profil kepatuhan pasien diabetes melitus

advertisement
Wijaya, et al
ORIGINAL ARTICLE
PROFIL KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS PUSKESMAS
WILAYAH SURABAYA TIMUR DALAM MENGGUNAKAN OBAT
DENGAN METODE PILL COUNT
I Nyoman Wijaya1, Azza Faturrohmah1, Whanni W. Agustin1, Tesa G. Soesanto1,
Dina Kartika1, Hikmah Prasasti1
1
Departemen Farmasi Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya 60286 Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kepatuhan merupakan sikap menjaga dan mematuhi aturan penggunaan obat. Pada penyakit kronis termasuk
diabetes melitus, pengobatannya memerlukan waktu yang lama sehingga pasien cenderung tidak patuh terhadap
aturan pengobatan. Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kepatuhan pasien diabetes melitus Puskesmas
wilayah Surabaya Timur dalam menggunakan obat. Profil kepatuhan ini hanya dilihat dari obat untuk terapi jangka
panjang yakni antidiabetes oral, antihipertensi, antihiperlipidemia, antiplatelet, diuretik, antigout dan antiangina.
Dalam penelitian ini, kepatuhan pasien ditentukan dengan metode perhitungan sisa obat (pill count). Pasien
dikatakan patuh jika persentase kepatuhan hasil perhitungan berada dalam rentang 70-120% (Gray, et al., 2001).
Penelitian deskriptif, cross sectional dilakukan pada Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara. lembar informasi
responden, lembar persetujuan untuk menjadi responden, interviewer, pedoman pertanyaan wawancara dan lembar
pengambilan data digunakan untuk mendokumentasikan data. Berdasarkan hasil penelitian yakni terdapat 138
responden. Kepatuhan terhadap penggunaan obat pada pasien diabetes melitus berdasarkan metode pill count
tersebut dinyatakan bahwa 45,65 % patuh dan 54,35 % dinyatakan tidak patuh.
Kata kunci: profil kepatuhan pasien diabetes melitus, Puskesmas, pill count.
ABSTRACT
Compliance means habit of controlling and following the instruction of the medicine use. In the chronic disease such
as Diabetes Mellitus, it requires a long time treatment so patients are less likely to comply with the treatment rules.
Therefore, patient compliance is required to achieve therapeutic goal. The aim of this study was to see the profile of
diabetic patients’ compliance in Primary Health Care Center, East Surabaya (Pucang Sewu Primary Health Care,
Menur Primary Health Care, Mojo Primary Health Care and Mulyosari Primary Health Care) for using drugs. Profile
of diabetic patients compliance was taken by identifying long term therapy consist of oral anti-diabetic,
antihypertensive, anti-hyperlipidemia, antiplatelet, diuretic, anti-gout and anti-angina. Measurements of patients’
compliance were pill count method. Patients compliance defined as 70- 120% (Gray, et al., 2001). Cross sectional
descriptive study was conducted during June 2014. The result showed that 45.65% of Diabetic patients were
compliance and 54.35% of Diabetic patients were not compliance on using drugs by pill count method.
Keywords : profile of diabetic patients compliance, heath care, pill count.
PENDAHULUAN
Pharmaceutical Care merupakan bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22
meningkatkan kualitas hidup pasien (Menteri
Kesehatan, RI 2004). Pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care) merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan (Health Care) bertujuan untuk
18
Wijaya, et al
meningkatkan penggunaan obat yang rasional,
keamanan penggunaan obat, efisiensi biaya obat, dan
harus mengikuti praktek kefarmasian yang baik (good
pharmaceutical practice) (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai
sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan
penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan
obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit kronis lainnya (Menteri Kesehatan, RI
2004). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit
kronis yang memerlukan pengobatan dalam jangka
panjang (long term therapy). Ketidaktepatan terapi
serta gaya hidup yang kurang baik maka akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut akan
menimbulkan polifarmasi sehingga pasien cenderung
untuk tidak patuh dalam menggunakan obat.
Kepatuhan merupakan sikap menjaga
dan
mamatuhi aturan dosis obat terhadap suatu penyakit.
