17 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Disiplin 1. Pengertian Disiplin

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Disiplin
1. Pengertian Disiplin
Istilah disiplin merupakan suatu istilah yang sangat sering didengar, tetapi
dalam kenyataannya disiplin sulit sekali untuk dilaksanakan. Secara etimologis
istilah disiplin berasal dari bahasa Latin discere yang berarti belajar, dari kata
dasar ini timbul kata disciplus yang berarti murid atau pelajar. Kata “Disciplina”
merunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Istilah bahasa Inggrisnya yaitu
“Discipline” yang dikemukakan oleh MacMillan Dictionary (T. Tu’u, 2004 : 3031) yang berarti :
a. Tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku atau penguasaan diri,
kendali diri;
b. Latihan membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu
sebagai kemampuan mental atau karakter moral;
c. Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki;
d. Kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku;
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata disiplin sedikitnya mengandung tiga
pengertian yaitu :
a. Tata tertib.
b. ketaatan (kepatuhan) pada peraturan (tata tertib, dan sebagainya).
c. Bidang studi yang memiliki obyek, sistem dan metode tertentu.
Selanjutnya S. Arikunto (1980 : 114) mengemukakan bahwa :
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri
seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Peraturan dimaksud dapat
ditetapkan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar.
Disiplin menunjuk kepada kepatuhan seseorang dalam mengikuti
peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada
pada kata hatinya.
17
18
Menurut T. Rusyandi (1997 : 6) bahwa : “Disiplin diartikan sebagai suatu
sikap atau tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan tata aturan atau norma
yang digariskan.”
Selanjutnya Lembaga Ketahanan Nasional dalam bukunya tentang Disiplin
Nasional (1997 : 12) mengartikan disiplin sebagai : “Kepatuhan untuk
menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan tunduk pada
putusan, perintah atau peraturan yang berlaku.”
Amier Daien Indrakusuma (1973 : 142) mengemukakan bahwa :
Disiplin merupakan kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan
dan larangan-larangan. Kepatuhan disini bukan hanya patuh karena adanya
tekanan-tekanan dari luar, melainkan kepatuhan yang didasarkan oleh
adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan dan
larangan-larangan tersebut.
Sejalan dengan ungkapan tersebut, Darmodiharjo dalam Usman Radiana
(1993 : 23) mengemukakan bahwa : “Disiplin adalah sikap mental yang
mengandung kerelaan untuk memenuhi semua ketentuan, peraturan dan norma
yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab.”
Disiplin yang timbul dari kesadaran diri merupakan disiplin yang paling
baik, pada tingkatan ini kesadaran untuk mentaati tata tertib, norma dan peraturan
yang berlaku bukan lagi karena takut hukuman, melainkan adanya rasa tanggung
jawab sebagai anggota masyarakat untuk turut menciptakan lingkungan yang
tertib dan teratur. Tumbuhnya disiplin diri bukanlah suatu hal yang tumbuh
dengan sendirinya melainkan hasil belajar atau hasil interaksi dengan
lingkungannya, maka proses belajar mengajar dan interaksi dengan lingkungannya
harus dioptimalkan sebaik mungkin.
19
Charles Schaefer (1996 : 3) menyatakan bahwa :
Tujuan jangka pendek disiplin adalah membuat anak-anak terlatih dan
terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang
pantas dan tidak pantas atau yang masih asing dengan mereka. Sedangkan
tujuan jangka panjang dari disiplin adalah untuk perkembangan
pengendalian diri sendiri tanpa pengaruh dan pengarahan diri sendiri, yaitu
dalam hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh
dan pengendalian dari luar.
Pentingnya masalah disiplin ini, Peter Mc. Rhail dalam Syamsu Yusuf
(1989 : 60) mengemukakan pentingnya disiplin yaitu :
a. Dalam situasi belajar dibutuhkan disiplin, karena hanya dalam situasi
disiplinlah pengetahuan, pengalaman, dan keahlian guru dapat bekerja
secara efektif.
b. Disiplin sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan guru, tidak
adanya disiplin maka akan mengurangi kualitas keahlian bahkan
menghilangkan kesempatan untuk membuktikan profesi atau keahlian.
c. Disiplin diperlukan pada saat-saat tertentu sehingga tindakan atau
perintah harus ditaati tanpa bertanya.
Disiplin diperlukan untuk membentuk kepribadian anak, melalui disiplin
anak diperkenalkan terhadap sesuatu yang layak atau tidak layak dalam
berperilaku, anak diperkenalkan hak dan kewajibannya, anak belajar untuk
mengendalikan diri dan menyadari bahwa hidup bersosialisasi memiliki peraturan
yang harus dipatuhinya sehingga akan tercipta suatu lingkungan yang kondusif
untuk terbentuknya kepribadian yang mantap.
Elizabeth Hurlock dalam Darji Darmodiharjo (1991 : 16-20) menjelaskan
bahwa esensi dari disiplin adalah sebagai berikut :
a. Aturan atau norma fungsinya untuk mengarahkan seseorang
kepada keteraturan hidup yang dapat diterima oleh kelompok.
Apabila seseorang tidak mengikuti aturan atau norma yang
ditentukan, dengan kata lain lepas dari aturan dan norma maka ia
akan bertindak sesuka hatinya, dan akan menemukan bahwa
kelompok sosial tidak akan mentolelir dirinya.
20
b. Konsistensi atau konsekuen. Konsistensi berfungsi untuk
menanamkan keteguhan dalam memegang prinsip kepada
seseorang. Jika disiplin tidak konsisten maka seseorang akan
kehilangan kendali tentang apa yang dapat ia lakukan dan kepada
siapa ia harus patuh.
c. Hukuman dan hadiah. Hukuman bertindak untuk menghalangi
perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan, sementara hadiah
bertindak untuk mendorong atau merangsang perbuatan-perbuatan
yang diinginkan. Oleh karena itu, jika hukuman dan hadiah turut
menyumbang terhadap kesehatan pertumbuhan mental dan
emosional seseorang, maka hukuman dan hadiah sebaiknya
digunakan secara tepat.
Disiplin tersebut menjadi bagian dalam hidup seseorang yang muncul
dalam pola tingkah lakunya sehari-hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai
hasil dan dampak pembinaan yang cukup panjang yang dilakukan sejak dari
dalam keluarga dan berlanjut dalam pendidikan di sekolah.
Disiplin dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : pertama , disiplin
pribadi
(personal discipline) yaitu disiplin yang merupakan aktualisasi dan
tanggung jawab pribadi baik sebagai individu maupun warga negara dan warga
masyarakat. Kedua, Disiplin sosial ( social discipline) yaitu yang merupakan
manifestasi atau aktualisasi tanggung jawab sosial manusia sebagai kelompok
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketiga, disiplin nasional yaitu
kemampuan manusia baik sebagai pribadi dan warga negara maupun sebagai
kelompok untuk mengendalikan diri dan dengan sadar mentaati tata nilai yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam upaya
mencapai tujuan. Berdasarkan berbagai pendapat diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa disiplin merupakan sikap, tingkah laku dan perbuatan
seseorang yang sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku dengan penuh
21
keiklasan dan kesadaran dalam diri agar segala tujuan yang diharapkan dapat
dicapai dengan hasil yang baik dan memuaskan dalam aspirasi nasional.
Disiplin sekolah merupakan peraturan tata tertib yang telah dibuat oleh
sekolah berupa sejumlah larangan dan anjuran yang harus dilaksanakan oleh
setiap siswa di sekolah. Ada kecenderungan bahwa tingkat kedisiplinan siswa baik
disiplin diri maupun disiplin sekolah akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
Efektifitas proses belajar mengajar akan berjalan baik jika dilaksanakan
dengan berdisiplin tinggi. Disiplin sangat penting dan mempunyai peranan dalam
peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Pkn.
2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bersikap dan berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebagai patokan atau
pedoman bagi benar atau salahnya perbuatan tindakan manusia dalam masyarakat,
untuk dapat melaksanakannya diperlukan unsur-unsur pola perilaku yang
mendasarinya.
Seseorang yang melakukan perilaku disiplin didorong oleh motif untuk
melakukan hal tersebut. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam
dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya
suatu tujuan. Berawal dari kata motif itulah maka tumbuh kata motivasi yang
diartikan sebagai daya penggerak menjadi aktif. Motivasi untuk melakukan
sesuatu itu terbagi menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
untuk lebih jelasnya berikut penjelasan kedua motivasi tersebut.
22
a. Motivasi Instrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau keberfungsiannya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh
seorang siswa belajar karena keinginannya sendiri atau karena adanya dorongan
dari dalam diri sendiri dengan tujuan untuk membentuk disiplin diri dalam belajar
sehingga membawa dampak pada prestasi belajarnya.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan keberfungsiannya
karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dalam menanamkan
disiplin sangat penting karena kemungkinan besar siswa yang sedang pada masa
remaja selalu ingin bebas tanpa aturan dan pada akhirnya memungkinkan untuk
berperilaku menyimpang. Faktor ekstrinsik dapat terbagi menjadi :
1) Keluarga
Keluarga sebagai tempat anak belajar bersosialisasi tentunya sangat
berperan dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Kebiasaan orang
tua akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, jika orang tua
mendidik anak secara benar maka akan membentuk kepribadian anak yang
baik, maka keluarga sangat berperan dalam membentuk tingkah laku anak.
Manning (1978 : 48) menyatakan bahwa : “Keluarga mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap anak remaja untuk berperilaku
agresif atau tidak.” Orang tua yang otoriter dan yang memberi kebebasan
penuh akan menjadi pendorong bagi anak untuk berperilaku agresif. Orang
23
tua yang bersikap demokratis tidak memberikan andil terhadap perilaku
anak untuk agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembangan anak
kearah yang positif.
Contoh dan perbuatan orang tua dalam keluarga akan lebih besar
dampaknya
terhadap
perkembangan
anak.
