakat dan diwariskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi untuk menuntun perilaku manusia demi menjaga
kelestarian sebuah sumber daya alam. Terdapat dua poin penting dalam kearifan lokal, yakni
pengetahuan dan praktek yang tidak lain adalah pola interaksi dan pola tindakan. Pengetahuan
dapat disamakan dengan knowledge yang dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti media
massa ataupun cerita orang lain sehingga mudah dilupakan, sedangkan pengalaman lebih bersifat
permanen terutama karena ia berkaitan dengan pengalaman langsung dalam perjalanan hidup
manusia (Sairin 2006). Menurut Keraf (2002) kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Sedangkan di dalam UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunan Hidup disebutkan bahwa kearifan lokal itu
adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi
dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal merupakan cara-cara bijaksana
manusia yang bersandar pada nilai-nilai, norma-norma, etika serta cara-cara berperilaku yang
telah melembaga di dalam masyarakat secara tradisional. Oleh karena nilai-nilai tersebut telah
melembaga dan dianggap baik dan benar, maka dapat bertahan dalam waktu yang lama.
Kearifan lokal memang sarat akan pengetahuan dan nilai-nilai lokal. Akan tetapi, kearifan
lokal justru mengandung nilai-nilai yang sangat universal terutama dalam hal bagaimana
2
memperlakukan alam agar tetap lestari. Pengetahuan lokal semacam ini perlu dipertimbangkan
sebagai salah satu strategi adaptasi bagi masyarakat untuk dapat bertahan hidup di tengah-tengah
persoalan sumber daya alam yang semakin terbatas. Pentingnya kearifan lokal masyarakat dilihat
dari proses interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan
sumber daya alam (Sirait 2005). Ketersediaan, kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam
ditentukan oleh adanya faktor kearifan sebagai manifestasi akal masyarakat lokal yang
tersembunyi dan diyakini sebagai sesuatu yang benar, dirasakan bersama, serta merupakan
sesuatu yang baik dan berguna bagi kehidupannya. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari dan
Reswati (2011) menjelaskan bahwa masyarakat Lamalera yang kental akan kearifan lokal dalam
menyikapi alam ternyata memiliki kearifan yang sangat mulia terhadap sesamanya. Mereka
menempatkan para janda, fakir miskin dan anak yatim piatu pada posisi utama dalam pembagian
hasil laut. Hal ini menunjukkan tingginya naluri prososial yang dimiliki oleh masyarakat Lamalera.
Secara tidak langsung pula, upaya seperti ini mengindikasikan bahwa kearifan lokal memiliki
dampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
setiap anggota masyarakat tercukupi oleh praktik kearifan lokal ini.
Penelitian ini dilakukan di sepanjang Pantai Pangandaran yang terletak di Desa
Penanjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Pangandaran merupakan salah satu
pantai selatan yang berada di Jawa Barat. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai nelayan. Masyarakat Pantai Pangandaran merupakan
masyarakat pesisir yang
menjadikan laut sebagai sumber kehidupan baik dari segi ekonomi maupun sosial. Di Pantai
Pangandaran, kebudayaan lokal masih kental terasa. Masyarakat disana masih memiliki
kepercayaan mistis terhadap ratu pantai selatan yaitu Nyi Roro Kidul. Kepercayaan ini melahirkan
praktik-praktik kearifan lokal, salah satunya adalah Hajat Laut. Setiap setahun sekali masyarakat
Pangandaran memiliki kewajiban untuk mengadakan ritual Hajat Laut . Hajat Laut biasa dilakukan
pada awal bulan syura dihitung dalam kalender jawa. Ritual ini bertujuan memohon keselamatan
pada yang maha kuasa agar nelayan melaut tak mendapatkan bahaya dan laut tetap lestari serta
mendatangkan banyak berkah. Selain itu, ada pula masyarakat yang berpendapat dan percaya
bahwa Hajat Laut adalah sebagai cara untuk meminta keselamatan dari Kanjeng Nyi Roro Kidul
sebagai penunggu pantai selatan.
1.2. MASALAH PENELITIAN
Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana eksistensi kearifan lokal Hajat Laut di dalam Masyarakat Nelayan Pantai
Pangandaran?
2. Bagaimana eksistensi kearifan lokal Hajat Laut mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan
sosial Masyarakat Nelayan Pangandaran?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis eksistensi kearifan lokal Hajat Laut di dalam Masyarakat Nelayan
Pangandaran.
2. Menganalisis pengaruh eksistensi kearifan lokal Hajat Laut terhadap kesejahteraan
ekonomi dan sosial Masyarakat Nelayan Pangandaran.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi mengenai
eksistensi kearifan lokal pada masyarakat pesisir serta pengaruh kearifan lokal pada
aspek ekonomi dan sosial masyarakat pesisir.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi
masyarakat mengenai eksistensi sebuah kearifan lokal.