Kepatuhan dapat juga didefinisikan sebagai sikap
pasien mengikuti anjuran dokter terhadap penggunaan
obat yang diberikan (Hussar, 2005). Ketidakpatuhan
pasien dalam menjalankan terapi merupakan salah
satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini sering
disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan
pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk
terapinya. Oleh karena itu, untuk mencegah
penggunaan obat yang salah dan untuk menciptakan
pengetahuan dan pemahaman pasien dalam
penggunaan obat yang akan berdampak pada
kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses
penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan
informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui
konseling obat. Pasien yang mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang obatnya akan menunjukkan
peningkatan ketaatan pada regimen obat yang
digunakannya sehingga hasil terapi akan meningkat
pula. Oleh karena itu, apoteker mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan informasi yang tepat
tentang terapi obat kepada pasien (Departemen
Kesehatan, RI 2007).
Pasien diabetes melitus dapat beresiko
mendapatkan komplikasi baik akut maupun kronis.
Komplikasi pada pasien diabetes melitus antara lain
hipertensi, dislipidemia, stroke, infeksi, retinopati,
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22
nefropati dan neuropati (Udayani, 2011). Berbagai
komplikasi tersebut, kemungkinan besar pasien
diabetes melitus juga menggunakan obat-obat lain
selain obat antidiabetes oral seperti obat
antihipertensi, antidislipidemia, dan lain lain
(Departemen Kesehatan RI, 2008a). Pengobatan pada
pasien diabetes melitus akan mengakibatkan
kejenuhan pada pasien tersebut. Oleh karena itu,
dilakukan
penelitian ini karena ketidakpatuhan
terhadap aturan pengobatan sering terjadi pada pasien
yang menderita penyakit kronis termasuk diabetes
mellitus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil
kepatuhan pasien diabetes melitus Puskesmas wilayah
Surabaya Timur (Puskesmas Pucang Sewu,
Puskesmas Menur, Puskesmas Mojo dan Puskesmas
Mulyosari) dalam menggunakan obat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional di
wilayah Surabaya Timur yang terdiri dari Puskesmas
Pucang Sewu, Puskesmas Mojo, Puskesmas
Mulyosari dan Puskesmas Menur. Metode penelitian
yang digunakan adalah survei dengan wawancara
bebas terpimpin. Sampel pada penelitian ini adalah
pasien diabetes melitus keempat Puskesmas yang
memenuhi kriteria inklusi yakni pasien dengan
diagnosa diabetes melitus dan menerima terapi obat
antidiabetes oral di Puskesmas dan pasien yang
bersedia menjadi responden.
Sumber data pada penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Data primer merupakan data
hasil pengumpulan data yang diperoleh dari
wawancara langsung dengan pasien diabetes melitus
Puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari data pasien
diabetes melitus yang diperoleh dari Puskesmas.
Sedangkan alat yang digunakan adalah peneliti
sebagai interviewer. daftar pertanyaan wawancara,
lembar informasi penelitian, lembar persetujuan
responden, serta lembar pengambilan data dan hasil
wawancara.
Terhadap
seluruh
instrumen
tersebut
dilaksanakan uji validitas rupa dan isi. Indikator
kepatuhan pada penelitian ini yakni dengan metode
pill count yakni jumlah sisa obat terapi yang sedang
digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi
diwawancara untuk diambil data pribadi maupun data
obat. Diperoleh total 138 pasien dari keempat
Puskesmas yakni Puskesmas Pucang Sewu,
Puskesmas Mojo, Puskesmas Mulyosari dan
19
Wijaya, et al
Puskesmas Menur yang telah memenuhi kriteria
inklusi.
Tabel 1. Data Demografi Pasien (n=138)
Data Demografi
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Usia
- < 30 tahun
- 30-39 tahun
- 40-49 tahun
- 50-59 tahun
- 60-69 tahun
- 70-79 tahun
- >80 tahun
Pekerjaan
- Wiraswasta
- Swasta
- Pensiunan
- Ibu Rumah Tangga
- Pembantu
- Pegawai Negeri Sipil
- Tukang Becak
- Guru
- Supir
- Tidak Bekerja
Pendidikan
- Tidak Sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Perguruan Tinggi
n (%)
44 (31,88%)
94 (68,12%)
3 (2,18%)
8 (5,80%)
19 (13,76%)
43 (31,16%)
46 (33,33%)
14 (10,14%)
5 (3,63%)
29 (21,02%)
7 (5,07%)
18 (13,04%)
67 (48,57%)
1 (0,72%)
9 (6,52%)
2 (1,44%)
3 (2,18%)
1 (0,72%)
1 (0,72%)
16 (11,60%)
56 (40,58%)
21 (15,22%)
38 (27,53%)
7 (5,07%)
Sebagian besar pasien berjenis kelamin
perempuan (68,12%) (Tabel 1). Hal ini diduga karena
perempuan cenderung mengalami risiko stres yang
cukup meningkat sehingga dapat memicu kenaikan
kadar gula darah. Pasien perempuan lebih besar
daripada pasien laki-laki dikarenakan sebagian faktor
yang dapat mempertinggi risiko diabetes mellitus tipe
2 yang dialami perempuan, seperti riwayat kehamilan,
obesitas, penggunaan kontrasepsi oral, dan tingkat
stres yang cukup tinggi (Ramadona, 2011).