Orang
tua
hendaklah
memberikan contoh dan teladan yang baik untuk anak-anaknya, karena
contoh teladan akan lebih efektif daripada kata-kata.
2) Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai salah satu tempat mempersiapkan generasi muda
menjadi manusia dewasa dan berbudaya, tentunya akan berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku anak atau siswa. Pihak sekolah khususnya
guru harus mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru tidak
hanya menyampaikan materi ilmu pengetahuan saja melainkan juga harus
melakukan pembinaan kepribadian siswa melalui contoh dan teladan. M.I
Soelaeman (1985 : 78) mengemukakan bahwa :
Guru harus pandai menegakkan ketertiban, tidak melalui kekerasan
melainkan melalui kerjasama dan saling mengerti. Sedangkan alat
yang tersedia untuk menegakkan ketertiban itu adalah kewibawaan
yang bertopang pada saling mempercayai dan pada kasih sayang.
Guru mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku
siswa. Guru harus dapat dijadikan contoh dan teladan yang baik bagi
siswanya.
3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat memiliki peranan penting dalam pembentukan
disiplin seseorang. Seseorang yang sudah terbiasa untuk mematuhi
24
peraturan yang ditetapkan dalam keluarga dan sekolah maka orang
tersebut akan cenderung mematuhi peraturan di lingkungan masyarakat.
Lingkungan masyarakat tentunya memiliki aturan yang harus ditaati oleh
setiap warganya, oleh karena itu masyarakat memberikan pengaruh
terhadap kedisiplinan seseorang.
Eddi Kalsid (1987 : 6-7) mengemukakan pendapatnya mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin adalah sebagai berikut :
a) Pendidikan di keluarga sebagai matra vertikal. Para orang tua
diharapkan memberikan contoh atau menjadi panutan dalam
pelaksana norma.
b) Pendidikan di sekolah sebagai matra diagonal, maka para guru
diharapkan memberikan atau menuntun siswa melalui pengayaan
pengetahuan, dan kemampuan analisis terhadap norma sehingga
siswa mempunyai wawasan memadai terhadap norma tersebut.
c) Pendidikan di masyarakat sebagai matra horisontal diharapkan
masyarakat dapat menjadi mitra bertukar pikiran dalam memajukan
pendidikan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Mulyani S.
Somantri (1987 : 2) bahwa :
Penumbuhan bibit unggul manusia yang berketahanan nasional itu
dimulai dari pendidikan keluarga, dilanjutkan bersama-sama di sekolah
disertai oleh pendidikan dalam kehidupan masyarakat dengan melalui
cara-cara yang penuh disiplin.
3. Tujuan dan Manfaat Disiplin
a. Tujuan Disiplin
Balnadi Sutadipura (1995 : 85) mengemukakan bahwa:
Disiplin dalam pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia
yang mempunyai swa-karma, yang berdisiplin, yang dapat menjadi
anggota masyarakat yang bahagia, yang bebas merdeka, terlepas dari
segala ikatan-ikatan yang menghambat terlaksananya masyarakat adil
dan makmur.
25
Menurut Didit Nur Rosjadi manyatakan bahwa : “Disiplin merupakan
suatu tujuan yang diciptakan serba teratur baik melalui pengendalian diri maupun
melalui cara-cara lain sehingga keteraturan tersebut dapat diperoleh.” Tujuan
disiplin menurut Didit Nur Rosjadi adalah untuk menciptakan keteraturan.
Waryo Rislianto (1995) mengemukakan bahwa :
Tujuan disiplin adalah untuk mewujudkan sumber daya manusia dan
suatu bangsa yang adil dan makmur, sebagaimana cita-cita dan tujuan
nasional yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945.
Thabrani Rusyan (1997) menyatakan bahwa disiplin mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1) Dengan disiplin, semua kegiatan manusia akan terarah, tertib dan
teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah untuk dicapai.
2) Dengan disiplin, kreatifitas manusia dapat terpusat kesatu arah
tujuan yang tepat.
3) Manusia yang memiliki disiplin dalam menjalankan kehidupan
sehari-harinya akan dinamis dan inovatif, sehingga semua hal yang
dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang berguna.
4) Dengan disiplin, manusia akan lebih peka terhadap pengaruh dari
luar sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya
negatif.
5) Dengan disiplin, semua aktifitas manusia bisa dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
6) Dengan disiplin, manusia bisa hidup mandiri dan berani dalam
menjalankan hal-hal yang benar.
7) Dengan disiplin, manusia akan dapat melakukan penelitian dan
penyelidikan dengan seksama.
T. Rusyandi (1997 : 9-10) mengemukakan 10 tujuan disiplin dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1) Dengan disiplin semua kegiatan dalam proses pembelajaran dapat
terarah, tertib dan teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah
untuk dicapai.
2) Dengan disiplin kreatifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan
lainnya dapat terpusat kesatu arah tujuan yang tepat.
3) Proses pembelajaran yang disiplin dapat menjadikan guru, siswa
dan tenaga kependidikan lainnya bekerja dinamis dan inovatif,
26
sehingga semua hal yang dilakukannya dapat menghasilkan
sesuatu yang berguna.
4) Dengan disiplin, proses pembelajaran akan meningkat kualitasnya,
karena akan lebih peka terhadap pengaruh luar, sehingga tidak
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya negatif.
5) Dengan disiplin, semua kegiatan dalam proses pembelajran bisa
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
6) Dengan disiplin, proses pembelajaran yang sedang berlangsung
dapat memberikan suasana yang menyenangkan dan merangsang
aktifitas guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya.
7) Proses
pembelajaran
yang
berdisiplin
tinggi,
dapat
mengoptimalkan hasil belajar.
8) Kebersamaan disiplin yang kompak dari semua pihak tenaga
kependidikan akan menghasilkan suatu pencapaian tujuan yang
optimal dalam waktu singkat.
9) Pelaksanaan prestasi, disiplin dan loyalitas dan tidak tercela
merupakan manifestasi disiplin nasional.
10) Suasana dan situasi pembelajaran yang berdisiplin mudah
mengarahkan siswa kepada orientasi tujuan.
Bernhard (1964 : 31) Menyatakan bahwa : “Tujuan disiplin diri adalah
mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak menjadi
manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga dan warga negara yang
baik.”
Penulis dapat menyimpulkan dari berbagai tujuan disiplin diatas bahwa
tujuan disiplin terutama dalam belajar adalah dapat mengoptimalkan hasil belajar
siswa atau prestasi belajar siswa.
b. Manfaat Disiplin
Brown
(1985)
mengemukakan
bahwa
manfaat
disiplin
pembelajaran adalah untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Rasa hormat terhadap kewenangan atau otoritas.
Upaya untuk menanamkan kerjasama
kebutuhan untuk berorganisasi
Rasa hormat terhadap orang lain
kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan
Contoh perilaku yang tidak disiplin
dalam
27
Manfaat disiplin adalah akan menyadarkan setiap peserta didik tentang
kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya
sebagai peserta didik yang harus hormat kepada guru dan kepala sekolah.
Disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan upaya untuk
menanamkan kerjasama, baik diantara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa
dengan lingkungannya, misalnya dalam melaksanakan aturan-aturan yang telah
ditetapkan bersama, serta dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam
proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan
kewajibannya serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang
lain.
Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal
yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan
dalam proses belajar mengajar pada khususnya. Manfaat disiplin juga
dikemukakan oleh Thabrani Rusyan.
Manfaat disiplin menurut Thabrani Rusyan (1997) adalah sebagai berikut :
1) Disiplin dapat memberikan acuan dan arahan bagi manusia dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari.
2) Disiplin dapat mendorong manusia untuk hidup dengan teratur dan
terarah sehingga tujuan hidupnya dapat tercapai dengan baik.
3) Disiplin dapat mendorong manusia untuk melakukan kegiatan
secara efektif dan efisien.
4) Disiplin membuat manusia selalu positif dalam melakukan
berbagai kegiatn kehidupan.
5) Disiplin menjadikan kehidupan manusia aman, tertib dan sejahtera.
Berdasarkan penjelasan mengenai manfaat disiplin tersebut penulis
menyimpulkan bahwa disiplin sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Disiplin akan menciptakan suatu kondisi yang teratur, terarah dan tertib, dan juga
28
dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan secara efektif dan efisien
dalam belajar baik didalam kelas maupun di luar kelas. Disiplin juga dapat
menjadikan siswa untuk berpikir lebih kreatif, aktif dan inovatif sehingga insan
yang produktif dapat diwujudkan.
4. Fungsi Disiplin
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh siswa dalam belajar. Disiplin
menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan
berdisiplin yang akan menjadikan siswa sukses dalam belajar. Fungsi disiplin
menurut T. Tu’u (2004 : 38-44) adalah sebagai berikut :
a. Menata kehidupan bersama.
Disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu
menghargai orang lain dengan cara mentaati dan mematuhi peraturan yang
berlaku. Ketaatan dan kepatuhan ini membatasi dirinya merugikan pihak
lain, tetapi hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar dalam
kelompok tertentu atau dalam masyarakat.
b. Membangun kepribadian.
Dengan disiplin seseorang dibiasakan mengikuti, mematuhi, mentaati
peraturan yang berlaku. Kebiasaan itu lama-kelamaan masuk kedalam
kesadaran dirinya sehingga akhirnya menjadi milik kepribadiannya. Disiplin
telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan yang
berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.
29
c. Melatih kepribadian.
Salah satu proses untuk membentuk kepribadian dilakukan melalui
latihan. hal itu memerlukan waktu dan proses yang memakan waktu
sehingga terbentuk kepribadian yang tertib, teratur, taat dan patuh.
d. Pemaksaan
Disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seeorang untuk
mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dilingkungannya itu. Melalui
pendampingan guru, pemaksaan, pembiasaan, dan latihan disiplin seperti itu
dapat menyadarkan siswa bahwa disiplin itu penting baginya.
e. Hukuman
Ancaman hukuman atau sanksi sangat penting karena dapat mendorong
dan kekuatan bagi siswa untuk mentaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman
hukuman atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.
f.
