BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Dividen Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Dividen
Pengertian dividen menurut Weston dan Copeland (2005) adalah
keuntungan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang diberikan
kepada para pemegang saham. Besarnya dividen yang diberikan ditentukan
dalam rapat umum pemegang saham dan dinyatakan dalam suatu jumlah atau
persentase tertentu atas nilai nominal saham dan bukan atas nilai pasarnya.
Pada perseroan terbatas, pembagian keuntungan kepada pemilik
dilakukan melalui dividen. Dividen hanya dapat dibayarkan jika saldo laba
positif. Jadi, walaupun dalam tahun berjalan diperoleh laba, suatu perseroan
terbatas tidak boleh membagikan dividen jika saldo laba ditahan pada akhir
tahun masih negatif.
Disamping saldo laba ditahan dapat tidaknya dividen dibagikan juga
tergantung pada tersedianya uang kas dalam jumlah yang sama. Apabila laba
ditahan dianggap sebagai bagian laba yang ditanamkan kembali dalam
perusahaan, maka ada kemungkinan penanaman dilakukan dalam bentuk
persediaan barang dagang, aktiva tetap atau aktiva-aktiva bukan kas yang
lain. Dengan demikian ada kemungkinan perusahaan mempunyai saldo kas
kecil walaupun saldo laba ditahan besar (Ahmad Rodoni dan Herni 2010, hal.
121).
B. Alternatif Pembayaran Dividen
Keputusan mengenai kebijakan dividen adalah keputusan yang menyangkut
bagaimana cara dan dalam bentuk apa dividen dibayarkan kepada pemegang
saham. Ada beberapa pola pembayaran dividen yang dapat dipilih sebagai
kebijakan dividen perusahaan. Kolb menyebutkan beberapa pola berikut
(Ahmad Rodoni dan Herni. 2010, hal.130):
1. Constant Dividend Pay Out Ratio (dividen pay out rasio yang konstan)
Dividend pay out yang konstan merupakan penetapan pembagian rasio
yang tetap terhadap keuntungan yang didapat perusahaan. Berapapun
keuntungan yang diperoleh persentase keuntungan yang dibagikan selalu
sama. Sebagai akibat maka jumlah uang yang dibayarkan akan berbeda
tergantung pada keuntungan yang diperoleh.
2. Regular Dividen Plus Extra (Jumlah yang kecil ditambah dividen extra)
Perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah yang kecil dan
apabila ada keuntungan yang melonjak maka pada akhir periode perusahaan
menambahkan dividen extra. Cara ini memberikan fleksibilitas bagi
perusahaan, tetapi menimbulkan ketidakpastian bagi pemegang saham.
Meskipun demikian, cara ini merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan
menurut kondisi yang ada cara ini mengakui kandungan informasi dividen
sehingga diharapkan dengan pemberian bonus dapat menarik minat pembeli
yang akhirnya meningkatkan perdagangan saham.
3. Stable Dividen Per Share (Jumlah yang stabil)
Kebijakan ini akan menyebabkan perusahaan membayarkan jumlah
yang tetap untuk beberapa periode. Pembayaran ini akan dinaikkan apabila
perusahaan yakin bahwa kenaikan itu dapat dipertahankan untuk periode
selanjutnya. Perusahaan juga tidak akan melakukan penurunan dividen sampai
benar-benar terbukti bahwa perusahaan tidak sanggup lagi membayarkan.
C. Isi Informasi Dividen
Menurut Mamduh M. Hanafi (2005) ada kecenderungan harga saham
akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen dan harga saham akan
turun, jika ada pengumuman penurunan dividen. Sekilas fenomena tersebut
nampaknya konsisten dengan argumen bahwa dividen meningkatkan nilai
perusahaan. Tetapi ada argumen lain yang lebih relevan. Menurut argumen
tersebut, dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan
harga tetapi prospek perusahaan yang ditunjukkan oleh meningkatnya atau
menurunya dividen yang dibayarkan sehingga menyebabkan perubahan harga
saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori signal atau isi informasi
dari dividen.
Menurut teori signaling tersebut, dividen dipakai sebagai signal oleh
perusahaan. Jika perusahaan merasa bahwa prospek dimasa mendatang baik,
pendapatan aliran kas diharapkan meningkat atau diperoleh pada tingkat
dimana dividen yang meningkat tersebut bisa dibayarkan maka perusahaan
akan meningkatkan dividen. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika perusahaan
merasa prospek dimasa mendatang menurun perusahaan akan menurunkan
pembayaran dividenya. Pasar akan merespon negatif pengumuman tersebut.
