6 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN RANCANGAN
HIPOTESIS
Landasan teori berisi tentang ulasan atau penjabaran kembali teori-teori yang
diambil dari berbagai sumber. Tujuan dari bab 2 ini untuk mengidentifikasi dan
menjabarkan operasionalisasi variabel penelitian di CV. Sugiyama Surya Perkasa
yang sudah dibahas pada bab 1 tersebut. Sesuai dengan bahasan pada bab 1 tersebut
penulis ingin menganalisis pengaruh Emotional Labor terhadap Job Satisfaction serta
dampaknya pada Organizational Citizenship Behavior maka akan diperkuat teoriteori yang ada pada Bab 2 ini. Landasan teori berikut ini akan membahas mengenai
variabel Emotional Labor, Job Satisfaction, dan Organizational Citizenship
Behavior.
2.1. Emosi
Bagian ini akan menjelaskan pengertian dasar emosi. Emosi merupakan
aspek penting didalam suatu perusahaan untuk memecahkan masalah, jika
perusahaan tidak memperhatikan interaksi emosi karyawan yang berlaku dalam
menjalankan rutinitas pekerjaan, hal tersebut akan mempengaruhi hubungan antar
pelanggan dan rekan kerja.
2.1.1. Pengertian Emosi
Emosi adalah reaksi manusia yang kompleks terhadap keberhasilan
atau kegagalan personal yang mungkin dirasakan dan diungkapkan (Kreitner,
2005:191). Sedangkan definisi lain mengatakan emosi adalah perasaan kuat
yang diarahkan kepada seseorang atau sesuatu (Robbins, 2006: 145).
Emosi berasal dari kata movere yang merupakan kata kerja dalam
bahasa Latin yang berarti menggerakkan atau bergerak. Sedangkan secara
istilah, emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan
psikologis dan fisiologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu
(khusus) dan cenderung berkaitan dengan perilaku yang mengarah
(approach) atau menghindari (avoidance) terhadap sesuatu dimana perilaku
6
7
tersebut umumnya disertai adanya ekspresi jasmaniah, sehingga orang lain
dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi (Yasin, 2008:
www.siaksoft.com).
Dapat disimpulkan bahwa emosional adalah suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu mencakup perubahan perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya, dan perubahan perilaku pada umumnya disertai adanya ekspresi
kejasmanian.
Beberapa aspek emosi menurut Robbin dan Judge (2008:311-312):
1. Biologi Emosi
Semua emosi berasal dalam sistem limbik otak, yang kira-kira
berukuran sebesar kacang walnut dan terletak dekat batang otak kita.
Orang-orang cenderung merasa paling bahagia (melaporkan lebih
banyak emosi positif dibandingkan negatif) ketika sistem limbik
“memanas”, emosi-emosi negatif seperti rasa marah dan bersalah
mendominasi
emosi-emosi
positif
seperti
kegembiraan
dan
kebahagiaan.
2. Intensitas :
Setiap orang memberikan respons yang berbeda-beda terhadap
rangsangan pemicu emosi yang sama. Dalam sejumlah kasus,
kepribadian menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pada saat lain,
perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan
pekerjaan.
3. Frekuensi dan durasi:
Sean Wolfson pada dasarnya adalah seorang yang tenang dan
pendiam. Ia mencintai pekerjaannya sebagai seorang perencana
keuangan. Ia tidak menikmati keharusan memberikan pidato agar ia
menonjol di mata orang dan untuk mempromosikan berbagai
progamnya. Tetapi ia kadang kadang tetap harus memberikan pidato.
“Jika harus berbicara kepada banyak pendengar setiap hari, saya akan
berhenti dari bisnis ini,” katanya. “saya pikir saya dapat
8
melakukannya karena saya dapat memalsukan semangat dan
antusiasme selama satu jam, beberapa kali dalam sebulan”
Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang karyawan dari
suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi-emosi yang harus
di tampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan
lamanya mereka berusaha menampilkannya.