Menciptakan lingkungan kondusif.
Peraturan sekolah yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik,
memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan
yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Tanpa ketertiban, suasana
kondusif bagi pembelajaran akan terganggu dan prestasi belajar akan ikut
terganggu.
30
5. Disiplin Belajar
a. Pengertian Disiplin Belajar
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan luas kepada siswa untuk merealisasikan dirinya sehingga dapat
mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Dalam proses pendidikan di
sekolah, siswa tidak lepas dari perbuatan belajar yang memerlukan sikap disiplin
dalam belajar. Belajar merupakan bagian integral dari suatu proses belajar baik
berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dalam belajar sikap disiplin sangat diperlukan terutama menyangkut
pengaturan waktu dalam belajar. Sifat malas dan keengganan bersusah payah
dalam memusatkan pikiran, kebiasaan melamun serta gangguan lainnya selalu
datang menghadang dan hanya dapat diatasi oleh siswa yang memiliki sikap
disiplin belajar, seperti yang diungkapkan oleh A. Mappiare (1984 : 153) bahwa :
Disiplin belajar yaitu kondisi dinamis yang mengandung kesanggupan,
kebaikan, kesungguhan belajar secara integral yang timbul dari dalam dan
dari luar, langsung atau tidak langsung mengganggu proses belajar untuk
mencapai tujuan pengajaran.
Gangguan dan hambatan dalam belajar dapat diatasi dengan menciptakan
suasana belajar yang baik dan bersemangat serta diperlukan upaya dari siswa
untuk mendisiplinkan diri sendiri. The Liang Gie (1997 : 24) merumuskan
pedoman-pedoman belajar yang baik yaitu sebagai berikut :
1) Keteraturan dalam belajar
2) Disiplin belajar
3) Konsentrasi
31
Keteraturan dalam belajar merupakan pangkal utama dari cara belajar yang
baik, jika sifat keteraturan itu benar-benar dihayati sehingga menjadi kebiasaan
seseorang, maka sifat ini akan mempengaruhi jalan pikiran seseorang menjadi
lebih teratur, dapat dimengerti, dan dapat mudah dipahami.
Dalam belajar diperlukan sikap disiplin. Berdisiplin selain akan membuat
seseorang siswa memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik yang
merupakan suatu proses kearah pembentukan watak yang baik. Dilaksanakannya
disiplin belajar yang baik, akan nampak nyata bahwa setiap usaha belajar selalu
memberikan hasil yang memuaskan.
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal dengan
mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Konsentrasi ini
besar
pengaruhnya
terhadap
belajar.
Seseorang
siswa
kesulitan
untuk
berkonsentrasi, jelas belajarnya akan sia-sia, karena akan membuang waktu,
tenaga dan biaya saja. Seseorang yang belajar dengan baik adalah orang yang
dapat berkonsentrasi dengan baik sebab dengan kemampuan konsentrasi dia akan
dapat belajar kapanpun dan dimana saja.
Belajar dengan teratur dan mengikuti pola peraturan waktu yang telah
ditetapkan secara disiplin dapat meningkatkan efektivitas hasil belajar, sejalan
dengan fungsi kedisiplinan belajar yaitu :
1) Usaha untuk menentukan prioritas garis kebijaksanaan sebagai
pedoman untuk melaksanakan berbagai aktivitas selanjutnya.
2) Sebagai usaha untuk mengintegrasi kekuatan mengkoordinasikan
sumber-sumber dan penciptan sistem belajar.
32
3) Penilaian usaha-usaha untuk mengatasi efisien dan efektivitas kegiatan
belajar yang telah ditentukan.
S.D Gunarsa (1982 : 167) mengemukakan bahwa :
Adanya disiplin diri, terutama dalam belajar dan bekerja, akan
mempermudah kelancaran belajar dan bekerja. Karena dengan adanya
disiplin diri, maka rasa segan, rasa malas, rasa menetang dapat mudah
diatasi, seolah-olah tidak ada rintangan maupun hambatan lainnya yang
menghalangi kelancaran belajar.
Kualitas disiplin siswa dalam belajar diharapkan berkembang pada diri
siswa agar memiliki ciri-ciri perilaku atau pribadi yang berprestasi. Disiplin dalam
diri siswa berkembang dengan baik maka akan dapat mengatur dan mengarahkan
diri dalam belajar dan konsisten dalm mematuhi peraturan yang berlaku.
Disiplin sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Disiplin
akan memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian prestasi belajar siswa,
seperti yang diungkapkan oleh M. Ali (1984), bahwa : “Faktor yang menunjang
hasil belajar adalah 1) kesiapan untuk belajar; 2) Minat dan konsentrasi dalam
belajar; dan 3) Keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar.”
Mengatur waktu dan disiplin dalam belajar banyak memberikan manfaat
dan hasil, namun kadang-kadang hal tersebut kurang diperhatikan oleh siswa
dikarenakan tidak menyadari pentingnya pengaturan waktu dan disiplin dalam
belajar. Banyak siswa yang tidak dapat memanfaatkan waktu belajar dengan baik
misalnya adalah para siswa cenderung belajar apabila sudah mendekati saat-saat
ujian, hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang keliru.
33
b. Pentingnya Disiplin Diri Dalam Belajar
Siswa yang memiliki disiplin diri dalam belajar mampu untuk memacu
dirinya untuk belajar lebih baik, produktif dan inisiatif. Siswa yang memiliki
disiplin diri dalam belajar akan mampu mengatur diri dalam belajar dan mampu
mentaati peraturan belajar di sekolah.
Gejala perilaku siswa yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
pribadi siswa terutama dalam keberhasilan belajarnya adalah sering membolos di
sekolah, malas belajar, sering menyontek, sering tidak memperhatikan pelajaran,
suka ribut di dalam kelas, sering tidak mengerjakan tugas dan sering tidak
mengikuti pelajaran tertentu. Perilaku tersebut memberikan dampak yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan siswa yang bersangkutan, seperti kegagalan
dalam bidang akademis misalnya prestasi belajar rendah, frustasi yang
berkepanjangan, perasaaan rendah diri dan bersifat agresif. Gejala perlaku tersebut
dapat dipandang sebagai petunjuk bahwa siswa yang bersangkutan belum
terbentuk disiplin dirinya dalam belajar.
Disiplin diri diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur diri dan
mentaati peraturan dan norma lingkungan atas dasar kemauan atau pertimbangan
sendiri akan makna atau manfaat peraturan tersebut. Konsep disiplin diri dalam
belajar menurut S. Yusuf (1989) diartikan sebagai berikut :
Kemampuan siswa untuk mengatur diri (menetapkan dan mentaati
peraturan belajar yang dibuat sendiri), dan mentaati peraturan belajar
yang ditetapkan guru (sekolah), berdasarkan kemauan atau pertimbangan
sendiri akan makna peraturan tersebut.
Disiplin diri itu bukanlah suatu yang diwariskan, melainkan melalui hasil
belajar atau interaksi dengan lingkungannya. Disiplin diri dalam belajar ini
34
berhubungan dengan terbentuknya disiplin diri pada diri siswa. Disiplin diri dalam
siswa ini ada dua kecenderungan yaitu kecenderungan disiplin positif dan negatif.
Kecenderungan disiplin yang positif ini disebut dengan disiplin diri (self
discipline).
Disiplin diri ini diartikan sebagai ketaatan aturan atau norma berdasarkan
atas kesadaran sendiri atau berdasarkan internal kontrol, sedangkan disiplin yang
negatif adalah ketaatan yang berdasarkan yang berdasarkan kontrol dari luar.
Kecenderungan disiplin terdiri atas disiplin eksternal dan disiplin internal.
Disiplin eksternal biasanya disebut disiplin negatif, sedangkan disiplin internal
biasanya disebut disiplin positif.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapakan oleh Elizabeth Hurlock
(1990) bahwa : “Ada dua konsep mengenai disiplin yaitu positif dan negatif.”
Disiplin negatif adalah disiplin yang berhubungan dengan kontrol seseorang
berdasarkan otoritas luar yang biasanya dilakukan secara paksaan dan dengan cara
yang kurang menyenangkan atau dilakukan karena takut hukuman (punishment),
sedangkan disiplin positif adalah sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan
yaitu yang menekankan perkembangan dari dalam yang bentuknya “self
discipline.”
Disiplin yang positif ini pengawasan berada dalam dirinya sendiri dan
biasanya disebut dengan pengendalian diri. Pengendalian diri berarti menguasai
tingkah laku diri sendiri dengan berpedoman kepada norma-norma yang jelas,
standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri.
35
Siswa yang memiliki disiplin diri maka aktivitas belajarnya didorong oleh
faktor internal (dari dalam diri), sehingga konsistensi belajarnya tidak tergantung
pada kontrol dari luar atau atas dasar kesadarannya sendiri. Siswa tersebut belajar
bukan atas dasar faktor dari luar seperti orang tua atau guru yang menyuruh untuk
belajar, tetapi didasarkan bahwa belajar itu akan meningkatkan kualitas atau nilai
tambah dirinya. Siswa yang berdisiplin dalam belajar akan mampu mengatur dan
mengarahkan aktivitas belajarnya sesuai dengan tujuan belajar yang diharapkan.
Tujuan ini menyangkut makna hasil belajar yaitu yang ditandai dengan
memahami materi pelajaran dan dapat mengambil hikmahnya bagi peningkatan
kualitas hidupnya. Siswa dapat memaknai hidupnya berkat perubahan yang terjadi
pada dirinya sebagai hasil belajar. Disiplin yang baik adalah yang sifatnya internal
yaitu disiplin yang disertai dengan rasa tanggung jawab dan kesadaran diri.