Menurut teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi yaitu
prospek perusahaan dimasa mendatang.
D. Faktor-Faktor dalam Kebijakan Dividen
Ada lima faktor yang perlu diperhatikan seorang manajer keuangan dalam
memutuskan jumlah dividen yang akan dibayarkan (Handono 2009, hal. 284).
1. Kesempatan Investasi
Perusahaan yang mempunyai banyak kesempatan investasi maka
dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. Demikian juga
sebaliknya. Akan lebih baik jika dana ditanamkan pada investasi yang
menghasilkan NPV yang positif. Di lain pihak, perusahaan yang
berkemampuan untuk mempercepat atau menunda proyeknya akan lebih
konsisten dalam menjalani kebijakan dividenya.
2. Kendala dalam Pembayaran Dividen
Besar kecilnya pembayaran dividen dalam praktiknya dibatasi oleh
hal-hal berikut: (1) syarat-syarat dalam kontrak utang yang ditetapkan pihak
kreditor, misalnya dividen hanya boleh dibayarkan apabila rasio keuangan
tertentu melebihi batas minimum; (2) pembayaran dividen tidak boleh
melebihi laba ditahan dalam neraca; (3) tersedianya kas yang mencukupi;
dan (4) peraturan perpajakan, misalnya larangan menurunkan rasio
pembayaran dividen untuk untuk tujuan menghindari pajak bagi sekelompok
pemegang saham.
3. Alternatif Sumber Dana
Bilamana biaya emisi saham baru relatif tinggi untuk mendanai
investasinya, perusahaan akan memilih sumber dana internal (laba ditahan)
dari pada menerbitkan saham baru. Pilihan itu tentu saja akan diikuti oleh
penurunan rasio pembayaran dividen. Lebih lanjut, jika perusahaan dapat
menyesuaikan
rasio
utang
terhadap
aktivanya
(debt
ratio)
tanpa
menyebabkan kenaikan mencolok pada biaya modal, perusahaan umumnya
akan memilih kebijakan dividen yang stabil meskipun terjadi fluktuasi pada
laba.
4. Dilusi Kepemilikan
Manajer yang lebih mementingkan pengendalian atas perusahaan,
cenderung menolak menjual saham baru sehingga akan mendanai proyek
investasi melalui laba ditahan serta menurunkan rasio pembayaran
dividenya.
5. Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Risiko
Dalam memutuskan kebijakan dividen, manajer keuangan perlu pula
memperhatikan pengaruhnya terhadap tingkat risiko bagi investor. Tingginya
risiko investor dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu kesediaan investor
memperoleh pendapatan sekarang atau menunda ditahun depan, penerimaan
risiko atas dividen atau keuntungan modal (capital gain), penghematan pajak
dari dividen atau keuntungan modal , dan kandungan informasi atau sinyal
yang dipahami investor atau suatu kebijakan dividen. Pengaruh masingmasing faktor itu berbeda-beda untuk setiap perusahaan, tergantung pada
harapan investor saat ini dan yangn akan datang.
E. Teori Kebijakan Deviden
Brigham (1989), menyatakan bahwa dalam kebijakan deviden terdapat 3 teori:
1. Deviden Irrelevance Theory,
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung
utama teori ketidakrelevanan dividen (Dividends Irrelevance Theory) ini
adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (2001). Mereka berpendapat
bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya
untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai
perusahaan tergantung hanya pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya,
bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba
yang ditahan. Keon et. al (2000) menyatakan bahwa pada teori
ketidakrelevanan dividen, tidak ada hubungan antara kebijakan dividen dan
nilai saham. Satu kebijakan dividen sama bagusnya dengan lainnya. Secara
agregat investor hanya mementingkan pengembalian total keputusan
investasi, tidak peduli apakah pengembalian berasal dari perolehan modal atau
pendapatan dividen.
2.
Teori Bird In The Hand
Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat
ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk capital gain nanti.
Tarif pajak untuk capital gain memang sering lebih rendah daripada untuk
dividen, namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat
ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang
tersebut sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa
yang diharapkan meleset. Teori ini dianut oleh Myron Bordon dan John.