Diperkuat juga oleh data demografi pekerjaan
pasien yakni sebagian besar pasien bekerja sebagai
ibu rumah tangga (48,57%) diperkirakan aktivitas
dari ibu rumah tangga yang mayoritas berada di
rumah dan aktivitasnya yang kurang sehingga bisa
menyebabkan obesitas dan merupakan salah satu
faktor pemicu DM. Efek yang ditimbulkan yaitu
perubahan yang besar dalam fungsi metabolik dan
fungsi endokrin yang dapat merangsang terjadinya
obesitas (Anisa, 2008).
Jumlah pasien terbanyak yakni pada rentang
usia 60-69 tahun (33,33%). Hal ini terutama
disebabkan karena dengan bertambahnya usia, maka
fungsi sel pankreas dan sekresi insulin akan
berkurang, dan juga berkaitan dengan resistensi
insulin akibat berkurangnya massa otot dan
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22
perubahan vaskular, berkurangnya aktivitas fisik,
sehingga rentan terhadap berat badan berlebih bahkan
obesitas (Anisa, 2008). Risiko diabetes juga akan
semakin meningkat pada usia lebih dari 45 tahun
(Soegondo & Sidartawan, 2013).
Berdasarkan pendidikan, mayoritas didapatkan
distribusi pendidikan terbanyak pada tingkat
pendidikan SD (40,58%), hal ini memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit DM. Orang yang tingkat
pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki banyak
pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya
pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran
dalam menjaga kesehatannya (Anisa, 2008).
Tabel 2. Data Riwayat Kesehatan dan Terapi Pasien (n=138)
Karakteristik
Lama Menderita
- < 1 tahun
- 1-5 tahun
- 6-10 tahun
- >10 tahun
Jumlah Gangguan Kesehatan
-
1 Gangguan Kesehatan
2 Gangguan Kesehatan
3 Gangguan Kesehatan
4 Gangguan Kesehatan
5 Gangguan Kesehatan
6 Gangguan Kesehatan
n (%)
46 (33,33%)
54 (39,14%)
23 (16,67%)
15 (10,86%)
19 (13,76%)
50 (36,23%)
50 (36,23%)
11 (7,98%)
6 (4,35%)
2 (1,45%)
Sebagian besar pasien menderita DM pada
rentang 1-5 tahun (39,14%) diikuti dengan pasien
yang menderita kurang dari 1 tahun (33,33%) (Tabel
2). Dua kelompok pasien ini merupakan kelompok
pasien yang masih menyesuaikan kebiasaan dan
keadaan, dari yang awalnya tidak perlu minum obat
menjadi rutin minum obat setiap hari, dari yang
awalnya ‘sehat’ (merasa sehat padahal sudah
mengidap DM) menjadi sakit.
Ketika pasien
mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter (untuk
rutin minum obat, diet, dan lain sebagainya), pasien
dihadapkan dengan kondisi psikologis mereka sendiri
yang susah untuk mereka hadapi. Pasien dituntut
untuk mengikuti petunjuk dalam manajemen terapi
sekaligus menyadari kemungkinan akan munculnya
komplikasi akibat DM yang hampir tidak mungkin
untuk dihindari (Hasanat & Ningrum, 2010).
Sedangkan untuk jumlah gangguan kesehatan
yang dialami pasien terbanyak yakni 2 dan 3
gangguan kesehatan (36,23%) (Tabel 2). Dari data ini
dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien belum
mengalami komplikasi DM yang begitu serius karena
hanya mengalami 2 gangguan kesehatan saja. Hal ini
sesuai dengan hasil lama pasien menderita DM, yaitu
bahwa sebagian besar pasien menderita DM kurang
dari 5 tahun sehingga belum banyak komplikasi yang
terjadi. Dan jika pasien telah lama menderita DM
20
Wijaya, et al
tetapi tidak banyak komplikasi yang terjadi, maka
kemungkinan hal itu dikarenakan pasien memiliki
gaya hidup yang baik, yaitu tidak kelebihan kalori,
cukup olahraga, dan tidak obesitas (Sukandar, dkk.,
2008).
Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan obat yang digunakan
Kelompok Farmakologi Obat
n (%)*
- OAD
133 (96,38%)
- Antihipertensi
60 (43,47%)
- Antihiperlipidemia
38 (27,53%)
- Antipirai
12 (8,69%)
2 (1,45%)
- Antiangina
14 10,14%)
- Diuretik
Keterangan :
* Dihitung dari jumlah pasien yang menggunakan obat.
Dalam penilaian kepatuhan penelitian ini dilihat
dari obat terapi jangka panjang yang diterima pasien
dari Puskesmas yakni seperti antidiabetes oral,
antihipertensi, antihiperlipidemia, antipirai, diuretik
dan antiangina. Dikarenakan obat-obatan dalam
kelompok farmakologi inilah yang rutin digunakan
pasien terkait gangguan kesehatan yang memerlukan
terapi
jangka
panjang
(DM,
hipertensi,
hiperlipidemia, dan gout). Dari total responden
keseluruhan yakni 138 pasien, penggunaan OAD
pada pasien DM hanya terdapat 133 pasien (96,38%)
yang mendapat terapi obat dari Puskesmas. Hal ini
dikarenakan 2 pasien kehabisan stok obat di
Puskesmas, 3 pasien mendapatkan terapi obat dengan
membeli di sumber selain Puskesmas. Pasien yang
tidak menerima obat dari Puskesmas dengan alasan
kehabisan stok, sebagian besar menggunakan obat
yang dibeli sendiri di apotek. Sedangkan untuk
penggunaan obat terapi lain seperti antihipertensi
pada 60 pasien (43,47%).
Tabel 4. Distribusi pasien berdasarkan
metode pill count
kepatuhan dengan
Pill count
Patuh
n (%)*
63 (45,65%)
Tidak Patuh
75 (54,35%)
Keterangan :
* Dihitung dari jumlah total pasien
Pada penelitian ini digunakan metode pill count
untuk menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan
obat dengan cara peneliti mendatangi alamat pasien
setelah didapat data pasien di Puskesmas. Dalam
kurun waktu 3-4 hari setelah pasien menebus resep
tersebut peneliti mendatangi rumah pasien untuk
melakukan interview terkait penggunaan obat selama
terapi serta menghitung pil sisa yang belum
digunakan. Pasien dikatakan patuh jika persentase
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22
kepatuhan hasil perhitungan berada dalam rentang 70120% (Gray, et al., 2001).
Dari hasil penelitian (Tabel 4) dapat diketahui
dari 138 pasien, sebesar 54,35% pasien tidak patuh
dilihat dari metode pill count. Dalam sebuah
penelitian oleh Dailey, et al. (2001), tingkat
kepatuhan pasien DM yang menggunakan obat
antidiabetes tidak mencapai 50%, meskipun hanya
menggunakan 1 macam obat. Namun tingkat
kepatuhan monoterapi ini 36% lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kepatuhan polifarmasi.
Tingkat ketidakpatuhan yang cukup tinggi ini dapat
disebabkan antara lain karena faktor terkait
pengobatan, pasien, maupun tenaga kesehatan
(Lococo & Staplin, 2006). Sementara faktor terkait
pasien terdiri dari terbatasnya akses ke Puskesmas,
masalah keuangan, penghalang komunikasi, dan
terbatasnya dukungan sosial (APhA, 2003).
Adapun faktor terkait tenaga kesehatan terdiri
dari hubungan yang buruk antara pasien dan tenaga
kesehatan, kemampuan berkomunikasi yang kurang
baik, ketidaksesuaian antara persepsi tenaga
kesehatan dan pasien, maupun dukungan yang kurang
oleh tenaga kesehatan terhadap pasien (APhA, 2003).
Oleh karena itu perlu adanya usaha dari pihak tenaga
kesehatan di Puskesmas, khususnya apoteker, untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, salah satunya adalah
dengan melakukan monitoring terhadap terapi yang
dijalani pasien. Monitoring ini dapat berupa
monitoring efektivitas terapi maupun monitoring
reaksi obat berlawanan (ROB) yang meliputi efek
samping obat, alergi, dan interaksi obat (Depkes RI,
2005).