3
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para
pengambil kebijakan dalam hal mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut
berbasiskan kearifan lokal.
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1
Konsep Kearifan Lokal
Secara Antropologis, keberadaan manusia sejak awal keberadaannya, berkembang
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan alam sekitarnya, dikarenakan manusia memiliki
sistem akal dan sistem naluri atau insting yang mampu menangkap fenomena alam dan
menyikapinya secara adaptif sehingga menciptakan “kebudayaan” sebagai “sistem adaptasi”
yang mereka ciptakan dalam kaitannya menjaga eksistensi hubungan dengan alam
sekitarnya (Daeng 2008). Oleh sebab itu, kemudian dikenal suatu konsep bahwa terdapat
kaitan erat antara manusia, alam dan kebudayaan sebagai suatu relasi triangulasi
kebudayaan. Dalam hal mana bahwa manusia menciptakan kebudayaannya untuk
menanggulangi keadaan yang terjadi dalam lingkungan alamnya atau sebaliknya bahwa
alam membentuk kebudayaan dari manusia yang hidup dalam lingkungan alam tersebut
(Brue 2007).
Kebudayaan yang terbentuk oleh karena keberadaan manusia, memiliki fungsi dalam
mengatasi alam dan lingkungan kehidupan manusia untuk tetap lestari sebagai salah satu
makhluk yang ada di muka bumi. Menurut Malinowski, dikutip dalam Koentjaraningrat
(1987), bahwa segala kegiatan atau atifitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu
sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri
makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Dengan demikian
berarti setiap masyarakat manusia yang berada di berbagai lingkungan alam berbeda, akan
melakukan segala aktifitas denan cara menyesuaikan dengan alam sekitarnya, membentuk
berbagai upaya aktifitas guna memenuhi kebutuhan kehidupannya, sehingga terciptalah
kebudayaan-kebudayaan manusia yang sesungguhnya terbentuk menyesuaikan dengan
kondisi alam dan lingkungan alam sekitar.
Kebudayaan-kebudayaan manusia dalam mengatasi alam tercermin dalam sebuah
bentuk kearifan lokal. Kearifan lokal dipandang sebagai tindakan dan sikap manusia
terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Substansi kearifan
lokal adalah berlakunya nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat dan
mewarnai perilaku hidup masyarakat tersebut. Tindakan nyata, sikap dan perilaku manusia
terhadap lingkungan yang mengandung nilai-nilai pelestarian ekosistem adalah bagian dari
kecerdasan ekologis suatu masyarakat. Kearifan lokal merupakan proses pemaknaan suatu
komunitas terhadap lingkungannya. Kearifan Lokal dalam bahasa asing sering
dikonsepsikan sebagai kebijaksanaan setempat (local wisdom) atau pengetahuan setempat
(local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genious), merupakan pandangan hidup,
ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakat setempat dalam menjawab berbagai masalah dalam memenuhi kebutuhan
mereka.
Kearifan lokal bukan hanya menyangkut tentang pengetahuan dan pemahaman
masyarakat adat/lokal tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik antar manusia,
melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang
manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua, dimana seluruh pengetahuan
tersebut dihayatai, dipratikan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
lainnya.
4
Pengetahuan itu tidak hanya sekedar dipahami, tetapi juga dihayati, dipraktikan,
diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, maka Keraaf (2002) mengungkapkan
bahwa:
Pertama, kearifan lokal itu milik komunitas, kepemilikan yang individual atas pengetahuan
dan teknologi dengan sadar akan menegasi dan menghanurkan eksistensi kearifan dan
pengetahuan tradisional itu sendiri. Kepemilikan komunal atas pengetahuan kearifan lokal
ingin menunjukkan bahwa ia terbuka untuk diketahui, diajarkan, dimiliki, dan dihayati semua
anggota komunitas; Kedua, kearifan lokal juga berarti pengetahuan khas kearifan yang
bersifat praksis, yakni pengetahuan bagaimana hidup secara baik dalam komunitas ekologis,
sehingga menyangkut bagaimana berhubungan secara baik dengan semua isi alam; Ketiga,
kearifan lokal itu bersifat holistik, alam adalah “jaring kehidupan” yang lebih luas dari sekedar
jumlah keseluruhan bagian yang terpisah satu sama lain. Alam adalah rangkaian relasi yang
terkait satu sama lain sehingga pemahaman dan pengetahuan tentang alam harus
merupakan suatu pengetahuan yang menyeluruh; Keempat, kearifan lokal itu
memformulasikan semua aktivitas masyarakat terhadap alam adalah aktivitas moral, dimana
perilaku itu dituntun dan didasarkan pada prinsip atau tabu-tabu moral; dan Kelima, kearifan
lokal itu bersifat lokal, tidak seperti pengetahuan barat yang mengklaim dirinya sebagai
universal, kearifan lokal terkait dengan kekhasan tempat yang partikular dan konkret.