2.1.2 Pengertian Emotional Labor
Bagian ini akan menjelaskan pengertian Emotional Labor. Emotional Labor
merupakan kesesuaian emosi yang berlaku bagi organisasi sesuai tuntutan peran
yang mengharuskan seseorang untuk menampilkan perilaku emosional yang
menutupi perasaan mereka sebenarnya didalam suatu perusahaan. Dengan
pengendalian Emotional Labor di perusahaan maka manfaat yang di peroleh antara
lain kemampuan mengenali dengan tepat emosi orang lain, dapat memfasilitasi
interaksi dan mengurangi kesalahan komunikasi.
Kerja Emosional sendiri memiliki beberapa arti, maka penulis akan
mengemukakan beberapa arti dari Kerja Emosional menurut beberapa ahli:
1. Robbin dan Judge (2008:328) mengemukakan bahwa Kerja Emosional
adalah situasi dimana seorang karyawan mengekspresikan emosi-emosi
yang diinginkan secara organisasional selama transaksi antarpersonal di
tempat.
2. Menurut Hochsclid dalam Chia-Ju, Yi-Yu (2013:166) mengemukakan
Kerja Emosional mengacu pada pangendalian emosi dari pekerja yang
sering kontak dengan pelanggan. Kontrol ini menghasilkan ekspresi
wajah dan gerakan tubuh. Organisasi dan sistem penghargaan gajinya
menentukan bahwa pekerja harus mengontrol emosi mereka ditempat
kerja dan mampu menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi
organisasi.
3. Menurut Grandey dalam Chia-Ju, Yi-Yu (2013:167) menyatakan
bahwakerja emosional adalah proses mengatur baik perasaan dan
ekspresi untuk tujuan organisasi. ketika personel line pertama
berinteraksi dengan pelanggan, kerja emosional adalah tindakan
9
mengekspresikan emosi yang tepat, dalam tuntutan organisasi pekerja
harus mengontrol perilaku mereka dan menampilkan emosi yang sesuai.
2.1.3 Dimensi Kerja Emosional
Pembahasan dimensi kerja emosional dalam penelitian ini berguna
untuk kuesioner, dari dimensi variabel ini di jabarkan menjadi suatu
pernyataan yang diukur dengan skala likert.
Dimensi Kerja Emosional menurut Robbin dan Judge (2008:330)
adalah sebagai berikut:
1. Berpura-pura di permukaan (surface Acting)
Adalah
menyembunyikan
perasaan
terdalam
seseorang
dan
menghilangkan ekspresi-ekspresi emosional sebagai respons terhadap
aturan-aturan penampilan. Sebagai contoh: ketika seorang pekerja
tersenyum
kepada
pelanggan
meskipun
saat
ia
tidak
ingin
melakukannya, ia tidak ingin melakukannya, ia sedang berpura-pura
dipermukaan.
2. Berpura-pura secara mendalam (Deep Acting)
Adalah berusaha mengubah perasaan mendalam seseorang berdasarkan
aturan-aturan penampilan. Contohnya seorang penyedia layanan
kesehatan yang berusaha untuk secara tulus merasakan empati terhadap
pasiennya merupakan contoh berpura-pura secara mendalam.
2.2
Job Satisfaction (Kepuasan Kerja)
Karyawan yang mengalami kepuasan kerja akan mempunyai motivasi
untuk bekerja yang tinggi, mereka akan lebih senang dalam melakukan
pekerjaanya dan membawa manfaat bagi perusahaan dengan peningkatkan
disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan akan datang tepat
waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan.
2.2.1 Definisi Job Satisfaction (KepuasanKerja)
Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa pengertian
Kepuasan Kerja menurut beberapa ahli:
10
1. Mathis
dan
Jackson
(JobSatisfaction)
merupakan
(2006:121)
berpendapat
Kepuasan
Kerja
adalah keadaan emosional yang positif yang
hasil dari evaluasi
pengalaman
kerja
seseorang.
Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi.