Siswa yang berdisiplin diri dalam belajar memiliki komitmen dalam
belajar karena memahami bahwa belajar sangat bermakna baginya. Siswa yang
kurang memiliki disiplin diri dalam belajar cenderung menampilkan perilaku yang
dapat menghambat kelancaran belajar. Kecenderungan tersebut seperti kurang
dapat mengatur dan mengarahkan diri dalam belajar, dan kurang konsisten
terhadap peraturan belajar.
Menurut S. Yusuf (1982 : 184) bahwa anak yang kurang memiliki disiplin
diri akan menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Kurang dapat memusatkan perhatian.
Kurang dapat mengingat.
Sering bermain dan kurang dapat memanfaatkannya untuk belajar.
Menimbulkan kekacauan.
36
Siswa yang memiliki disiplin diri dalam belajar akan menampilkan
perilaku sebagai berikut :
1) Melaksanakan kegiatan belajar secara teratur.
2) Menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya.
3) Mengikuti semua kegiatan belajar di sekolah.
4) Rajin membaca buku-buku pelajaran sekolah.
5) Memperhatikan pelajaran yang disampaikan guru.
6) Rajin bertanya atau mengemukakan pendapat.
7) Menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang menghambat
kelancaran belajar.
8) Mentaati peraturan belajar yang ditetapkan sekolah.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa upaya pengembangan disiplin diri
siswa dalam belajar merupakan upaya untuk membantu mereka agar menyadari
bahwa belajar itu penting bagi manusia sepanjang hidupnya.
6. Macam-macam Pola Penanaman Disiplin
Hadisubrata (1988 : 58-62) mengemukakan bahwa : “Disiplin dapat dibagi
menjadi tiga macam yaitu disiplin otoriter, disiplin permisif, disiplin demokratis.”
Ketiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Disiplin otoriter
Disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan
tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman
37
kerap kali dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan
mentaati peraturan.
Orang patuh dan taat pada aturan yang berlaku, tetapi merasa tidak
bahagia, tertekan dan tidak aman. Siswa kelihatan baik, tetapi dibaliknya ada
ketidakpuasan, pemberontakan dan kegelisahan atau bisa juga menjadi stres.
Sebenarnya semua perbuatannya hanya karena keterpaksaan dan ketakutan
menerima sanksi, bukan berdasarkan kesadaran diri. Mereka perlu dibantu untuk
memahami arti dan manfaat disiplin itu bagi dirinya, agar ada kesadaran diri yang
baik tentang disiplin.
Penanaman disiplin yang cenderumg otoriter ditandai dengan hubungan
yang bersifat otoriter, menguasai, kurang menghargai, merasa paling tahu dan
benar, bersikap tertutup, dan masa bodoh terhadap keragaman yang ada.
Tipe otoriter memiliki ciri-ciri yaitu:
1) Guru menetapkan peraturan tanpa kompromi.
Dalam tipe ini guru menujukkan perilaku seperti mendominasi atau
menguasai siswa, menentukan dan mengatur kelakuan siswa, merasa
berkuasa dan berhak memberikan perintah, larangan, atau hukuman.
2) Guru menghukum siswa yang tidak mentaati peraturan.
Jika ada siswa yang membuat kesalahan atau melanggar peraturan,
tanpa meminta penjelasan terlebih dahulu dari siswa yang bersangkutan,
guru memberikan hukuman kepadanya.
38
3) Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapat atau meminta bantuan dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya.
Situasi yang seperti ini, guru menujukkan perilaku-perilaku seperti
tidak mau menerima permohonan siswa untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya terutama dalam kesulitan belajar, dan menolak pendapat atau
pertanyaan siswa.
Dampak penanaman pola disiplin otoriter ini seperti yang diungkapkan
oleh S.D Singgih Gunarsa (1983 : 83) adalah sebagai berikut :
1) Lemahnya daya inisiatif dan kreatif dalam berpikir dan berperilaku.
2) Kepribadiannya kurang matang seperti pemalu, mudah tersinggung,
menaruh dendam, kurang mampu mengambil keputusan, mudah
khawatir atau cemas, kurang memiliki kepercayaan diri, bersifat kaku
dan tidak toleran.
3) Dalam berperilaku atau mematuhi suatu peraturan tidak berdisiplin
atau tergantung kontrol dari luar.
4) Cenderung berperilaku nakal seperti senang bertengkar, kurang bisa
menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial.
b. Disiplin permisif
Disiplin permisif merupakan protes terhadap disiplin yang kaku dan keras.
Disiplin permisif ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya,
kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai
dengan keputusan yang diambilnya itu. Seseorang yang berbuat sesuatu dan
ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi
sanksi atau hukuman.
39
Sebagai contoh kegiatan belajar mengajar yang ditandai dengan hubungan
antara guru dan siswa yang bersifat permisif ini adalah suasana berlangsung tanpa
partisipasi apapun dari guru, karena guru akan lebih berperan sebagai penonton.
Suasana belajar yang demikian tidak akan efektif dalam pencapaian
tujuannya, sebab kekacauan diantara siswa akan sering lebih muncul terjadi
walaupun para siswa akan lebih berusaha mengerjakan dan mempelajari materimateri pelajaran, tetapi dalam dirinya selalu timbul kekhawatiran takut salah dan
merasa tidak tenang. Timbul perasaan tidak puas pada diri sendiri yang
disebabkan antara lain karena tidak ada pegangan atau pedoman yang pasti dalam
kegiatan belajar mengajar mereka. Guru tidak berinteraksi ataupun memberi
saran-saran lainnya kepada siswa sehingga siswa tidak mengetahui kesalahan atau
kekurangan dirinya.
Ciri-ciri penanaman disiplin permisif ini adalah :
1) Guru bersikap acuh tak acuh terhadap kepentingan siswa misalnya adalah
guru bersikap masa bodoh terhadap siswa untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya, khususnya adalah masalah belajar; guru kurang
memperhatikan kegiatan belajar siswa; guru kurang memperhatikan
apakah siswa memahami cara-cara belajar efektif atau tidak.
2) Pengawasan guru bersifat longgar yaitu orang tua atau guru tidak
menetapkan peraturan bagi anak tetapi membiarkannya untuk mengontrol
dirinya sendiri.
Dampak disiplin ini adalah berupa kebingungan dan kebimbangan,
penyebabnya karena tidak tahu mana yang dilarang dan mana yang tidak dilarang,
40
atau bahkan menjadi takut, cemas dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa
terkendali.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh S.D Gunarsa (1983 :
83) mengenai dampak penanaman disiplin permisif atau laissez faire ini adalah :
1) Berkembang sifat egosentrisme yang berlebihan.
2) Mudah bingung atau mengalami kesulitan, jika dihadapkan oleh
batasan-batasan norma yang berlaku dalam lingkungna sosialnya.
3) Merasa tidak aman seperti cenderung suka merasa takut, cemas, dan
agresif yang berlebih-lebihan.
4) Kurang menaruh perhatian atau kasih sayang terhadap orang lain.
c. Disiplin Demokratis
Disiplin demokratis ini dilakukan dengan memberikan penjelasan, diskusi,
dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi
dan mentaati peraturan yang ada. Sanksi atau hukuman diberikan kepada yang
menolak atau melanggar tata tertib, tetapi hukuman dimaksud untuk
menyadarkan, mengoreksi dan mendidik.
Disiplin
demokratik
menggunakan
hukuman
dan
penghargaan-
penghargaan dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman
tidak pernah keras dan biasanya hukuman tidak berbentuk hukuman badan.
Hukuman hanya dapat digunakan jika terdapat bukti bahwa anak secara sadar
menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka.
Disiplin ini bertujuan untuk mengajarkan anak untuk mengendalikan
perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan apa yang benar,
meskipun tidak ada orang lain yang menekan atau mengancam mereka dengan
hukuman bila mereka melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan.
41
Disiplin demokratis ini berusaha mengembangkan disiplin yang muncul
dari kesadaran diri sendiri sehingga siswa memiliki disiplin yang kuat dan
mantap, karena itu bagi yang mematuhi dan melaksanakan disiplin diberikan
pujian dan penghargaan. Siswa patuh dan taat karena didasari kesadaran dirinya.
mengikuti peraturan-peraturan bukan karena terpaksa tapi atas kesadaran bahwa
hal itu baik dan ada manfaat.
Tipe demokratis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Guru mengadakan dialog dengan siswa dalam menetapkan atau
melaksanakan peraturan.
Guru dalam hal ini cenderung menunjukkan perilaku seperti : mau
bekerjasama dengan siswa, mendiskusikan tentang peraturan belajar
yang ditetapkan, meminta penjelasan kepada siswa jika pada suatu saat
siswa dipandang melanggar peraturan, memberikan penjelasan
mengenai manfaat peraturan yang diberikan.
2) Memberikan bantuan kepada siswa yang menghadapi masalah.
Hal ini guru mau memperhatikan dan menanggapi persoalanpersoalan yang dihadapi siswa.
3) Guru menghargai siswa.
Guru menunjukkan perilaku seperti : memperlakukan siswa sesuai
dengan kemampuannya; memahami kelebihan dan kekurangan siswa;
tidak mencemooh siswa apabila suatu saat siswa tersebut berbuat
kekeliruan.
42
4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya.
Ciri ini dimaksudkan bahwa guru mau menerima pendapat siswa
dan mau merespon pertanyaan siswa tentang sesuatu yang belum
dipahaminya.
Dampak penanaman disiplin demokratis ini seperti yang diungkapkan oleh
Schneiders (1960 : 236) adalah sebagai berikut :
1) Memiliki disiplin diri yaitu memiliki rasa tanggung jawab dan
kontrol diri.
2) Memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan sosial dengan baik,
dalam arti mampu berperilaku yang sesuai dengan norma.
3) Memiliki kemandirian dalam berpikir dan berperilaku.
4) Bersikap positif terhadap kehidupan.
5) Memiliki konsep diri (self-consept) yang tepat.