Kendati tidak memiliki rumusan universal sebagaimana dikenal dalam ilmu pengetahuan
modern, kearifan lokal ternyata ditemukan disemua masyarakat adat/lokal di seluruh dunia,
dengan substansi yang sama.
Elemen-elemen atas kearifan lokal di atas pada akhirnya membentuk pola perilaku
manusia sehari-hari baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam, dan yang gaib.
Dalam masyarakat adat/lokal pola perilaku yang merupakan interaksi manusia-alam-dan hal
yang gaib terkadang diformulasikan ke dalam simbol-simbol, yang bagi orang luar tidak serta
merta dapat secara mudah memahami bentuk komunikasi semacam itu.
Memahami kearifan lokal dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu
pendekatan struktural, kultural, dan fungsional (Ardhana 2005). Berdasarkan pendekatan
struktural, kearifan lokal dapat dipahami dari keunikan struktur sosial yang berkembang di
lingkungan masyarakat, yang dapat menjelaskan tentang institusi atau organisasi sosial seta
kelompok sosial yang ada. Contohnya di Bali ada desa pakraman, subak yang didalamnya
terkandung falsafah Tri Hita Karana (Aulia dan Dharmawan 2010). Dalam pendekatan
kultural, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan , dan
dipertahankan masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka, termasuk berbagai
mekanisme dan cara untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak yang dituangkan dalam
tatanan sosial. Kearifan lokal berdasarkan pendekatan fungsional dapat dipahami
bagaimana masyarakat melaksanakanfungsi-fungsinya, yaitu fungsi adaptasi, integrasi,
pencapaian tujuan dan pemeliharaan pola, seperti adaptasi menghadapi era globalisasi.
Kearifan lokal pun tidak harus dimaknai sebagai sebuah warisan yang turun-temurun.
Mengacu pada pandangan Putra (2006) dalam Nasruddin (2011), yang merumuskan
batasan kearifan lokal menjadi dua, yaitu kearifan tradisional (lama) dan kearifan
kontemporer (kini). Kearifan tradisional (lama) dimaknai sebagai perangkat pengetahuan
pada suatu komunitas untuk menyelesaikan secara baik dan benar persoalan dan/ atau
kesulitan yang dihadapi, serta diperoleh dari generasi-generasi sebelumnya secara lisan
atau melalui contoh tindakan, yang memiliki kekuatan seperti hukum maupun tidak.
Sedangkan, kearifan kontemporer (kini) adalah perangkat pengetahuan yang baru saja
muncul dalam suatu komunitas.
Dari dua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bagaimana kearifan lokal mencakup
pengetahuan, baik yang diperoleh dari generasi-generasi sebelumnya maupun dari berbagai
pengalaman di masa kini. Dengan demikian, kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai
perangkat pengetahuan pada suatu komunitas, baik yang berasal dari generasi-generasi
sebelumnya maupun dari pengalamannya berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat
lainnnya untuk menyelesaikan secara baik dan benar persoalan dan/ atau kesulitan yang
dihadapi, yang memiliki kekuatan seperti hukum maupun tidak.
5
2.1.2
Eksistensi Kearifan Lokal
Eksistensi kearifan lokal pada masyarakat tidak bersifat kaku dan terhenti melainkan dapat
berubah karena mengalami perkembangan atau kemunduran. Adapun indikator keberadaan
(eksistensi) sebuah kearifan lokal yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat menurut Menteri
Lingkungan Hidup (2011) yaitu:
1. Sistem pengetahuan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
2. Sikap dan perilaku yang mendukung Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3. Pengetahuan dan kegiatan-kegiatan “nyata” yang terkait Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Ingatan kolektif masyarakat (social memory) yang berkaitan dengan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.1.3 Konsep Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Menurut Notoatmojdo (2003) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil
dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaranm
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperolah melalui pendidikan,
pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan . Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai
dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga
dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku tertutup. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996) menjelaskan bahwa sikap dapat didefinisikan
sebagai perasaan, pikiran, dan kecendrungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen
mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah
pengetahuan, perasaan-perasaan dankecendrungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap
adalah kecondongan evaluative terhadap suatu objek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana
seseorang berhadapan dengan objek-objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan penelitian
dewasa ini adalah perasaan atau emosi.