2. Menurut Robbins (2007:73) kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai
perasaan
positif
tentang
pekerjaan
seseorang
yang
dihasilkan
berdasarkan evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik pekerjaan
tersebut. Seseorang dengan kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan
positif terhadap pekerjaannya, dan seseorang yang tidak puas memiliki
perasaan negatifterhadap pekerjaannya. kerja karyawan mengacu pada
sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Walaupun kepuasan kerja
merupakan sikap bukan perilaku, tetapi hasilnya penting bagi manajer
karena karyawan yang puas lebih rajin masuk kerja,memiliki kinerja
yang lebih baik, dan niat untuk bertahan di organisasi.
3. Hasibuan (2007:202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan
adalah
sikap
emosional
yang
menyenangkan
dan
mencintai
pekerjaannya. Sikap ini tercermin oleh morak kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja
4. Menurut siagian (2006:295) berpendapat bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif
maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang.
Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi atau
bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam
keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang
hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akanmerasa puas.
.
berdasarkan
pengertian-pengertian
diatas,
maka
dapat
disimpulkan kepuasan kerja sebagai sikap karyawan yang puas dalam
bekerja akanlebih mencintai pekerjaannya akan berdampak pada
emosional positif, taat pada peraturan, dan memiliki kinerja baik.
11
2.2.2 Konsep Job Satisfaction (Kepuasan Kerja)
Kepuasan Kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaanya daripada beberapa lainnya.
Konsep ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Wibowo (2007:300-301) membagikonsep kepuasan kerja
menjadi dua antara lain:
1. Two-Factor Theory
Konsep kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda,
yaitu motivators dan Hygiene factors
2. Value Theory
Menurut konsep ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat di mana
hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin
banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit
mereka menerima hasil, akan kurang puas.
2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja
Pembahasan dimensi kepuasan kerja dalam penelitian ini berguna
untuk kuesioner, dari dimensi variabel ini di jabarkan menjadi suatu
pernyataan yang diukur dengan skala likert.
Luthans (2006:244-245) menyatakan ada beberapa dimensi untuk
mengukur kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it self)
Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama
kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik,
kesempatanuntuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung
jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan
serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan kerja.
2. Atasan (supervisor)
12
Atasan yang senantiasa memberiakn perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan
bawahan nya dapat menjadi menyenangkan atau tidakmenyenangkan
bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan
kerjakepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja
adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan
membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang
penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai
yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan
adalah jika kedua hubungan positif.
3. Rekan Kerja (workers)
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka
dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga
mereka dapat saling berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami
dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada
umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja akan mempengaruhi
kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu.
4. Promosi (promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperolehpeningkatan karir selama bekerja.
Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan
dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan
adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta
proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
5. Gaji (pay)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji
yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi
kebutuhan tingkat rendah (sandang,pangan,dan papan), uang dapat
merupakan symbol,dari pencapaian(achievement), keberhasilan, dan
pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara
nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan.
13
6. Kondisi kerja (working conditions)
Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya
menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan
menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan
untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan
perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan
kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka
kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.
2.2.4 Meningkatkan Kepuasan Kerja
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan
kerjakaryawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003:159) :
1. Make jobs fun
Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada
yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat
membosankan, tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level
keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang
telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu orang
ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang
lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.
2. Pay people fairly
Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara
adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
3. Match people to jobs that fit their interests
Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan
atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan
kepuasan
dari pekerjaan tersebut.
4. Avoid boring, repetitive jobs
Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan
mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara
bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.
14
2.3
Organizational Citizenship Behavior
Organizational Citizenship Behavior merupakan aspek penting dalam suatu
perusahaan, Organizational Citizenship Behavior akan menjadi tuntutan organisasi
saat ini adalah tidak hanya perilaku in-role, tetapi juga perilaku extra-role. Karyawan
yang berperilaku Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kinerja
organisasi karena perilaku ini merupakan “pelumas” dari mesin sosial dalam
organisasi, dengan kata lain dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada
anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan
meningkatkan efisiensi perusahaan.