7. Langkah-langkah Penanaman Disiplin Oleh Guru
Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting dalam pengembangan
disiplin diri siswa dalam belajar. Upaya untuk mengembangkan disiplin diri
adalah melalui penanaman disiplin, seperti yang diungkapkan oleh S. Yusuf
(1989: 58-59) sebagai berikut : ”Dengan penanaman disiplin ini guru berusaha
menciptakan situasi belajar mengajar yang dapat mendorong anak untuk
bedisiplin diri dalam belajarnya.”
Upaya untuk mengembangkan disiplin diri siswa dalam belajar ini maka
guru harus dapat membimbing siswa agar memiliki pemahaman tentang peraturan
dan norma-norma dan dapat berperilaku sesuai dengan norma-norma tersebut.
43
Guru juga harus dapat menciptakan situasi komunikasi yang terbuka
dengan siswa, misalnya siswa dapat berdiskusi dengan guru, dan dapat
mengemukakan pendapat atas pertanyaan kepadanya. Hal tersebut sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Thomas Gordon (1996 : 280) adalah sebagai berikut :
Di sekolah yang memakai kepemimpinan demikian, akan tercipta
situasi komunikasi yang terbuka antar guru dan siswa, para siswanya
membuat kemajuan penting dalam kebiasaan belajar dan prestasi
mereka dalam pelajaran, kemajuan dalam keterampilan sosial,
memiliki hubungan yang dekat dengan teman-temannya yang memiliki
latar belakang yang berbeda dan bertambah tinggi derajat
kedewasaannya.
Peranan yang dilakukan guru harus dapat mendorong siswa untuk
berdisiplin diri dalam belajar dengan memberikan motivasi agar siswa memiliki
disiplin. Upaya untuk mengembangkan disiplin diri siswa maka guru harus
membimbing siswa agar memiliki pemahaman tentang peraturan atau normanorma dan dapat berperilaku sesuai dengan norma tersebut. guru harus dapat
menciptakan situasi komunikasi yang terbuka dengan siswa, siswa dapat
berdiskusi dengan guru dan dapat mengemukakan pendapat atau pertanyaan
kepadanya.
Upaya guru untuk mengembangkan disiplin siswa dalam belajar adalah
sebagai berikut :
a. Guru hendaknya memahami dan menghargai pribadi siswa : guru
hendaknya memahami bahwa setiap siswa itu memiliki kelebihan dan
kekurangan, guru mau menghargai pendapat siswa, guru hendaknya tidak
mendominasi siswa, guru hendaknya tidak mencemooh siswa jika nilai
pelajarannya kurang atau pekerjaan rumahnya kurang memadai, guru
44
memberikan pujian kepada siswanya yang berprestasi baik. (S. Yusuf,
1989 : 60)
b. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yaitu dengan : (1)
Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang
berusaha membantu perkembangan siswa; (2) Memberikan informasi
mengenai cara-cara belajar yang efektif; (3) Mengadakan dialog dengan
siswa tentang tujuan dan manfaat peraturan belajar yang ditetapkan
sekolah atau guru; (4) Membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan
yang baik. (S. Yusuf, 1989 : 61).
c. Guru hendaknya menjadi model bagi siswa yaitu dengan : guru hendaknya
berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral sehingga guru menjadi
figur sentral bagi siswa dalam menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam
perilakunya. Guru sebagi model berarti dia telah menterjemahkan nilainilai tersebut seperti berlaku jujur, berdisiplin diri dalam melaksanakan
tugas, dan bersikap optimis dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup.
Amir Daien Indrakusuma (1973 : 143) mengemukakan bahwa langkahlangkah menanamkan disiplin diri bagi anak adalah sebagai berikut :
1. Pembiasaan.
Anak harus dibiasakan melakukan segala sesuatu dengan tertib dan teratur,
misalnya adalah berpakaian rapi, masuk kedalam ruang kelas dengan teratur. Hal
tersebut nampaknya sepele, namun sebenarnya akan berpengaruh besar terhadap
kebiasaan-kebiasaan akan ketertiban dan keteraturan dalam hal lainnya.
45
2. Contoh dan teladan.
Guru atau orang tua merupakan contoh teladan bagi anak. Jangan
menyuruh untuk melakukan sesuatu terhadap anak, padahal dirinya sendiri tidak
melakukannya. Hal yang demikian akan menimbulkan rasa tidak adil di hati anak
atau siswa yang akan dapat mengakibatkan rasa protes dalam diri siswa, rasa tidak
senang, dan tidak iklas untuk melakukan sesuatu yang dibiasakan untuk dirinya.
Hal ini berakibat pembiasaan tersebut akan tetap dirasakan sebagai pembiasaan
yang dipaksakan dan akan sulit menjadi disiplin yang tumbuh dari dalam diri
siswa.
3. Penyadaran
Terhadap anak atau siswa yang sudah kritis berpikirnya maka sedikit demi
sedikit harus diberikan penjelasan tentang pentingnya peraturan-peraturan tersebut
diadakan. Siswa akan menyadari nilai dan fungsi peraturan tersebut, apabila
kesadaran telah tumbuh berarti telah tumbuh disiplin diri sendiri pada anak atau
siswa.
4. Pengawasan.
Harus dipahami bahwa apabila terdapat kesempatan untuk berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan peraturan, maka sesorang anak akan cenderung untuk
melakukan perbuatan tersebut. Pengawasan dapat diperkuat dengan adanya
hukuman-hukuman bilamana dirasakan perlu.
Uraian diatas menjelaskan tentang berbagai upaya yang kondusif bagi
pengembangan disiplin siswa dalam belajar.
46
8. Menciptakan Disiplin Kelas
Perilaku siswa baik secara individual dan kelompok dapat mempengaruhi
keefektifan pembelajaran. Perilaku-perilaku yang tidak wajar dilakukan oleh
siswa dapat menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan pembelajaran, dalam arti
tujuan pembelajaran di kelas tidak tercapai. Guru dituntut harus dapat memahami
permasalahan yang terjadi pada siswa serta dapat mengidentifikasi faktor-faktor
penyebabnya.
a. Bentuk-bentuk pelanggaran atau masalah disiplin kelas
Bentuk-bentuk pelanggaran atau masalah disiplin kelas meliputi masalah
individual dam masalah kelompok. Masalah yang bersifat individual antara lain :
1) Tingkah laku untuk menarik perhatian orang lain.
Siswa yang mempunyai perasaan ingin diperhatikan, berusaha mencari
kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan perbuatan yang dapat
menarik perhatian orang lain Tingkah laku tersebut misalnya adalah
membadut di kelas (aktif) atau berbuat serba lamban (pasif) sehingga harus
diberi bantuan ekstra.
2) Tingkah laku untuk menguasai orang lain.
Tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa untuk menguasai orang lain ada
yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Perilaku yang bersifat aktif
misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, sedangkan
perilaku yang bersifat pasif umpamanya selalu lupa pada peraturan-peraturan
kelas yang telah disepakati sebelumnya.
47
3) Perilaku untuk membalas dendam.
Siswa yang berperilaku seperti ini biasanya siswa yang merasa lebih kuat,
dan biasanya yang menjadi sasarannya adalah orang yang lebih lemah.
Tingkah laku seperti ini biasanya adalah mencubit, mengancam, memukul,
mengata-ngatai.
4) Peragaan ketidakmampuan.
Siswa yang termasuk kedalam kategori ini biasanya bersifat apatis (masa
bodoh) terhadap pekerjaan apapun, seperti tidak mau melaksanakan tugas
yang diberikan oleh guru.
Pelanggaran disiplin kelas yang bersifat kelompok antara lain :
1) Kelas kurang kohesif (akrab)
Hubungan antarsiswa kurang harmonis sehingga muncul beberapa
kelompok yang kurang bersahabat. Persaingan yang tidak sehat diantara
kelompok menimbulkan keonaran-keonaran yang menyebabkan proses
pembelajaran menjadi terhambat, misalnya adalah apabila suatu kelompok
mempunyai kesempatan untuk tampil di dapan kelas maka, kelompok lain
yang menjadi saingannnya berusaha mengacaukannya agar kelompok yang
tampil di depan tersebut nama baiknya jatuh dihadapan guru.
2) Kesebalan terhadap norma-norma yang telah disepakati sebelumnya.
Tingkah laku yang secara sengaja dilakukan oleh siswa untuk melanggar
norma-norma yang telah disepakati sebelumya, apabila berhasil maka siswa
tersebut merasa senang dan tidak peduli apabila orang lain merasa terganggu
atas perbuatannya tersebut.
48
3) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
Kelas memperolok-olok temannya sehingga kelas menjadi gaduh tidak
keruan. Siswa yang biasa diperolok-olok biasanya adalah siswa yang
terlambat datang kedalam kelas, yang disuruh tampil didepan, yang
mengajukan pertanyaan.
4) Menyokong anggota kelas yang melanggar peraturan.
Kelas mendukung salah satu anggota kelas yang membadut, seolah-olah
dia dianggap sebagai pahlawan untuk mendrobak suatu aturan.
5) Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes terhadap guru karena
dianggap tugas yang diberikannya kurang wajar.
Tugas yang diberikan oleh guru dianggap kurang wajar, maka siswa
cenderung menunjukkan perilaku yang masa bodoh. Mereka tidak merasa
takut lagi terhadap ancaman hukuman yang akan diberikan guru, seperti guru
memberikan tugas yang tidak jelas atau memberikan tugas yang berat
sehingga berada diluar kemampuannya.
b. Pendekatan-pendekatan Pengelolaan Disiplin Kelas
Ada beberapa perndekatan yang dapat digunakan dalam pembinaan
disiplin kelas. Permasalahan dan kondisi kelas sering berubah-ubah maka guru
dituntut untuk menguasai berbagai pendekatan, karena tidak ada suatu pendekatan
yang cocok untuk semua situasi dan setiap pendekatan memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.