3. Tax Preference Theory
Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap
devidend dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains
karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan :
a. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada
untuk pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih
suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam
perusahaan.
b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena
adanya nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa
mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu
dolar yang dibayarkan hari ini.
c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama
sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat
terhindar dari pajak keuntungan modal.
Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut :
1) Jika manajemen percaya bahwa devidend irrelevence theory dari
Modigliani dan Miller ( M-M) itu benar maka perusahaan tidak perlu
memperhatikan besarnya deviden yang harus dibagikan.
2) Jika perusahaan menganut Bird In The Hand Theory, maka
perusahaan harus membagi seluruh EAT ( Earning After Tax ), dalam
bentuk deviden.
3) Sedangkan jika perusahaan lebih cenderung mempercayai Tax
Preference Theory, maka perusahaan harus menahan seluruh
keuntungan.
F. Dividen Payout Ratio
Menurut Baridwan (1992) dividen merupakan hak pemegang saham
(common stock), untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika
perusahaan memutuskan membagi keuntungan dalam bentuk dividen semua
pemegang saham mendapatkan haknya yang sama. Namun pembagian dividen
untuk pemegang saham preferen lebih diutamakan dari pembagian dividen
pemegang saham biasa.
Dividend payout ratio adalah persentase dari pendapatan yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Dividend payout
ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per
share pada periode yang bersangkutan. Didalam komponen dividend per share
terkandung unsur dividen, sehingga jika semakin besar dividen yang
dibagikan maka semakin besar pula dividend payout rationya. Pembagian
dividen yang besar bukanya tidak diinginkan oleh investor, tetapi jika dividend
payout ratio lebih besar dari 25% dikhawatirkan akan terjadi kesulitan
likuiditas keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
Banyak perusahaan berusaha untuk mempertahankan dividend payout
ratio, pendapatan yang diinginkan untuk suatu periode yang panjang, artinya
terdapat
target
dividend
payout
ratio
untuk
jangka
panjang
atau
mempertahankan pendapatan. Hasilnya, dividen biasanya dipertahankan pada
jumlah konstan dan dinaikkan hanya jika manajer yakin bahwa relatif mudah
untuk mempertahankan kenaikan pembayaran tersebut dimasa depan.
Biasanya dividen dibagikan dengan internal waktu yang tetap, tetapi
kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan
biasanya. Menurut Brigham dan Houstan (2001) dividen biasanya dibagikan
setiap triwulan, jika situasi mendukung, maka dividen dapat dinaikkan sekali
setiap tahun. Dividen yang dibagikan oleh perusahaan dapat mempunyai
beberapa bentuk sebagai berikut :
1) Dividen Kas (Cash Dividends)
adalah apakah jumlah uang kas yang ada mencukupi untuk pembagian
dividen.
2) Dividen Aktiva Saham Kas (Property Dividends)
Kadang-kadang dividen dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Aktiva
yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga, perusahaan lain yang
dimiliki, barang dagangan atau aktiva lain.
3) Dividen Utang (Scrip Dividends)
Dividen utang (scrip dividends) timbul apabila saldo laba tidak dibagi
mencukupi untuk pembagian dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak
cukup, sehingga perusahaan akan mengeluarkan scrip dividen yaitu janji
tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang.
4) Dividen Likuiditas
Dividen likuiditas adalah dividen yang sebagian besar merupakan
pengembalian modal. Biasanya modal yang dikembalikan adalah sebesar
deflasi yang diperhitungkan untuk periode tersebut.
5) Dividen Saham
Dividen saham adalah pembagian tambahan saham tanpa dipungut
Pembayaran kepada para pemegang saham, sebanding dengan sahamsaham yang dimilikinya.
G. Prosedur Pembayaran Dividen
Dalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emiten selalu akan
mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran dividen.
Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah
sebagai berikut (Ahmad Rodoni dan Herni 2010, hal. 131) :
1) Tanggal Pengumuman (declaration date)
Yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi
pengumuman pembagian divisi.
2) Tanggal Cum Dividen (cum dividend date)
Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat
hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.
3) Tanggal Pencatatan dalam Daftar Pemegang Saham (Date of Record).
Tanggal dimana seorang investor harus terdaftar sebagai pemegang saham
perusahaan publik atau emiten sehingga ia mempunyai hak yang
diperuntukkan bagi pemegang saham.