2.1.4 Konsep Kesejahteraan
2.1.4.1 Kesejahteraan Sosial
Menurut UU No. 16 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial,
kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan
sosial yang sebaik-sebaiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menurut
Biro Pusat Statistik (2006) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial secara umum dapat dilihat
dari semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial
budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin
meningkat.
2.1.4.2 Kesejahteraan Ekonomi
6
Biro Pusat Statistik (1991) menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga
ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Namun pada
prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan dasar bagi
individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga tersebut berada dibawah
garis kemiskinan.
Menurut Biro Pusat Statistik (1996) pendapatan per kapita sering digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur
ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang
kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah.
Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan ada delapan, yaitu:
1. Pendapatan
2. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
3. Keadaan tempat tinggal
4. Fasilitas tempat tinggal
5. Kesehatan anggota keluarga
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
7. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
Kesejahteraan rakyat yang dipaparkan oleh Novrian et al. (2009) diukur melalui empat
indikator. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat, yaitu: (1) tingkat
pendapatan; (2) kepemilikan aset; (3) peningkatan produktivitas lahan; dan (4) tingkat pendidikan.
2.1.5 Kearifan Lokal dan Kesejahteraan
Hastiti (2011) dalam Annas (2013) yang menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan hasil
akumulasi dari pengamatan dan pengalaman masyarakat dalam proses interaksi yang terus
menerus dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kearifan lokal (traditional wisdom) adalah
sistem sosial, politik, budaya, ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal serta
memiliki sifat yang dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima. Kearifan lokal dimanfaatkan untuk
menciptakan suatu keteraturan dan keseimbangan antara kehidupan sosial, budaya dan
kelestarian sumberdaya alam.
Menurut Folke dalam Sirait (2005), kearifan lokal dapat mempengaruhi pola pemahaman,
sikap, dan perilaku masyarakat, yang bersifat mengikat semua komponen masyarakatnya.
Kearifan lokal biasanya diwujudkan dengan cara tersendiri dan unik yang diatur dalam ritual dan
tradisi masyarakat. Kearifan lokal tersebut terpola dan merupakan model yang menjiwai
kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya. Terdapat beberapa hal yang perlu
ditegaskan dalam penerapan kearifan masyarakat yaitu bahwa kearifan masyarakat tidak perlu
dibatasi hanya pada masyarakat tradisional, pinggiran, terasing, miskin dan sebagainya. Kearifan
tersebut terdapat dimana-mana. Kita tidak perlu mempertentangkan antara ilmu yang seba logis,
rasional, dan sebagainya, karena pada dasarnya, setiap manusia mempunyai kapasitas yang
sama untuk bertindak rasional dan logis berdasarkan fakta, asumi-asumsi, peluang, hambatan dan
nilai-nilai yang mereka pegang Babcoock dalam Arafah (2002).
Menurut teori di atas dapat diamati bahwa kearifan lokal memiliki pengaruh terhadap
pemahaman, sikap dan perilaku masyarakat . Sikap dan perilaku tersebut tentunya dapat
mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi pada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
terdapatnya kearifan lokal seperti Gatra Pawongan (Bali) , Seren Tahun (Banten), dan Sawen
(Banten). Gatra Pawongan merupakan hubungan antara manusia dengan manusia terdiri dari Nilai
Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpayana yang berarti perlunya kebersamaan dan
kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan sosial yang saling
menghargai dan menghormati (Farhan 2012). Seren Tahun merupakan upacara tentang doa-doa
sebelum atau sesudah melakukan kegiatan pertanian, hal ini sebagai sarana pemererat hubungan
antar manusia. Sawen merupakan kayu penanda kepemilikan hasil panen, kearifan lokal ini dapat
menjaga rasa saling kepercayaan diantara masyarakat (Tirsa 2012).
7
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Sebagaimana yang telah diulas diatas, bahwa sumberdaya alam merupakan unsur penting
bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Alam dan manusia merupakan suatu kesatuan sistem sosial
yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan sebuah kearifan lokal di suatu daerah memberikan
dampak bagi eksistensi sebuah sumberdaya alam yang berimplikasi terhadap kesejahteraan
manusia yang memanfaatkannya. Untuk melihat apakah sebuah kearifan lokal Hajat Laut dapat
mempengaruhi masyarakat khususnya dalam aspek kesejahteraan ekonomi dan sosial , penting
untuk diteliti eksistensi sebuah kearifan lokal yang diukur dari pengetahuan, sikap dan perilaku
terhadap kearifan lokal Hajat Laut itu sendiri.
Faktor Internal Nelayan:



Umur
Tingkat pendidikan
Tingkat pendapatan
Eksistensi Kearifan
Lokal Hajat Laut
Kesejahteraan


Ekonomi
Sosial
Keterangan:
mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
2.3.
HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1. Karakteristik responden mempengaruhi eksistensi kearifan lokal Hajat Laut.
2. Eksistensi kearifan lokal Hajat Laut mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan
sosial.
2.4.
DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang jelas, sehingga
memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional dan pengukuran peubah dalam
perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Umur
Adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun penelitian dilaksanakan.
Penggolongan tingkat umur di bawah ini berdasarkan Havighurst (1950) dalam Mugniesyah
(2006):
a). Muda
(skor 3)
: Jika umur responden 16 – 30 tahun
b). Menengah (skor 2)
: Jika umur responden 31 - 50 tahun
c). Tua
(skor 1)
: Jika umur responden > 50 tahun
2. Tingkat Pendapatan
Adalah faktor internal individu (Tingkat Pendapatan) ini diberi skor berdasarkan data yang didapat
dilapangan, yang dibagi dalam tiga kategori berdasarkan rumus standar deviasi dari pendapatan
responden. Pendapatan tersebut didasarkan pada data emic yaitu dengan menghitung rata-rata
pendapatan masyarakat.
Rata-rata hasil kerja berupa uang yang diperoleh individu setiap bulan.
a). Rendah
(skor 1)
: Pendapatan di bawah rata-rata pendapatan masyarakat
b). Sedang
(skor 2)
: Pendapatan rata-rata dari pendapatan masyarakat
c). Tinggi
(skor 3)
: Pendapatan di atas rata-rata pendapatan masyarakat
3. Tingkat Pendidikan
Jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden, maka digolongkan sebagai
berikut:
a) Rendah (skor 1)
: Tidak sekolah dan SD
b) Menengah (skor 2)
: SMP dan SMA
c) Tinggi
(skor 3)
: Pendidikan lanjutan setelah SMA
4. Pengetahuan nelayan adalah pengetahuan yang diketahui oleh nelayan setelah mengalami,
menyaksikan, mengamati dan berkaitan dengan kearifan lokal Hajat Laut. Sikap nelayan adalah
pandangan-pandangan atau perasaan disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap kearifan
lokal Hajat Laut. Perilaku nelayan adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan nelayan dalam hubungannya dengan kearifan lokal Hajat Laut.
Ukuran yang digunakan adalah:
Ya
: skor 2
Tidak
: skor 1
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah pertanyaan yang dibuat, maka dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
Tinggi
: skor 29≤ x ≤34
Sedang
: skor 23≤ x <28
Rendah
: skor 17≤ x <22
5. Kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau
keluarga berbeda satu sama lain. Namun pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan
kebutuhan dasar. Kesejahteraan ekonomi dapat diukur melalui kepemilikan aset dan pola
konsumsi. Kepemilikan aset merupakan jumlah barang berharga yang dimiliki suatu individu atau
keluarga. Pola konsumsi adalah proporsi pengeluaran keluarga yang dialokasikan untuk
kebutuhan pangan dan non pangan.
Ukuran yang digunakan adalah:
Setuju
: skor 3
Kurang Setuju
: skor 2
Tidak Setuju
: skor 1
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah pertanyaan yang dibuat, maka dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
Tinggi
: skor 24≤ x ≤30
Sedang
: skor 17≤ x <23
Rendah
: skor 10≤ x <16
9
6.
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan
sosial yang sebaik-sebaiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia. Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari semakin
banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka
dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat.
Ukuran yang digunakan adalah:
Setuju
: skor 3
Kurang Setuju
: skor 2
Tidak Setuju
: skor 1
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah pertanyaan yang dibuat, maka dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
Tinggi
: skor 24≤ x ≤30
Sedang
: skor 17≤ x <23
Rendah
: skor 10≤ x <16
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini dilakukan di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis,
Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Alasan
pemilihan lokasi penelitian adalah 1) masyarakat Desa Pananjung merupakan masyarakat pesisir
dan bermatapencaharian sebagai nelayan yang menjadikan laut sebagai sumber kehidupan baik
dari segi ekonomi maupun sosial 2) masyarakat Desa Pananjung merupakan masyarakat pesisir
yang masih menjalankan tradisi ritual Hajat Laut dalam kegiatan melaut. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014.
