UTS_PLSBT - Budi Al Aziz Santoso

advertisement
Nama
NIM
Kelas
Jurusan
Mata Kuliah
: Budi Santoso
: 0703943
:M
: Pendidikan Sejarah
: Pendidikan Lingkungan Seni Budaya Dan Teknologi
Ujian Tengah Semester-PLSBT
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan
hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai
dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial
yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,
pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara
lain:
1. Faktor Ekonomi
: Kemiskinan, pengangguran,dll.
2. Faktor Budaya
: Perceraian, kenakalan remaja,dll.
3. Faktor Biologis
: Penyakit menular, keracunan makanan,dsb.
4. Faktor Psikologis
: Penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Berdasarkan pengertian diatas berikut ini saya sajikan beberapa permasalahan
yang terjadi berkaitan dengan tugas dalam mata kuliah PLSBT:
1. Kekerasan di Sekolah:
Sabtu, 17 Mei 2008 | 14:49 WIB
JAKARTA, SABTU - Dari tiga kota pelaksanaan survei mengenai gambaran
bullying di sekolah, Yogyakarta mencatat angka tertinggi dibanding Jakarta dan
Surabaya. Ditemukan kasus bullying di 70,65 persen SMP dan SMU di Yogyakarta.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Ratna Juwita, yang melakukan penelitian ini,
mengatakan, tingginya kasus bullying di Yogyakarta belum diketahui sebabnya.
"Belum bisa dijelaskan mengapa. Padahal kalau dipikir-pikir itu adalah wilayah
Jawa Tengah yang terkenal halus," ujar Ratna dalam konferensi pers mengenai upaya
penanganan bullying di Jakarta, Sabtu (17/5). Menurut Ratna, dirinya belum dapat
memastikan betul apa yang menjadi penyebab tingginya persentase bullying di
Yogyakarta. Anehnya, Ratna juga mengatakan bahwa di Yogyakarta juga ditemukan
sekolah yang tingkat bullying-nya terendah, terutama di daerah pinggiran."Yang rendah
ini di sekolahnya terdapat hubungan antara guru dan siswa yang sangat baik. Sekolahnya
kecil dan nyaman, dalam arti hijau, anak-anak bebas main-main. Sekolah yang sangat
biasa," ujar Ratna. Maraknya aksi bullying atau tindakan yang membuat seseorang
merasa teraniaya di sekolah, baik oleh sesama siswa, alumni, atau bahkan guru harus
disikapi secara serius. Masalahnya, menurut Ketua Yayasan Sejiwa yang aktif memerangi
tindak bullying Diena Haryana, ini tidak hanya dapat berakibat langsung pada anak,
namun berakibat jangka panjang terhadap psikologis anak.
Kasus-kasus ini jarang menguak ke permukaan karena guru, orangtua, bahkan
siswa belum memiliki kesadaran tentang bullying. Bullying merupakan istilah yang
belum cukup dikenal masyarakat luas di Indonesia meski perilakunya eksis di dalam
kehidupan bermasyarakat, bahkan di dalam institusi pendidikan.
Menurut Andrew Mellor dari Antibullying Network University of Edinburgh,
bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain, baik berupa
verbal, fisik, maupun mental dan orang tersebut takut bila perilaku tersebut akan terjadi
lagi.
2. Permasalahan Bencana Alam (Situ Gintung)
Ada beberapa masalah yang terjadi di bencana Situ Gintung yang luput
dari perhatian kita atau memang kita terbawa arus kepanikan sesaat, masalah tersebut
adalah tidak adanya ICS (Inside Commander System). Sehingga apa yang terjadi
dilapangan yakni terjadi dua komando dari dua perguruan tinggi yang dua-duanya
mengklaim diri punya otoritas untuk menanganinya akibatnya sempat beberapa hari
koordinasinya sangat tidak bagus. Sebetulnya kedua pihak juga berniat baik, namun
alangkah indahnya jika semua komponen penanganan tanggap darurat ada dibawah satu
komando yang disepakati atau atas inisiatif pemerintah. Sehingga mungkin hasilnya akan
lebih efektif dan produktif.
Hal lain lagi yaitu kurang bagusnya Organisasi Penanganan Tanggap Bencana
yang terjadi disitu Gintung seperti halnya tidak ada tim Assesment atau kalau pun ada
kurang optimal sehingga kontribusi data untuk penganalisaan penangan bencana kurang
begitu bagus. Kurang terkoordinirnya komponen-komponen yang ada dilokasi bencana
sehinggga pada saat briefing atau penyampaian rencana atau sistem operasi kurang
tersosialisasikan dengan baik. Sistem database yang kurang optimal, sehingga sering kita
dengar ketidak akuratan atau simpang siurnya berita tentang korban yang ditemukan,
yang hilang, yang sedang dicari, dan jumlah korban yang meninggal. Penanganan logistik
yang kurang terpadu, banyaknya bantuan dari berbagai elemen masyarakat dan
ditempatkan dibeberapa tempat yang penanggung jawabnya berbeda-beda, sehingga
kurang bagus untuk pendistribusiannya maupun pengontrolannya dan yang paling
berbahaya lagi adalah munculnya prasangka buruk terhadap penanganan logistik padahal
kinerjanya sangat baik. Ini adalah hasil amatan saya yang terjadi di tempat
bencana jebolnya tanggul Situ Gintung dan saya percaya masih banyak aspek-aspek yang
belum terjangkau oleh amatan saya dan mudah-mudahan amatan saya ini bisa
memberikan kontribusi atau penguatan pada Pola dan SOP penanganan bencana, saya
mengingatkan pada kita semua termasuk saya bahwa Operasi Tanggap darurat(bencana)
akan ada beberapa faktor yang muncul kepermukaan, salah satu bagiannya yaitu
tadi adalah harus adanya ICS (Insident Commander System), harus ada Organisasi
Operasi Tanggap Darurat, harus ada Managemen Logistik, harus ada Management SDM
(sumber daya manusia), dan fasilitas pendukung lainnya.