4) Tanggal Ex. Dividen (ex. Dividend date)
Tanggal pada saat hak atas dividen periode berjalan tidak lagi menyertai
saham tersebut, jangka waktunya adalah empat hari kerja sebelum tanggal
pencatatan pemegang saham.
5) Tanggal Pembayaran (payment date)
Tanggal dimana pemegang saham dapat mengambil dividen sesuai dengan
dividen yang diumumkan oleh emiten.
H. Dividen Sebagai Tingkat Pengembalian Investasi
Laba bersih perusahaan dapat diperlakukan menjadi tiga, yaitu
diinvestasikan kembali ke dalam aset yang produktif, dibayarkan untuk
melunasi kewajiban dan dibagikan sebagai dividen (pratt, 2000). Laba bersih
merupakan return dari investasi perusahaan, sedangkan laba bersih yang
dibagikan sebagai dividen merupakan direct return bagi pemegang saham.
Pengertian ataupun definisi mengenai dividen sebagai tingkat pengembalian
investasi termuat menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No. 23
(2002). Pernyataan itu merumuskan dividen sebagai distribusi laba kepada
pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal
tertentu.
Menurut Hendriksen dan Breda (1992) dividen disebutkan sebagai
bagian laba/earnings/income yang dibagi. Income, berdasarkan penerimanya
dapat diklasifikasikan menjadi lima konsep, yaitu:
1) Konsep nilai tambah (value added concept),
2) Konsep laba bersih perusahaan (enterprise net income concept),
3) Konsep laba bersih untuk investor (net income to investor),
4) Konsep laba bersih untuk pemegang saham (net income to shareholders
concept), dan
5) Konsep laba bersih untuk pemiliki residual ekuitas (net income to
residual equity holders).
I. Kebijakan Dividen Oleh Investee
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002), kebijakan dividen yang
fleksibel mencakup bentuk dividen yang akan dibagikan kepada para
pemegang saham, yakni: dividen tunai, dividen saham, pemecahan saham
(stock split) dan pembelian saham kembali (repurchase of stock). Kebijakan
dividen perusahaan tercermin dalam rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio).
Kebijakan dividen oleh investee merupakan tingkat pengembalian
investasi pada sisi investor. Naveli (1989) mengungkapkan bahwa secara
umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3
kebijakan ini, yaitu (1) Constant Dividend Payout Ratio, (2) Stable Per Share
Dividend, dan (3) Reguler Dividend Plus Extra.
J. Profitabilitas Investee dan Return Investasi Berupa Dividen
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba
(profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan,
apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Hermi (2004) mengungkapkan
laba diperoleh dari selisih antara harta yang masuk (pendapatan dan
keuntungan) dan harta yang keluar (beban dan kerugian). Laba perusahaan
tersebut dapat ditahan (sebagai laba ditahan) dan dapat dibagi (sebagai
dividen).
Sehingga
peningkatan
laba
bersih
perusahaan
investee
akan
meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen bagi
investor. Profitabilitas dapat diukur melalui jumlah laba operasi, laba bersih,
tingkat pengembalian investasi/aktiva dan tingkat pengembalian ekuitas
pemilik. Ang (1997) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas atau rasio
rentabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Litner (1956) memberikan pembuktian secara empiris bahwa
Terdapat stabilitas dalam pembayaran dividen perusahaan. Smith (1971) juga
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang kuat bagi perusahaan untuk
menghindari memotong dividen. Manajer seharusnya mempertimbangkan
perlunya pembayaran dividen dan hanya boleh memotong dividen apabila
berada dalam situasi yang ekstrim, misalnya terjadi penurunan yang drastis
dalam tingkat keuntungan perusahaan. Stabilitas keuntungan adalah penting
untuk mengurangi risiko bilamana terjadi penurunan laba yang memaksa
manajemen untuk memotong dividen (partington 1989).
Perusahaan yang memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan
tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan mensinyalkan kualitas atas
keuntungan mereka. Na’im (1998) Dalam mengukur profitabilitas, salah
satunya menggunakan rasio Return on Investment (ROI). ROI merupakan
tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. ROI
sering disebut juga Return on Assets (ROA).
K. Likuiditas Investee dan Return Investasi Berupa Dividen
Lebih baik pula. Penelitian ini baru dikembangkan kali ini meskipun
penelitian Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan
mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya.