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Periode Tahun 2014/2015
Kegiatan
Menyusun
proposal
Skripsi
Kolokium
Perbaikan
proposal
Pengambilan
data
Lapang
Pengolahan dan
analisis data
Penyusunan
draft
Skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan
laporan
Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4
2014
Maret
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
10
penelitian
3.2.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis data primer dan dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapanagan serta dari hasil kuesioner yang
ditanyakan langsung kepada responden melalui wawancara. Wawancara mendalam juga
digunakan untuk memperoleh data primer dari informan dengan menggunakan panduan
pertanyaan. Data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka dan analisis berbagai literatur yang
terkait dengan kondisi desa, peta lokasi penelitian, dan dokumen tertulis lainnya. Selain itu, peneliti
juga membuat catatan harian selama proses pengumpulan data di lapangan untuk melengkapi
bagian yang kurang pada data primer dan data sekunder.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Pananjung. Populasi
sasarannya adalah seluruh nelayan di Desa Pananjung. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
individu. Penelitian akan dilakukan pada nelayan. Responden yang ditentukan adalah nelayan.
Pengambilan sample sebanyak 60 responden dilakukan dengan menggunakan teknik Simple
Random Sampling, dimana sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau
satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel
(Mantra dan Kasto 1989).
3.3.
TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Unit analisis pada penelitian ini adalah nelayan. Data kuantitatif dari pengisian
kuesioner diolah dengan tabulasi silang dan tabel frekuensi kemudian dianalisis secara
deskriptif. Analisis data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi dilakukan secara
terus menerus yang terdiri atas pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan untuk menjelaskan dan memperkuat analisis dari data
kuantitatif yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Annas FB. 2013. Analisis eksistensi kearifan lokal huyula desa bongoisme provinsi gorontalo.
[Skripsi]. Bogor[ID]: Institut Pertanian Bogor.
Arafah.2002.Pengetahuan Lokal Suku Morone Dalam Sistem Pertanian di
Sulawesi Tenggara [Thesis]. Program Pascasarjana : Institut Pertanian Bogor.
Ardhana G. 2005. Kearifan lokal tanggulangi masalah sosial menuju ajeg bali. [Artikel]. [Internet].
[Dikutip 29 September
2013].
Dapat diunduh dari:
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/11/12/o2.htm
Aulia, Dharmawan AH. 2010. Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya air di kampung kuta.
Sodality. 04(03): 345-355
[BPS] Biro Pusat Statistik. 1991. Statistik kesejahtraan rumah tangga 1991: metode dan analisis.
Jakarta[ID]: Biro Pusat Statistik. 289 hal
___________________. 1996. Indikator kesejahteraan rakyat. Jakarta[ID]: Biro Pusat Statistik.
145 hal
___________________. 2005. Statistik kesejahteraan rakyat 2005. BPS. Jakarta
___________________. 2006. Statistik kesejahteraan rakyat 2006. BPS. Jakarta
11
Bruce, M. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan .Penerjemah: Setiawan B, Dwita Hadi
Rami. Yogyakarta[ID]: Gadjah Mada University Press.
Daeng, H.J. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta[ID]:
Pustaka Pelajar.
Farhan . 2012. Pengaruh Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Pantai Terhadap
Kunjungan Wisatawan. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman tata cara inventarisasi pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Jakarta.
Keraf, Sonny. 2002. Etika lingkungan. Jakarta [ID]: PT Kompas Media Nusantara. 322 hal
Koentjaraningrat.1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta[ID]: UI Press.
Nasrudidin. 2011. Kearifan lokal di tengah modernisasi. [internet]. [dikutip 29 September 2013].
Dapat diunduh dari: http://litbang.kem dikbud.go.id/Data/con tent2/buku%20kearifan%20lokal.pdf
Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.. Jakarta (ID) : Rineka
Cipta.
Novrian D, Siswanto Z, Firmansyah D. 2010. Perbandingan model-model tata kuasa, tata kelola,
dan tata produksi kehutanan berikut kesejahteraan yang dihasilkannya, studi kasus di gunung
tonjong, tasikmalaya. Dalam: Savitri LA, Shohibuddin M, Saluang S, editor. Memahami dan
menemukan jalan keluar dari problem agraria dan krisis sosial ekologis. Yogyakarta-Bogor[ID]:
STPN Press-Sajogjo Institut. Hal 51-59.
Reswati E, Kurniasari N. 2011.Kearifan lokal masyarakat lamalera: sebuah ekspresi hubungan
manusia dengan laut. Bul Sosek Kel Prik. [Internet]. [dikutip 12 Desember 2013]: 06(02): tidak ada
hal. Dapat diunduh dari: http://www.bbrse.kkp.go.id/publ ikasi/buletin_ 2011_v6_no2_(1)_full.pdf
Sairin S. 2006. “Yang Diingat dan Dilupakan, Yang Teringat dan Terlupakan:
Social Memory dalam Studi Antropologi” dalam Ahimsa-Putra HS (ed).
Esai-esai Antropologi Teori, Metodologi dan Etnografi. Yogyakarta: Keppel
Press.
Singarimbun M. 1989. Metode dan proses penelitian. Dalam: Singarimbun M dan Effendi S, editor.