2.3.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Pada era globalisasi saat ini perusahaan dituntut untuk dapat
melakukan perubahan dari segi eksternal maupun internalnya agar dapat
menyesuaikan diri dengan para pesaingnya. Perilaku-perilaku yang
senantiasa ditonjolkan di dalam perusahaan saat ini tidak hanya perilaku
yang sesuai peranannya saja (in-role) akan tetapi diharapkan dapat lebih
memunculkan perilaku extra-role, sehingga kerjasama tim sebagai nilai
penting di dalam sebuah organisasi dapat dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan. Disamping itu, dengan adanya perilaku extra-roledi antara
karyawan efektivitas perusahaan akan meningkat. Perusahaan ataupun
manajer dapat menghemat beberapa sumber daya yang telah dialokasikan
sebelumnya apabila perilaku extra-roledi antara karyawan berjalan dengan
baik. Konsep mengenai Organizational Citizenship Behavior pertama kali
diperkenalkan kurang lebih semenjak tiga dekade yang lalu oleh Dennis
Organ pada tahun 1983. Menurut Organ merupakan bagian dari perilaku
organisasi. Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri karyawan yang
koorporatif, suka menolong, perhatian dan sungguh-sungguh. Sedangkan
dasar sikap mengindikasikan bahwa karyawan yang terlibat dalam OCB
untuk membalas tindakan organisasi (Luthans, 2006:251).
Robbins
dan
Judge
(2008:40)
mengemukakanOrganizational
Citizenship Behavior adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari
15
kewajiban kerja formal seorang karyawan namun mendukung berfungsinya
organisasi tersebut secara efektif.
Pareke (2004) mengemukakan Organizational Citizenship Behavior
mampu mempengaruhi keefektifan organisasi dikarenakan berbagai hal
menurut pareke (2004), yaitu OCB bisa meningkatkan produktivitas rekan
kerja, meningkatkan produktivitas manajerial, efisiensi penggunaan sumber
daya
organisasional,
meningkatkan
stabilitas
kinerja
organisasi,
meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan bisnis, dan menjadi dasar efektis untuk aktivitas koordinasi
antara anggota tim dan antara kelompok kerja.sedangkan apabila
Organizational Citizenship Behavior tidak terwujud dalam perusahaan maka
akibat yang muncul adalah ketika perusahaan memerlukan tenaga dan
pikiran karyawan diluar perannya, perusahaan akan menemui kesulitan,
sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan tidak dapat dicapai dengan
semestinya.
Organ (2006:139) mengemukakan OCB juga diartikan sebagai minat
terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui pelaksanaan
kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan
kerja, melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya
yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang
karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini, organisasi tidak
memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini
menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan
jabatan dan promosi buat karyawan tersebut. Oleh karena itu, OCB tidak
dikaitkan langsung dengan rewardtertentuseperti pemberian bonus atau
semacamnya.
Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Organizational Citizenship Behaviormerupakan :
1. Perilaku yang bersifat sukarela dan dipilih sendiri oleh karyawan dan
bukan suatupaksaan atau keharusan yang diwajibkanoleh organisasi
untuk kepentingan organisasi itu sendiri.
2. Perilaku di luar deskripsi jabatan yang menjadi kewajiban karyawan dan
dapat meningkatkan efektifitas organisasi.
16
3. Pelaksanaan OCB tidak terkait dengan rewardsecara langsung oleh
perusahaan, namun menjadi bahan pertimbangan dalam promosi.
2.3.2 Dimensi dalam Organizational Citizenship Behavior
Pembahasan dimensi Organizational Citizenship Behavior dalam
penelitian ini berguna untuk kuesioner, dari dimensi variabel ini di jabarkan
menjadi suatu pernyataan yang diukur dengan skala likert.
Menurut
Organ
(2006:120)
mengidentifikasi
5
dimensi
Organizational Citizenship Behavior, yaitu:
1. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami
kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam
organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah
kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang
ditanggungnya.
2. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang
diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan
kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan
jauh ke depan dari panggilan tugas.
3. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang
ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan –keberatan.
Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalamsportmanship
akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan
akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan
menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
4. Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari
masalah –masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini
adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain, yaitu
membantu teman kerja, mencegah timbulnya masalah sehubungan
17
dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta
menghargai kebutuhan mereka.
5.
Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan
organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif
untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur –prosedur
organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber - sumber yang
dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab
yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas
bidang pekerjaan yang ditekuni.
2.3.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior
Organ, et al (2006) mengemukakanOrganizational Citizenship
Behaviormemiliki beberapa manfaat bagi organisasi, sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas rekan kerja
Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya, dengan begitu akan meningkatkan
produktivitas rekan tersebut.
2. Meningkatkan produktivitas manajer
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
3. Menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi
secara keseluruhan.
a. Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer akan menggunakan waktunya untuk
melakukan tugas lain seperti membuat perencanaan.
b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya
membutuhkan pengawasan minimal dari manajer, sehingga manajer
dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar pada
mereka, berarti membantu manajer melakukan pekerjaan yang lebih
penting.
18
c. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat
menolong manajer karena tidak menghabiskan waktu terlalu banyak
dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
4. Menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja Karyawan menampilkan perilaku civic virtue akan
membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara
potensial meningkatkan efektivitas dan efesiensi kelompok.
5. Meningkatkan kinerja organisasi dan kemampuan organisasi untuk
menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.
6. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat , akan
meningkatkan kinerja dari stabilitas organisasi.
2.4
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu ini akan dibahas hubungan antara variabel
Emotional Labor, Job Satisfaction dan Organizational Citizenship Behavior yang
pernah dikaji dalam peneliti-peneliti terdahulu.
1.
Hubungan Emotional Labor terhadap Job Satisfaction
Penelitian oleh Wi Sm, Yi Ji (2012:310-319) yang berjudul “Influence of
Emotional Labor on Job Satisfaction, Intent to Leave, and Nursing
Performance of Clinical Nurses”. Hasil akhir dari penelitian ini adalah
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
Emotional Labor mempengaruhi Job Satisfaction. niat untuk pergi, dan
kinerja perawat. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor emosi
merupakan variabel penting dalam manajemen sumber daya manusia.
Oleh karena itu, manajer perawat harus mempertimbangkan faktor ini
untuk perbaikan efektivitas organisasi.
2.
Hubungan
Job
Satisfaction
terhadap
Organizational
Citizenship Behavior
Penelitian ini oleh Sharma, Jai Prakash; Bajpai, Naval; Holani, Umesh
(2011:67-75) yang berjudul“Organizational Citizenship Behavior in
19
Public and Private Sector and Its Impact on Job Satisfaction: A
Comparative Study in Indian Perspective”.
Job
Satisfaction
berhubungan
positif
dengan
berorientasi
Organizational Citizenship Behavior (Payne Stephanie C. et al , 2006).
Organizational Citizenship Behavior menjelaskan tindakan di mana
karyawan bersedia bekerja melampaui persyaratan yang ditentukan peran
mereka. Job Satisfaction itu sendiri sebagai prediktor kuat dari
Organizational Citizenship Behavior. (Smith dalam Sharma et al, 2011)
Hasil akhir dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan dalam tingkat Organizational Citizenship Behavior
karyawan di sektor publik dan organisasi sektor swasta. Data
dikumpulkan dari 200 karyawan yang terdiri dari staf manajerial dan non
- manajerial baik dari sektor publik dan organisasi sektor swasta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa karyawan dalam organisasi sektor publik
memiliki tingkat OCB yang lebih besar dibandingkan dengan organisasi
sektor swasta dan juga kepuasan meningkat pekerjaan sektor publik.
3.