Oleh karena itu perusahaan investee yang memiliki likuiditas baik maka
memungkinkan pembayaran dividen Suharli (2004) sebelumnya sudah
memberikan pemikiran awal mengenai pengaruh likuiditas perusahaan
terhadap kebijakan jumlah pembagian dividen.
Likuiditas perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan seperti :
current ratio, quick ratio dan cash acid-ratio (Karnadi, 1993). Penelitian ini
mengukur likuiditas perusahaan dengan menggunakan current ratio.
Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian ini mampu menjadi alat
prediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Current
ratio seringkali dijadikan sebagai ukuran likuiditas, termasuk dalam
persyaratan kontrak kredit.
L. Analisis Rasio Keuangan
Suatu rasio mengungkapkan hubungan matematik antar suatu jumlah
dengan jumlah lainya atau perbandingan satu pos dengan pos lainya. Rasio
antara angka 20 dan 10 dapat dituliskan menjadi 2 : 1 atau 2. Meskipun rasio
hanyalah merupakan hubungan matematik, akan tetapi penjabaranya dapat
menjadi lebih kompleks.
Suatu rasio akan menjadi lebih bermanfaat, bila rasio tersebut memang
memperlihatkan suatu hubungan yang mempunyai makna misalnya rasio yang
menggambarkan hubungan antara penjualan dan biaya pemasaran bermanfaat,
karena hubungan ini memang mempunyai makna. Lain halnya rasio yang
menunjukkan hubungan antara harga pokok penjualan dan surat berharga.
Rasio ini tidak bermanfaat, karena hubungan tersebut tidak bermakna, artinya
tidak ada hubungan antara harga pokok penjualan dan surat berharga.
Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak
digunakan. Rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan
keluar dan menggambarkan symptom (gejala–gejala yang tampak) suatu
keadaan. Jika diterjemahkan secara tepat, rasio juga dapat menunjukkan
area–area yang memerlukan penelitian dan penanganan yang lebih mendalam.
Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi
dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang
tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen–komponen rasio itu
sendiri. Namun demikian, fungsi rasio seringkali disalahartikan dan akibatnya
manfaatnya terlalu dibesar–besarkan.
Dalam hubunganya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan,
analisis rasio ini bertujuan untuk menilai efektifitas keputusan yang telah
diambil oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. Untuk
dapat menilai efektifitas ketiga keputusan tersebut, yang pada akhirnya dapat
memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan (Dwi
dan Rifka 2005, hal. 80).
Adapun manfaat analisis rasio keuangan yang bisa diambil dengan
dipergunakanya rasio keuangan yaitu:
1) Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat
menilai kinerja dan prestasi perusahaan.
2) Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai
rujukan untuk membuat perencanaan.
3) Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi
kondisi suatu perusahaan dari prespektif keuangan.
4) Analisi rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak
stakeholder organisasi.
Keunggulan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1) Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan.
2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan
laporan keuangan yang sangat rincidan rumit.
3) Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri.
4) Menstandardisasi size perusahaan.
Rasio-rasio keuangan yang umum digunakan antaralain:
1. Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba
yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah
penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir 2008, hal.
196).
Rasio profitabilitas yang umum digunakan adalah:
a. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Sales – Cost of Good Sold
Gross Profit Margin
=
Sales
Margin laba kotor menunjukkan laba yang relatif terhadap perusahaan,
dengan cara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan. Rasio ini
merupakan cara untuk penetapan harga pokok penjualan.
b. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin atau Profit Margin on Sales)
Net Income
Net Profit Margin
=
Sales
Margin
laba
bersih
merupakan
ukuran
keuntungan
dengan
membandingkan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini
menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas penjualan.
c. Daya Laba Dasar
Basic Laba Dasar (Basic Earning Power) atau Rentabilitas Ekonomi
EBIT
Basic Earning Power
=
Total Assets
Daya dasar laba mencoba mengukur efektifitas perusahaan dalam
memanfaatkan seluruh sumber dayanya, yang menunjukkan rentabilitas
ekonomis perusahaan.
Tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi tergantung dari:
1) Operating Profit Margin, yaitu perbandingan antar laba usaha dan
penjualan.
EBIT
Operating Profit Margin
=
Sales
2) Perputaran Aktiva (Assets Turn Over), yaitu kecepatan berputarnya
total assets dalam suatu periode tertentu.