Metode penelitian survai. Jakarta[ID]: LP3ES
Sirait E. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Kemasyarakatan dan Kearifan
Lokal Kasus Pengelolaan Cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan
Provinsi Nusa Tenggara Timur.[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana: Institut
Pertanian Bogor.
Teddy H. 2013. Kearifan lokal masyarakat pangandaran. [internet]. [dikutip 10 Februari 2014].
Dapat diunduh dari: http://heruteddyliberty.wordpress.com/2013/05/07/kearifan-budaya-lokalmasyarakat-pangandaran/
Tirsa O. 2012 . Praktik-Praktik Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Pertanian Padi Sawah. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
12
[UU] Undang-undang Republik Indonesia
Kesejahteraan Sosial
Nomor 16 tahun 1974 Tentang Ketentuan Pokok
[UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor
Pengelolaan Lingkunan Hidup
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Utina R. 2012. Kecerdasan ekologis dalam kearifan lokal masyarakat baji desa torosiaje provinsi
gorontalo. Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan Hidup Indonesia Ke-21. [Internet]. [Waktu
dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Mataram[ID]: tidak ada penerbit. [dikutip 03 Desember
2013]. Dapat diunduh dari: http://repository.ung.ac.id/get/karya ilmiah/31/kecerdasan-ekologisdalam-kearifan-lokal-masyarakat-bajo-desa-torosiaje-provinsi-gorontalo.pdf
Van den Ban AW dan Hawkins HS. 1996. Agricultural Extention (second
edition). Blackwell Science. Osney Mead. Oxford OX2 OEL
13
Lampiran 1. Peta Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
14
Lampiran 2
KUESIONER
Nomor Kuesioner
Tanggal Pengisian
DOKUMEN
RAHASIA
AssalamualaikumWr. Wb.
Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi
Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
angkatan 2010. Saat ini saya sedang melakukan penelitian “Pengaruh Kearifan
Lokal Hajat Laut terhadap Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Nelayan”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1).
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi
kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Apapun jawaban Bapak/Ibu, akan
menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban
Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian ini.
Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan
terima kasih.
Hormat saya,
Anggita Widasari (I34100023)
15
I.
KARAKTERISTIK INDIVIDU
Isi jawaban pada bagian yang disediakan!
1.
2.
3.
Nama Responden
Umur
Jenis Kelamin
:
:
:
……………………………………………………………
…………………………………………………………....
4.
5.
6.
7.
Alamat Rumah
Pendidikan Terakhir
Mata Pencaharian Utama
Mata Pencaharian
Sampingan
Pendapatan per bulan
Status Responden
:
:
:
:
……………………………………………………………
……………………………………………………………
:
:
……………………………………………………………
□
Suami
□
Istri
□
Anak
□
Lainnya…………………………………………
8.
9.
II.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
III.
□
□
Laki-laki
Perempuan
……………………………………………………………
……………………………………………………………
EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HAJAT LAUT
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan anda
yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan anda!
Jawaban
Pertanyaan
Pengetahuan Nelayan Terhadap Hajat Laut
Apakah anda mengetahui ritual Hajat Laut?
Apakah anda mengetahui arti Hajat Laut?
Apakah anda mengetahui tujuan Hajat Laut?
Apakah anda mengetahui waktu diadakannya Hajat Laut?
Apakah anda mengetahui syarat-syarat dalam ritual Hajat
Laut?
Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan dalam ritual
Hajat Laut?
Sikap Nelayan Terhadap Hajat Laut
Apakah anda senang/tertarik dengan ritual Hajat Laut?
Apakah anda mengetahui sanksi apa yang akan didapat jika
tidak melakukan ritual Hajat Laut?
Apakah anda senang/tertarik mengikuti ritual Hajat Laut?
Apakah anda bersedia membayar iuran untuk
penyelenggaraan ritual Hajat Laut?
Setujukah anda jika ritual Hajat Laut diselenggarakan tiap
tahun?
Apakah menurut anda ritual Hajat Laut layak diturunkan
kepada generasi selanjutnya?
Perilaku Nelayan Terhadap Hajat Laut
Anda bersedia meluangkan waktu untuk mengikuti Hajat Laut
Anda bersedia melakukan iuran untuk mempersiapkan
jempana untuk Hajat Laut
Anda bersedia gotong-royong dalam ritual Hajat Laut
Anda bersedia mengikuti rangkaian ritual Hajat Laut
Anda mewariskan ritual Hajat Laut kepada keturunan anda
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
KESEJAHTERAAN EKONOMI NELAYAN
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan anda yang
menunjukkan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan anda!
16
Keterangan :
S (Setuju)
KS (Tidak Setuju)
TS (Tidak Setuju)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
IV.