E
motional Labor, Job Satisfaction, dan Organizational Citizenship
Behavior
Penelitian oleh Lu, Chia-Ju; Shih, Yi-Yu; Chen, Yi-Lien (April 2013, 165176) yang berjudul “Effects of Emotional Labor and Job Satisfaction on
Organizational Citizenship Behaviour: A Case Study On Business Hotel
Chains”
Emotional Labor mengacu pada emosional kontrol pekerja yang berada di
sering kontak dengan pelanggan. kontrol ini menghasilkan ekspresi wajah
dan tubuh gerakan. Organisasi dan gajinya sistem penghargaan menentukan
bahwa para pekerja ini harus mengendalikan emosi mereka di tempat kerja
dan mampu menciptakan suasana kerja kondusif bagi organisasi
(Hochschild dalam Chia Ju-lu et al, 2013), Locke dalam Chia Ju-lu et al,
2013 mendefinisikan Job Satisfaction sebagai keadaan emosi yang positif
berasal dari evaluasi anggota organisasi dari pekerjaan mereka.
Organizational Citizenship Behavior didefinisikan sebagai saling koperasi
perilaku antara organisasi dan anggota secara sukarela, spontan, iuran
20
perilaku dalam organisasi informal yang dibentuk oleh inisiatif pribadi dan
melebihi kontrak organisasi kewajiban (Barnard dalam Chia Ju-lu et al,
2013. Hasil akhir dari penelitian ini adalah karena pertumbuhan industri
pariwisata, industri perhotelan terus berkembang. Karyawan di industri jasa
juga meningkat setiap tahunnya. Namun, dengan masuknya tenaga
pelayanan, tingkat turnover staf tetap tinggi dan tidak stabil, secara tidak
langsung mempengaruhi kualitas pelayanan hotel. Dalam beberapa tahun
terakhir, industri jasa telah semakin menekankan staf kualitas layanan bagi
pelanggan. penelitian ini meneliti efek Emotional Labor dari staf hotel, Job
Satisfaction pada OCB. penelitian ini diperoleh 150 set kuesioner dari staf
jaringan hotel bisnis dan menyelidiki Emotional Labor bahwa pengalaman
tenaga pelayanan jaringan hotel bisnis di tempat kerja, Job Satisfaction ,
dan hubungan dengan OCB.
2.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian pustaka dan identifikasi permasalahan yang telah dijabarkan
diatas, maka penelitian ini dapat digambarkan oleh model gambar sebagai berikut:
EMOTIONAL LABOR (X):
•
•
JOB SATISFACTION (Y):
Berpura-pura di
permukaan (surface
acting)
Berpura-pura secara
mendalam (Deep
acting)
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
•
•
•
•
•
Pekerjaan itu sendiri
Gaji
Kesempatan dan
promosi
Supervisor
Rekan kerja
OCB (Z):
•
•
•
•
•
Altruism
Conscientiousness
Sportmanship
Courtessy
Civic Virtue
21
2.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian yang sedang dilaksanakan ialah sebagai berikut:
1. Hipotesis dari rumusan masalah pertama
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan Emotional Labor terhadap Job
Satisfaction di CV Sugiyama Surya Perkasa
Ha : Ada pengaruh yang signifikan Emotional Labor terhadap Job
Satisfaction di CV Sugiyama Surya Perkasa
2. Hipotesis dari rumusan masalah kedua
Ho:
Tidak ada pengaruh yang signifikan Job Satisfaction terhadap OCB di
CV Sugiyama Surya Perkasa
Ha: Ada pengaruh yang signifikan Job Satisfaction terhadap OCB di CV
Sugiyama Surya perkasa
3. Hipotesis dari rumusan masalah ketiga
Ho:
Tidak ada pengaruh yang signifikan Emotional Labor terhadap OCB
di CV. Sugiyama Surya Perkasa
Ha:
Ada pengaruh yang signifikan Emotional Labor terhadap OCB di CV.
Sugiyama Surya Perkasa
4. Hipotesis dari rumusan masalah keempat
Ho:
Tidak ada pengaruh yang signifikan Emotional Labor terhadap OCB
melalui Job Satisfaction di CV. Sugiyama Surya Perkasa
Ha:
Ada pengaruh yang signifikan antara Emotional Labor terhadap OCB
melalui Job Satisfaction di CV. Sugiyama Surya Perkasa
Download