Sales
Total Asset Turnover
=
Total Assets
Rentabilitas
ekonomis
dapat
ditentukan
dengan
operating profit margin dengan total asset turnover.
d. Hasil Pengembalian Atas Total Aktiva (Return On Assets/ROI)
Net Income
ROI
=
Total Assets
mengalikan
Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return on
Investment (ROI) atau Return on Total Assets merupakan rasio yang
menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas
manajemen dalam mengelola investasinya.
Disamping itu,
hasil
pengembalian
investasi
menunjukkan
produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun
modal sendiri. Semakin kecil (rendah) rasio ini semakin kurang baik,
demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur
efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
e. Hasil Pengembalian atas Ekuitas atau ROE (Return on Equity)
Net Income
ROE
=
Net Worth
Return On Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Angka yang tinggi
untuk ROE menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Rasio ROE
tidak memperhitungkan dividen maupun capital gain untuk pemegang
saham. Karena itu rasio ini bukan pengukur return yang diterima
pemegang saham yang sebenarnya. ROE dipengaruhi oleh ROA dan
tingkat penggunaan utang perusahaan.
Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola
modal sendiri (Net Worth) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan
dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang
saham perusahaan. ROE menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau
yang sering disebut sebagai rentabilitas usaha.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi
pihak luar perusahaan menurut kasmir, yaitu:
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5) Untuk mengukur produktifitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Sementara itu manfaat yang diperoleh adalah:
1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode.
2) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5) Mengetahui produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
2. Likuiditas
Fred Weston menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio
yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
(utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan
mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh
tempo.
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibanya yang sudah
jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun didalam
perusahaan (Kasmir 2008, hal. 128).
Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah:
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Current Assets
Current Ratio (CR)
=
Current Liabilities
Menurut Agnes Sawir (2005) Current ratio merupakan ukuran
yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi
kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh
tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang
diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh
tempo utang.
Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan
terjadinya masalah dalam likuiditas. Sebaliknya suatu perusahaan yang
current rasionya terlalu tinggi juga kurang bagus karena menunjukkan
banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi
profitabilitas perusahaan.
b. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Current Assets - Inventory
Quick Ratio
=
Current Liabilities
Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya
rendah, sering mengalami fluktuasi harga dan unsur aktiva lancar ini
sering menimbulkan kerugian jika terjadi likuidasi. Jadi rasio cepat lebih
baik dalam mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Rasio cepat yang umumnya dianggap baik
adalah satu.
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Cash + Marketable Securities
Cash Ratio
=
Current Liabilities
Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau
yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang
dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan
kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utangutang jangka pendeknya.
d. Rasio Perputaran Kas (Cash Turn Over)
Net Income
Cash Turn Over
=
Net Working Capital
Menurut James O. Gill, rasio perputaran kas berfungsi untuk
mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan
untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan. Artinya rasio ini
digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk membayar
tagihan (utang) dan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan.
Apabila rasio perputaran kas tinggi, ini berarti ketidakmampuan
perusahaan dalam membayar tagihanya. Sebaliknya apabila rasio
perputaran kas rendah, dapat diartikan kas yang tertanam pada aktiva
yang sulit dicairkan dalam waktu singkat sehingga perusahaan harus
bekerja keras dengan kas yang lebih sedikit.
e. Inventory to Net Working Capital
Inventory
Inventory to NWC
=
Current Assets – Current Liabilities
Inventory to Net Working Capital merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari
pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari hasil rasio
likuiditas menurut kasmir yaitu:
1) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
2) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
3) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan
persediaan atau piutang.
4) Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persedian yang
ada dengan modal kerja perusahaan.
5) Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk
membayar utang.
