disini - Library Binus

advertisement
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Masyarakat adalah makhluk sosial yang selalu terlibat dalam suatu
komunikasi, baik bertindak sebagai Komunikator (pembicara) maupun sebagai
Komunikan (pendengar). Dalam suatu komunikasi, bahasa merupakan alat yang
sangat penting untuk mengungkapkan ide, gagasan, maksud, dan sebagainya. Bahasa
adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk
tujuan komunikasi. Sifat arbitrer dalam bahasa ini menurut Chaer (1989:32), dengan
menggunakan istilah De Saussure, diartikan bahwa tidak ada hubungan spesifik
antara deretan fonem pembentuk kata dengan maknanya. Dengan demikian, tidak
ada
hubungan
langsung
mengartikan (signifiant).Dengan
antara
yang
demikian,
diartikan (signifie) dengan
bahasa
digunakan
sebagai
yang
alat
komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud pembicara kepada pendengar
(Nababan, 1992:66). Pada peristiwa komunikasi, bahasa berfungsi ideasional dan
interpersonal. Sedangkan untuk merealisasikan dan mewujudkan adanya wacana,
bahasa berfungsi tekstual. Dalam hal ini, para partisipan (penutur dan mitra-tutur,
pembicara dan mitra-bicara) berkomunikasi dan berinteraksi sosial melalui bahasa
dalam wujud konkret berupa wacana (lisan atau tulis) (Sumarlam, 2003:4).
Menurut Ramlan (1985:48), bahasa sebagai sarana komunikasi terdiri dari
dua bagian, yaitu bentuk ( form) dan makna (meaning). Bentuk bahasa merupakan
bagian dari bahasa yang terdiri dari unsur-unsur segmental dan unsur-unsur
suprasegmental. Unsur-unsur segmental bahasa secara hierarkis terdiri dari wacana,
kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem. Adapun unsur unsur suprasegmental terdiri
dari intonasi dan unsur-unsur bawahannya, yaitu tekanan, nada, dan durasi.
Sedangkan makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk-bentuk itu yang dapat
menimbulkan reaksi tertentu. Reaksi itu dapat timbul karena mendengar atau
membaca rangkaian kata-kata tertentu yang membentuk frasa, klausa, kalimat, atau
wacana. Untuk mempelajari salah satu bagian dari sarana komunikasi tersebut,
terdapat satu cabang studi bahasa yang disebut semantik dimana studi semantik ini
1
2
mempelajari tentang makna dari suatu frasa, klausa, kalimat, atau wacana tersebut.
Menurut J.D Parera (2004:42), semantik sebagai pelafalan lain dari istilah la
semantique yang diukir oleh M. Breal dari Perancis merupakan cabang studi
linguistic general. Oleh karena itu, semantik adalah studi dan analisis tentang maknamakna linguistik. Sedangkan dalam kamus linguistik Kridalaksana (1993: 193194) mengungkapkan bahwa, semantik adalah :
1. Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga
dengan struktur makna suatu wacana.
2.
Sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada
umumnya.
Secara singkat, semantik merupakan ilmu yang mengkaji tata makna secara
formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks. Sementara itu, menurut Sutedi
(2003:103), objek kajian semantik antara lain ialah, makna kata (Go no Imi), relasi
makna kata (Go no Go to Imi Kankei), makna frase (Ku no Imi), dan makna kalimat
(Bun no Imi). Dari keempat objek yang dikatakan Sutedi, salah satu diantaranya
memiliki hubungan terhadap Penulisan skripsi ini, yaitu relasi makna kata. Yang
dimaksud dari relasi makna kata (Go to Go no Imi Kankei) adalah hubungan
semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
Dalam relasi makna terdapat satuan bahasa yang disebut gaya bahasa.
Menurut Leech & Short (2007:13) gaya bahasa atau yang sering disebut juga
stilistika, merupakan kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya
yang terdapat dalam karya sastra, analisis gaya bahasa biasanya dimaksudkan untuk
menerangkan sesuatu, yang pada umumnya dalam dunia kesusastraan untuk
menjelaskan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Menurut
Panuti Sudjiman (1993:3), stilistika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk
mengkaji cara sastrawan memanipulasi, dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah
yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh pengarang itu
sendiri.
Di dalam gaya bahasa, terdapat majas yang sering dianggap sebagai sinonim
dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas merupakan termasuk dalam gaya bahasa.
3
Majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok Penulis
sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan
maupun tertulis. Dalam dunia linguistik, majas terdiri dari banyak jenis. Moeliono
(1989:173) telah menggolongkan jenis-jenis majas kedalam empat golongan dalam
bukunya yang berjudul Kembara Bahasa, yakni (1) Majas perbandingan; (2) Majas
pertentangan; (3) Majas penegasan; dan (4) Majas ironi. Di dalam majas penegasan,
terdapat jenis majas repetisi, yaitu pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata,
atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai (Sumarlam, 2001:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang
diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan
macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,
epanalepsis, dan anadiplosis.