Pandangan otoriter melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya
untuk menegakkan tata tertib, dengan berbagai cara siswa diarahkan untuk
49
mematuhi segala aturan yang berlaku di lingkungannya dan menghindarkan
pelanggaran-pelanggaran sekecil apapun. Pandangan permisif memusatkan
perhatian pada usaha untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Semua siswa
diberikan kesempatan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki dalam
lingkungannya. Siswa belajar dari apa yang dilakukannya dengan melihat
kemanfaatannya, yang pada akhirnya dia akan menentukan suatu perilaku yang
berarti bagi dirinya.
Disiplin yang ketat dan kaku, tanpa disadari makna dan hakikatnya maka
akan menumbuhkan kepatuhan yang semu, dan pada suatu saat jiwa siswa akan
berontak atau tumbuh frustasi.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menciptakan disipin kelas yang
efektif antara lain sebagai berikut :
1) Pendekatan manajerial.
Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang manajemen yang berintikan
konsepsi-konsepsi tentang kepemimpinan. Pendekatan ini dapat dibedakan :
a) Kontrol otoriter : Guru harus bersifat keras dalam menegakkan disiplin
kelas. Menurut konsep ini disiplin kelas yang baik adalah apabila
siswa duduk, diam dan mendengarkan perkataan guru.
b) Kebebasan liberal : Menurut konsep ini siswa harus diberi kebebasan
sepenuhnya untuk melakukan kegiatan apa saja sesuai dengan tingkat
perkembangannya, maka kreativitas dan aktivitas siswa akan
berkembang sesuai dengan kemampuannya. Pemberian kebebasan
yang penuh akan berakibat terjadinya kekacauan atau kericuhan
50
didalam kelas karena kebebasan yang didapat oleh siswa dapat
disalahgunakan.
c) Kebebasan terbimbing : Konsep ini merupakan perpaduan antara
kontrol otoriter dan kebebasan liberal. Siswa diberikan kebebasan
untuk melakukan aktivitas, namun terbimbing atau terkontrol. Siswa
diberi kebebasan sesuai dengan hak asasinya, dilain pihak siswa harus
dihindarkan dari perilaku-perilaku negatif sebagai penyalahgunaan
kebebasan. Disiplin kelas yang baik ditekankan kepada kesadaran dan
pengendalian diri siswa.
2) Pendekatan psikologis.
Pendekatan secara psikologis yang dapat dimanfaatkan oleh guru
untuk membina disiplin kelas adalah sebagai berikut :
a) Pendekatan modifikasi tingkah laku : Pendekatan ini didasarkan
pada psikologi behavioristik yang mengemukakan bahwa semua
tingkah laku yang baik atau kurang baik merupakan proses belajar.
Guru harus memberikan penguatan positif (pemberian ganjaran)
untuk membina tingkah laku yang dikehendaki, dan untuk
mengurangi
atau
menghentikan
tingkah
laku
yang
tidak
dikehendaki maka guru harus menggunakan penguatan negatif
seperti pemberian hukuman.
b) Pendekatan iklim sosio-emosional : Pendekatan ini berdasarkan
psikologi klinis dan konseling bahwa proses belajar mengajar
mempersyaratkan keadaan sosio-emisional yang baik antara guru
51
dengan siswa dan siswa dengan siswa. Guru harus menerima dan
menghargai siswa sebagai manusia dan mengerti siswa dari sudut
pandang siswa sendiri.
c) Pendekatan proses kelompok : Pendekatan proses kelompok
(group process) ini berdasarkan psikologi klinis dan dinamika
kelompok. Kelas yang baik ditandai dengan dimilikinya harapan
yang jelas dan realistik antara guru dan siswa, sifat kepemimpinan
yang baik antara guru dengan siswa, norma kelompok yang
produktif dipertahankan, dan perasaan keterikatan masing-masing
anggota kelompok secara keseluruhan.
c. Tindakan Pencegahan dan Penindakan Terhadap Disiplin Kelas
1) Tindakan pencegahan preventif terjadinya pelanggaran disiplin kelas lebih
baik daripada penindakan setelah terjadinya pelanggaraan. Pembinaan
disiplin kelas dengan cara pencegahan pelanggaran disiplin dapat
dilakukan dengan cara membuat tata tertib kelas atau ganjaran (hadiah)
bagi siswa yang melakuka kegiatan positif.
2) Pelanggaran disiplin yang sudah terlanjur muncul maka tindakan yang
harus dilakukan adalah penghentian pelanggaran tersebut agar tidak
berkembang atau terjadi kekebalan mental terhadap diri perilaku. Tindakan
yang dapat diberikan kepada siswa untuk mengentikan pelanggaran
disiplin tersebut adalah dengan cara pemberian hukuman. Hukuman dapat
dipandang sebagai alat yang efektif untuk mengehentikan tingkah laku
yang tidak dikehendaki, namun dilain pihak dampak pemberian hukuman
52
dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif seperti hubungan pribadi
antara siswa dengan guru dapat terganggu, atau siswa yang dihukum
tersebut membalas dendam pada saat-saat yang lain.
9. Peranan Disiplin di Sekolah
Sekolah selalu mempunyai peraturan, ketentuan, maupun pedoman yang
harus diikuti dan ditaati oleh setiap siswa, tanpa disiplin siswa tidak mempunyai
suatu standar atau patokan apa yang dianggap baik dan buruk dalam tindakan atau
perilakunya. Peraturan, ketentuan dan berbagai pedoman tersebut dikenal sebagai
tata tertib.
Peraturan tata tertib di sekolah secara umum dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu peraturan tata tertib yang berkaitan dengan pelaksanaaan pengajaran
di kelas maupun peraturan yang terdapat di luar kelas. Menurut
S. Arikunto,
1993 : 11 menyatakan bahwa : “Faktor penting untuk dapat berlangsungnya
peraturan tata tertib ialah kedisiplinan.” Maman Rachman yang dikutip oleh T.
Tu’u (2004 : 13) menyatakan bahwa :
Disiplin sekolah sangat penting karena memberikan dukungan bagi
terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, mendorong siswa melakukan
yang baik dan benar, membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri
dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang
dilarang oleh sekolah, siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan
yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Disiplin
merupakan pangkal keberhasilan. Disiplin sangat diperlukan di sekolah
guna memperlancar proses pendidikan sehingga disiplin perlu diterapkan.
Menurut S. Arikunto (1993 : 117-119) menyatakan bahwa : “Disiplin
merupakan suatu aturan pendidikan. Disiplin sangat penting dalam pelaksanaan
tata tertib.”
53
S. Arikunto (1993: 20) berpendapat bahwa :”Dengan mengatur diri anak
untuk mengikuti tata tertib dalam pengelolaaan pengajaran, prestasi siswa akan
meningkat. ” Sikap disiplin siswa akan mempengaruhi terhadap prestasi
belajarnya di sekolah, karena dengan adanya disiplin maka akan mempermudah
dalam penerimaan pengetahuan.
Menurut T.Tu’u (2004 :5) mengemukakan bahwa : “Disiplin sekolah
menjadi salah satu faktor dominan dalam mempengaruhi prestasi siswa. ”Perilaku
siswa yang baik dan positif dapat terjadi karena memang memiliki kesadaran yang
tinggi bahwa mengikuti dan mentaati tata tertib akan berpengaruh baik baginya.
Hal yang senada diungkapkan oleh S. Nasution (1983 : 77-78)
mengemukakan bahwa : “Tanpa disiplin, kegiatan belajar mengajar tidak dapat
berjalan dengan baik. ”Hal ini sesuai dengan pendapat S.D Gunarsa (1982 : 162163) yaitu penanaman disiplin perlu dalam mendidik anak, supaya anak dengan
mudah dapat diantaranya sebagai berikut :
a. Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial, antara lain
mengenai hak milik orang lain.
b. mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan
secar langsung mengerti larangan-larangan.
c. Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.
d. Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa
terancam oleh hukum.
e. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang
lain.
Tujuan pendidikan akan tercapai dengan optimal apabila pelaksanaan
disiplin di sekolah betul-betul diperhatikan, karena tanpa disiplin tidak akan
tercipta suasana yang dapat mendukung kegiatan proses belajar mengajar.
54
10. Penanaman Disiplin Siswa Melalui Penerapan Tata Tertib Sekolah
Disiplin memegang peranan penting dalam mengarahkan kehidupan siswa
untuk menjadi warga negara yang baik yaitu manusia yang bertanggung jawab,
analisis, dan partisipatif. Sekolah terdapat peraturan tata tertib yang mengatur
segenap tingkah laku para siswa untuk menciptakan suasana yang mendukung
pendidikan. Tertib merupakan unsur yang paling dominan dalam disiplin, karena
suatu disiplin menghendaki adanya kesamaan langkah-langkah atau sikap hidup
yang diikat oleh aturan-aturan yang berlaku dalam suatu lingkungan. Menurut
Debdibud (1989 : 37) bahwa : “Seseorang melakukan sikap tertib adalah untuk
mencapai keteraturan secara tetap azas sehingga merupakan hal yang wajar dan
menjadi suatu kebiasaan hidup secara teratur.”
Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang
diharapkan terjadi pada diri siswa. Peraturan menunjukkan pada patokan atau
standar yang sifatnya umum yang harus dipenuhi oleh siswa. Tata tertib yang
harus dilaksanakan oleh siswa adalah sebagai berikut :
a. Waktu jam masuk atau keluar sekolah.
Siswa diwajibkan hadir di sekolah sebelum bel masuk berbunyi, apabila
terlambat datang kurang dari 15 menit maka harus lapor kepada guru piket dan
diizinkan masuk sekolah, jika terlambat datang lebih dari 15 menit maka harus
lapor ke guru piket dan tidak diperkenankan masuk kelas pada pelajaran
pertama. Waktu pulang sekolah siswa diwajibkan langsung pulang ke rumah
kecuali bagi siswa yang akan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.