6) Sebaga alat perencanaan kedepan terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
3. Investor
Para pemegang saham biasanya hanya memiliki hak sisa atas laba dan
aktiva perusahaan. Hanya setelah hak para kreditor dan pemegang saham
istimewa dipenuhi para pemegang saham biasa bisa menerima dividen atau
distribusi aktiva (dalam hal likuidasi). Oleh karenanya, ukuran yang berkaitan
dengan para pemegang saham biasa sangat diperlukan. Beberapa angka rasio
yang sering digunakan adalah (Dwi dan Rifka 2005, hal.99):
a. Earning Per Common Share (EPS)
Earning Per Common share adalah jumlah laba yang menjadi hak
untuk setiap pemegang satu lembar saham biasa. EPS hanya dihitung
untuk saham biasa. Tergantung dari struktur modal perusahaan,
perhitungan EPS dapat sederhana atau kompleks. EPS sederhana ini
dihitung dengan cara sebagai berikut:
Laba Bersih – Dividen Saham Istimewa
EPS
=
Rata-rata tertimbang jumlah lembar saham biasa yang beredar
b. Price / Earning Ratio (P/E Ratio)
Price / earning ratio, yang disingkat P/E Ratio atau PER,
menunjukkan hubungan antara harga pasar saham biasa dengan earning
per share. P/E ratio ini dihitung dengan formula sebagai berikut:
Harga per lembar sham biasa
EPS
=
Fully Diluted Earning Per Share
c. Percenteg of Earning Retained
Rasio ini mengukur proporsi laba yang dihasilkan perusahaan saat
ini, yang ditahan untuk keperluan pertumbuhan (ekspansi). Rasio ini
dihitung dengan formula sebagai berikut:
Laba Bersih-Semua Dividen
Percentage of Earning Retained
=
Laba Bersih
d. Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio mengukur proporsi laba bersih per satu
lembar saham biasa yang dibayarkan dalam bentuk dividen, yang dihitung
dengan formula sebagai berikut:
Dividen per share
Dividend Payout Ratio
=
Earning Per Share
e. Dividend Yeald
Ratio Dividend Yeald menunjukkan hubungan antar dividen yang
dibayarkan untuk setiap satu lembar saham biasa dan harga pasar saham
biasa per lembar. Rasio ini dihitung dengan formula sebagai berikut:
Dividen per lembar saham biasa
Dividend yeald
=
Harga pasar per lembar saham biasa
f. Book Value Per Share
Suatu angka atau data statistik yang biasanya dipublikasikan pada
laporan tahunan adalah Book Value Per Share. Rasio ini menunjukkan
jumlah stockholders’ equity (modal sendiri) yang berkaitan dengan dengan
setiap lembar saham yang beredar. Book Value Per Share dihitung dengan
formula sebagai berikut:
Total stockholders’equity-prefered stock
Book Value =
Per Share
jumlah lembar saham biasa yang beredar
M. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan kebijakan deviden
yang pernah dilakukan di Indonesia, antara lain:
penelitian yang dilakukan Efendri (1993), yang berjudul “Faktorfaktor yang Dipertimbangkan Dalam Kebijakan Deviden oleh PerusahaanPerusahaan Go Publik di Indonesia”. Dalam penelitian tersebut digunakan
kuesioner untuk mengetahui persepsi manajemen tentang faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam kebijakan pembagian deviden kas. Penelitian yang
menggunakan 84 sampel ini menghasilkan kesimpulan bahwa faktor
peningkatan dan penurunan laba termasuk faktor yang sangat penting yang
dipertimbangkan manajemen dalam kebijakan pembagian deviden kas.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Ramli (1994), yang berjudul
“Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden Industri
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. Dalam penelitian ini digunakan 63
sampel perusahaan dari tahun 1992 sampai 1994. Pengujian dilakukan dengan
regresi berganda dengan dua variabel independen, yaitu: Earning Per Share
(EPS) dan Debt Equity Ratio (DER), sementara untuk variabel dependennya
digunakan dividend per share. Hasil secara keseluruhan menyebutkan bahwa
besarnya tingkat keuntungan (EPS) berpengaruh positif terhadap besarnya
deviden, dan besarnya tingkat hutang berpengaruh negatif terhadap besarnya
deviden. Dari pengujian tersebut diperoleh hasil hanya variabel EPS saja yang
berpengaruh terhadap kebijakan deviden.
Penelitian lain yang juga meneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi Dividend Payout Ratio adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sri Hapsari (2005). Pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 335
perusahaan yang eksis di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001 – 2003.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ROI, Current Ratio dan Cash Position
berpengaruh terhadap Dividend Payout Ratio. Sedangkan DER dan ROA
tidak berpengaruh terhadap Dividend Payout Ratio.
N. Kerangka Pemikiran
(VARIABEL INDEPENDEN)
(VARIABEL INDEPENDEN)
PROFITABILITAS
RETURN
INVESTASI
(DIVIDEN)
LIKUIDITAS
Download