3. Permasalahan Ketenagakerjaan
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya
berangkat dari 4 (empat) soal besar, yaitu;
1. tingginya jumlah penggangguran massal;
2. rendahnya tingkat pendidikan buruh;
3. minimnya perlindungan hukum
4. upah kurang layak
Pengangguran dan pendidikan rendah, masalah ini pada akhirnya tali temali
menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia. Bila ditelusuri
lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah disimpulkan bahwa akar dari semua masalah
itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar
konstitusi UUD 45 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang
cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap
buruh/pekerja.
Solusi Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner:
Hukum:
Segera mereformasi
badan peradilan perselisihan perburuhan, sehingga
dimungkinkan buruh mendapat pelayanan yang adil. Lembaga peradilan buruh itu harus
bersih, cepat, proses sederhana, biayanya murah dan ada limit waktu (usulan SBSI
maksimum 120 hari). Bentuk P4D dan P4P dan mekanisme tambahan ke PTUN
sebaiknya harus ditiadakan. Ada berbagai model peradilan buruh di berbagai negara yang
bisa diambil sebagai contoh.
Diberikan jaminan penegakan hukum dan kepastian berusaha terhadap investor,
sehingga investor tidak bingung terhadap banyaknya prosedur “tidak resmi” dalam proses
pengurusan usaha, dan biaya-biaya yang tidak tercatat. Faktor inilah membuat pengusaha
enggan berusaha di Indonesia sehingga menyulitkan dalam menyalurkan tenaga kerja
yang melimpah.
Ekonomi:
Harus ada desakan agar anggaran untuk sektor pendidikan dalam APBN
ditingkatkan, sehingga tercipta sistem pendidikan murah dan pengajar yang dihargai
secara layak. Implikasi 40 juta penganggur saat ini akan menjadi beban Indonesia
setidaknya 25 tahun ke depan, sebab hampir semua anak penganggur ini ditambah
dengan anak-anak buruh yang hanya mendapat upah kecil (UMR DKI Jakarta Rp
637.000.- ), akan terpaksa tidak bisa sekolah atau hanya bisa sekolah tamat SD saja.
Membawa 40 juta orang tidak terdidik pada tahun 2030 hanya akan menjadi beban besar
bagi negeri ini kelak.
Dalam jangka panjang, untuk menampung tenaga kerja dan perolehan nilai
tambah, pemerintah harus merubah strategi pengembangan industri dari yang berbasis
manufaktur
ke
sektor
andalan
(leading sectors)
industri
kita
yaitu
dengan
mengembangkan sektor-sektor yang memiliki keunggulan absolute (absolute comparative
advantage).
Politik:
Memfungsikan lembaga bipartit dan tripartit dalam mitra yang sejajar untuk
mengatasi hubungan industrial yang kurang baik, seperti pencegahan pemogokan
melalui perundingan. Lock out, dan mengatasi pengangguran.
Sosiologi:
Pemerintah yang bertanggungjawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun,
sehingga buruh bisa hidup layak. Sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang
baik akan mengurangi kriminalitas sosial.
DAFTAR RUJUKAN
Effendi, Ridwan dan Malihah, Elly. (2007). Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan
Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek.
Nusantara, Ariobimo.(Ed). (2008). Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan. Jakarta: PT. Grasindo.
Internet:
Godam 64. (2008). Definisi/Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah Sosial
Dalam Masyarakat. [Online]. Tersedia: http://organisasi.org/definisi-pengertianmasalah-sosial-dan-jenis-macam-masalah-sosial-dalam-masyarakat
[17
April
2009].
Lin. (2008). Kekerasan di Sekolah, Yogya Paling Tinggi. [Online]. Tersedia:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/17/14491761/kekerasan.di.sekolah.yo
gya.paling.tinggi [17 April 2009].
Silaban, Rekson. (2003). Masalah Aktual Ketenagakerjaan dan Pembangunan Hukum di
Indonesia.[Online].Tersedia:http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_conte
nt&task=view&id=124&Itemid=27 [17 April 2009].
Suparsa, Soma. (2009). Organisasi Tanggap Bencana Situ Gintung. [Online]. Tersedia:
http://groups.google.com/group/jabarpeduli/browse_thread/thread/cd6e2d8e28380
c6d [17 April 2009].
Download