Majas Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam Bahasa Indonesia, majas terdiri dari 4 jenis: 1. majas perbandingan 2. majas sindiran 3. majas penegasan 4. majas pertentangan 1) Majas perbandingan Majas perbandingan ialah majas yang berusaha membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Contoh: Hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami-istri, antara nahkoda dan juru mudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahtera, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal. Contoh: Banyak korban berjatuhan pada perang dunia kedua. Apakah setiap guru harus bernasib seperti Umar Bakri? Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll. Contoh: Rumah itu bagaikan istana seorang raja. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. Contoh: Dia dianggap anak emas dalam keluarganya. Perpustakaan adalah gudang ilmu. Raja siang keluar dari ufuk timur. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia. Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Contoh: Para siswa senang sekali membaca Andrea Hirata. Dalam pertandingan kemarin Indonesia memperoleh perunggu, sedangkan Singapura memperoleh perak. Ayang baru saja membeli Zebra padahal saya ingin Kijang. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Contoh : Si monyet tinggal di hutan. uu aa uu aa l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x. Kami berharap Anda dapat menerima pemberian yang tidak berharga ini. Gajiku tak seberapa, hanya cukup untuk makan anak dan istri. Pertolongan apakah yang Anda harapkan dari saya yang lemah dan bodoh ini ? Terimalah bingkisan yang tidak tidak berarti ini. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Contoh : Saya terkejut setengah mati mendengar suara geledek itu. Tubuhnya kurus kering setelah ditinggalkan oleh ayahnya. Pekik merdeka berkumandang di angkasa. Cita-cita anak itu setinggi langit Saya terkejut setengah mati mendengar suara geledek itu. Tubuhnya kurus kering setelah ditinggalkan oleh ayahnya. Pekik merdeka berkumandang di angkasa. Cita-cita anak itu setinggi langit. Terik matahari membakar tulangku. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Contoh: Badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk. Daun kelapa melambai-lambai di tepi pantai. Awan hitam menebal diiringi halilintar bersahut-sahutan. Bel sekolah memanggil-manggil para siswa untuk masuk ruangan. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek. Contoh: Paman saya mempunyai atap di Jakarta. Sampai sore ini dia belum kelihatan batang hidungnya. Kami akan membeli tiga ekor ayam untuk lebaran nanti. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Contoh: Indonesia meraih medali emas dalam kejuaraan bulutangkis. Sekolah kami meraih juara pertama dalam pertandingan sepak bola. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. Contoh: Maaf, saya mau ke belakang sebentar. Anak bapak ini agak kurang pendengaran. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Contoh: Kayak cacing kepanasan aja loe! Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. 2) Majas sindiran Majas sindiran yaitu majas yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan pada orang lain dengan cara menyindir. a. b. c. d. e. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Contoh: Bagus sekali rapormu, banyak benar angka merahnya. Rajin sekali kamu, lima hari tidak masuk sekolah. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar. Contoh: Pergi kau dari sini, bangsat! Rupanya kamu yang merebut kekasihku, bajingan! Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi). Contoh: Perkataanmu sangat menyebalkan. Kata-kata itu tidak pantas disampaikan oleh orang terpelajar seperti kamu ! Bisa-bisa aku jadi gila melihat kelakuanmu. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. 3) Majas penegasan Majas penegasan ialah majas yang berusaha menekankan pengertian suatu kata atau ungkapan. a. b. c. d. e. f. g. h. i. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh: Pasukan itu maju ke depan. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Contoh: Selamat datang pahlawanku, selamat datang pujaanku, selamat datang bunga bangsaku. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan. Paralelisme anafora: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar. Contoh: sunyi itu duka sunyi itu kudus sunyi itu lupa sunyi itu lampus Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya. Contoh: Kita harus merapikan dan membereskan lemari kita. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan. Contoh: Karena buah penanya yang kontroversial, dia menjadi buah bibir masyarakat. Kita harus saling menggantungkan diri satu sama lain, kalau tidak kita telah menggantung diri. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x. y. z. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Contoh: Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai mobil berjejer memenuhi halaman parkir gedung serba guna. Baik itu RT, kepala desa, camat, bupati, gubernur bahkan presiden memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. Contoh: Bapak kepala sekolah, para guru, dan murid-murid sudah berada di lapangan upacara. Gedung-gedung, rumah-rumah, dan gubuk-gubuk, semuanya mengibarkan bendara Merah Putih pada tanggal 17 Agustus. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya. Contoh: Paman saya wartawan → Wartawan, paman saya. Dia datang → Datang dia. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Contoh: Siapa yang tidak ingin hidup bahagia? Apa ini hasil pekerjaanmu selama bertahun-tahun? Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada. Contoh: Dia dan ibunya ke Tasikmalaya (penghilangan predikat pergi) Lari ! (penghilangan subjek kamu) Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu. Pararelisme epifora: gaya bahasa yang menempatkan kata yang sama secara berulang-ulang diakhir baris puisi. Contoh: Bumi kelabu Luat kelabu Langit kelabu Alam semesta inipun kelabu Dan hatiku kini jadi kelabu. aa. bb. Simetri: gaya bahasa yang menegaskan pengertian kalimat dengan pengertian lain yang maksudnya sebanding. Contoh: Ia menjadi pendiam. Suka mengasingkan diri. Kiasmus: majas yang berisi pengulangan sekaligus mengandung inversi. Contoh : Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin merasa dirinya kaya. 4) Majas pertentangan Majas pertentangan adalah bahasa yang diungkapkan dengan cara mempertentangkan suatu hal yang berfungsi mempertegas arti atau maksud. a. b. c. d. e. f. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar. Contoh: Daerah ini tandus, tapi penduduknya makmur. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase. Contoh: Nuklir dapat menjadi pemusnah masal, tetapi juga dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia. Yang tetap dalam dunia ini adalah perubahan. Api dapat menjadi kawan atau lawan. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya. Contoh: Tua muda, besar kecil, laki-laki perempuan semua hadir dalam pertunjukan itu. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Contoh: Tahun ini semua anak kelas 8 bilingual naik kelas, kecuali dia. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya. Contoh: Ada sebuah karangan fiksi dengan setting perang dunia I. “arahkan bom nuklir kea rah mereka, dan luncrkan!” padahal, pas perang dunia I belum ada roket nuklir. Okupasi: gaya bahasa yang mengandung bantahan atas suatu hal yang kemudian disampaikan pula penjelasannya. Contoh: Merokok itu mengganggu kesehatan, tetapi ada juga yang tidak bisa bekerja tanpa merokok.