Pernyataan
S
Jawaban
KS
TS
Anda bisa membeli motor dengan menggunakan penghasilan
dari melaut
Anda membangun rumah dengan menggunakan penghasilan
dari melaut
Anda membeli televisi dengan menggunakan penghasilan dari
melaut
Anda bisa membeli emas dengan menggunakan penghasilan
dari melaut
Anda bisa membeli perahu dengan menggunakan penghasilan
dari melaut
Anda makan 3 kali sehari
Anda mengkonsumsi daging minimal 3 kali dalam sebulan
Anda mengkonsumsi susu sebagai pelengkap makanan pokok
Rumah anda menggunakan listrik berdaya 1500 watt
Membeli pakaian baru 1 kali dalam sebulan
KESEJAHTERAAN SOSIAL NELAYAN
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan anda yang
menunjukkan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan anda!
Keterangan :
S (Setuju)
KS (Tidak Setuju)
TS (Tidak Setuju)
No.
Pernyataan
1
Anda merasa diasingkan jika tidak mengikuti ritual Hajat Laut
Anda merasakan ketenangan bathin jika telah menunaikan ritual
Hajat Laut
Anda merasa keselamatan anda dalam melaut terjaga apabila
melakukan ritual Hajat Laut
Anda merasa tangkapan ikan melimpah apabila melakukan ritual
Hajat Laut
Anda merasa ritual Hajat Laut meningkatkan kebersamaan antar
warga
Anda merasa rezeki bertambah jika melakukan ritual Hajat Laut
Anda merasa telah mentaati norma-norma yang disepakati
bersama jika melakukan ritual Hajat Laut
Anda merasa kehidupan anda diberkahi jika melakukan ritual
Hajat Laut
Anda merasa rukun dengan warga lainnya jika melakukan ritual
Hajat Laut
Anda merasa jika dengan melakukan Hajat Laut berarti
melestarikan kebudayaan daerah
2
3
4
5
6
7
8
9
10
S
Jawaban
KS
TS
17
Lampiran 3. Panduan Pertanyaan
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
PENGARUH KEARIFAN LOKAL HAJAT LAUT TERHADAP KESEJAHTERAAN EKONOMI DAN SOSIAL
MASYARAKAT NELAYAN PANGANDARAN
1. Bagaimana sejarah awal mula muncul ritual hajat laut?
2. Apa saja manfaat yang didapatkan dari ritual hajat laut?
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan di dalam rangkaian ritual hajat laut?
4. Apakah semua masyarakat terlibat?
5. Apakah ada sanksi/hukuman apabila tidak mengikuti hajat laut?
6. Berapa biaya yang disisihkan untuk iuran hajat laut?
7. Apakah iuran tersebut membebankan keluarga bapak/ibu?
8. Mengapa bapak/ibu masih mau mempertahankan ritual hajat laut ini?
9. Apakah hajat laut penting bagi kehidupan bapak/ibu? Mengapa?
10. Apakah bapak/ibu ingin melestarikan budaya ini? mengapa?
11. Bagaiamana cara bapak/ibu melestarikan ritual hajat laut ini?
12. Apakah ada dana bantuan dari pihak luar atau pemerintah untuk melaksanakan ritual hajat
laut?
13. Apakah ada pantangan atau hal-hal yang tidak boleh dilakukan sebelum dan sesudah ritual
hajat laut?
14. Apakah ada kendala atau masalah dalam melakukan ritual hajat laut? Jika iya, apa saja?
15. Bagaimana cara mengatasi kendala atau masalah tersebut?
18
Lampiran 4. Rancangan Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Lokasi dan Waktu
3.2. Teknik Pengumpulan Data
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografis
4.2. Kondisi Ekonomi
4.3. Kondisi Sosial
5. HAJAT LAUT
5.1. Sejarah Hajat Laut
5.2. Tradisi dan Kegiatan Hajat Laut
5.3. Manfaat Kegiatan Hajat Laut
6. ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN EKSISTENSI KEARIFAN
LOKAL HAJAT LAUT
6.1. Hubungan Karakteristik Umur dengan Eksistensi Hajat Laut
6.2. Hubungan Karakteristik Tingkat Pendidikan dengan Eksistensi Hajat Laut
6.3. Hubungan Karakteristik Tingkat Pendapatan dengan Eksistensi Hajat Laut
7. ANALISIS EKSITENSI KEARIFAN LOKAL HAJAT LAUT TERHADAP KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
7.1. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Terhadap Kesejahteraan Ekonomi
Masyarakat Nelayan Pangandaran
7.2. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Nelayan Pangandaran
8. PENUTUP
8.1. Kesimpulan
8.2. Saran
9. LAMPIRAN
Download