Majas penegasan tersebut biasanya terdapat dalam karya sastra. Sastra
didefinisikan sebagai karya dan kegiatan seni yag berhubungan dengan ekpresi dan
penciptaan (Sumardjo, 1994:1). Sastra memiliki fungsi sebagai penghalus budi
pekerti, peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan atau kepedulian sosial,
penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekpresi secara
kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis Suharyati (2007:2). Salah
satu contoh dari karya sastra yang ada, adalah novel. Novel adalah sebuah
karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Novel
biasanya berisi tentang sebuah kisah atau sepotong berita dengan lebih dari 100
halaman. Dalam sebuah novel terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
yang meiputi tema, alur (cerita), penokohan (watak), latar (setting), amanat (pesan),
sudut pandang, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi unsur religi,
sosial, moral, politik, kebudayaan, ekonomi, pendidikan, sejarah, dan lain sebagainya.
Di dalam karya sastra atau novel terdapat kalimat-kalimat yang tidak dapat di
pahami maknanya hanya dengan membaca, sehingga membutuhkan pemahaman
khusus untuk memahaminya. Terutama novel yang memiliki genre drama, karena
novel drama terdapat kalimat-kalimat yang cukup berlebihan sehingga dibutuhkan
pemahaman khusus untuk memahami makna-makna tersirat di dalamnya.
4
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis akan meneliti dengan kajian
semantik yakni, repetisi bahasa Jepang yang ada di dalam novel drama berbahasa
Jepang.
1.2 Pokok permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka Penulis
akan memfokuskan penelitian pada kajian semantik untuk meneliti novel drama
berbahasa Jepang.
1.3
Formulasi permasalahan
Penulis akan menganalisis majas repetisi yang ada dalam novel berbahasa Jepang.
Penelitian ini mencakup bidang linguistik semantik yang membahas mengenai jenisjenis makna dan hubungan-hubungannya. Akan tetapi, dalam penelitian ini, Penulis
membatasi penelitian agar bahasan tidak terlalu luas, Penulis akan meneliti jenis
repetisi dalam novel drama berbahasa Jepang.
1.4
Ruang lingkup
Dari latar belakang masalah di atas, Penulis akan meneliti melalui teori
hanpukuhou ( 反 復 法 ), dan jenis-jenis hanpukuhou, yakni, chougohou,
choutenpou, ruigigo no hanpuku, dan ku/ bun katachi no hanpuku, dari Kouhei Ito
tahun 2013, dalam novel Kicchin karya Yoshimoto Banana (1991).
1.5 Tujuan dan manfaat penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan
Penulis melakukan penelitian majas repetisi dalam novel berbahasa Jepang, yang
berjudul Kicchin karya Yoshimoto Banana (1991) adalah untuk mengetahui, dan
menjelaskan efek stilistika pada kalimat yang mengandung majas repetisi sehingga
terlihat bagian-bagian penting yang ditegaskan, dengan demikian manfaat dari
penelitian ini adalah diharapkan Pembaca dapat lebih mengetahui dan mengerti
mengenai efek stilistika yang ditimbulkan oleh penggunaan majas repetisi pada
bahasa Jepang.
1.6 Tinjauan pustaka
Sering dikatakan bahwa majas merupakan sinonim dari gaya bahasa, namun
sebenarnya majas merupakan satuan bahasa yang ada dalam gaya bahasa. Dalam
dunia linguistik, ada beberapa jenis majas. Satu diantaranya adalah majas repetisi,
5
yakni majas yang menjelaskan tentang pengulangan satuan lingual (kata, atau bagian
kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan. Berdasarkan tempat satuan
lingual yang diulangnya, repetisi dibedakan menjadi delapan jenis. Repetisi
epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan
anadiplosis.
Majas repetisi ini sebelumnya sudah digunakan sebagai teori acuan untuk
menganalisis suatu data, karya sastra, dan sebagainya oleh peneliti terdahulu,
diantaranya :
Harumi Setsuko (2012), judul penelitian ini adalah 日本と英語のなぞなぞ
比較 (perbedaan teka-teki bahasa Jepang dan bahasa inggris). Dalam penelitiannya,
Harumi Setsuko menjelaskan mengenai repetisi, dipaparkan pula contohnya, namun
hanya dari jenis-jenis repetisi pengucapan (音の反復). Analisis nya membandingkan
data dalam bahasa inggris dan dalam bahasa Jepang.
Dari tinjauan pustaka di atas, masih jarang yang menganalisis data
menggunakan teori repetisi dan jenis-jenis repetisi. Oleh sebab itu, Penulis akan
menganalisis data berupa novel menggunakan teori-teori repetisi.
6
Download