Secara umum tujuan pengelolaan DM adalah
menghilangkan
gejala,
menciptakan
dan
mempertahankan rasa sehat, memperbaiki kualitas
hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik,
mengurangi laju perkembangan komplikasi yang
telah ada, serta mengobati penyakit penyerta bila ada
(Soegondo, 2013). Dengan adanya fenomena yang
terjadi di masyarakat terhadap kepatuhan terapi
jangka panjang seperti diabetes tersebut hendaknya
sebagai seorang farmasis seharusnya mampu
menangani semua masalah yang terjadi terkait obat
dan penggunaannya. Upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan
melakukan konseling terhadap pasien mengenai terapi
baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi,
memberikan edukasi terhadap pasien dengan
penyuluhan
mengenai
penyakit
dan
penatalaksanaannya, memberikan perencanaan terapi
seperti memberikan jadwal pola diet yang sesuai
dengan kondisi fisik dan kegiatan serta pekerjaan, dan
melakukan monitoring drug therapy terhadap pasien
(Hussar, 2006).
21
Wijaya, et al
Peran farmasis juga dapat ditingkatkan dengan
memberikan pelayanan home care terhadap pasien
yang mendapatkan terapi jangka panjang seperti DM,
dengan membina komunikasi dan hubungan baik
akan membantu pasien dalam penggunaan obat
maupun meningkatkan pemahaman pasien terkait
penyakit dan terapi yang dijalankan.
KESIMPULAN
Kepatuhan pasien DM Puskesmas di wilayah
Surabaya Timur dalam menggunakan obat dengan
metode pill count masih belum memuaskan karena
hanya 45,65% pasien saja yang patuh dan selebihnya
tidak patuh.
PUSTAKA
Anisa, N. S. (2008). Faktor yang Berhubungan
dengan Status Kualitas Hidup Penderita
Diabetes Mellitus.
Surabaya:
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
APhA (American Pharmacists Association). 2003.
Medication
Compliance-AdherencePersistence (CAP) Digest. Washington DC:
American Pharmacists Association and Pfizer
Pharmaceuticals.
Dailey, G., Kim, M. S., Lian, J. F. 2001. Patient
Compliance
and
Persistence
with
Antihyperglycemic
Drug
Regimens:
Evaluation of a Medicaid Patiend Population
with Type 2 Diabetes Mellitus in Clinical
Therapeutics Volume 23 August 2001. San
Diego: Elsevier Inc. p. 1311-1320.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical
Care
Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman
Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat kesehatan Departemen
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2008a). Pedoman
Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit
Metabolik. Jakarta: Departeman Kesehatan RI.
Gray, S. L., Mahoney, J. E., Blough, D. K. 2001.
Medication Adherence in Elderly Patients
Receiving Home Health Service Following
Hospital Discharge in The Annals of
Pharmacotherapy Volume 35 May 2001. New
York: Sage Publications. p. 541.
Hasanat, N. U. I. dan Ningrum, R. P. 2010. Program
Psikoedukasi bagi Pasien Diabetes untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup. Jogjakarta:
Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Jogjakarta. hlm. 1–11.
Hussar, D. A. (2005). Patient Compliance in
Remington: The Science and Practice of
Pharmacy. Editor Genaro, A. R. 21st edition
Chapter 98. Maryland: Lippincott Williams &
Wilkins.p. 1782–1792.
Levin, K. A. 2006. Study Design III: Cross-sectional
Studies.Scotland: British Dental Association.
Lococo, K. H. and Staplin, L. (2006). Identifying
Strategies to Collect Drug Usage and Driving
Functioning Among Older Drivers. Kulpsville:
TransAnalytics, LLC.
Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Ramadona, A. (2011). Pengaruh Konseling Obat
Terhadap
Kepatuhan Pasien
Diabetes
Melitus tipe 2. Tesis. Padang: Program
Pascasarjana Universitas Andalas.
Soegondo dan Sidartawan. (2013). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. : Panduan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi
Dokter dan Edukator. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta. hlm. 68, 348–354.
Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I.
K., Setiadi, A. P., & Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
hlm. 28–36.
Udayani, N. N. (2011). Analisis Penggunaan Obat
Hipoglikemik dan Dislipidemia Oral Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Komplikasi Dislipidemia Rawat Jalan di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tesis.
Yogyakarta:
Program
Pasca
Sarjana
Universitas Gadjah Mada.
22
Download