55
a. Tata tertib mengikuti pelajaran.
Selama jam pelajaran berlangsung dan pada pergantian jam pelajaran
siswa dilarang berada di luar kelas, dan pada waktu istirahat siswa dilarang
berada di dalam kelas (depdiknas, 2001 : 23). Siswa juga harus melakukan
hal-hal sebagai berikut selama mengikuti pelajaran diantaranya adalah :
(a) mendengarkan dengan baik apa yang diperintahkan atau apa yang
dikatakan guru, (b) tidak berbicara didalam kelas tanpa seizin guru, (c) siswa
tidak mengerjakan pekerjaan lain selama guru sedang menjelaskan, (d) siswa
tidak boleh meninggalkan kelas tanpa izin dari guru, (e) siswa dilarang
makan-makan,
merokok,
atau
mengotori
ruangan
selama
pelajaran
berlangsung, (f) siswa harus bersikap sopan dan hormat terhadap guru dan
terhadap sesama siswa, (g) memberikan jawaban jika guru mengajukan
pertanyaan.
b. Tata tertib upacara bendera.
Menurut ketentuan dari Depkiknas (2001 : 26) bahwa : “Seluruh siswa
diwajibkan mengikuti upacara bendera setiap hari senin dan sabtu dengan
memakai seragam yang telah ditentukan oleh sekolah.”
c.
Cara berpakaian.
Menurut ketentuan dari Depdiknas, (2001 : 22-24) siswa di sekolah wajib
memakai pakaian seragam sekolah dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Umum
a) Sopan dan rapi sesuai dengan ketentuan.
b) baju warna putih dan bawahan berwarna abu-abu.
c) Memakai badge OSIS dan identitas sekolah.
d) Topi sekolah sesuai ketentuan, ikat pinggang warna hitam.
e) Kaos kaki warna putih dan sepatu warna hitam.
56
2) Khusus laki-laki
a) Baju dimasukkan kedalam celana.
b) Panjang celana sampai kemata kaki.
c) Celana dan lengan baju tidak digulung.
d) Celana tidak disobek dan dijahit cutbrai.
3) Khusus perempuan
a) Baju dimasukkan kedalam rok, kecuali yang memakai jilbab.
b) Panjang rok sampai kelutut.
c) Bagi yang berjilbab panjang rok sampai mata kaki dan jilbab warna
putih.
d) Lengan baju tidak digulung.
e. Merokok, minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Depdiknas (2001 : 14) mengemukakan bahwa pada tahap pelaksanaan
disiplin di sekolah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai
berikut :
1. Tata tertib sekolah perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada
semua warga sekolah, termasuk kepada penjaga sekolah dan petugas
keamanan sekolah serta orang tua siswa.
2. Tata tertib sekolah sebaiknya dicetak dalam bentuk buku saku
sehingga dapat dibawa kemana saja oleh siswa.
3. Kepala sekolah hendaknya membentuk tim piket sekolah yang
bertugas memantau dan mengawasi sikap, ucapan dan tindakan siswa
di sekolah.
4. Guru mencermati, mengawasi dan mengatur setiap siswa yang
bermasalah dan bersama-sama dengan wali kelas dan petugas BP
membantu siswa yang bermasalah umtuk memecahkan masalah
tersebut.
5. Hasil pemantauan dan budi pekerti siswa yang terdapat dalam
portofolio masing-masing merupakan bahan catatan yang harus
disampaiakn kepada orang tua siswa secara berkala atau pada setiap
cawu.
Penerapan tata tertib dipandang efektif dalam penanaman disiplin siswa
karena siswa akan berperilaku sesuai dengan tuntutan sekolah yang tercantum
dalam tata tertib sekolah, apabia terjadi pelanggaran maka siswa akan menerima
konsekuensinya secara wajar dan manusiawi.
57
B.
1.
Prestasi
Pengertian Prestasi Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan menghasilkan perubahan-
perubahan dalam diri siswa yang oleh Bloom (Abin Syamsudin, 1996
20)
dikelompokkan kedalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil
belajar didefinisikan dan diukur dengan instrumen-instrumen yang relevan. Hasil
belajar siswa di sekolah dikenal dengan istilah prestasi belajar siswa.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1989 : 700), prestasi belajar
didefinisikan sebagai berikut : “Prestasi belajar adalah sebagai tingkat penguasaan
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya yang ditunjukan
oleh nilai tes atau kerangka nilai yang diberikan oleh guru.”
Suryabrata (1997 : 450 mengemukakan pengertian dan karakteristik prestasi
belajar sebagai berikut :
a. Prestasi belajar merupakan sutu perubahan perilaku yang dapat
diukur, atau mengukur perubahan tingkah laku tersebut dapat
digunakan tes prestasi belajar.
b. Prestasi belajar menunjukkan kepada individu sebagai perilaku.
c. Prestasi belajar, dapat dievaluasi tinggi rendahnya, baik berdasarkan
atas kriteria yang ditetapkan terlebih dahulu atau yang ditetapkan
menurut standar yang dicapai oleh kelompok.
d. Prestasi belajar, menunjukkan kepada hasil dari kegiatan yang
dilakukan secara sengaja.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar, pada umumnya
ditunjukan oleh nilai yang merupakan seperangkat hasil perubahan tingkah laku
58
kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar yang dicapai seseorang
merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor internal maupun faktor eksternal.
Slameto, (1995:54) mengemukakan bahwa :
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi
dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu.
a. Faktor-faktor Intern
Faktor-faktor intern yang dimaksud di atas adalah faktor yang ada dalam
individu yang sedang belajar, yang terdiri dari tiga faktor yaitu :
1) Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2) Faktor psikologis.
3) Faktor kelelahan.
b. Faktor-faktor Ekstern
Menurut pendapat Slameto, (1995:60) menyatakan bahwa : “Faktor-faktor
ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah di kelompokan menjadi tiga
faktor,yaitu: Faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat”.
Untuk lebih jelasnya Faktor-faktor Ekstern akan di uraikan atau di jelaskan
seperti di bawah ini:
1) Faktor Keluarga
Faktor keluarga akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
59
rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan
latar belakang kebudayaan.
Faktor-faktor tersebut harus diupayakan ke arah yang positif
terhadap keberhasilan belajar siswa, karena didalam keluargalah
sebenarnya waktu mendidik lebuh banyak.
Dari keterangan di atas, terlihat bahwa keadaan rumah tangga,
keadaan ekonomi dan cara orang tua mendidik berpengaruh terhadap
prestasi belajar peserta didik.
2) Faktor Sekolah
Menurut Slameto, (1995:64) bahwa : “Faktor sekolah yang
mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas di rumah”.
Faktor sekolah yang berpengaruh dalam belajar ini mencakup
penilaian, cara mengajar guru, dan penguasaan materi pelajaran yang
diberikan berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan.
3) Faktor Masyarakat
Menurut pendapat Slameto, (1995:69-70) mengemukakan bahwa :
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
belajar siswa, yaitu meliputi ;
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
b) Mass media
c) Teman bergaul
d) Bentuk kehidupan masyarakat.
60
3. Penilaian
Prestasi
Belajar
Dalam
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
Keberhasilan belajar siswa di sekolah dapat diketahui dengan penilaian atau
evaluasi terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk menentukan tercapai
tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, perlu dilakukan usaha untuk tindakan
evaluasi. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari pada sesuatu. Kegiatan penilaian merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam proses belajar mengajar, karena jika tidak dilaksanakan kegiatan belajar
mengajar tidak akan dapat diketahui hasilnya.
Menurut Wayan Nurkancana, (1986 : 1) bahwa evaluasi pendidikan dapat
diartikan sebagai berikut : “Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan.” Hasil yang diperoleh dari evaluasi dinyatakan dalam
bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan
evaluasi belajar.
A. Kosasih Djahiri (1995 : 53) mengungkapkan bahwa :
Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat keberhasilan
belajar siswa melainkan juga tingkat keberhasilan atau kegagalan mengajar
program serta re-edukasi dan momentum membaca kualifikasi dan tahu jati
dirinya (siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya.
Menurut A. Azis Wahab (1993 : 43) bahwa evaluasi berfungsi sebagai
berikut :
a. Tolak ukur untuk mengetahui kekurangan atau keberhasilan siswa,
guru ataupun program pengajaran yang telah disampaikan dengan
melalui kegiatan proses belajar mengajar.
b. Sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri, nilai,
moral, dan masalah. Disebut sebagai media klarifikasi sebab dalam
61
PPKN teknik mengklarifikasi nilai dapat digunakan untuk
mengungkapkan hal-hal yang sering tidak nampak menggunakan
evaluasi biasa. Hal ini penting sebab mengungkap aspek nilai dan
moral seseorang tidaklah mudah tetapi dengan ini teknik klarifikasi
nilai dan moral dalam diri seseorang dapat sedikit terungkap.
c. Sebagai media edukasi (re-edukasi) nilai-nilai moral. Melalui
evaluasi seseorang dapat memperkuat nilai-nilai moral yang selama
ini telah diterima seseorang ataupun dapat memperbaiki nilai-nilai
dan moral yang didukung oleh masyarakat pada umumnya
(misalnya menyesuaikan nilai-nilai dan moral yang dianut dengan
nilai-nilai dan moral Pancasila).
Menurut M. Surya (1981 : 74) tentang pengertian prestasi belajar atau
evaluasi belajar adalah sebagai berikut : “Prestasi belajar adalah seluruh
kecakapan hasil yang diperoleh siswa melalui proses belajar di sekolah yang
dinyatakan dengan nilai-nilai berdasarkan tes prestasi belajar.”
Hasil belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah berkenaan dengan
penguasaan materi belajar siswa dalam mata pelajaran Pkn. Bentuk perubahan
perilaku sebagai akibat dari proses belajar yang menurut Bloom dikategorikan
kedalam tiga ranah yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil interaksi dari berbagai faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar Pkn siswa secara keseluruhan yang
merupakan kecakapan nyata dalam bentuk angka selama mengikuti pendidikan
sekolah pada periode yang dimbil dari formatif tes.
Mengenai tes Wayan urkencana (1983 : 25) berpendapat bahwa :
Tes merupakan salah satu bentuk evaluasi untuk mengadakan penilaian
yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan
oleh anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau
prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang didapat
oleh anak-anak yang lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.
62
Untuk
melaksanakan
evaluasi
tertulis,
lisan,
dan
tindakan
harus
memperhatikan syarat alat evaluasinya. Syarat evaluasi yang paling penting
adalah kevalidannya (ketepatannya) dan reliabel (dapat dipercaya). Hal ini, sesuai
dengan pendapat Nana Sujana (2001:90) bahwa : “Penyusunan alat evaluasi guru
harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul valid dan reliabel yaitu
memenuhi tarap ketepatan dan ketepatan tes”.
Sehingga alat evaluasi yang akan digunakan harus dipersiapkan secara
cermat sehingga dapat mengukur kemampuan atau hasil latihan siswa sebenarnya.
Suatu tes yang dapat dilakukan baik sebagai alat pengukur harus memiliki
persyaratan tes, hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1993:56-61)
bahwa persyaratan tes adalah sebagai berikut :
a. Validitas
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat mengukur dengan
apa yang hendak diukur. Contoh, untuk mengukur besarnya pengaruh
penggunaan alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar, diukur melalui
nilai yang diperoleh siswa pada waktu ulangan.
b. Reliabilitas
Suatu tes dikatakan dapat dipercaya jika memberi hasil yang tetap
apabila diteskan berkali-kali. Atau dengan kata lain, tes dapat dikatakan
mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tepat.
63
c. Obyektifitas
Sebuah tes dikatakan mempunyai nilai obyektifitas apabila dalam
pelaksanaan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhinya.
d. Praktibilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya.
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa dalam tes tersebut
tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak
dan waktu yang lama.
Penilaian dapat dibagi menjadi dua yaitu penilaian formatif dan penilaian
sumatif, seperti yang diungkapkan oleh Scriven (1967) yang dikutip oleh Asmawi
Zaenul dan Nolehi Nasution bahwa :
Penilaian formatif dilakukan dengan maksud memantau
sejauhmanakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana
yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana peserta idik telah dapat berpindah dari satu
unit ke unit berikutnya.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1987 : 30) bahwa penilaian atau
tes dapat dibagi sebagai berikut :
a. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahankelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
b. Tes formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana siswa
telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu.
c. Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok
program atau sebuah program yang besar.
64
Ada tiga sasaran pokok evaluasi menurut Tabrani (1994:212), yaitu :
a. Segi tingkah laku, segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian dan
keterampilan siswa sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang
diberikan oleh guru dalam Proses Belajar Mengajar.
c. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar itu sendiri, yaitu
proses belajar mengajar perlu diberi tekanan secara objektif dari
guru, sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan
baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
Evaluasi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya
mengukur hasil belajar siswa melalui tes yang menghasilkan angka-angka,
melainkan evaluasi pada Pkn ini harus diadakan pada saat proses belajar mengajar
berlangsung, seperti yang diungkapkan oleh A. Kosasih Djahiri (1995 :53)
sebagai berikut :
Evaluasi jangan hanya diartikan THB atau ulangan yang cenderung
bersifat administratif formal yakni mencari dan menentukan nilai atau
angka (marking) melainkan momentum pengukuran diri dan atau
penilaian diri (self evaluation) untuk redukasi atau remedial. Maka
oleh karenanya sebaiknya frekuensi penilaian PPKN diperbanyak
dengan pola penilaian yang beraneka ragam hal ini sesuai dengan pola
evaluasi yang bersifat berkesinambungan dan multi sistem evaluasi.
Evaluasi belajar pada mata pelajaran Pkn ini bukan hanya mementingkan
aspek kognitif saja, tapi juga harus diperhatikan aspek afektifnya
Tujuan
penilaian afektif menurut S. Arikonto (1991 : 78) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun
siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
mengadakan program perbaikan bagi anak didiknya.
2. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang
dicapai yang antara lain diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan
tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua dan
penentuan lulus tidaknya anak didik.
65
3. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta
karakteristik peserta didik.
4. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah
laku anak didik.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa penilaian merupakan suatu proses
untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran hasil belajar baik dengan menggunakan tes maupun nontes.
Bagi siswa penilaian atau prestasi belajar sangat besar artinya karena
dengan mengetahui hasil belajar yang dicapai, maka siswa akan mempunyai tolak
ukur terhadap usaha yang dilakukannya tersebut.
C.
1.
Belajar
Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan tingkah laku
diri seseorang dan merupakan proses-proses dasar dari perkembangan hidupnya.
Melalui belajar, manusia melakukan beberapa perubahan kualitatif sehingga
tingkah lakunya berkembang.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Witherington yang dikutip oleh N. Purwanto (1996 : 84) mengemukakan bahwa :
“Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai
pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian,
atau suatu pengertian.”
66
Pengertian belajar menurut D. Supriawan (1994 :34) bahwa :
Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada
diri individu yang sedang belajar, baik potensial maupun aktual.
Perubahan-perubahan tersebut adalah dalam bentuk kemampuankemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang cukup lama dan
perubahan-perubahan itu terjadi karena berbagai usaha yang dilakukan
individu yang bersangkutan.
Beberapa ahli mendefinisikan pengertian belajar dengan berbagai versi,
tetapi tetap dengan intinya sekitar proses perubahan tingkah laku. Definisi belajar
menurut W.S. Winkel (1996:15) mengatakan bahwa:
Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungan dan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan sikap
yang bersifat konstan atau tetap. Perubahan-perubahan itu dapat merupakan
suatu yang baru yang segera nampak dalam perilaku nyata atau yang masih
tinggal tersembunyi, mungkin juga perubahan hanya berupa penyempurnaan
terhadap hal-hal yang sudah dipelajari. Proses belajar dapat berlangsung
disertai kesadaran dan intensif tetapi itu tidak mutlak perlu.
Menurut Tabrani, belajar dapat diartikan sebagai berikut :
Belajar adalah proses perbaikan tingkah laku yang dinyatakan dalam
bentuk penguasaan, penggunaan dari penelitian terhadap atau mengenai
sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam
berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan
dan pengalaman yang terorganisir. (Tabrani, 1994:8)
Menurut Slameto, (1995:2) mendefinisikan pengertian belajar adalah
sebagai berikut : “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”
67
Belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan
untuk dipenuhi sepanjang usia sejak lahir sehingga akhir hayatnya, hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Syarif Thayeb (1976:3) tentang pendidikan seumur hidup.
Konsep pendidikan seumur hidup artinya usaha pendidikan dimulai sejak
seorang anak dilahirkan sampai akhir hayat. Disamping itu pendidikan tidak
hanya diberikan secara formal, tetapi pendidikan non formal juga
memainkan peranan yang menentukan.
Kosasih Djahiri (1994 : 3) menguraikan sejumlah rumusan mengenai
pengertian dan hakekat belajar adalah sebagai berikut :
a. Belajar adalah suatu proses dialog antar potensi diri dengan berbagai
media pengajaran dan melalui berbagai reka upaya kegiatan sehingga
mampu menyerap (menginternalisasikan dan mempribadikan) bahan
ajar menjadi milik dirinya.
b. Belajar adalah proses transaksi atau interaksi antar struktur potensi
diri guru atau sesuatu sehingga terjadi proses internalisasi atau
personalisasi sesuatu serta terjadi perubahan diri.
c. Belajar adalah proses kegiatan internalisasi sesuatu sehingga terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.
Belajar pada hakekatnya menyangkut proses manusiawi yang memerlukan
proses dan pentahapan serta kematangan diri siswa. The Liang Gie (1997 : 6)
merumuskan kegiatan belajar sebagai berikut :
Belajar adalah segenap rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan
secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit
banyak menetap.
Uraian mengenai belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses usaha atau interaksi yang dilakukan oleh individu secara sengaja dan
disadari untuk memperoleh suatu yang baru dan perubahan-perubahan
pengalaman itu sendiri akan nampak dalam kehidupan sehari-hari dalam
penguasaan diri terhadap hal-hal yang baru seperti lingkungannya, keterampilan,
68
kebiasaan, emosional, kesungguhan, pengetahuan, pemahaman, sikap dan
hubungan sosial dengan sesama. Perubahan perilaku yang diharapkan setelah
belajar secara sistematik dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar
Menurut Tabrani (1994:81) perubahan tingkah laku dapat dikatakan sebagai
perubahan dalam belajar apabila memiliki ciri sebagai berikut :
a. Perubahan terjadi dengan sadar
b. Perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
f. Perubahan mencakup seluruh perubahan tingkah laku.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Perubahan terjadi secara sadar
Maksudnya individu yang belajar dapat merasakan dan mengalami
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung kontinyu dan statis
serta perubahan itu berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
69
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan yang diperoleh merupakan suatu yang lebih baik dari
sebelumnya dan perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tidak
terjadi dengan sendirinya, melainkan ada usaha individu untuk belajar.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar akan menetap dan tidak akan
hilang begitu saja beberapa saat, melainkan akan makin bertambah terus
apabila hal ini sering digunakan dan latihan.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena perbuatan belajar yang
senantiasa mempunyai tujuan dan mempunyai arah yang tepat.
f. perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek tingkah laku
Sebagai hasil belajar, perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah
proses belajar meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh baik sikap,
pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Belajar bukan merupakan suatu tujuan, melainkan suatu proses mencapai
tujuan. Sedangkan pengertian proses lebih bersifat “cara” mencapai tujuan, jadi
merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Selain itu belajar juga
merupakan suatu pengalaman, dan pengalaman itu sendiri diperoleh berkat adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Download